BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Berdasarkan data Internasional Agency For Research on Cancer

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua di dunia dimana konstribusinya 13 % dari 22% kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi wanita merupakan hal yang perlu diperhatikan agar suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

KARAKTERISTIK IBU DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) BANGIL

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda penyakit atau double

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mengandung risiko dan berdampak negatif bagi dirinya seperti terjadinya

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB I PENDAHULUAN. leher rahim disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Virus. akan tumbuh menjadi kanker (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu untuk periode 5 tahun sebelum survey ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang memberi beban kesehatan masyarakat karena keberadaannya tersebar di

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

PENGARUH PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PERILAKU PEMERIKSAAN IVA PADA KELOMPOK WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS KEDUNGREJO

BAB I PENDAHULUAN jiwa dan Asia Tenggara sebanyak jiwa. AKI di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan Kanker Serviks NO. PERTANYAAN JAWABAN 1. Kanker leher rahim ( serviks ) merupakan penyakit?

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menular. Menurut Depkes RI, 2003 (dalam Tanjung 2012) Pada akhir abad 20

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2010). Tingginya angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

AGE RELATIONSHIP, PARITY AND PERSONAL HYGIENE DIAGNOSIS WITH IVA IN PUSKESMAS BRANGSONG DISTRICT 2 DISTRICT BRANGSONG KENDAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks Kanker serviks atau kanker leher rahim dikenal dengan nama latin Carcinoma Cervicis Uteri yang merupakan tumor ganas yang sebagian besar terjadi pada wanita dengan usia 35-50 tahun. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) dimana sebesar 85% kasus kanker yang terjadi di dunia atau sekitar 493.000 kasus dengan jumlah kematian sebesar 273.000 kasus terjadi di negara berkembang yang dimana salah satu dari negara berkembang tersebut adalah Indonesia. Angka kematian akibat kanker serviks yang terjadi di Indonesia tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena keterlambatan dari diagnosa (Savitri A, 2015 : 97). Besarnya angka insiden untuk kejadian kanker serviks di Indonesia pada tahun 2012 berdasarkan data GLOBOCAN adalah sebesar 14% dan jumlah kematian sebesar 6%. Sedangkan berdasarkan laporan dari instalasi deteksi dini dan promosi kesehatan RS Kanker Dharmais pada tahun 2010 2013 kanker serviks merupakan salah satu dari tiga jenis kanker dengan jumlah kasus yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 tercatat jumlah insiden kanker serviks yang terjadi di RS Kanker Dharmais adalah sebesar 296 kasus dan di tahun 2013 sebesar 356 kasus. Sedangkan untuk jumlah kematian pada tahun 2010 sebesar 36 kasus dan di tahun 2013 sebesar 65 kasus (Kemenkes RI, 2015). Proses terjadinya kanker serviks terjadi secara bertahap dan memerlukan waktu yang 9

10 cukup panjang, yang di awali dengan terjadinya mutasi pada sel yang berkembang menjadi sel displastik yang menyebabkan kelainan pada sel-sel di permukaan serviks yang disebut dengan lesi skuamosa intraepitel (El Manan, 2011 : 67). 2.2 Vaksinasi HPV Vaksin HPV adalah vaksin yang diciptakan untuk menurunkan angka kejadian kanker di dunia dan merupakan vaksin kedua yang berhasil diaplikasikan setelah vaksin hepatitis B (HBV). Vaksin HPV yang tersedia saat ini terdiri dari dua jenis vaksin, yang pertama adalah vaksin kanker profilaksi (cancer prophylactic vaccines), vaksin ini bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh agar terlindung dari HPV. Kedua, adalah vaksin kanker terapeutik (cancer therapeutic vaccines) yang digunakan untuk menstimulus kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat dihilangkan (Savitri A, 2015 : 211). Vaksin kanker bekerja dengan cara mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi yang dapat mengenali dan mencegah terjadinya infeksi. Sampai pada saat ini penggunaan vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi HPV di dunia terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin Gradasil dan Cervarix. Vaksin kanker Gradasil adalah vaksin kanker untuk mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang merupakan penyebab utama dari terjadinya kanker serviks di seluruh dunia. Selain itu vaksin Gradasil juga dapat mencegah infeksi tipe 6 dan 11 yang merupakan penyebab dari kutil kelamin. Pemberian vaksin Gradasil dianjurkan untuk diberikan pada wanita yang berusia antara 9 12 tahun, karena efek dari vaksin akan lebih optimal jika diberikan pada wanita yang belum melakukan hubungan

