STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Lampung (Gambar 2).

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

Indonesia: Mega Biodiversity Country

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Transkripsi:

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG Sri Sumarni Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : sri_nanisumarni@yahoo.co.id Abstraks: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis pakan Kelasi (Presbitis rubicunda) pada Kawasan Hutan Wisata Alam Baning Kabupaten Sintang. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan mengenai jenis tumbuhan pakan Kelasi pada Kawasan Hutan Wisata Alam Baning serta sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan dan pelestarian bagi pihak pemerintah. Peneitian ini menggunakan metode jalur yang diletakkan secara acak (purposive) dan merupakan jalur yang sering dilewati oleh kelasi. Jumlah jalur yang digunakan dalam survey adalah 2 jalur dengan total panjang jalur pengamatan adalah 200 m. Adapun hasil dari penelitian ditemukan sembilan (9) jenis tumbuhan yang dimakan Kelasi yaitu: Kepuak (Artocarpus elasticus), Cempedak (Arthocarputsentiger), Karet (Hevea braziliensis), Rambutan hutan (Nephelium ramboutan), Ubah (Eugeniasyzygium), Kembang Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea), Akasia (Akasia mangium), Beringin ( Ficus benjamina) dan Jambu Monyet (Eugeniapycnanthum), selain itu populasi kelasi yang ditemukan sangat sedikit berkisar antara 11 sampai 12 ekor artinya dari luas total Kawasan Hutan Wisata Alam Baning 213 hektar hanya terdapat satu ekor kelasi per 18 hektar. Dalam pemilihan habitatnya, Kelasi melakukan seleksi terhadap daya dukung yang terdapat di lokasi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi primata dalam memilih habitat antara lain adalah ketersediaan pakan dan kondisi vegetasi. Namun disebabkan letak Kawasan Hutan Wisata Alam Baning Kabupaten Sintang berbatsan langsung dengan pemukiman penduduk serta banyaknya aktifitas msyarakat sekitar kawasan. Oleh karena itu diperlukan upaya yang nyata dari pemerintah melalui instansi terkait dengan masyarakat untuk menjaga kelestarian fungsi kawasan dan keanekaragaman jenis tumbuhan pakan Kelasi yang dilindungi. Kata kunci : Tumbuhan Pakan Kelasi, Kawasan Hutan Wisata Baning Kabupaten Sintang PENDAHULUAN Menurut Whitmore (1986) bahwa hutan hujan tropis itu secara global sangat penting bagi berlimpahnya jenis dan endemisme (spesies yang tidak ada ditempat lain. Beberapa kajian global mutakhir memperkirakan hutan Kalimantan menyimpan lebih banyak spesies tumbuhan dan satwa dibandingkan kawasan lain (MacKinnon dkk, 2002). Meskipun dengan terbatasnya data di kebanyakan kawasan Kalimantan, setidaknya terdapat 37 spesies burung, 44 mamalia darat dan lebih dari sepertiga dari perkiraan seluru htumbuhansebanyak 10,000 sampai 15,000 spesies hanya terdapat di pulau ini (MacKinnon dkk, 2002). Semakin 115 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016

