BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan Internet memengaruhi cara orang-orang menghabiskan waktu luang. Internet merupakan salah satu cara mudah, relatif murah dan cukup praktis untuk keluar dari aktivitas yang melelahkan. Belum lagi, pada zaman sekarang ponsel selular relatif mudah didapatkan. Ponsel tersebut pun sudah difasilitasi dengan koneksi Internet dan para provider telepon selular memberikan harga yang terbilang murah kepada para kostumernya untuk dapat membeli kuota Internet. Produk-produk layanan Internet pun beragam, di antaranya surat elektronik, ruang bicara (chatroom), game online, blog, situs jejaring sosial, dan masih banyak lagi. Layanan Internet tersebut memberikan banyak fasilitas kepada penggunanya, termasuk hiburan. Jika individu bosan dan ingin mendapatkan hiburan, Internet dapat menyediakan informasi komedi berupa video atau pun cerita-cerita lucu yang telah dibagikan oleh para pengguna Internet lainnya. Individu yang ingin melakukan perjalanan atau melihat pemandangan indah dapat mencari gambar-gambar yang sudah diunggah ke Internet dengan mudah hanya dengan menggunakan mesin pencari. Dengan demikian, individu tidak perlu pergi ke teater-teater atau melakukan perjalanan dengan menghabiskan uang banyak untuk mendapatkan hiburan. Hadirnya Internet menarik perhatian masyarakat dunia, terutama di Indonesia. Hal ini terlihat dari jumlah pengguna Internet yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna Internet di Indonesia mencapai 88 juta jiwa (Asosiasi 1
2 Penyelenggara Jasa Internet Indonesia [APJII], 2015). Pada tahun 2015, situs laman web wearesocial.com melaporkan pengguna Internet aktif di Indonesia mencapai 72,7 juta jiwa (Kemp, 2016). Tahun berikutnya, APJII (APJII, 2016) kembali melaporkan peningkatan angka pengguna Internet di Indonesia, yaitu sebesar 132,7 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia 256,2 juta jiwa. Berdasarkan laporan terakhir dari pihak APJII tahun 2016 bulan November silam, peminat Internet didominasi oleh pria, yaitu sebesar 52,5%. Hal ini berbanding terbalik dengan laporan pada tahun 2014 yang menginformasikan bahwa pengguna Internet Indonesia didominasi oleh wanita (51%). Perubahan peminat Internet di Indonesia dari segi usia dari tahun 2014 hingga tahun 2016 pun mengalami perubahan. Pada tahun 2014, pengguna Internet Indonesia didominasi oleh usia 18 hingga 25 tahun (49%). Laporan terbaru dari APJII menginformasikan bahwa pengguna Internet kini didominasi oleh usia 25 hingga 34 tahun (75,8%). APJII juga mengungkapkan masyarakat Indonesia mengakses Internet dilakukan di berbagai tempat (tidak menetap). Hal tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap penggunaan Internet. Ditinjau dari segi alasan mengakses Internet, kebanyakan pengguna menyatakan hal tersebut dilakukan untuk mengupdate informasi (25,3%), sedangkan yang lainnya beralasan untuk keperluan pekerjaan, mengisi waktu luang, sosialisasi, keperluan pendidikan, hiburan, serta terkait dengan jualbeli online. Berbanding lurus dengan hal tersebut, dilaporkan bahwa konten yang paling banyak diakses oleh pengguna Internet di Indonesia adalah media sosial (97,4%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengguna di Indonesia melakukan akses Internet dimana saja untuk mendapatkan informasi terbaru yang diposting di situs jejaring sosial (media sosial).
