TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN INFUS HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA DI KAMAR OPERASI

PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

PENGARUH PEMBERIAN MINUM AIR HANGAT TERHADAP KEJADIAN POST OPERATIVE NAUSEA VOMITTING

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P

MANFAAT IRIGASI HANGAT DURANTE OPERASI TERHADAP PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA BEDAH TUR PROSTAT

EFEKTIFITAS PEMBERIAN ELEMEN PENGHANGAT CAIRAN INTRAVENA DALAM MENURUNKAN GEJALA HIPOTERMI PASCA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

Fentanyl Intratekal Mencegah Menggigil Pasca Anestesi Spinal pada Seksio Sesaria

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN SELIMUT TEBAL DAN LAMPU PENGHANGAT PADA PASIEN PASCA BEDAH SECTIO CAESARIA

Sri Utari Masyitah Sony Dewi Anggraini ABSTRACT

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea. Fitri Yuliana, SST

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah infus, kandungan obat didalam infus sudah. menggatikan cairan tubuh yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPOTERMI PASCA GENERAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. patologis kadang membutuhkan tindakan pembedahan (sectio caesarea).

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH SESAR (SECTIO CAESAREA) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin, plasenta dan

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dengan prioritas utama pada upaya peningkatan kualitas pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

PENGARUH PENGGUNAAN MAGNESIUM SULFAT UNTUK MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI TERHADAP KADAR MAGNESIUM DARAH ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

ARTIKEL PENELITIAN. Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Agung Manggarai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENGARUH AMBULASI DINI TERHADAP WAKTU FLATUS PADA PASIEN POST OPERASI SECTIOCAESAREA DENGAN ANESTESI SPINALDI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO,

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan ibu maupun bayinya. kejadian SC di Cina, Mexico, Brazil lebih dari 35%. Angka kejadian terus

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN PASCA SECSIO SECAREA DI RUANG PEMULIHAN IBS RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA

PENGARUH DISCHARGE PLANNING TERHADAP KEMAMPUAN IBU POST SECTION CAESAREAN DALAM MERAWAT BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar. R, 2002). dengan jalan pembedahan atau sectio caesarea meskipun bisa melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang ` Di RSUD Muntilan, Magelang terdapat 80 persalinan normal setiap bulannya. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

BAB III METODE PENELITIAN. variabel yang akan diuji adalah berat badan berlebih dan penyembuhan luka

KOMPRES HANGAT ATASI NYERI PADA PETANI PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH DI KELURAHAN CANDI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

Budi Setyono, Lilis Murtutik, Anik Suwarni

IV-138 DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EFEKTIVITAS PEMBERIAN HOT-PACK TERHADAP HIPOTERMI PASIEN POST OPERASI SEKSIO CAESARIA DI RECOVERY ROOM

Kata kunci: mobilisasi dini, penyembuhan luka operasi, sectio caesarea(sc)

BAB I PENDAHULUAN. yang dilahirkan harus aman dan sehat serta membawa kebahagiaan bagi ibu dan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TRAMADOL DENGAN KOMBINASI TRAMADOL + KETOLORAC PADA PENANGANAN NYERI PASCA SEKSIO SESAREA

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengeluarkan bayi melalui insisi pada dinding perut dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

PERBEDAAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI BERDASARKAN JENIS PERSALINAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DAN POST SECTIO CAESAREA

BAB I PENDAHULUAN. tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi bedah sesar dengan status fisik ASA (American Society of Anesthesiologist)

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K.

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASKA OPERASI SECTIO CAESARIA