banyak kawasan hutan yang rusak dan bahkan hilang, semakin besar pula ancaman bagi spesies-spesies tersebut. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal (Putra, 2001) menyatakan bahwa satwa memilih berbagai jenis pakan yang terdistribusi dalam suatu pola tertentu di suatu habitat serta dapat membedakan berbagai bagian habitat dengan produktivitas dan kesesuaian pakan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa satwa dapat berhitung atau mem-pertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam memilih suatu jenis pakan maupun suatu habitat. Berdasarkan asumsi dasar teori ini, satwa akan memilih pakan yang member keuntungan (energi) paling tinggi namun dengan kerugian (waktu mencari dan penanganan pakan) paling rendah (Putra, 2001). Sejumlah penelitian pada sepuluh tahun terakhir mengungkapkan bahwa pemilihan pakan merupakan konsekuensi dari interaksi kompleks berbagai faktor eksternal dan internal (Putra, 2001). Faktor eksternal meliputi ketersediaan pakan, resiko dimangsa, da interaksi sosial (Putra, 2001), sedangkan faktor internal meliputi tingkat kelaparan, pengalaman belajar,umur, jenis kelamin, dan kebutuhan nutrisi. Primata memiliki fungsi utama sebagai penyebar biji dan menjaga keseimbangan ekosistem (Kartikasari,2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa peran utama satwa liar primata seperti Kelasi (Presbitis rubicunda) menjadi penting dalam siklus ekologi sebagai penyebar biji. Kelasi (Presbitis rubicunda) merupakan salah satu jenis primata yang banyak dan tersebar luas di Asia Tenggara namun masih kurang diketahui ekologi dan bio-loginya.sebagian Penelitian tentang Kelasi yang hidup secara liar di alam salah satunya telah dilaksanakan olehkartikasari (2005) yang dilakukan pada ekosistem hutan hujan tropis di Kalimantan Timur. Lebih lanjut Kartikasari(2005) menitik beratkan penelitiannya pada perilaku makan dan jelajah Kelasi di ekosistem alami yang sangat berbeda dengan di habitat terganggu.bentuk adaptasi perilaku makan jenis primate ini tentu akan sangat berbeda pula pada ekosistem yang sangat berlawanan seperti hutan rawa gambut, Taman Wisata Alam Baning. Keberadaan Kelasi (Presbitis rubicunda) pada ekosistem hutan rawa PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 116

gambut ini cukup mengundang pertanyaan karena selama ini penelitian terkait keberadaan Kelasi sebagai satwa liar yang hidup pada hutan yang terletak di tengah kota Sintang belum ada. Meski dikenal sebagai salah satu jenis primata paling suksesif dan adaptif namun keberadaanya pada ekosistem semacam ini menarik perhatian tersendiri untuk dikaji lebih lanjut. METODOLOGI PENELITIAN MetodePenelitian Pengambilan data primer untuk mengetahui jenis tumbuhan pakan kelasi adalah dengan metode jalur, dimana jalur yang digunakan merupakan jalur lalu lintas kelasi. Jumlah jalur yang digunakan dalam survey adalah 2 jalur dengan total panjang jalur pengamatan adalah 200 m. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan terhadap semua tanaman pakan kelasi yang ditemukan saat survey. Pengambilan data untuk menemukan jenis pakan kelasi dilakukan dengan cara menyusuri jalur pengamatan secara perlahan-lahan dengan memperhatikan setiap tanaman yang dipakan atau bekas tanaman yang sudah dimakan, dengan cara yang sama setiap jalur dilakukan pengulangan pengambilan data pada arah sebaliknya. Bagian tanaman pakan kelasi dapat berupa daun, buah maupun bunga serta umbut tanaman. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kelasi dan semua jenis tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan dan ditemukan dalam jalur pengamatan pada lokasi penelitian. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Peta lokasi dan peta kerja,meteran, tali, Parang, Phiband, Alat-alat herbarium (alkohol 70%, isolasi, gunting, label, kertas koran dan plastik), Kalkulator, Kamera, Teropong Binokuler, Alat tulis menulis dan seorang Pengenal pohon Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yaitu ; a. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian meliputi data jenis dan bagian-bagian tumbuhan yang dimakan. Data-data tersebut dicatat dalam Tally Sheet. 117 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016

b. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dengan mengumpulkan data dari pihak terkait yaitu data yang ada kaitannya dengan penelitian maupun yang ada kaitannya dengan lokasi penelitian dilaksanakan. Keadaan umum lokasi penelitian meliputi : Luas, letak batas administrasi, aksesibilitas, topografi, iklim dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan waktu dan pekerjaan. Kegiatan persiapan meliputi pengumpulan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian, serta observasi lapangan untuk menentukan letak petak pengamatan yang didasarkan pada ditemukannya lintasan jelajah Kelasi. 2. Penentuan Jalur Pengamatan Setelah kegiatan persiapan selesai, selanjutnya adalah penentuan jalur pengamatan dengan starting point terletak di jalan masuk kawasan Hutan Wisata Baning. Pengamatan dilakukan sesuai dengan daerah jelajah Kelasi di Kawasan Hutan Wisata Baning. Jalur pengamatan dibuat untuk mempermudah melakukan pengamatan terhadap berbagai jenis tumbuhan pakan kelasi, baik yang sedang dimakan maupun bekas pakan kelasi. Jalur pengamatan terbagi menjadi dua (jalur I dan Jalur II), untuk jalur I dimulai dari jembatan/gertak menuju arah timur yang panjang jalur ± 800 meter, sedangkan jalur II dimulai dari patok 11 menuju arah barat dengan panjang jalur pengamatan ± 1.200 meter. Jalur pengamatan seperti tertera pada peta berikut ini. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 118

