BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERSENTASE BATU PECAH TERHADAP HARGA SATUAN CAMPURAN BETON DAN WORKABILITAS (STUDI LABORATORIUM) ABSTRAK

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

ANALISA PERBANDINGAN KUALITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS QUARRY SUNGAI MARUNI MANOKWARI DAN KAMPUNG BUGIS SORONG

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DARI YOGYAKARTA TERHADAP KUAT TEKAN BETON 1. Andri Nanda Pratam.,Ir. As at Pujianto, M.., Restu Faizah, S.T., M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

PERBANDINGAN EFISIENSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACI DAN METODE SNI UNTUK MUTU BETON K-250 (STUDI KASUS MATERIAL LOKAL)

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

BAB IV METODE PENELITIAN

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

KAJIAN KUAT TEKAN BETON UMUR 90 HARI MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND DAN SEMEN PORTLAND POZOLAND. Oleh: F. Eddy Poerwodihardjo

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

STUDI ESKPERIMENTAL SETTING TIME BETON MUTU TINGGI MENGGUNAKAN ZAT ADIKTIF FOSROC SP 337 & FOSROC CONPLAST R

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Pengujian agregat dan kuat tekan dilakukan di Laboratorium Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH AIR LIMBAH PADA ADUKAN BETON TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH KALENG TERHADAP CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT KASAR PALU DAN AGREGAT HALUS PASIR MAHAKAM DITINJAU DARI KUAT TEKAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH SEMINAR 1 PENELITIAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN BIMA, SEMEN HOLCIM DAN SEMEN GARUDA DENGAN NILAI FAS 0,40 ; 0,45 DAN 0,50

BAB I PENDAHULUAN I 1

Lampiran A Berat Jenis Pasir. Berat pasir kondisi SSD = B = 500 gram. Berat piknometer + Contoh + Air = C = 974 gram

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan penyusun beton yang telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan dan Konstruksi UMY telah selesai dikerjakan, dimana dimulai dari pengujian material agregat kasar (kerikil) yang berasal dari, Kota Ternate, agregat halus (pasir) yang berasa dari, Kota Ternate, agregat kasar (kerikil) yang berasal dari, Kota Yogyakarta, agregat halus (pasir) yang berasa dari, Kota Yogyakarta, perancangan pengadukan beton (mix design), hingga pengujian kuat tekan beton. Dalam pemeriksaan agregat yang dilakukan di Laboratorium teknik sipil UMY meliputi : pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air, kadar air, berat satuan, keausan, dan kadar lumpur. Adapun hasil pemeriksaannya sebagai berikut: 1. Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta dengan ukuran agregat lolos saringan 20 mm dan tertahan pada saringan berukuran 4,75 mm. Adapun pengujian-pengujian yang dilakukan berupa pengujian berat jenis dan penyerapan air, berat satuan, kadar lumpur, kadar air, dan keausan. Penjelasan mengenai pengujiannya akan dijelaskan sebagai berikut. a. Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar (Kerikil) Pemeriksaan Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar dari dua wilayah berbeda yang berasal dari Gamlama, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta diperoleh beberapa data, adapun perbandingannya sebagai berikut. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 1) Dari hasil pemeriksaan kerikil, Kota Ternate, berat jenis kerikil 2,92 % dan penyerapan air 3,67 %. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 41

Berat Jenis 42 2) Dari hasil pemeriksaan kerikil, Kota Yogyakarta, berat jenis kerikil 2,88 % dan penyerapan air 4,547 %. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Perbandingan berat jenis dan penyerapan air dengan agregat, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta lebih jelas jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti dalam Gambar 5.1. 2,93 2,92 2,92 2,91 2,9 2,89 2,88 2,88 2,87 2,86 Gambar 5.1 Hasil pengujian berat jenis agregat kasar Dari hasil pengujian berat jenis agregat kasar pada Gambar 5.1 didapat berat jenis kerikil, Kota Ternate lebih tinggi yaitu sebesar 2,92, sedangkan berat jenis kerikil, Kota Yogyakarta sebesar 2,88, dari perbedaan berat jenis kerikil tersebut dapat disimpulkan menurut (Tjokrodimuljo, 2010) bahwa kedua krikil tersebut tidak termasuk dalam berat jenis normal yakni berada pada rentang 2,50 2,70, akan tetapi kedua kerikil tersebut termasuk dalam berat jenis berat ( lebih dari 2,8 ) karena melebihi batas berat jenis normal.

