BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. mendiagnosis masalah atau memberikan terapi bagi anak-anak yang memiliki masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat

17. Keputusan Menteri...

TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KENAKALAN REMAJA PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING) PADA NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA PAMEKASAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. adiktif). Guna menanggulangi hal tersebut maka para pelaku pelanggaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2700 tahun sebelum masehi. Orang-orang kuno telah menggunakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Presiden RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hasil survey tahun 2012, prevalensi kejadian penyalahgunaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) semakin marak terdengar dari usia

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan keselamatan manusia, tetapi saat ini penggunaanya masih banyak yang disalahgunakan (Partodiharjo, 2008). Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang digunakan bukan untuk tujuan pengobatan dengan jumlah berlebih, teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik serta gangguan pada perilaku dan kehidupan sosialnya (Martono dan Joewana, 2008). Menurut Maeyer et al (2009) penyalahgunaan NAPZA yaitu masalah kesehatan publik yang penting dimana secara langsung akan berdampak pada ekonomi, kesehatan dan juga sosial. Laporan tahunan Badan Narkotika Nasional (BNN) memperlihatkan peningkatan terjadinya kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Tahun 2001 jumlah kasus NAPZA 3.617 kasus dan tahun 2005 dilaporkan adanya 14.514 kasus NAPZA. Hal ini berarti secara rata-rata kasus NAPZA mengalami peningkatan sebesar 36,9 % (Ali, 2007). Menurut BNN (2012) tahun 2007 sampai 2011 jumlah kasus NAPZA di Indonesia mengalami angka yang fluktuatif mulai dari 22.612, 29.220, 30.656, 26.461, 29.526. Menurut Survey Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba Indonesia (2011) dari 33 provinsi, ada sebanyak 15 provinsi yang angka prevalensinya turun, hanya satu provinsi (Jawa 1

2 Timur) yang relatif stabil dan sisanya naik. Secara keseluruhan terjadi kenaikan angka prevalensi sebesar 12% dari tahun 2008 ke tahun 2011. Angka prevalensi penyalahgunaan NAPZA di provinsi yang terletak di Indonesia bagian timur kebanyakan mengalami penurunan, seperti di Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, NTB, dan NTT. Provinsi Lampung dan Papua mengalami penurunan sekitar 50% dari tahun 2008. Angka penurunan penggunaan NAPZA di Lampung dipicu oleh semua jenis kategori penyalahguna kecuali kelompok coba pakai cenderung relatif tetap. Sementara di Papua dipicu oleh penurunan di kelompok pecandu suntik dan bukan suntik, tetapi teratur pakainya meningkat. Jumlah pecandu suntik menurun tajam dari 230 ribu (2008) menjadi 70 ribu (2011). Penurunan terjadi karena berbagai faktor yaitu suplai heroin/putau sulit diperoleh di pasaran karena pasokan dari Afganistan berkurang, adanya program subutek/suboxon dan methadone agar tidak melakukan penggunaan narkoba cara suntik, risiko tertular berbagai penyakit akibat penggunaan jarum suntik bersama menyebabkan mereka takut menggunakan cara suntik, dan tingginya angka kematian dikalangan IDU karena overdosis dan HIV/AIDS (Survey Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba, 2011). Kasus NAPZA di DI.Yogyakarta dari tahun 2007 sampai 2011 sebesar 326, 304, 263, 262, 281 kasus. Pemakain NAPZA terbanyak pada jenis ganja dengan rata-rata 170,25 setiap tahunya. Warga yang menjadi tersangka dalam kasus NAPZA tidak hanya WNI tetapi juga WNA dengan perempuan sebanyak 88 dari 1875 pengguna. Kelompok usia yang terjerat kasus NAPZA terbanyak usia >20 tahun dengan prosentase 91,57 % dan sisanya < 20 tahun. Riwayat pendidikan