11 seksual. Walaupun demikian vaksin Gradasil juga dapat diberikan pada wanita dengan usia 9 26 tahun (Savitri A, 2015 : 214). Vaksin kanker yang kedua adalah Cevarix yang merupakan vaksin bivalent, yang terdiri dari virus-like particles (VLPs) HPV tipe 16 dan 18, oleh karena itu vaksin ini hanya mampu mencegah dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Selain itu vaksin ini juga mampu mencegah infeksi kronis lainnya sperti kanker anus, penis, dan orofaring. Efikasi dari vaksin Cevarix dapat mencapai 90% dan mampu bertahan pada tubuh selama 4,5 tahun. Cara pemberian vaksin Gradasil maupun Cervarik sama-sama dilakukan secara intra muscular dengan pemberian sebanyak tiga kali dalam waktu enam bulan dengan dosis sebesar 0,5 ml. Dosis pertama diberikan pada awal bulan ke- 0, dosis kedua pada bulan kedua, dan dosis ketiga pada bulan keenam (Savitri A, 2015 : 215). 2.3 Deteksi Dini Kanker Serviks Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks. Deteksi dini adalah suatu cara untuk mendeteksi keberadaan HPV dan kanker serviks di stadium awal. Beberapa deteksi dini yang dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan kanker serviks adalah Pap Smear, Inpeksi Visual Asam Asetat (IVA), Pap Net, Servikografi, Kolposkopi, Thin Prep Liquid Base Cytologi, tes HPV, Tes Liquid Base Cytology (LBC), Biopsi, dan Konisasi. Dari 10 jenis motode deteksi dini yang tersedia di pelayanan kesehatan, terdapat dua metode deteksi dini yang paling populer di masyarakat yaitu pap smear dan IVA (Savitri A, 2015 : 235-236).

12 2.3.1 Pap Smear Melakukan deteksi dini dengan metode pap smear mampu mendeteksi kasus kanker serviks secara akurat hingga 90%. Terdapatnya metode pap smear mampu dalam membantu menurunkan angka kejadian kanker serviks hingga 50%. Deteksi dini kanker serviks disarankan untuk dilakukan oleh wanita yang telah aktif secara seksual dengan usia telah mencapai 18 tahun. Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan satu kali dalam setahun, dan apabila pemeriksaan pap smear selama tiga tahun berturut-turut menunjukkan hasil yang negatif. Maka pemeriksaan dapat dilakukan dalam rentang waktu dua sampai tiga tahun sekali (Manan, 2011:69). Menurut Papanicolau klasifikasi hasil tes dapat dibagi menjadi lima kelas adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut (Savitri A, 2015 : 242-243) Tabel 2.1 Klasifikasi Hasil Tes Pap Smear Kelas Klasifikasi Interpretasi Kelas 0 Tidak Terdeteksi. Melakukan tes ulang. Kelas I Sel Normal. Tes pap smear dapat diulang satu tahun setelah tes terakhir. Kelas II Ditemukan sel atipik tetapi tidak ditemukan keganasan. Menunjukan adanya infeksi ringan non spesifik, yang dapat disertai: - Kuman atau virus tertentu. - Sel dengan kariotik ringan. Diharapkan untuk melakukan tes pap smear ulang 1 tahun setelah tes terakhir. Lakukan pengobatan yang sesuai dan apabila terjadi erosi atau radang bernanah harus

13 dilakukan pemeriksaan ulang 1 bulan setelah pengobatan. Kelas III Tanda pra kanker dengan disertai Sel diagnostik sedang peradangan. dengan keradangan berat. Pemeriksaan ulang dapat dilakukan 1 bulan setelah pengobatan. Kelas IV Dicurigai kanker Terdapatnya sel-sel yang dicurigai ganas. Setelah pemeriksaan diharapkan dilanjutkan pemeriksaan dengan metode biopsi dan segera dilakuakan tes pap smear ulang dengan kreping lebih dalam dan diambil pada tiga bagian. Kelas V Positif kanker Ditemukan sel-sel ganas dan dilakukan pemeriksaan lebih dalam. 2.3.2 IVA (Inpeksi Visual Asam Asetat) Tes IVA (Inpeksi Visual Asam Asetat) adalah salah satu metode deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-5%) dan larutan iosium lugol. Larutan ini kemudian akan dioleskan pada serviks atau leher rahim dan akan melihat perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna dapat diamati sekitar 1-2 menit setelah pengolesan dengan mata telanjang (Rasjidi, 2009:132). Pemeriksaan IVA positif terinfeksi sel kanker adalah apabila ditemukannya area berwarna putih serta permukaan meninggi dan memiliki batas yang tegas di sekitar zona tranformasi (Savitri A, 2015 : 244). Zona transformasi abnormal adalah area berwarna keputihan dengan bintik kemerahan pucat, lesi berbatas tegas dengan bentuk mosaic,