3 Situs jejaring sosial didefinisikan sebagai layanan berbasis web yang memberikan kesempatan individu untuk membuat profil, mencari dan menemukan orang-orang yang ingin dihubungi, serta melihat kegiatan yang dilakukan oleh pengguna lainnya (Boyd & Ellison, 2007). Situs jejaring sosial ini memiliki banyak ragam, yaitu Facebook, Twitter, Path, Instagram, Flickr, Pinterest dan masih banyak lagi. Situs jejaring sosial tersebut memiliki keunikan masing-masing untuk menarik perhatian pengguna Internet. Sebagaimana yang telah dilaporkan APJII, konten Internet yang paling banyak dikunjungi pengguna adalah media sosial. Hingga November 2016, Facebook masih menjadi favorit pengguna Internet di Indonesia (54%), disusul dengan Instagram (15%), dan Youtube (11%). Sayangnya, APJII tidak melakukan survey mengenai waktu yang dihabiskan oleh para pengguna untuk mengakses konten tersebut. Namun demikian, bukan berarti tidak ada laporan mengenai hal tersebut sama sekali. Kemp (2016) melalui situs laman web wearesocial.com melaporkan dari 88 juta jiwa pengguna Internet di Indonesia, 79 juta jiwa diantaranya adalah pengguna aktif media sosial. Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk megakses media sosial adalah 2 jam per hari. Artinya, pengguna menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengakses media sosial per hari seakan-akan hal tersebut sudah menjadi kegiatan harian yang harus dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa penelitian telah melaporkan bahwa waktu mengakses media sosial berbanding terbalik dengan kesejahteraan subjektif, terutama kepuasan hidup (penjelasan lebih lanjut mengenai kepuasan hidup akan dibahas pada bab selanjutnya). Kepuasan hidup pengguna media sosial terancam dikarenakan berbagai hal, misalnya melakukan perbandingan sosial (Frison & Eggermont, 2016), penggunaan pasif (Wenninger, Krasnova dan Buxmann, 2014), merasa iri (Appel,
4 Crusius, & Alexander, 2015; Krasnova, Wenninger, Widjaja, Buxmann, 2013; Lin & Utz, 2015; Tandoc, Ferrucci, & Duffy, 2015), merasa cemburu (Muise, Christofides, & Desmarais, 2009; Utz & Beukeboom, 2011), merasa kesepian (Burke, Marlow & Lento, 2010) serta menganggap bahwa kehidupan orang lain lebih menyenangkan (Chou & Edge, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh The Happiness Institute melaporkan mengenai seberapa besar pengaruh media sosial terhadap kebahagiaan secara umum. Sebanyak 1.095 reponden terlibat dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 ini. Sebagian di antara responden tersebut diminta untuk tidak mengakses situs jejaring sosial Facebook selama seminggu. Sebelumnya, responden diminta untuk megevaluasi kehidupannya dari dimensi yang berbedabeda. Hasil penelitian yang menggunakan metode eksperimen tersebut menemukan bahwa responden yang tidak mengakses Facebook selama seminggu melaporkan perasaan bahagia (88%), menikmati hidup (84%), antusias (61%), dan tegas (64%). Partisipan yang tidak mengakses Facebook juga melaporkan peningkatan kepuasan kehidupan sosialnya dibandingkan dengan partisipan yang mengakses Facebook selama seminggu. Di sisi lain, partisipan yang dibolehkan mengakses Facebook selama seminggu melaporkan rasa sedih (34%), cemas (54%), marah (20%), depresi (33%), dan kesepian (25%). Selain itu, mereka juga melaporkan merasa membuang-buang waktu, hanya memiliki sedikit waktu, merasa tertekan, serta merasa lebih kurang bahagia dibandingkan temantemannya (Tromholt, Lundby, Andsbjerg, & Wiking, 2015). Penelitian The Happiness Institute bukanlah satu-satunya penelitian yang melaporkan penggunaan situs jejaring sosial berdampak pada kebahagiaan individu. Chou dan Edge (2012) menemukan bahwa individu yang mengakses