Penyerapan Air (%) 43 0.005 0.005 0.005 0.004 0.004 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.001 0.001 0.000 Gambar 5.2Hasil pengujian penyerapan airagregat kasar Dari hasil pengujian penyerapan airagregat kasar pada Gambar 5.2 dapat disimpulkan bahwa semakin kasar permukaan dan berongga maka semakin besar daya serap atau kemampuan serapnya terhadap air. b. Berat Satuan Agregat Kasar (kerikil) Pada pengujian Berat satuan ini berfungsi untuk menentukan apakah agregat tersebut porous atau mampat seperti pada agregat halus. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Selain itu pengujian berat satuan pada agregat kasar agar dapat mengidentifikasi jenis batuan dan kelasnya. Hasil pemeriksaan berat satuan agregat kasar dari dua daerah yang berbedadiperoleh data sebagai berikut. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 1) Dari hasil pemeriksaan berat satuan kerikil, Kota Ternate sebesar 1,494 gram/cm 3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 2) Dari hasil pemeriksaan berat satuan kerikil, Kota Yogyakarta sebesar 1,491 gram/cm 3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Perbandingan berat satuan dengan agregat kasar, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta lebih jelas jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti dalam Gambar 5.3.

Berat Satuan (gr/cm) 44 1,4945 1,494 1,494 1,4935 1,493 1,4925 1,492 1,4915 1,491 1,491 1,4905 1,49 1,4895 Gambar 5.3 Hasil pengujian berat satuan agregat kasar Dari hasil pengujian berat satuan pada Gambar 5.3 dari pengujian yang diperoleh berat satuan agregat, Kota Ternate lebih tinggi yaitu 1,494 gr/cm 3, dan agregat, Kota Yogyakarta lebih sdikit rendah yaitu 1,491 gr/cm 3, jadi dari perbedaan nilai berat satuan agregat tersebut menurut (Tjokrodimuljo, 2010) kedua kerikil tersebut tidak termasuk agregat normal karena kedua kerikil tersebut tidak berada pada rentang 1,50-1,80 gr/cm 3, akan tetapi kedua kerikil tersebut termasuk kerikil ringan karna kurang dari 1,50 gr/cm 3. c. Kadar Lumpur Agregat Kasar (kerikil) Agregat kasar pada pengujian ini langsung dari lapangan, tanpa proses pencucian terlebih dahulu, pada hasil pengujian kadar lumpur yang berasal dari dua daerah yang berbedah ini tentu memilki perbedaan, yakni kerikil yang berasal dari Gamalam, Kota Ternate tidak perlu dicuci karena nilai yang didapat lebih kecil dari batas yang ditetapkan yaitu 2%, sedangkan kerikil yang berasa dari, Kota Yogyakarta lebih besar dari batas yang ditetapkan yaitu 2%. Sehingga sebelum melakukan pengadukan beton, agregat yang berasal dari, Kota Yogyakarta ini perlu dicuci terlebih dahulu. Hasil pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar dari, Kota Ternate dan Yogyakarta di peroleh data sebagai berikut. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kadar Lumpur (%) 45 1) Dari hasil pemeriksaan kadar lumpur kerikil, Kota Ternate sebesar 0,317 gram/cm 3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. 2) Dari hasil pemeriksaan kadar lumpur kerikil, Kota Yogyakarta sebesar 7,825 gram/cm 3. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Perbandingan kadar lumpur dengan agregat kasar, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta lebih jelas jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti dalam Gambar 5.4. 9 8 7,825 7 6 5 4 3 2 1 0 0,317 Gambar 5.4 Hasil pengujian kadar lumpur agregat kasar Dari hasil pengujian kadar lumpur pada Gambar 5.4 dari pengujian yang diperoleh kadar lumpur kerikil, Kota Yogyakarta lebih tinggi yaitu 7,825 %, sedangkan pada kerikil, Kota Ternate lebih rendah yaitu 0,317 %, perbedaan kadar lumpur kerikil tersebut menurut (Tjokrodimuljo, 2010) bahwa, Kota Yogyakarta melebihi dari 1 %. Ada kecenderungan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat lumpur maka tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karna tidak adanya saling mengikat, namun