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN INFUS DENGAN NaCl HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO Virgianti Nur Faridah 1), Sri Hananto Ponco 2) Program Studi S1 Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Lamongan Email : virgianti_nf@yahoo.com 1) hanantoponco@yahoo.com 2).......ABSTRAK....... Secsio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Data yang didapat dari Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro, sebanyak 60% pasien post operasi secsio caesaria mengalami kejadian menggigil post operasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan infus dan irigasi intraabdomen dengan NaCl hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien post operasi secsio caesarea dengan anestesi spinal di Ruang Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. Desain penelitian ini menggunakan experimental (post test only controlled group desain). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 42 pasien SC yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 21 pasien kelompok perlakuan yang diberikan cairan infus dengan NaCl hangat dan 21 pasien kelompok kontrol yang diberikan cairan infus dengan NaCl suhu kamar. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan uji Uji Mann-Whitney (U -Test). Hasil penelitian didapatkan 1) Suhu tubuh pasien yang diberi cairan infus suhu ruangan saat post operasi sebagian besar 66,66% mengalami hipotermi dan menggigil derajat 1-4, dan menggigil terbanyak pada derajat 3, 2) Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar 95,24% suhunya normal dan tidak mengalami menggigil, 3) Pemberian cairan infus hangat efektif menurunkan kejadian menggigil pada pasien post operasi Sectio Caesaria teknik spinal anestesi di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro, hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 ( 0,05). Kata kunci : Cairan infus dengan NaCl Hangat, Menggigil, SC PENDAHULUAN... Secsio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Arif & Suprahaita, 2000 ). Saat ini pembedahan secsio caesarea jauh lebih aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotik, transfusi darah, teknik operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi yang lebih sempurna. Pada tahapan prosedur operasi secsio caesarea, sebelum menutup peritoneum sebagian dokter kandungan melakukan pencucian perut dengan menggunakan NaCl kurang lebih 500-1000 ml atau sesuai kebutuhan. Hal ini bertujuan untuk membersihkan abdomen dari sisa-sisa darah maupun ketuban (mekonial) agar tidak terjadi komplikasi perlengketan setelah operasi (Owen, 2005). Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam secsio caesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubungan dengan sikap mental pasien. Anestesia regional yang sering dipakai untuk tindakan secsio caesarea adalah anestesi spinal (Owen, 2005). Komplikasi anestesi spinal pada secsio caesarea diantaranya yaitu: hipotensi, bradicardi, PDPH, menggigil, mual muntah, SURYA 8 Vol.04, No.XX, Desember 2014

depresi nafas, total spinal. Pasien post operasi secsio caesarea dengan anestesi spinal yang dilakukan irigasi intra-abdomen biasanya mengeluh kedinginan. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurunkan suhu sekitar 1 2 C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi. Kondisi ini kemungkinan juga karena suhu kamar operasi yang dingin, atau juga ditunjang karena efek dari pencucian rongga abdomen yang dilakukan sebelum penutupan peritoneum. Himawan (2005), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa angka kejadian menggigil selama pemulihan anestesi antara 5% hingga 60%. Menggigil terjadi pada 40% yang mengalami pemulihan dari anesthesi umum, 50% pada pasien dengan suhu inti tubuh 35,5 C dan 90% pada pasien dengan suhu inti tubuh 34,5 C. Sementara kejadian menggigil pasca analgesia spinal bervariasi sekitar 36% sampai 60%. Data yang didapat dari laporan kegiatan pembedahan di Kamar Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro, rata-rata kasus sectio caesarea per bulan sebanyak 15-20 kasus, dimana 90% dilakukan dengan anastesi regional (SAB) dan sisanya dengan anastesi general. Dari 20 pasien tersebut, sebanyak 12 pasien (60%) mengalami kejadian menggigil post operasi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya angka kejadian menggigil post operasi secsio caesarea di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. Menggigil mengakibatkan konsumsi oksigen menjadi 2-3 kali lipat dan juga meningkatkan produksi karbondioksida, meningkatnya kebutuhan metabolisme pada pasien menggigil dapat mengakibatkan komplikasi pada pasien yang memiliki pintas intrapulmonal, curah jantung yang terbatas dan cadangan respirasi terbatas. Menggigil meningkatkan tekanan intrakranial dan tekanan intraocular (Buggy & Crossley, 2000). Kadar katekolamin plasma darah akan meningkat, gangguan jantung berupa iskemia otot jantung dapat terjadi pada pasien yang menggigil. Menggigil juga dapat mengakibatkan rasa nyeri pada luka operasi karena terjadi rengangan pada luka operasi (Roy et al, 2004). Oleh karena itu, menggigil harus segera diatasi. Harus diambil tindakan untuk memastikan bahwa pasien yang menjalani pembedahan abdomen terlindung dari penurunan panas tubuh. Selain lingkungan sekitar pasien harus tetap dijaga kehangatannya, cairan irigasi intraabdomen juga harus dihangatkan terlebih dahulu mendekati suhu tubuh normal untuk memperkecil pengeluaran panas (Sessler & Ponte, 1990). Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi menggigil pasca operasi antara lain adalah menjaga suhu tubuh tetap normal selama tindakan pembedahan atau pemberian obat-obatan. Menggigil dapat dicegah diantaranya dengan cara: pengaturan suhu kamar operasi, penggunaan sistem pemanas udara bertekanan, penggunaan cairan kristaloid yang dihangatkan (untuk keseimbangan cairan intravena, untuk irigasi luka pembedahan, untuk prosedur cistoscopi), menghindari genangan darah atau cairan di meja operasi dan ruang pemulihan yang hangat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan infus dan irigasi intra-abdomen dengan NaCl hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien post operasi secsio caesarea dengan anestesi spinal di Ruang Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. METODE PENELITIAN.. Desain penelitian ini menggunakan experimental (post test only controlled group desain). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 42 pasien SC yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 21 pasien kelompok perlakuan yang diberikan cairan infus dengan NaCl hangat dan 21 pasien kelompok kontrol yang diberikan cairan infus dengan NaCl suhu kamar. Data yang terkumpul SURYA 9 Vol.04, No.XX, Desember 2014

