PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

PERKEMBANGAN HOKUM PERDATA TENTANG BENDA DAN HOKUM PERIKATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

P E N E T A P A N Nomor 0143/Pdt.P/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

Lembaran Informasi untuk Pernikahan di Indonesia/Pernikahan di Jerman

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan isi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kompilasi Hukum Islam, CV. Nuansa Aulia, 2013, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

PUBLIKASI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SITUBONDO. P E N E T A P A N Nomor 0156/Pdt.P/2015/PA.Sit B ISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

PUBLIKASI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SITUBONDO. P E N E T A P A N Nomor 0126/Pdt.P/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

HUKUM PERDATA DALAM PERSPEKTIF BW

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

TENTANG DUDUK PERKARANYA

P E N E T A P A N Nomor 0053/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

NOVIYANTI NINGSIH F

BAB I PENDAHULUAN. Pria dan wanita diciptakan oleh Tuhan untuk hidup berpasang-pasangan

P E N E T A P A N Nomor XXXX/Pdt.P/2017/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 1372/Pdt.G/2012/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

P E N E T A P A N Nomor 0124/Pdt.P/2015/PA.Sit BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

bismillahirrahmanirrahim

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

SALINAN P U T U S A N NOMOR 55/Pdt.G/2011/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

Transkripsi:

PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI Oleh: DJAJA S. MELIALA, S.H., M.H. Copyright@ 2015 pada PENERBIT NUANSA AULIA Desain Cover: Media Sembiring Lay Out: Ronaik Meliala Montase: Aulia Studio Cetakan I: September 2015 Diterbitkan oleh: Penerbit Nuansa Aulia JI. Permai 20 No. 18 Margahayu Permai, Bandung 40218 Telp (022) 5405300 / Fax (022) 5416748 e-mail: nuansaaulia(<'.1)yahoo.co.id website: http://www.nuansaaulia.com ANGGOTA IKAPI KATALOG DALAM TERHITAN Djaja S. Meliala. Perkawinan beda agama dan penghayat kepercayaan di Indonesia pasca putusan mahkamah konstitusi / oleh Djaja S. Meliala. -- Bandung: Nuansa Aulia, 2015. 120hlm.; 12,5 x 19,5cr11. ISBN 978-979-071-247-8 1. Hukum perkawian. I. Judul. 346.016 Dilarang mengutip, menjiplak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG 2

Kata Pengantar Buku ini pernah diterbitkan pada Tahun 1988, dengan judul: Masalah Perkawinan Antar Agama Di Indonesia. Kemudian dalam Edisi Revisi ini, judul buku ini dirubah menjadi Perkawinan Beda Agama Dan Penghayat Kepercayaan di Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Pokok bahasannya adalah perkawinan beda agama dan perkawinan bagi penghayat kepercayaan. Mahkamah konstitusi melalui Putusan No. 68/ PUU-Xll/2014, Tanggal 18 Juni 2015, menolak uji materi terhadap Pasal 2 ayat (1 ), Undang-Undang Norn or 1 Tahun 197 4 tentang Perkawinan. Para pemohon menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai. Negara jangan memaksa" agar setiap warganegaranya tunduk pada suatu penafsiran yang dianut negara atas masingmasing agama kepercayaan. Namun permohonan para pemohon ini sudah ditolak, oleh karena itu masalah perkawinan beda agama tetap menyisakan persoalan. Demikian pula bagi penghayat kepercayaan. Ketentuan pelaksanaan UU Adminduk, menentukan: perkawinan 3

penghayat kepercayaan dapat dilakukan dihadapan pemuka penghayat kepercayaan. Persoalan selanjutnya muncul, oleh karena ada aliran kepercayaan yang tidak mempunyai organisasi, oleh karena itu tidak mempunyai peminpin. Penulis menyadari akan terdapat kelemahan dan kekurangan dalam cara penulisan maupun materi yang disajikan. Untuk itu saran dan masukan yang bersipat konstruktif sangat diharapkan. Bandung, Agustus 2015 Penulis 4

Kata Pengantar... 3 Daftar lsi......... 5 Bab I Pendahuluam...... 7 Bab II Pengertian Perkawinan... 11 1. Pe ngertian Perkawinan pada Umumnya....... 11 2. Pengertian Perkawinan Menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan No. 1/197 4 13 2.1 Pengertian Perkawinan iv\enurut KUHPerdata....................... 13 2.2 Pengertian Perkawinan Menurut Undang- Undang Perkawinan No. 1/1974......... 13 3. Tujuan Perkawinan....................... 14 Bab III Perkawinan Beda Agama Sebelum dan Setelah Berlakunya Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974....... :... 16 1. Perkawinan Beda Agama Sebelum Berlakunya Undang-Undang Perkawinan No. 1/ 197 4..... 16 2. Perkawinan Beda Agama Setelah Berlakunya Undang-Undang Perkawinan No. 1/197 4..... 17 5

Bab IV Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan : : 23 1. Pengertian Penghayat Kepercayaan... 23 2. Tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan... 25 Bab V Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 68/PUU-Xll/2014, Tanggal 18 Juni 2015... 28 1. Pertimbangan Hukum........................ 28 2. Amar Putusan... 42 3. Alasan Berbeda (Concurring Opinion)... 43 4. Catatan Singkat Penulis................... 53 Daftar Pustaka............................................ 56 Lampiran Tinjauan Mengenai Perkawinan Antar-Agama Dengan Berlakunya Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1/1974), oleh : Purwoto S. Gandasubrata, S.H.... 58 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Catatan: Walaupun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 telah dirubah oleh Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013, tetapi peraturan pelaksanaannya masih tetap menggunakan peraturan pemerintah ini)..... 67 6