Kadar Air (%) 46 sebelum melakukan pengadukan betonagregat, Kota Yogyakarta ini perlu dicuci terlebih dahulu. d. Kadar Air Agregat Kasar (kerikil) Pemeriksaan kadar air agregat kasar dari dua wilayah berbeda di peroleh beberapa data, Kadar air rata-rata yang didapat dari hasil pemeriksaan kerikil, Kota Ternate yaitu 31,117 %, dan kerikil, Kota Yogyakarta yaitu 28,880 %. Syarat kadar air maksimum untuk agregat normal adalah 2%, sehingga kadar air yang diperoleh ini termasuk dalam agregat yang tidak normal dikarenakan nilainya lebih besar dari dari syarat yang telah ditetapkan. Semakin tinggi kadar airnya maka daya serap agregat tersebut semakin besar dan akan mempengaruhi nilai kuat tekan beton (Mulyono, 2004). Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 31,5 31 31,117 30,5 30 29,5 29 28,880 28,5 28 27,5 Gambar 5.5 Hasil pengujian kadar air agregat kasar Dari hasil pengujian kadar air pada Gambar 5.5 dapat dilihat bahwa nilai kadar air dari dua lokasi yang berbeda menunjukkan penyerapan kadar air yang lebih besar karena sudah melewati batas normal yaitu 2%. Penyerapan kadar air tersebut lebih dipengaruhi oleh karakter butiran kerikil sehingga berpengaruh pada kuat tekan beton. Menurut (Tjokrodimuljo, 2010) butiran dari kedua agregat yang berbeda ini relatif lebih besar sehingga rongga yang ditimbulkan begitu besar.

Keausan (%) 47 e. Keausan Agregat Kasar Keausan agregat kasar diuji dengan alat Los Angeles diperoleh hasil dari, Kota Ternate yaitu 76 %, sedangkan dari, Kota Yogyakarta sebesar 54,2 %. Nilai keausan agregat kasar tidak boleh lebih dari Kelas I yakni berada pada rentang 30 50 % apabila agregat kasar diuji dengan mesin Los Angeles (Tjokrodimuljo, 1992). Dari pengujian keausan, kedua kerikil tersebut tidak memenuhi syarat yang sudah ditetapkan pada SSI.0052-80, sehingga sangat berpengaruh pada kuat tekan beton. Hasil pemeriksaan keausan agregat kasar dapat dilihat pada Lampiran 6. 80 76 70 60 54,2 50 40 30 20 10 0 Gambar 5.6 Hasil pengujian keausan agregat kasar Tabel 5.1 Hasil pengujian kadar air, berat jenis dan penyerapan air, berat satuan, dan kadar lumpur No JenisPengujianAgregat Satuan 1 BeratJenis - 2,92 2,88 2 Kadar Air % 31,117 28,880 3 Penyerapan Air % 3,67 4,547 4 Kadar Lumpur % 0,317 7,825 5 Keausan % 76 54,2 6 BeratSatuan gram/cm 3 1,494 1,491

Persen Butir Lolos Saringan (%) Persen Butir Lolos Saringan (%) 48 2. Agregat Halus a. Gradasi Agregat Halus (pasir) Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus (pasir) yang berasal dari, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta digambarkan pada Gambar 5.7 dan 5.8. Gradasi yang digunakan pada kerikil yang berasal dari, Kota Ternate adalah daerah gradasi no.4 (Daerah empat) yang tergolong pada pasir agak halus dengan modulus halus butir sebesar 2,773, dan pada kerikil, Kota Yogyakarta termasukjuga pada daerah gradasi no.4 (Daerah 4) yang tergolong pada agregat halus butir sebesar 3,271. Dari hasil modulus halus butir yang didapat, kedua agregat termasuk dalam agregat normal untuk pembuatan beton normal. Ukuran butiran agregat bukan hal yang terpisahkan dari bentuk, kecuali jika disebutkan bahwa ukuran itu adalah ukuran tertentu misalnya volume, permukaan, dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1996). Hasil selengkanya dapat dilihat pada Lampiran 3. 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Pan No.100 No.50 No.30 Persen Berat Lolos Komulatif (%) Batas Atas No.16 No.8 Gambar 5.7 Hasil pengujian gradasi pasir No.4 1.00 0.80 0.60 0.40 Persen Berat Lolos Komulatif (%) Batas Atas 0.20 0.00 Pan No.100 No.50 No.30 No.16 Batas Bawah No.8 No.4 Gambar 5.8 Hasil pengujian gradasi pasir