14 jaringan putih dengan batas tegas atau pembuluh darah atipic. Jika hasil pemeriksaan abnormal, pasien direkomendasikan untuk melakukan tes biopsi (Rasjidi, 2009:136). 2.4 Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Perilaku merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup yang dipengearuhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal (Notoatmodjo, 2014 : 75). Sedangkan menurut Skiner perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus maupun objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit serta faktor-faktor yang menghubungkan kejadian sehat-sakit tersebut (Notoatmodjo, 2014 : 23). Perilaku kesehatan terbagi menjadi dua yaitu perilaku yang dapat diamati dan perilaku yang tidak dapat diamati dan pemeliharaan kesehatan mencegah maupun melindunggi diri dari penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu perilaku kesehatan secara garis besar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu (Notoatmodjo, 2014 : 24): a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Perilaku ini disebut dengan perilaku sehat atau healthy behavior yang mencakup perilaku pencegahan atau menghindari diri dari sumber-sumber penyakit. b. Perilaku orang yang sakit untuk memperoleh penyembuhan atau jalan keluar dari masalah kesehatan yang dialaminya. Perilaku seperti ini disebut dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah fasilitas layanan kesehatan baik tradisional maupun modern. Salah satu perilaku kesehatan adalah perilaku deteksi dini kanker serviks. Perilaku deteksi dini kanker serviks merupakan suatu tindakan atau respon yang dilakukan oleh

15 individu untuk melakukan pemeriksaan atau skrining yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan yang abnormal pada sel serviks (Dalimartha dalam Nungky Marcellia, 2013). Perilaku deteksi dini tergolong dalam perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Masih rendahnya kesadaran, pengertian, dan pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini ataupun pencegahan dan penyembuhan penyakit menyebabkan masih banyak masyarakat yang memiliki perilaku yang tidak sehat (Depkes RI, 2010). Oleh karena itu maka munculah teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior) yang oleh Braker (1974) dikembangkan kembali dengan teori Lewin (1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (Health Belive Model) Berdasarkan teori Health Belief Model. Pada teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh motif dan kepercayaannya. Pada teori ini terdapat empat unsur utama yang menghubungkan perilaku kesehatan seseorang, adapun keempat unsur tersebut adalah sebagai berikut (Notoatmojo, 2014 : 115-116). 1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility) Perilaku seseorang untuk mengobati ataupun mencegah penyakitnya biasanya dihubungkan terlebih dahulu oleh kerentanan terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain tindakan seseorang akan timbul apabila seseorang tersebut ataupun keluarganya telah merasakan rentan terhadap penyakit tersebut.

16 2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness) Tindakan seseorang untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu penyakit dapat dihubungkan oleh keseriusan yang dirasakan dari penyakit tersebut. Sebagai contoh apabila seseorang merasa bahwa penyakit kanker serviks merupakan penyakit yang bersifat serius dan mengancam kesehatannya maka seseorang akan melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit tersebut. 3. Manfaat dan rintangan rintangan yang di rasakan (Perceived benefit and barrier) Tindakan seseorang untuk melakukan pencegahan maupun pengobatan terhadap suatu penyakit juga dihubungkan oleh besarnya manfaat yang dapat dirasakan dan juga hambatan ataupun rintangan-rintangan yang dapat ditemui saat mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan akan lebih menentukan dibandingkan dengan rintangan-rintangan yang ditemui didalam melakukan tindakan tersebut. 4. Isyarat untuk bertindak (Cues to action) Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor pencetus yang dapat datang dari dalam diri individu (munculnya gejala-gejala penyakit dari dalam diri individu) dan dari luar (nasehat keluarga, teman, atapun kampanye kesehatan).

