ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA UTARA TAHUN 2005 SAMPAI 2015 Mangaradot Saur A. Sinaga Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan E-mail : Mangaradot@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penggangguran di Sumatera Utara Tahun 2005-2015. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2005 ke 2015 (time series). Data yang diperoleh dari Inflasi dan PDRB Sumatera Utara sebagai variabel independen dan Tingkat pengangguran sebagai variabel dependen. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inlasi dan PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Oleh karena itu diiharapkan PEMDA Sumatera Utara terus meningkatkan dan menjaga kesetabilan pertumbuhan ekonomi. Kaca Kunci : Inflasi, PDRB, Pengangguran I. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Sebaliknya apabila suatu perekonomian tersebut tidak dapat berkembang dengan baik hal terburuk yang akan muncul salah satunya adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh negara berkembang salah satunya negara Indonesia. Tingginya tingkat pengangguran dalam suatu negara dapat membawa dampak negatif terhadap perekonomian negara tersebut. Angka pengangguran yang rendah dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang baik, serta dapat mencerminkan adanya peningkatan kualitas taraf hidup penduduk dan peningkatan pemerataan pendapatan, oleh karena itu kesejahteraan penduduk meningkat. Tingkat inflasi juga menjadi salah satu penentu dari tingkat pengangguran. Tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara 1
merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi, jenis inflasi salah satunya adalah inflasi tarikan pemerintah. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan (Sukirno, 2010). Adanya inflasi tarikan permintaan akan berdampak juga pada tingkat upah dan tingkat investasi. Inflasi ini terjadi ketika perekonomian mencapai tingkat pengangguran tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat. Secara tidak langsung hal tersebut dapat berpengaruh pada tingkat upah yang diberikan, karena perusahaan berani menawarkan upah atau gaji yang lebih tinggi dalam mendapatkan pekerja baru untuk menyelesaikan barang dan jasa produksinya. Presentase angkatan kerja yang mengganggur adalah indikator kunci kesehatan perekonomian II. METODE PENELITIAN 2.1. Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan berupa data deret berkala (time series) dari tahun 2005-2015, meliputi data pengangguran, Inflasi, dan PDRB. Data penelitian ini diperoleh dari laporan periodik Badan Pusat Statistik (BPS) SUMUT. 2.2. Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS. Adapun model ekonometri yang dipakai adalah sebagai berikut. P = β0 + β3inft +β1pdrbt + ut Keterangan : P = Tingkat Penganguran (Persen) Inf = Tingkat Inflasi (Persen) PDRB = Produk Domestik Regional Bruto (Persen) β0 = Kostanta β1 = Koefisiensi Inflasi β2 = Koefisiensi PDRB ut = Variabel Pengganggu Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi dari model yang digunakan, terlebih dilakukan beberapa tahap pengujiandiantaranya adalah sebagai berikut : 2
1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap pengujian diantaranya adalah uji normalitas residual 2. Uji Statistik Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah uji kebaikan model (uji F), dan uji validitas pengaruh (uji t). 2.3. Model Rancangan Penelitian INFLASI (X2) PENGGANGGURA N (Y) PDRB (X2) Keterangan: Pengaruh variabel bebas (inflasi dan PDRB) secara bersama-sama dan masing-masing terhadap variabel terikat (pengangguran). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi (X1) dan PDRB (X2) terhadap tingkat pengangguran (Y). Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji linearitas. Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa Standar Deviasi sebesar 1,76221036 > α (0,05) maka sebaran data normal, dengan demikian dapat disimpulkan variabel dalam penelitian ini adalah normal. Sedangkan untuk hasil uji heteroskedastisitas diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0,223 > α (0,05), maka dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil uji korelasi nilai statistik hitung d 1,97021 sehingga dapat disimpulkan tidak adanya masalah autokorelasi. Berdasarkan hasil uji linearitas pada diketahui bahwa nilai prob. F statistik sebesar 1,148 > 0,05 yang berarti data lolos uji linearitas. 3
Uji Hipotesis 4
Pengaruh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara masing-masing (parsial) terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara Tabel Uji Hipotesis. Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 5,051 5,461,925,382 INFLASI,168,112,469 1,500,172 PDRB,296,874,106,339,744 a. Dependent Variable: PENGGANGGURAN Dari hasil uji hipotesis variabel inflasi (X1) diperoleh nilai t hitung sebesar 1,500 dengan nilai signifikansi sebesar 0,05 (5%). Karena variabel inflasi nilainya 1,500 > 0,05, maka variabel inflasi (X1) berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel pengangguran (Y). Sedangkan variabel PDRB (X2) diperoleh niai t hitung sebesar 0,339 > 0,05, maka variabel PDRB (X2) berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara inflasi dan PDRB terhadap pengangguran di Sumatera Utara. Analisis Regresi Koefisien regresi untuk inflasi bertanda positif berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat searah. Koefisien regresi untuk PDRB bertanda positif, berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat searah. Tanda koefisien regresi tersebut mengandung makna (a) Nilai konstanta sebesar 5,051 dapat diartikan apabila variabel inflasi dan PDRB dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka pengangguran mengalami kenaikan sebesar 5,051 dengan asumsi yang lain tetap. (b) Nilai koefisien regresi pada variabel inflasi 0.168 artinya jika variabel inflasi bertambah 1%, sedangkan variabel PDRB tetap maka pengangguran (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0.168. Tanda (+) menunjukkan adanya hubungan yang bersifat searah antara inflasi dengan pengangguran. (c) Nilai koefisien regresi pada variabel PDRB 0,296 artinya jika variabel PDRB bertambah 1% sedangkan variabel inflasi tetap maka pengangguran (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,296. Tanda (+) menunjukkan adanya hubungan searah antara PDRB dan pengangguran. Uji Koefisien Determinasi 5
Hasil uji R2 pada penelitian ini diperoleh nilai sebesar 0.223 dapat dilihat pada tabel yang berarti pengaruh variabel bebas (inflasi dan pertumbuhan ekonomi) terhadap variabel terikat (pengangguran) adalah sebesar 22%. Sedangkan sisanya sebesar 78% dipengaruhi oleh variabel lain dimana dalam persamaan regresi ganda pengangguran (Y) tidak hanya dipengaruhi oleh inflasi (X1) dan pertumbuhan ekonomi (X2), tetapi terdapat variabel lain (e) yang juga mempengaruhi tingkat pengangguran. 3.2. Pembahasan Pengaruh Tingkat Inflasi terhadap Tingkat Pengangguran di Sumatera Utara Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inlasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Pengujian dilakukan dengan uji t dilihat dari persamaan regresi diperoleh nilai t untuk variabel tingkat inflasi (X1) nilai probabilitas adalah sebesar 1,500 dengan tingkat signifikansi 5% (0,05). Karena variabel PDRB (X2) nilai signifikansinya 0,339 > 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran. Koefisien tingkat inflasi sebesar 0.168 menunjukkan jika tingkat inflasi meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan jumlah pengangguran di Sumatera Utara sebanyak 16%. Hasil ini tidak sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Berdasarkan studi tentang hubungan antara inflasi dan pengangguran yang dilakukan oleh A. W. Philips (1958) dengan mengambil kasus United Kingdom untuk kurun waktu 1861-1957, dari studi tersebut Philips menyimpulkan banwa terdapat hubungan terbalik atau negatif antara tingkat pertumbuhan upah nominal (ΔW) dengan tingkat pengangguran untuk kurun waktu 1861-1913. Kritik terhadap teori kurva Phillips dimulai dengan tanggapan Milton Friedman pada tahun 1976 yang mengatakan bahwa teori dasar dari kurva Phillips ini hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi tidak dalam jangka panjang, karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku (sticky price), sedangkan pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata lain, tingkat pengangguran bagaimanapun juga akan kembali pada tingkat alamiahnya, sehingga hubungan yang terjadi antara inflasi dan pengangguran ini menjadi positif. Tanggapan ini juga dikenal dengan Natural Rate Hypothesis atau Accelerationist Hypothesis (Samuelson, 2004). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Qomariah dalam Mulyati (2009) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil analisis menggunakan Chow breakpoint menunjukkan bahwa krisis ekonomi 1997-1998 tidak berpengaruh pada tingkat pengangguran walaupun tingkat inflasi meningkat tajam. Selain itu, keberadaan sektor pertanian dan sektor informal yang menyerap tenaga kerja saat krisis mengakibatkan 6
pengangguran tidak meningkat tajam seperti laju inflasi. Berdasarkan analisis deskriptif, inflasi umum di Sumatera Utara selama sebelas tahun rata-rata juga dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan bahan pokok, kenaikan minyak dan kenaikan biaya kesehatan, bukan sebagai akibat tarikan permintaan seperti yang dijelaskan dalam kurva Philips, sehingga menyebabkan pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara tidak signifikan. Apabila inflasi di Sumatera Utara disebabkan oleh tarikan permintaan maka tingkat inflasi akan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Pengaruh PDRB terhadap Tingkat Pengangguran di Sumatera Utara Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. PDRB mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.744 > 0,05. Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika variabel pertumbuhan ekonomi bertambah 1% maka variabel pengangguran akan mengalami kenaikan sebesar 29%. Hal ini sesuai dengan pernyataan hukum okun sebab apabila pertumbuhan ekonomi bertambah 2% maka variabel pengangguran akan mengalami penurunan lebih dari 1%. Dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi maka output yang dihasilkan menjadi lebih banyak, dengan demikian tenaga kerja bisa terserap dan angka pengangguran bisa menurun. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Perusahaan akan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika produksi meningkat sehingga kesempatan kerja juga akan meningkat dantahun sebelumnya. Perusahaan akan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika produksi meningkat sehingga kesempatan kerja juga akan meningkat dan pengangguran akan terserap. Hussain, dkk (2010) dalam penelitian yang berjudul A Coherent Relationship between Economic Growth and Unemployment: An Empirical Evidence from Pakistan juga menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran. Produk domestik bruto Pakistan (PDB) meningkat dengan baik di dekade 1960-an dan 1980-an. Pertumbuhan mengalami penurunan pada tahun 1990 dan menyentuh level terendah pada tahun 2000. Kinerja utama sektor-sektor seperti pertanian dan manufaktur sangat rendah dan ini membuat masalah pengangguran yang parah. Pengaruh Tingkat Inflasi dan PDRB terhadap Tingkat Pengangguran di Sumatera Utara Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil uji F terlihat bahwa nilai prob (F-statistic) adalah sebesar 1,148 pada α= 5% (0,05). Karena nilai signifikansi 0.364 > α (0,05), maka dapat disimpulkan variabel tingkat inflasi dan PDRB secara bersama-sama mempengaruhi tingkat 7
pengangguran di Sumatera Utara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditandai dengan meningkatnya perkembangan fisik produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara (Sukirno, 2008:423). Secara tidak langsung peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menaikkan inflasi di daerah tersebut. Kenaikan inflasi akan meningkatkan output sehingga memberi dampak positif pada tersedianya lapangan kerja baru. Kenaikan inflasi mampu memberi semangat para pengusaha untuk meningkatkan produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha mendapat keuntungan yang lebih banyak. Dengan adanya kenaikan produksi maka akan membutuhkan banyak tenaga kerja, sehingga pengangguran akan terserap. Inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran saling berkaitan, jika salah satunya tidak sesuai dengan target maka akan menghambat kinerja satu sama lain. Dari hasil tersebut bahwa terdapat pengaruh yang positif antara variabel inflasi dan PDRB terhadap penggangguran Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip. Kurva Phillips adalah kurva yang menunjukkan adanya korelasi antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi. Dan menurut Phillips, tidak bisa suatu negara mengehendaki keadaan dimana inflasi rendah dan tingkat pengangguran yang juga rendah. Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1995 hingga 2010, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inlasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Pengujian dilakukan dengan uji t dilihat dari persamaan regresi diperoleh nilai t untuk variabel tingkat inflasi (X1) nilai probabilitas adalah sebesar 1,500 dengan tingkat signifikansi 5% (0,05). Karena variabel PDRB (X2) nilai signifikansinya 0,339 > 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran 2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Utara. PDRB mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.744 > 0,05. Hasil dari analisis data dalam penelitian ini menjelaskan bahwa jika variabel 8
pertumbuhan ekonomi bertambah 1% maka variabel pengangguran akan mengalami kenaikan sebesar 29% 3. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil uji F terlihat bahwa nilai prob (F-statistic) adalah sebesar 1,148 pada α= 5% (0,05). Karena nilai signifikansi 0.364 > α (0,05), maka dapat disimpulkan variabel tingkat inflasi dan PDRB secara bersama-sama mempengaruhi tingkat pengangguran di Sumatera Utara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditandai dengan meningkatnya perkembangan fisik produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara V. SARAN Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Adanya pengaruh antara inflasi dan PDRB terhadap pengangguran di Sumatera Utara, diharapkan PEMDA Sumatera Utara terus meningkatkan dan menjaga kesetabilan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga harus mengontrol tingkat inflasi yang terjadi sehingga menarik investor untuk berinvestasi di Sumatera Utara, dengan begitu akan tercipta lapangan pekerjaan 2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan data terbaru dan memperbanyak variabel yang mempengaruhi pengangguran, sehingga penelitian yang dilakukan mempunyai hasil yang lebih valid. DAFTAR PUSTAKA Boediono, 1998. Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. Fitriana Isnaeni Nur Azizah, 2016. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, dan Inflasi, Terhadap Penggangguran Terbuka di Kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2010-2014. Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta http://rizkikarisha.blogspot.co.id/2013/11/pengaruh-inflasi-terhadap-pengangguran.html, diakses tanggal 9 September 2017 https://sumut.bps.go.id/frontend/diakses tanggal 9 September 2017 Qomariah, Isti. 2012. Pengaruh Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Penggangguran di Jawa Timur. Jurnal Penelitian. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi: Teori Pengantar. Edisi 3. Jakarta: Rajawali Pers. 9
Sumarsono. Sony, 2009. Teori dan Kebijakkan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu Wijayanti, Ni Nyoman Setya Ari dan Karmini, Ni Luh. 2014. Pengaruh Tingkat Inflasi, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Minimum Terhadap Tingkat Penggangguran Terbuka di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Bali 10