5 Facebook lebih lama akan lebih mudah mengingat pesan positif dan gambargambar bahagia yang pada gilirannya memberikan impresi bahwa orang lain lebih bahagia. Hasil dari penelitian tersebut juga melaporkan bahwa semakin lama individu mengakses Facebook, semakin kuat kepercayaan mereka mengenai kebahagiaan orang lain dan semakin setuju bahwa hidup tidak adil baginya. Jika ditinjau lebih jauh, nampaknya aktivitas selama mengakses situs jejaring sosial berperan penting dalam meningkatkan atau menurunkan kepuasan hidup. Argumen ini diperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Wenninger, Krasnova, dan Buxmann (2014) yang melaporkan penggunaan pasif (passive following) berdampak negatif bagi kepuasan hidup. Berbeda dengan penggunaan aktif seperti posting dan chatting yang berdampak positif terhadap kepuasan hidup pengguna situs jejaring sosial. Laporan serupa juga didokumentasikan oleh Kross et al. (2013) yang mengungkapkan bahwa mengakses Facebook secara terus menerus dapat menurunkan kesejahteraan subjektif, baik dalam aspek afektif maupun kognitif. Dengan kata lain, semakin lama individu mengakses Facebook, semakin buruk perasaan mereka dari waktu ke waktu dan kepuasan hidup juga mengalami penurunan. Kross et al. (2013) juga mengemukakan bahwa kemungkinan penurunan kepuasan hidup ini terjadi diakibatkan oleh pada saat individu mengakses situs jejaring sosial, mereka telah merasa buruk (misalnya, merasa bosan, kesepian, cemas, atau merasa tertekan). Tidak hanya dari segi bagaimana individu menggunakan situs jejaring sosial (apakah menggunakannya secara pasif atau aktif), iri juga dituding sebagai prediktor penurunan kepuasan hidup pengguna situs jejaring sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Krasnova, Wenninger, Widjaja, Buxmann (2013) yang melaporkan iri sebagai ancaman tersembunyi bagi kepuasan hidup pengguna
6 situs jejaring sosial. Iri bisa terjadi di media sosial akibat pengguna membandingkan diri dengan orang lain dalam domain yang relevan dengan dirinya. Membandingkan diri merupakan salah satu langkah untuk menilai seberapa baik kehidupan individu selama ini. Penilaian ini nantinya akan berpengaruh pada kepuasan hidup individu. Tidak dapat dipungkiri bahwa situs jejaring sosial menjadi salah satu sarana munculnya emosi iri. Emosi iri bisa muncul karena orang lain memiliki atribut yang diinginkan, terlebih jika atribut tersebut sulit didapatkan oleh individu. Adanya fitur berbagi foto serta video di situs jejaring sosial tentunya akan merangsang munculnya emosi iri ketika mengakses situs jejaring sosial yang pada akhirnya mengancam kepuasan hidup jika individu tidak mengetahui bagaimana cara menekan emosi ini. Berbagai uraian di atas mengindikasikan bahwa kepuasan hidup pengguna mendapatkan ancaman dari cara menggunakan hingga emosi yang muncul ketika mengakses situs jejaring sosial. Alih-alih membuat pengguna terhibur, situs jejaring sosial menjadi media yang dapat merusak penilaian individu mengenai kehidupannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup adalah suasana hati dan pengalaman hidup. Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan, pengguna cukup memakan waktu yang lama untuk mengakses situs jejaring sosial, yaitu 2 jam per hari. Jika pengguna hanya memonitor perkembangan tanpa melakukan aktivitas lain di situs jejaring sosial, maka kemungkinan untuk merasa lebih buruk dari pengguna lain akan dirasakan. Hal ini tentunya akan memunculkan perbandingan sosial yang kemudian melahirkan rasa iri pada pengguna lain, sedangkan iri dilaporkan menjadi ancaman tersembunyi bagi para pengguna situs jejaring sosial. Oleh karena itu, peneliti mengajukan penelitian mengenai hubungan antara penggunaan pasif dan iri dengan kepuasan
7 hidup pengguna situs jejaring sosial untuk mengonfirmasi data-data penelitian terdahulu. B. Rumusan Masalah Apakah penggunaan pasif dan iri dapat bersama-sama memprediksi kepuasan hidup pengguna situs jejaring sosial? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penggunaan pasif dan iri dengan kepuasan hidup pengguna situs jejaring sosial. 2. Manfaat a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah memberikan wawasan tambahan di bidang psikologi, terutama untuk psikologi dunia maya (cyberpsychology) mengenai hubungan antara penggunaan pasif dan iri dengan kepuasan hidup pengguna media sosial. b. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi peneliti lain yang tertarik meneliti dengan topik terkait dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa pengetahuan serta pemahaman lebih dalam mengenai penggunaan pasif di media sosial serta iri agar para pengguna media sosial dapat meningkatkan kepuasan hidupnya.