17 2.5 Variabel Yang Diasumsikan Berhubungan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks 2.5.1 Pengetahuan Perilaku manusia tentang kesehatan sangat dihubungkan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap suatu objek melalui indera yang dimiliki. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera pengelihatan (mata). Dari beberapa penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perilaku yang didasari atas pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari atas pengetahuan (Notoatmodjo, 2014 : 27). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shinta Lutfiana Sari (2010) tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan dini kanker serviks di Klinik Seroja Kediri menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan dini kanker serviks pada pasien di klinik seroja Kota Kediri dengan nilai signifikan α = 0,05 dan nilai p value = 0,008. 2.5.2 Sikap Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan ataupun kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap juga dapat diartikan sebagai respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus ataupun objek tertentu yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi. Jadi sikap bukan merupakan suatu tindakan akan tetapi hanya merupakan predisposisi perilaku atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2014 : 29). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2013) menyatakan bahwa WUS yang memiliki sikap yang baik, memiliki kemungkinan untuk melakukan

18 deteksi dini kanker serviks lebih besar jika dibandingkan dengan WUS yang memiliki sikap yang kurang. Hal ini diperkuat dengan diperolehnya hasil penelitian dengan nilai (p = 0,014 ; OR = 28,769 ; CI 95 % = 1,993-415,381). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumastri, dkk (2013) yang memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan perilaku deteksi dini dengan p value = 1,000 > α 0,05. 2.5.3 Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah suatu proses yang terjadi sepanjang kehidupan seseorang dimana bentuk maupun sifat dukungan yang diberikan oleh keluarga berbeda-beda pada setiap siklus kehidupan seseorang. Namun dalam semua tahapan siklus kehidupan, dukungan keluarga mampu untuk membantu meningkatkan kesehatan dan adaptasi seseorang (Friedman, 2008 dalam Kartini, dkk, 2013). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2014) menunjukan bahwa dukungan keluarga tidak memiliki hubungan secara signifikan terhadap penerimaan program vaksinasi kanker serviks (nilai p > 0.005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2015) menyatakan, rendahnya motivasi responden untuk melakukan deteksi dini disebabkan oleh faktor ekternal yaitu dukungan keluarga yang tergolong rendah. 2.5.4 Dukungan Teman Dukungan sosial merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan dengan memberikan kenyamanan, kepedulian, penghargaan, serta bantuan yang dapat diterima oleh seseorang dari orang lain maupun kelompok organisasi (Sarafino, 2008 dalam Sofy Ariany Hansa, 2014). Salah satu sumber dukungan sosial adalah sahabat atau teman yang

19 dapat memberikan dukungan dalam bentuk sumber informasi maupun dukungan emosional. Berdasarkan beberapa teori menyatakan bahwa dukungan sosial baik yang bersumber dari keluarga maupun orang yang dianggap penting seperti tokoh masyarakat maupun teman dan sahabat dapat menghubungkan perilaku seseorang. Namun penelitian yang dilaksanakan oleh Sulistyoningrum (2013) tentang hubungan dukungan sosial dan akses terhadap informasi dengan perilaku sehat reproduksi remaja menyatakan bahwa tidak ada hubungan dukungan teman sebaya terhadap perilaku sehat reproduksi siswa slow leaner. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatayati Aminatul (2015) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sahabat dekat dengan perilaku SADARI di wilayah kerja Puskesmas Manyaran Kabupaten Wonogiri dengan (OR = 0,68; P = 0,01). 2.5.5 Faktor Risiko Untuk Menderita Kanker Serviks Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Breker salah satu faktor yang menghubungkan perilaku kesehatan seseorang untuk melakukan pengobatan maupun pencegahan terhadap suatu penyakit adalah isyarat untuk bertindak yang muncul dari dalam maupun dari luar tubuh responden. Salah satu isyarat yang dapat muncul dari luar tubuh responden adalah adanya faktor risiko dari perilaku individu untuk menderita kanker serviks. Adapun beberapa hal yang dapat meningkatkan faktor risiko untuk menderita kanker serviks adalah (Savitri A dkk, 2015 : 123-125): 1. Melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun. Melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun menjadi faktor risiko dikarenakan pada usia tersebut organ reproduksi wanita belum memiliki tingkat