3 dari pecandu tersebut terbanyak SMA (58,83%), Perguruan Tinggi sebesar 23,41%, SMP 13,28%, dan SD 4,48% (BNN RI, 2012). Penyebab seseorang memakai NAPZA adalah diri individu sendiri berupa kepribadian yang rendah serta bentuk emosional, maupun luar individu berupa keinginan untuk mencoba dan adanya ajakan teman sebaya (Ali, 2007). Menurut Indiyah (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi subjek menjadi narapidana kasus NAPZA yaitu faktor proses sosial 72% yang berupa solidaritas mati dan paksaan, masalah sosial 48% berupa deviasi situasional, sistemik dan primer, faktor individu 85%, faktor keluarga 88%, faktor lingkungan keluarga 91%, faktor sekolah/kuliah 81% dan faktor lingkungan masyarakat 96%. Dampak dari penyalahgunaan NAPZA diantaranya adalah kerusakan fisik, mental, emosional dan juga spiritual (Ali, 2007). Menurut penelitian Eleanora (2011) yang berbetuk studi kepustakaan menyebutkan bahwa NAPZA mempunyai dampak negatif yang sangat luas baik secra fisik, psikis, ekonomi, sosial budaya, hankam dan lain sebagianya. Banyaknya dampak yang dialami oleh penyalahguna NAPZA membuat diperlukanya program pengobatan yang diberikan kepada penyalahguna NAPZA dapat berupa terapi kognitif, terapi perilaku dan terapi sosial. Terapi dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu dengan tujuan melepaskan dari ketergantungan NAPZA hingga dapat menikmati kehidupan bebas tanpa NAPZA. Pelayanan biasanya diberikan oleh tenaga professional berpengalaman dan terlatih (Martono dan Joewana, 2008).

4 Kualitas hidup pengguna ketergantungan opioid yang mengalami rehabilitasi selama 5 tahun dipengaruhi oleh kesejahteraan psikologikal dan psikososial. Terapi berdampak pada individu sehingga dapat memiliki minimal satu teman dekat dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik (Maeyer et all, 2010). Keefektifan penggunaan buprenorphine dan methadone untuk terapi berdampak pada semua domain kualitas hidup seorang pengguna ketergantungan heroin (Ponizovsky & Alexander, 2007). Organisasi Kesehatan Dunia (1998) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu dalam kehidupan berdasarkan konteks budaya dan sistem nilai dimana ini berkaitan dengan tujuan, harapan, standar dan kepentingan individu. Menurut Noviarini (2012) kualitas hidup dipengaruhi oleh dukungan sosial dimana semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki oleh subjek semakin tinggi kualitas hidupnya dan sebaliknya apabila semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah kualitas hidupnya. Tingkatan kesulitan yang dialami individu berupa kesulitan individu, tempat kerja dan lingkungan (Stolzt, 2000). Individu dalam menghadapi kesulitan memerlukan suatu kerja keras dan keinginan. Kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati dan menyelesaikan suatu masalah disebut sebagai kecerdasan adversitas atau Adversity Quotient (AQ) (Stolz, 2000). Menurut Wulandari (2009) dalam penelitianya menyebutkan bahwa keinginan untuk sembuh seorang pengguna NAPZA dipengaruhi oleh kecerdasan adversitas. Semakin tinggi kecerdasan adversitas seseorang, semakin tinggi pula keinginan untuk sembuh dari NAPZA. Pernyataan ini didukung juga oleh Bayani dan Nur (2011) yang menyatakan dalam penelitianya bahwa keinginan untuk sembuh

