BAB II A. PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA Kajian Pustaka 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) adalah teori yang menjelaskan konflik yang terjadi antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan pemilik perusahaan selaku principal (Sonny Keraf dan Robert Haryono, 1995). Principal selaku pemilik perusahaan inin mengetahui semua informasi mengenai aktivitas perusahaan, termasuk aktivitas manajemen yang terkait dengan investasi atau dana yang mereka investasikan dalam perusahaan tersebut. Melalui laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh agen, principal dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan sekaligus sebagai alat penilaian atas kinerja agen selama periode tertentu. Namun, yang terjadi adalah kecenderungan manajemen melakukan berbagai tindakan agar laporan pertanggungjawabannya terlihat baik dan menghasilkan keuntungan bagi principal, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk meminimalisasi hal tersebut, diperlukan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang independen yaitu auditor. Dengan demikian, laporan keuangan yang dibuat oleh agen dapat lebih reliable (dapat lebih dipercaya). Teori keagenan ini membantu auditor memahami konflik kepentingan yang muncul antara principal dan agen. Principal selaku investor bekerja sama dan menandatangani kontrak kerja dengan agen atau manajemen perusahaan untuk menginvestasikan keuangan mereka. Dengan adanya 14
15 auditor yang independen diharapkan tidak lagi terjadi kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Sehingga akan menghasilkan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam mengambil keputusan rasional untuk investasi. 2. Teori Keutamaan (Virtue Theory) Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000 dalam Sandi Purwantoro 2013). Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusi hina. Karakteristik/sifat uatama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinka dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka selalu melakukan tingkah laku buruk secara amoral disebut manusia hina. Bertens, 2000 dalam Sandi Purwantoro 2013 memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis nsifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran, kepercayaan dan keuletan. Menurut teori ini, auditor dituntut untuk dapat bersikap sempurna. Seorang auditor dalam menjalankan tugasnya diharapkan dapat memiliki sifat yang jujur dan penuh dengan kewajaran dengan cara tetap bersikap obyektif dalam membuat berbagai keputusan audit. Untuk itu, auditor perlu mempertahankan independensi yang ada pada
16 dirinya. Auditor juga diharapkan dapat menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya, serta bersikap ulet dalam melakukan proses audit hingga dapat menghasilkan kualitas audit yang baik. 3. Teori Kognitif Psikologi kognitif menjelaskan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor internal tersebut berupa kemampuan untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada hal tersebut, teori kognitif memandang belajar sebagai proses pemungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran untuk mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Teori kognitif menjelaskan bahwa perubahan persepsi dan pemahaman setiap orang terjadi setelah memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Berdasarkan teori kognitif, proses belajar seseorang mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang telah dimilki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman sebelumnya. Aplikasi teori kognitif dapat digunakan untuk mengkaji bagaimana auditor mengambil suatu pertimbangan berdasarkan pengalaman dan keahliannya dalam melaksanakan tugas audit. Ketika pengalamn audit seseorang bertambah maka judgment yang dibuat akan lebih berkualitas (Rocmawati, 2009). Setiap kali auditor melakukan audit maka auditor akan
17 belajar dari pengalaman sebelumnya, memahami serta meningkatkan kecermatan dalam pelaksanaan audit. Auditor akan mengintegrasikan pengalaman auditnya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Proses memahami dan belajar inilah yang menjadi proses peningkatan keahlian auditor, seperti bertambahnya pengetahuan audit dan meningkatnya kemampuan auditor dalam mengaudit. Peristiwa yang pernah dihadapi dalam proses audit menjadikan auditor akan berfikir dua kali untuk mengulangi kesalahan yang sama, karena dampak negatif dari kasus tersebut telah menjadi pembelajaran dalam diri auditor sehingga alan lebih berhati-hati dalam menghadapi hal yang serupa. Auditor yang berpengalaman dan didkukung keahlian dalam mengaudit dapat menghasilkan juddment yang lebih berkualitas dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman dan tidak mempunyai keahlian audit. 4. Profesionalisme Auditor a. Pengertian Profesionalisme Menurut pengertian umum, seseorang dapat dikatakan profesional jika memenuhi kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksankan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesional yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria,
18 sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individu yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Novanda Friska, 2012). Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan (Novanda Friska) Menurut Rahma (2012) profesionalisme adalah suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa profesionalisme itu adalah sikap tanggungjawab dari seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya dengan keikhlasan hatinya sebagai seorang auditor. Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang profesional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Sebagai profesional, auditor mengakui tangggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya. Perilaku profesional merupakan cerminan dari sikap
19 profesionalisme, demikian juga sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang profesional. b. Konsep profesionalisme Konsep Profesionalisme banyak digunakan oleh para peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari sikap dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Herawaty dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: 1) Pengabdian pada profesi (dedication) Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksankan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefiniskan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. 2) Kewajiban sosial (social obligation) Kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. 3) Kemandirian (autonomy demands) Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. 4) Keyakinan terhadap profesi (belief in self-regulation) Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. 5) Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation) Hubungan denga sesama profesi adalah dengan menggunakan ikan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagi ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
20 c. Ciri-ciri Profesionalisme Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri ciri profesionalisme, biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri ciri profesionalisme: 1) Memiliki ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi. 2) Memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalamnya membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. 3) Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga mempunyai kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapnya. 4) Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.