Peta Kerja Rencana Penelitian Kelasi Jalur II Batas Desa/Kelurahan Lintasan Jembatan Jalur Pengamatan Kelasi Jalur I Gambar 1. Jalur Pengamatan Satwa Kelasi Pengamatan dilakukan pada pagi hari mulai pukul 07.00 10.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 18.00 WIB. Kegiatan pengamatan dilakukan dengan hati-hati agar Kelasi tidak merasa terganggu. Analisis Data Data yang dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan bagian-bagian tumbuhan yang dimakan serta mencatat jenis-jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelasi yang ditemukan di jalur pengamatan pada Kawasan Hutan Wisata Baning. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Hutan Wisata Baning Kabupaten Sintang khususnya daerah yang menjadi rutinitas jelajah satwa kelasi. Waktu penelitian lebih kurang 1 (satu) bulan efektif di lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian terhadap satwa Kelasi di TWA Baning di lakukan di dua jalur pengamatan, yaitu sebelah utara dekat jalan Kelam dan sebelah selatan dekat jalan Y.C. Oevang Oeray. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 10.00 WIB dan pada sore hari pukul 119 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016

16.00-18.00 WIB. Perjumpaan sering terjadi pada pukul 06.00-07.30 WIB dan pukul 16.30-17.30 ketika cuaca mendung. Namun pada saat cuaca cerah perjumpaan sering terjadi antara pukul 17.00-17.30 WIB. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa jumlah individu Kelasi (Presbytis rubicunda) yang didapatkan pada titik pengamatan memiliki nilai yang berbedadi tiap titiknya. Data hasil penelitian populasi Kelasi (Presbytis rubicunda) tersebut ditemukan antara 5 ekor sampai dengan 11 ekor yang hidup secara berkelompok setiap kali pengamatan. Diperkirakan jumlah Kelasi yang ada di TWA Baning secara keseluruhan sekitar 12 ekor. Kelasi lebih banyak ditemukan pada sore hari, hal ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya satwa diurnal akan aktif pada pagi dan sore hari, karena pada pagi hari Kelasi beraktivitas untuk mencari makan dan di sore hari Kelasi pulang ke tempat pohon tidurnya untuk beristirahat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat selama penelitian yangtelah dilakukan, populasi Kelasi yang ada di TWA Baning menurun dibandingkan jumlah pada tahun1995 dan sebelumnya,namun jumlah tersebut tidak diketahui secara pasti tapi terlihat cukup banyak. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah populasi Kelasi yang kawasan tersebut mengalami penurunan. Kelasi merupakan salah satu jenis satwa pemakan buah (frugivorous), dan mempunyai kebiasaan makan yang sangat selektif. Mereka memakan bunga, buah, dan daun-daun muda yang terdapat pada tumbuhan yang ditemukan selama penelitian dilakukan. Makanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penunjang keberlangsungan hidup dan perkembangan makhluk hidup. Potensi pakan satwa tergantung pada kondisi fisik maupun biotik dari suatu habitat, apabila suatu habitat banyak mengalami gangguan akan berpengaruh besar terhadap sumber pakan dan keadaan populasi satwa. Kondisi habitat dikatakan baik apabilahabitat tersebut memiliki ketersediaan pakan yang cukup serta faktor-faktoryanglainnya, baik fisik maupun biotikyang dapat mendukung keberlangsungan hidupnya. Di TWA Baning terdapat beberapa jenis tumbuhan yang menjadi makanan Kelasi. Bagian tumbuhan yang dimakan meliputi daun, bunga, dan buah. Jenis tumbuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 120