20 kematangan yang sempurna. Risiko untuk menderita kanker serviks juga akan meningkat 2 kali lipat jika wanita dengan usia dibawah 20 tahun mengalami kehamilan dibandingkan dengan wanita yang hamil dengan usia 25 tahun atau lebih. 2. Riwayat Keluarga Menderita Kanker Serviks Terdapatnya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker serviks (ibu atau saudara perempuan) dapat meningkatkan risiko seseorang 2-3 lebih besar untuk menderita kanker serviks dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker serviks. Hal ini disebabkan kurang mampunya imunitas tubuh dalam melawan virus HPV yang diturunkan secara genetik (Handayani, 2012 : 9). 3. Berganti-ganti pasangan seksual Seseorang yang memiliki jumlah pasangan seksual lebih dari enam akan meningkatkan risiko untuk menderita kanker serviks 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang setia dengan satu pasangan. Penularan virus HPV tidak hanya disebabkan oleh wanita yang suka untuk berganti-ganti pasangan seksual, akan tetapi dapat disebabkan oleh pria yang melakukan hubungan seksual dengan beberapa wanita. Jadi pria dapat berisiko tinggi sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. 4. Paritas yang tinggi Beberapa alhi berpendapat bahwa paritas atau jumlah kelahiran yang tinggi akan meningkatkan risiko wanita untuk menderita kanker serviks. Hal ini diakibatkan ketika terjadinya kelahiran yang terus menerus maka akan menimbulkan trauma

21 pada serviks. Selain itu perubahan hormonal pada wanita yang mengalami kehamilan ketiga akan mempermudah terjadinya infeksi HPV dan pertumbuhan sel kanker. 5. Penggunaan kontrasepsi hormonal Penggunaan alat kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan risiko untuk menderita kanker serviks 1,53 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi hormonal. 6. Merokok Perilaku merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk menderita kanker serviks. Pernyataan ini dilatar belakangi oleh beberapa penelitian yang menyatakan bahwa lendir pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang terdapat dalam kandungan rokok. Adanya nikotin dan zat-zat tersebut dapat merusak daya tahan serviks secara optimal. Pernyataan tentang beberapa faktor risiko kanker serviks diatas juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hestuningtyas (2015) yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara jumlah paritas dengan kejadian kanker serviks dengan (p = 0,004 ; OR= 4,9). Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko lesi prakanker serviks. Penelitian ini dilakukan oleh Novya Dewi (2012) dengan hasil (p = 0,0001 ; OR = 4,75 ; 95% CI = 2,19-10,33). Namun, penulis belum mendapatkan penelitian yang menghubungkan dengan adanya faktor risiko menderita kanker serviks dengan perilaku deteksi dini kanker serviks.

22 2.5.6 Gejala Untuk Menderita Kanker Serviks Perilaku untuk melakukan deteksi dini kanker serviks dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan berasal dari faktor luar (ekternal). Salah satu faktor internal yang dapat menghubungkan perilaku individu untuk melakukan deteksi dini kanker serviks adalah timbulnya gejala untuk menderita kanker serviks. Adapun gejala dari kanker serviks adalah keputihan tidak normal, pendarahan tidak normal, dan mengalami rasa sakit yang aneh pada organ reproduksi (Savitri, 2015 : 199-121). Namun, beberapa penelitian yang berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks belum terdapat yang menghubungkan adanya gejala kanker serviks dengan perilaku untuk melakukan deteksi dini. 2.5.7 Persepsi Tentang Risiko Untuk Menderita Kanker Serviks Persepsi tentang risiko untuk terkena penyakit kanker serviks adalah pandangan ataupun kepercayaan individu, bahwa dirinya memiliki risiko untuk dapat menderita kanker serviks. Individu yang memiliki persepsi bahwa dirinya memiliki risiko untuk dapat menderita kanker serviks akan melakukan tindakan pencegahan dengan melaksanakan deteksi dini kanker serviks. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurcholis Arif Budiman, dkk (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi kerentanan terkena IMS dan HIV/AIDS dengan praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS dengan hasil uji didapatkan nilai p = 0,001. Jadi seseorang yang memiliki persepsi berisiko untuk terkena kanker serviks dan pengetahuan yang baik tentang kanker serviks akan memiliki perilaku yang positif untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.