21 5. Etika Profesi a) Pengertian etika Etika berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu Ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajri nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral. Etika mencakup analisi dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai prinsip prinsip atau nilai nilai atau keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Sedangkan menurut arti sempit, etika berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Para filsuf organisasi keagamaan dan kelompok kelompok lainnya telah mendefinisikan etika dalam berbagai prinsip prinsip moral atau nilai nilai ideal. Contohnya yaitu seperangkat prinsip moral atau nilai termasuk hokum dan peraturan doktrin agama dan kode etik bisnis untuk kelompok kelompok professional, seperti akuntan publik dan kode etik dalam organisasi. Perangkta perangkat inilah yang akan dapat
22 membedakan perilaku beretika dan tidak beretika dalam konteks pribadi maupun profesi. Terdapat dua macam etika dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia, yaitu : 1) Etika Deskriptif Yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang ingin diambil. 2) Etika Normative Yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normative memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Dari penjelasan di atas, etika secara umum dapat dibagi menjadi : a) Etika umum Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. Etika umum berbicara mengenai kondisi kondisi dasar bagaimana manusia
23 bertindak secara etis, bagaimana cara mengambil keputusan yang etis, teori teori etika dan prinsip prinsip moral dasar yang menjadi acuan atau petunjuk bagi manusia dalam bertindak, serta sebagai tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. b) Etika Khusus Etika khusus merupkan penerapan prinsip prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bias berwujud tentang bagaimana cara mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang atau kegiatan khusus yang dilakukan dengan didasari oleh cara, teori dan prinsip prinsip moral dasar. Namun, penerapan tersebut juga dapat dilihat dari cara menilai perilaku diri sendiri dan juga orang lain dalam bidang atau kegiatan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia agar bertindak etis. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, moral yang mengatur tentang perilaku profesional (Herawaty dan Susanto, 2009). Tanpa etika, profesi akuntan tidak adakan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya (Herawaty dan Susanto, 2009).
24 Secara umum etika didefinisikan sebagi nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Anggi Andriadi 2010). Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian adalah 1) Kepribadian, 2) Kesadaran etis dan 3) Kepedulian pada etika profesi yaitu kepedulian pada kode etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai akuntan publik, bekerja ndi lingkungan usaha pada instansi pemerintah maupun di lingkungan dunkia pendidikan dalam pemenuhan tanggunng jawab preofesionalnya (Anggi Andriadi 2010). b. Prinsip Etika Prinsip etika merupakan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika bukan merupakan standar yang bisa dipaksakan pelaksanaannya, sedangkan aturan etika merupakan standar minimum yang telah diterima dan dipaksakan pelaksanannya. Menurut Abdul Halim 2008, dalam Kode Etik Akuntan Indonesia terdapat delapan prinsip etika sebagai berikut: 1) Tanggung jawab profesi Dalam melaksanakan tangggungjawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2) Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3) Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 4) Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketentuan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. 6) Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecualli bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 7) Perilaku Profesional Setiap anggota berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8) Standar teknis Setiap anggoa harus melaksankan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teksnis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. 25
26 6. Pengalaman Audit Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lama waktunya, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani (Suci Marsela,2013). Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Asih, 2006:13). Sebagaimana yang disebutkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bahwa persyaratan yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik-praktik dalam bidang auditing sebagai auditor independen. Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisicated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman (Asih, 2006:13). Sebagai seorang akuntan yang profesional, harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan yang lain. Selain
27 kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor yunior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktik-praktik audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya Pengalaman Auditor. Dengan demikian, Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani. 7. Penelitian Terdahulu. 1. Penelitian oleh Suraida (2005) Penelitian Suraida (2005) meneliti tentang Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor, menunjukkan bahwa Skeptisisme Profesional Auditor dipengaruhi oleh variabel Etika sebesar 0,078, Kompetensi sebesar 0,04, Pengalaman Audit sebesar 0,025 dan Resiko Audit sebesar 0,348. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti tentang Pengalaman Auditor, sedangkan perbedaannya adalah: a. Penelitian ini meneliti pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, sedangkan penelitian Suraida
28 (2005) meneliti pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Skeptisisme Profesional Auditor. b. Penelitian ini menggunakan KAP di wilayah Jakarta Barat dan Selatan, sedangkan penelitian Suraida (2005) menggunakan KAP yang terdaftar di buku direktori IAI. 2. Penelitian oleh Herawaty dan Susanto (2008) Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004), Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,613) dan signifikan pada pvalue di bawah 0,05 (p=0,01), dan Etika Profesi mempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,002). Persamaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas, sedangkan perbedaannya adalah: a. Penelitian ini menambah variabel Pengalaman Auditor sebagai variabel independen. b. Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) menggunakan KAP di wilayah Jakarta, sedangkan penelitian ini mempersempit cakupan penelitian dengan menggunakan KAP di wilayah Jakarta Barat dan Pusat sebagai sampel penelitian.