Tabel 1. Nama tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan Kelasi di TWA Baning No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian Yang Dimakan Daun Bunga Buah 1 Kepuak Arthocarpus elasticus 2 Cempedak Arthocarpus integer 3 Karet Hevea braziliensis 4 Rambutan Nephelium ramboutan 5 Ubah Eugenia syzygium 6 Kembang Kupu-Kupu Bauhinia purpurea 7 Akasia Akasia mangium 8 Beringin Ficus benjamina 9 Jambu monyet Eugenia pycnanthum Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan & Wawancara, 2016 Jenis tumbuhan yang dimakan Kelasi yaitu: Kepuak (Artocarpus elasticus), Cempedak (Arthocarpus sentiger), Karet (Hevea braziliensis), Rambutan hutan (Nephelium ramboutan), Ubah (Eugenia syzygium), Kembang Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea), Akasia (Akasia mangium), Beringin ( Ficus benjamina) dan Jambu Monyet (Eugenia pycnanthum). Pembahasan Secara umum bagian tanaman yang dimakan oleh satwa Kelasi terdiri dari daun, bunga dan buah; Kepuak (Artocarpus elasticus) bagian yang dimakan adalah buah yang sudah matang; Cempedak (Artocarpus entiger) bagian yang dimakan adalah buah matang di pohon; Karet (Hevea braziliensis) bagian yang dimakan adalah bunga dan buah; Rambutan Hutan (Nephelium ramboutan) bagian yang dimakan adalah buah matang di pohon; Ubah (Eugenia syzygium) bagian yang dimakan adalah buah matang di pohon; Kembang Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) bagian yang dimakan adalah daun muda, bunga dan buah; Akasia (Acacia mangium) bagian yang dimakan adalah bunga dan buah; Beringin (Ficus benjamina) bagian yang dimakan adalah buah matang di pohon; Jambu Monyet (Eugenia pycnanthum) bagian yang dimakan adalah buah matang di pohon. Beberapa dari jenis tumbuhan yang dimakan, ada jenis-jenis tertentu yang dimakan hampir semua bagian, seperti jenis kembang kupu-kupu yang dimakan bagian daun, buah dan bunga. Sebagaimana dinyatakan olehanon (2001) dikutip Chandra (2006), selain 121 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016

jenis tumbuhanyang menjadi makanan Kelasi berupa daun, bunga, dan buahbuahan, juga memakan bermacammacam makanan termasuk kulit pohon, tunas, biji, serangga, telur burung, bahkan lempung(tanah liat). Ada juga jenis-jenis vegetasi yang hanya dimakan bagian buahnya saja, seperti buah jambu, ubah dan beringin. Vegetasi yang ada di TWA Baning merupakan salah satu faktor yang penting karena merupakan komponen dari habitat satwa Kelasi. Kondisi vegetasi yang ada di TWA Baning masih ada yang berupa hutan alami, karena tumbuhan penyusun vegetasi yang menjadi tempat hidup Kelasi tumbuh secara alami dan ada yang sudah berupa hutan sekunder dan tanaman budidaya.sumber pakan Kelasi berasal dari jenis tumbuhan asli di TWA Baning dan juga beberapa jenis tumbuhan yang sengaja di tanam seperti Kembang Kupu-Kupu. Secara keseluruhan yang ditemukan selama melakukan penelitian, bahwa kelasi memakan berbagai jenis tumbuhan berkayu dan ini mungkin sesuai dengan tempat hidupnya yang rata-rata setiap hari menghabiskan waktunya di atas pohon. Menurut Nainggolan (2011) Kelasi merupakan jenis satwa liar yang hidupnya di atas pepohonan (arboreal), karena hidupnya diatas pepohonan maka keberadaan pohon tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Kelasi. Sehingga untuk mempertahankan kualitas habitat sebagai penyedia pakan Kelasi harus mempertahankan keberadaan pepohonan di TWA Baning. Pohon penyusun vegetasi bagi kelasi berguna untuk tempat beristirahat, bersarang, bermain, sumber pakan dan membesarkan serta memperbanyak keturunannya. Kelasi di TWA Baning selalu ditemukan berada di atas pohon, mulai dari pohon hutan sekunder muda sampai berupa pohon besar. Namun hampir seluruh perjumpaan, satwa kelasi berada di atas pohon yang menempati tajuk lapisan kedua, bukan pada tajuk paling atas. Kerapatan vegetasidi TWA Baning yang ada di dalam areal pergerakan Kelasi cukup rapat dan terdiri dari berbagai macam jenis pohon yang bisa dijadikan sumber pakan bagi Kelasi di sana. Pergerakan harian (homerange) Kelasi berbentuk elips dengan jarak jelajah ±300 m (untuk bagian hutan alam yang terdeteksi, sedangkan sebagian lagi terdiri dari vegetasi sekunder muda), hal ini dikarenakan luas TWA Baning yang PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 122