49 b. Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Dari hasil pemeriksaan pasir yang berasal dari dua daerah yang berbeda ini diperoleh penyerapan airpada pasir, Kota Ternate jenuh kering muka rata-rata sebesar 0,252 dan berat jenis pasir, Kota Yogyakarta sebesar 0,064. Agregat normal mempunyai keamapuan serap air kurang dari 20% sehingga agragat in termasuk dalam agregat normal (SNI 03-3449-2002). Pengaruh dari besarnya hasil penyerapan air adalah pada saat proses pencampuran agregatnya yang akan membuat nilai slump makin besar. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. c. Berat Satuan Agregat Halus Berat satuan rata-rata pasir (SSD) yang didapat pada pasir, Kota Ternate sebesar 1,622 gram/cm 3, dan pada pasir, Kota Yogyakarta sebesar 1,698 gram/cm 3. Menurut (Tjokrodimuljo, 2010) kedua pasir yang berasal dari dua daerah yang berbedah ini termasuk dalam rentang berat satuan untuk agregat normal. Berat satuan ini berfungsi untuk mengetahui apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Apabila agregatnya porous maka biasa terjadi penurunan kuat tekan pada beton. Pemeriksaan berat satuan agregat halus dapat dilihat pada Lampiran 2. d. Kadar Lumpur Agregat Halus Dari pengujian yang dilakukan diperoleh kadar lumpur dari pasir, Kota Ternate sebesar 2,76 %, dan kadar lumpur yang diperoleh dari pasir, Kota Yogyakarta sebesar 19,62 %. Agregat yang digunakan sebaiknya memiliki kadar lumpur sekecil mungkin, karena hal tersebut akan mepengaruhi kekuatan beton yang dihasilkan. menurut (Endroyo, 2009) pasir, Kota Ternate masih berada dalam batas kandungan lumpur normal lebih kecil dari batas yang ditetapkan untuk beton normal sebesar 5%, sedangkan pada pasir, Kota Yogyakarta telah melewati batas yang ditetapkan sehingga pasir perlu dicuci dahulu sebelum digunakan. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

50 e. Kadar Air Agregat Halus Kadar air agregat halus, Kota Ternate yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sebesar 24,662 %, dan pada agregat halus, Kota Yogyakarta sebesar 42,188 %. Hasil pengujian tersebut termasuk dalam kondisi yang tidak normal, dikarenakan syarat untuk kadar air agregat normal untuk pasir sebesar 1 % - 2 %. Kadar air nantinya sangat berpengaruh pada penggunaaan air dan kuat tekan beton. Semakin tinggi kadar airnya maka daya serap agregat tersebut semakin besar dan akan mempengaruhi nilai kuat tekan beton (Mulyono, 2004). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel 5.2 Hasil pengujian kadar air, berat jenis dan penyerapan air, berat satuan, dan kadar lumpur No Jenis Pengujian Agregat Satuan 1 Gradasi Butiran - Daerah 4 Daerah 4 2 Modulus HalusButir % 2,773 3,271 3 Kadar Air % 24,662 42,188 4 Beratjenis - 2,384 2,542 5 Penyerapan Air % 0,252 0,064 6 Berat Satuan Gram/cm 3 1,622 1,698 7 Kadar Lumpur % 2,76 19,62 B. Rancang Campur Beton (Mix Design) Dalam perancangan campur bahan-bahan penyusun beton (mix design) ini berdasarkan SK SNI 03-2834-2002 (Tjokrodimujo, 2007). Perancangan campuran beton ini bertujuan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan-bahan untuk penyusun beton tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi syarat teknis secara ekonomis dan bisa sesuai dengan hasil yang kita inginkan. Data hasil perancangan campuran beton dapat dilihat pada Tabel 5.3, dantabel 5.4. Perhitungan mix design selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