BAB I PENDAHULUAN Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, Nomor 1 Tahun 1974, berbunyi: "Perlcawinan adalah sah, apabila dilalwkan menurut hulcum masing-masing agarnanya dan lcepercayaannya itu." Menurut R. Subekti, tidak jelas apakah yang dimaksud dengan "menurut hukum masing-masing agamanya atau kepercayaannya" apakah kedua belah pihak calon suami-istri itu satu agama yang sama, atau satu kali menurut hukum agama (kepercayaan) dari calon yang satu, dan sekali lagi menurut hukum agama (kepercayaannya) dari calon yang lainya. Walaupun dalam praktik telah diambil penafsiran satu agama yang sama, tetapi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. 1 lni terjadi karena adanya sebagian kecil masyarakat yang berpendapat bahwa perkawinan dapat dilakukan dengan melakukan upacara dua kali, yaitu satu kali menurut agama calon pengantin yang satu dan satu kali lagi menurut agama calon yang satu lagi (perkawinan beda agama). Hazairin memberikan penafsiran atas Pasal 2 ayat (1) ini dengan mengatakan bahwa bagi orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar hukum agamanya sendiri. Namun, dalam satu komentarnya pula terhadap RUU Perkawinan sebelum 1. Hazairin, Pembaharuan l-lu/cum Islam di Indonesia, Jakarta, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1976, h. 25. 7

disahkan, terutama tentang kebebasan menikah antar pemeluk agama, dia mengatakan bahwa tidak ada kelonggaran bagi perempuan muslim Indonesia untuk dinikahi Iaki-laki non muslim tetapi tidak sebaliknya. Artinya menurut Hazairin, dengan merujuk kepada Alquran boleh hukumnya laki-laki muslim untuk menikahi perempuan yang non muslim.2 Kemudian bagaimana dengan perkawinan bagi penghayat kepercayaan? Ada berbagai macam aliran kepercayaan yang terdapat di Indonesia, tidak hanya ada di Pulau Jawa, tetapi juga di daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa, yang be1jumlah kurang lebih tiga ratusan. Mereka ini sudah ada sebelum agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi aliran kepercayaan adalah paham yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak termasuk atau tidak berdasarkan ajaran salah satu dari agama yang diakui oleh Negara, seperti telah disebutkan di atas. Di bawah ini diuraikan sedikit catatan tentang perkawinan beda agama dan penghayat kepercayaan. TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA Masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural, yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan kepercayaan, sehingga tidak tertutup kemungkinan akan te1jadi perkawinan beda agama. Pada umumnya semua agama melarang perkawinan beda agama, walaupun 2. Ahmad Tholabi Kharlie, lfulcum l\elua,ga lncionesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2013, h. 244. 8

ada yang memperkenankan dengan syarat-syarat tertentu. Oleh karena Undang-Undang P~rkawinan Nomor 1 Tahun 197 4 tidak mengatur secara eksplisit tentang perkawinan beda agama, maka timbul masalah apakah perkawinan beda agama di Indonesia dapat dilakukan atau tidak. Peraturan perundangan, yakni Pasal.35 huruf A (Jndang-Undang Nomor 24 Tahun 201.3 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2.3 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, membuka peluang dilakukannya perkawinan beda agama. Penjelasan Pasal.35 huruf A Undang-Undang Adminduk ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama. TENTANG PENGHAYAT KEPERCAYAAN Peraturan Pemerintah Nomor.37 Tahun 2007, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang Undang Adminduk Nomor 2.3 Tahun 2006 (yang telah dirubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 201.3) dalam Pasal 1 angka 18 berbunyi, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia. Selanjutnya, Pasal 29 UUD 1945 diamandemen, berbunyi, sebagai berikut: 9

I. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan liap-tiap penduduk untuk memeluk aga01anya masingmasing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata kepercayaannya itu jika dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 197 4 yang mengatur tentang Perkawinan, akan menimbulkan pertanyaan yakni apakah kepercayaan terhadap agamanya, ataukah merupakan landasan hukum daripada aliran penghayat kepercayaan? Jawabannya akan diuraikan selanjutnya. 10

BAB II PENGERTIAN PERKAWINA}'i 1. Pengertian Perkawinan Pada Umumnya Beberapa pengertian (definisi) perkawinan dapat dikemukakan sebagai berikut: Paul Scholten: Perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh Negara. R. Subekti: Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Wirjono Prodjodikoro: Perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Beberapa orang sarjana hukum Islam, memberi definisi perkawinan, sebagai berkut::i H. Mahmud Yunus: Perkawinan adalah akad antara calon suami-istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari'at. Sayuti Thalib: Perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. M. Idris Ramulyo: Perkawinan adalah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup 3. Asmin, Status Per/cawinan Antar Agama, Ditinjau dari Umiang-Undang Per/cawinan Nomor I Tahun 197 4, Jakarta, PT Dian Rakyat, 1986, h. 27. 11