tidak terlalu luas serta perilaku manusia yang walaupun tidak secara langsung mengganggu perilaku Kelasi,akan tetapi mengurangi keleluasaan satwaliar untuk beraktifitas. Untuk menjamin keberlangsungan populasi satwa Kelasi di TWA Baning harus ada keseimbangan antara jumlah pakan dan perkembangbiakan kelasi. Dari hasil pengamatan, kebanyakan jenis-jenis pohon yang menjadi sumber pakan kelasi berupa pohon yang sengaja ditanam maupun pohon yang tumbuh setelah hutan mengalami kerusakan, seperti jambu monyet, akasia dan karet. Dilihat dari jumlah vegetasi atau jenis tumbuhan penghasil pakan untuk mendukung kelangsungan perkembangbiakan kelasi masih perlu dilakukan penambahan jumlah populasi tumbuhan penghasil pakan, baik dari segi jumlah jenis maupun jumlah individu setiap jenis yang menjadi sumber pakan. Kepadatan populasi Kelasi di kawasan TWA masih dikategorikan jarang, karena berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian berlangsung di prediksi jumlah populasi kelasi tidak lebih dari 12 ekor. Sementara luas Hutan Wisata Baning seluas 213 hektar. Sehingga luas kawasan berbanding populasi adalah 1:18, atau setiap satu ekor menempati kawasan seluas 18 hektar. Sehingga kepadatan populasi masih dikategorikan sangat jarang. Kepadatan populasi Kelasi dinyatakan dalam jumlah individu persatuan luas. Seiring dengan pernyataan (Heddy dan Kurniati, 1994 dikutip Muhammad, 2005) bahwa umumnya kepadatan populasi dinyatakan dalam jumlah individu persatuan area atau volume. Nilai kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang (Alikodra,1990). Luas kawasan hutan Wisata Baning yang menjadi habitat Kelasi berpengaruh terhadap kerapatan populasi Kelasi. Sehingga perkembangbiakan Kelasi di TWA Baning harus terus di dorong melalui pengayaan penanaman berbagai jenis tumbuhan sumber pakan kelasi. Semakin banyak sumber pakan yang tersedia, maka kemungkinan untuk terus berkembang juga semakin besar, seiring dengan keseimbangan antara daya dukung kawasan terhadap keberadaan berbagai jenis satwa di dalam kawasan itu sendiri. Seiring dengan pendapat Bismark (1984) yang mengatakan bahwa habitat merupakan 123 PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016

faktor yang penting untuk kehidupan satwa liar. Berkurangnya jumlah suatu populasi dapat disebabkan juga oleh faktor kurang ketersediaan sumber pakan bagi satwa untuk kelangsungan hidupnya. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelasi di TWA Baning adalah jenis Kepuak (Arthocarpus elasticus), Cempedak (Arthocarpus integer), Karet (Hevea braziliensis), Rambutan Hutan (Nephelium ramboutan), Ubah (Eugenia syzygium), Kembang Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea), Akasia (Acacia mangium), Beringin (Ficus benjamina) dan Jambu Monyet (Eugenia pycnanthum). 2. Secara umum bagian tanaman yang dimakan oleh satwa Kelasi terdiri dari daun, bunga dan buah. 3. Waktu aktif Satwa Kelasi adalah pada pagi hari dan sore hari menjelang malam, pagi hari antara pukul 06.00 07.30 WIB dan pada sore hari pada pukul 17.00 18.00 WIB. B. Saran 1. Untuk menjaga kelangsungan hidup satwa Kelasi di TWA Baning harus dilakukan pengkayaan jenis-jenis pohon sumber pakan satwa Kelasi. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap perilaku makan dan daya dukung sumber pakan terhadap kelangsungan hidup dan berkembangbiaknya satwa Kelasi di TWA Baning.

DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1990. Dasar-dasar Pembinaan Marga Satwa. Fakultas Kehutanan. IPB. Kartikasari, N. 2005. Dasar-dasar Tingkah Laku Satwa (Ethologi) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. MacKinnon, K., Hatta, G., Halim H. dan Mangalik, A. 2002. The Ecology of Kalimantan, Periplus Edition, Singapura. PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016 124