29 3. Penelitian oleh Arlieny Karunia (2009) Pada penelitian Arlieny Karunia mengambil judul penelitian Hubungan antara perofesionalisme dengan kualitas audit terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan terdapat pengaruh positif antara profesionalisme dan kualitas audit terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Persamaan penelitian Arlieny Karunia dengan penelitian yang saya lakukan kali ini sama-sama meneliti tentang profesionalisme terhadap pertimbangan tingkat materialitas, tetapi ada perbedaan pada variabel X lainnya yaitu pada penelitian ini tidak meneliti kualitas audit melainkan etika profesi dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 4. Penelitian oleh Desiana (2011) Pada penelitian yang dilakukan oleh Desiana mengambil judul penelitian Pengaruh profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa profesionalisme berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas, tetapi etika profesi tidak berpengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas, dimana pengembangan etika lebih difokuskan pada moral reasoning auditor. Persamaan penelitian oleh Desiana dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti pengaruh profesionalisme dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas, dan mengganti variabel pengetahuan mendeteksi kekeliruan dengan pengalaman auditor. 5. Penelitian oleh Febrianty (2012)
30 Dalam penelitian Febrianty mengambil judul penelitian pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas audit atas laporan keuangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Febrianty dapat ditarik kesimpulan bahwa profesionalisme auditor mempunyai pengaruh secara simultan yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Pengaruh yang ditimbulkan adalah positif, yaitu semakin tinggi tingkat profesionalisme seorang auditor, akan semakin tinggi pula tingkat perimbangan tingkat materialitasnya. Persamaan penelitian Febrianty dengan yang sekarang sedang saya lakukan sama-sama meneliti tentang profesionallisme, tetapi pada penelitian ini ditambahkan variabel X yaitu etika profesi, dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialita. Dan perbedaannya, Febrianty mengambil sampel penelitian pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Palembang, Jambi, Bengkulu, dan Bandar Lampung. Sedangkan penelitian yang kali ini saya lakukan mengambil sampel penyebaran kuesioner pada kantor akuntan publik yang berada pada wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. 6. Penelitian Intan Puspita Sari (2013) Dalam penelitian Intan Puspita mengambil judul penelitian pengaruh profesionalisme, pengalaman auditor dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Intan Puspita dapat ditarik kesimpulan bahwa profesionalisme auditor dan pengalaman auditor berpengaruh terhadap tingkat materialitas secara simultan
31 maupun parsial.sedangkan untuk etika profesi tidak berpengaruh secara parsial terhadap pertimbangan tingkat metrialitas. B. Kerangka Pemikiran & Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Alasan diberlakukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan perorangan. Bagi seorang auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas auditnya. Jika pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor, kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif akan berkurang. Untuk menjalankan tugas secara profesional, seorang auditor harus membuat perencanaan sebelum melakukan proses pengauditan laporan keuangan, termasuk penentuan tingkat materialitas. Seorang akuntan publik yang profesional, akan mempertimbangkan material atau tidaknya informasi dengan tepat, karena hal ini berhubungan dengan jenis pendapat yang akan diberikan. Jadi, semakin profesional seorang auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan akan semakin tepat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang dibangun adalah:
32 H1: Profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan 2. Pengaruh Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Setiap auditor juga diharapkan memegang teguh Etika Profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Dengan menjunjung tinggi etika profesi diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para auditor, sehingga dapat memberikan pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Jadi, dalam menjalankan pekerjaannya, seorang auditor dituntut untuk mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan diantara para akuntan yang menjurus pada sikap curang. Dengan diterapkannya etika profesi diharapkan seorang auditor dapat memberikan pendapat yang sesuai dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi Etika Profesi dijunjung oleh auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas juga akan semakin tepat. H2: Etika Profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan
33 3. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman seorang auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri. H3: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan
34 Model Konseptual Profesionalisme Auditor Etika Profesi Pertimbangan Tingkat Materialitas Pengalaman Auditor C. Hipotesis H1 H2 H3 : Profesionalisme Auditor memeiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Matreialitas. : Etika Profesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Matreialitas. : Pengalaman Auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertimabngan Tingkat Matreialitas.