51 Tabel 5.3 Kebutuhan bahan susun beton untuk 1 m 3 dengankuattekanrencana 30 MPa Kebutuhan Bahan Dasar Beton Satuan Beton Campuran Agregat Air (liter) 205 205 Semen (Kg) 465,91 465,91 Ag.Halus (Kg) 533,73 622,68 Ag.Kasar (Kg) 1245,36 1156,41 Total (Kg) 2450 2450 Tabel 5.4 Kebutuhan bahan susun beton untuk 3 benda uji dengan kuat tekan rencana 30 MPa Kebutuhan Bahan Dasar Beton Satuan Beton Campuran Agregat Air (liter) 3,59 3,59 Semen (Kg) 8,15 8,15 Ag.Halus (Kg) 9,34 10,90 Ag.Kasar (Kg) 21,80 20,24 Total (Kg) 42,88 42,88 C. Hasil Pengujian Slump Pengujian slump dilakukan pada saat selesai pengadukan pencampuran beton segar untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan berkaitan dengan tingkat kelecakan (keenceran) adukan beton. Makin cair adukan makin mudah cara pengerjaannya. Tinggi rendahnya nilai slump berpengaruh pada workability atau pengerjaan beton. Semakin tinggi nilai slump maka semakin mudah untuk proses pengadukan, penuangan, dan pemadatan, tetapi jika nilai slump rendah akan mempengaruhi workability dalam proses pengerjaan beton. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan pada Gambar 5.9.

Nilai Slump (Cm) 52 Tabel 5.5 Hasil pengujian slump No Variasi Agergat Umur Perendaman (hari) Nilai Slump (cm) 1 7 2 14 10,5 3 28 4 7 5 14 12 6 28 12,5 12 12 11,5 11 10,5 10,5 10 9,5 Gambar 5.9 Hasil rata rata pengujian Slump D. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Pembuatan beton normal menggunakan agregat yang berasal dari, Kota Ternate dan, Kota Yogyakarta. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kuat tekan beton dengan variasi agregat pada umur perendaman 7, 14, dan 28 hari dengan rencana kuat tekan 30 MPa. Diperoleh hasil kuat tekan beton seperti pada Tabel 5.6.

Kuat Tekan (MPa) 53 Tabel 5.6 Hasil kuat tekan beton dengan variasi agregat No Variasi Agregat 1 2 Umur Perendaman 7 hari 14 hari 28 hari 7 hari 14 hari 28 hari Kuat Tekan (MPa) 33,7225 35,9989 39,7138 55,739 40,163 57,900 48,175 51,427 56,734 37,5543 42,8771 32,1314 49,429 52,854 46,350 53,649 61,253 45,902 Rata-rata (MPa) 36,478 51,267 52,112 37,520 49,544 53,601 Dari hasil pengujian kuat tekan beton pada Tabel 5.6 maka hubungan antara umur perendaman dengan kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 5.10. 60 50 40 30 20 10 0 0 7 14 21 28 Umur (hari) Gambar 5.10 Hubungan antara umur perawatan dengankuat tekan beton Pada Gambar 5.10 menunjukkan bahwa hasil uji kuat tekan beton pada umur 7, 14, dan 28 hari,dengan menggunakan agregat yang berasal dari, Kota Yogyakarta didapat umur beton 7 hari memiliki kuat tekan lebih tinggi yaitu 37,520 MPa, sedangkan beton dengan menggunakan agregat, Kota Ternate pada umur beton 7 hari sebesar 36,478 MPa. Namun

Kuat Tekan (MPa) 54 pada umur beton 14 hari dengan menggunakan agregat, Kota Ternate mengalami peningkatan sebesar 51,267 MPa, sedangkan, Kota Yogyakarta mengalami penurunan sebesar 47,213 MPa, hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor, yakni kurang teliti dalam pencucian kerikil dan pasir sehingga dalam pengadukan tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat, faktor yang lainnya dipengaruhi oleh reaksi hidrasi semen, karena biasanya dua unsure, pertama disebabkan dari semen, sebesar 70 % sampai 80 % sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen karena bila semen terkena air, C3S segera mulai berhidrasi, dan menghasilkan panas sehingga berpengaruh besar terhadap pengerasan semen terutama sebelum mencampai umur 14 hari, begitu juga Sebaliknya, C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7 hari. Namun pada umur beton 28 hari, Kota Yogyakarta memiliki kuat tekan lebih tinggi sebesar 53,601 MPa dan, Kota Ternate sebesar 52,112 MPa. Dimana semakin lama umur perendaman maka semakin tinggi kuat tekan yang dihasilkan, ini menunjukkan bahwa terjadinya proses hidrasi pada saat perawatan beton (curing). Berdasarkan hasil kuat tekandari kedua variasi agregat tersebut didapat perbedaan masing-masing benda uji karena di setiap beton tidak memiliki kuat tekan yang sama. Perbandingan kuat tekan beton dilihat lebih jelas jika ditampilkan dalam bentuk diagram seperti dalam Gambar 5.11. 54 53,5 53,601 (MPa) 53 52,5 52 52,112 (MPa) 51,5 51 Asal Kerikil Gambar 5.11 Hasil pengujian kuat tekan beton dengan variasi agregat pada umur 28 hari