5 selain dipengaruhi oleh kecerdasan adversitas juga adanya dukungan sosial. Semakin tinggi dukungan sosial dan kecerdasan adversitas maka semakin tinggi pula keinginan untuk sembuh. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubsi BIMKEMASWAT 29 April 2013 kapasitas LAPAS berjumlah 474 orang, dan saat ini terdapat kurang lebih 330 penghuni. Aktifitas yang terjadwal dilakukan penghuni Lapas dimulai pukul 7 pagi dan berakhir pada pukul 5 sore. Aktifitas yang dilakukan antara lain membersihkan area lapas, belajar keterampilan seperti menjahit, mencuci dan keterampilan lain yang berguna untuk kehidupanya setelah keluar dari Lapas. Kegiatan keagamaan dilaksanakan berjamaah, hal ini bertujuan untuk mendekatkan diri pada-nya dan juga menjalin hubungan sosial sesama penghuni Lapas. Keluarga juga difasilitasi untuk bertemu dengan Napi dan tahanan setiap hari kerja kecuali hari jumat meskipun harus dipisahkan oleh sekat pemisah yang membatasi mereka untuk berkomunikasi dekat. Hari yang diperbolehkan untuk bertemu dengan bebas adalah pada hari-hari besar dan biasanya setahun 3 kali kesempatan. Bagi penghuni Lapas yang merasa sakit baik fisik dan psikologis difasilitasi dokter, perawat, dan psikolog yang siap setiap saat jika dibutuhkan, namun jika tidak dapat mengatasi akan dirujuk ke rumah sakit dengan pengawasan dari petugas Lapas. Dari uraian diatas memicu ketertarikan peneliti untuk meneliti hubungan kecerdasan adversitas dengan kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA. Peneliti mengambil sampel pengguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu adakah hubungan kecerdasan adversitas dengan kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui tingkat kecerdasan adversitas pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta. b. Mengetahui tingkat kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya keperawatan jiwa dalam mengetahui hubungan kecerdasan adversitas dan kualitas hidup pasien NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta.

7 2. Praktis a. Bagi Peneliti Menambah wawasan pengetahuan peneliti mengenai hubungan kecerdasan adversitas dan kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta. b. Profesi Keperawatan 1) Menambah pengatahuan profesi keperawatan dalam memandang manusia sebagai manusia yang holistik. 2) Menambah pengatahuan profesi keperwatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan. E. Keaslian Penelitian Bardasarkan referensi yang ada, penelitian mengenai hubungan kecerdasan adversitas dengan kualitas hidup pada penyalahguna NAPZA belum pernah dilakukan. Penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain: 1. Nurdin (2007). Tesis. Kebermaknaan Hidup Narapidana Ditinjau Dari Konsep Diri Dan Kecerdasan Adversitas. Penelitian ini menggunakan metode non experiment dengan rancangan cross sectional terhadap 100 Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I, Gunung Sari, Makassar. Variabel penelitian terdiri dari 2 yaitu konsep diri dan kecerdasan adversitas dan variabel terikatnya adalah kebermaknaan hidup. Hasil dari penelitian ini adalah kecerdasan adversitas dan konsep diri mempengaruhi makna hidup seseorang. Persamaan dengan penilitian ini adalah jenis rancangan penelitian dan

8 variabel bebas yang berupa kecerdasan adversitas. Perbedaanya pada variabel terikat yaitu kualitas hidup serta subjek penelitian yaitu penyalahguna NAPZA. 2. Wulandari (2009). Skripsi. Kecedasan Adversitas dengan Intensi Sembuh Pada Pengguna NAPZA Di Panti Rehabilitasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan adversitas dan variabel terikatnya adalah intensi sembuh. Hasil dari penelitian adalah adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan adversitas dengan intensi sembuh. Persamaanya peneliti juga menggunakan variabel bebas yang berupa kecerdasan adversitas dan juga menggunakan jenis rancangan penelitian yang sama. Perbedaanya pada variabel terikatnya adalah kualitas hidup dan subyek penelitian. 3. Walengwangko (2010). Tesis. Studi Potong Lintang Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS : Penekanan Pada Nilai Antropometri. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Variabel bebas dalam penelian ini adalah karakteristik antropometri dan variabel terikatnya adalah kualitas hidup. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang lemah antara antropometri dengan kualitas hidup. Persamaan penelitian ini adalah jenis penelitian dan variabel terikatnya yaitu kualitas hidup. Perbedaanya pada variabel bebasnya yaitu antropometri dan juga subjek penilitian.