55 Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa kuat tekan rata-rata paling tinggi dengan variasi agregat pada umur 28 hari adalah agregat, Kota Yogyakarta sebesar, 53,601 MPa, dan pada, Kota Ternate sebesar 52,112 MPa. Dengan demikian dari hasil uji kuat tekan dapat disimpulkan kerikil, Kota Yogyakarta memiliki nilai keausan agregat yang lebih kecil yaitu sebesar 54,2 %, dibandingkan dengan kerikil, Kota Ternate lebih besar yaitu sebesar 76 %. Perbedaan ini terjadi disebabkan oleh karakteristik agregat yang berbeda di setiap Daerah, karakteristik kerikil, Kota Yogyakarta memiliki rongga yang cukup kecil, berbeda dengan kerikil, Kota Ternate memiliki karakteristik permukaan yang kasar dan rongga yang cukup besar, hal tentu sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton, karena Semakin banyak rongga yang dimiliki, maka semakin rendah kuat tekan yang dihasilkan. E. Pembahasan Tentang Rasio dan Faktor Pengali Kuat tekan beton berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton dengan variasi agregat diperoleh rasio kuat tekan beton dan faktor pengali pada umur 28 hari yang tercantum pada Tabel 5.7. Rasio merupakan perbandingan kuat tekan beton pada umur 7 hari, 14 hari terhadap kuat tekan beton umur 28 hari. Berikut adalah rasio umur 7 hari dari kuat tekan pada beton dengan agregat, Kota Ternate menggunakan persamaan sebagai berikut : Rasio umur 7 hari = Rasio umur 7 hari = 36,478 52,112 Rasio umur 7 hari = 0,7 Kuat Tekan 7 hari Kuat Tekan 28 hari Sedangkan untuk rasio umur 7 hari dari kuat tekan pada beton dengan agregat, Kota Yogyakarta menggunakan persamaan sebagai berikut : Rasio umur 7 hari = Rasio umur 7 hari = 37,520 53,601 Rasio umur 7 hari = 0,7 Kuat Tekan 7 hari Kuat Tekan 28 hari

56 Semakin bertambah umur beton maka nilai rasio pada kuat tekan beton semakin meningkat selaras dengan nilai kuat tekan beton yang semakin besar dan maksimal pada umur beton 28 hari. Faktor pengali didapatkan dari perbandingan antara rasio umur beton terhadap rasio umur beton pada 28 hari atau perbandingan nilai kuat tekan beton pada umur 28 hari terhadap umur 7 hari dan 14 hari. Berikut adalah faktor pengali dari kuat tekan pada beton dengan agregat, Kota Ternate menggunakan persamaan sebagai berikut : Faktor pengali umur 7 hari = Faktor pengali umur 7 hari = 52,112 36,478 Faktor pengali umur 7 hari = 1,42 Kuat Tekan 28 hari Kuat Tekan 7 hari Sedangkan untuk faktor pengali dari kuat tekan pada beton dengan agregat, Kota Yogyakarta menggunakan persamaan sebagai berikut : Faktor pengali umur 7 hari = Faktor pengali umur 7 hari = 53,601 37,520 Faktor pengali umur 7 hari = 1,42 Kuat Tekan 28 hari Kuat Tekan 7 hari Berdasarkan nilai faktor pengali diatas semakin bertambah umur beton maka faktor pengali semakin turun mendekati nilai optimum pada umur beton 28 hari. Hasil rasio dan faktor pengali dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Rasio kuat tekan beton dan faktor pengali No Variasi Umur Beton Faktor Rasio Agregat (hari) Pengali 7 0,7 1,42 1 14 0,98 1,01 28 1 1 7 0,7 1,42 2 14 0,92 1,08 28 1 1

57 Nilai faktor pengali dan rasio berfungsi untuk mengetahui kekuatan beton pada umur tertentu. Nilai faktor pengali dalam dunia konstruksi digunakan untuk mengetahui kuat tekan beton yang di inginkan tanpa perlu menunggu umur beton yang diinginkan. Dalam kenyataannya sebuah proyek konstruksi dilakukan pengecoran kemudian dilakukan pengambilan sampel dan diuji pada umur 7 hari dikalikan dengan faktor pengali, maka dapat diketahui beton tersebut memenuhi mutu beton yang diinginkan atau tidak.