kemudian dianalisis dengan uji Uji Mann- Whitney (U-Test). HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi Cairan Infus Suhu Ruangan Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus garam fisiologis suhu ruangan (24 ᵒC-26ᵒC) dikategorikan menjadi 2, yaitu normal (36ᵒC - 37ᵒC) dan hipotermi (< 36ᵒC). Sedangkan kejadian menggigil dibedakan menjadi 5, yaitu skor 0= tidak menggigil; skor 1= tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot leher; skor 2= tremor yang nyata pada otot dada; skor 3= tremor intermiten seluruh tubuh; skor 4= aktivitas otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus menerus. Distribusi suhu tubuh dan kejadian menggigil pada responden yang diberi cairan infus suhu ruangan dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 1 Distribusi Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi Cairan Infus Suhu Ruangan Saat Pre dan Post di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro No. Pre Post f % f % 1. Suhu Tubuh a. Normal 21 100,00 8 38,10 b. Hipotermi 0 0 13 61,90 Total 21 100,00 21 100,00 2. Derajat Menggigil a. 0 21 100,00 7 33,33 b. 1 0 0 1 4,76 c. 2 0 0 4 19,05 d. 3 0 0 8 38,10 e. 4 0 0 1 4,76 Total 21 100,00 21 100.00 Pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga seluruhnya tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat post operasi sebagian besar suhunya mengalami hipotermi sebesar 61,90% dan sebagian besar mengalami menggigil derajat 1-4, sedangkan derajat menggigil terbanyak pada skor 3 sebesar 38,10%. 2) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi Cairan Infus Hangat Responden diberi cairan infus hangat artinya responden diberi infus cairan garam fisiologis yang sebelumnya sudah dimasukkan kedalam box warmer yang mempunyai suhu (37,7 ᵒC - 40ᵒC). Suhu tubuh dikategorikan menjadi 2, yaitu normal (36 ᵒC - 37ᵒC) dan hipotermi (< 36ᵒC). Sedangkan kejadian menggigil dibedakan menjadi 5, yaitu skor 0= tidak menggigil; skor 1= tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot leher; skor 2= tremor yang nyata pada otot dada; skor 3= tremor intermiten seluruh tubuh; skor 4= aktivitas otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus menerus. Distribusi suhu tubuh dan kejadian menggigil pada responden yang diberi cairan infus hangat dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 2 Distribusi Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi Cairan Infus Hangat Saat Pre dan Post di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro SURYA 10 Vol.04, No.XX, Desember 2014

No. Pre Post f % f % 1. Suhu Tubuh a. 21 100,00 20 95,24 Normal b. Tidak Normal 0 0 1 4,76 Total 21 100,00 21 100,00 2. Derajat Menggigil a. 0 21 100,00 20 95,24 b. 1 0 0 1 4,76 c. 2 0 0 0 0 d. 3 0 0 0 0 e. 4 0 0 0 0 Total 21 100,00 21 100.00 Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga semua responden tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal sebesar 95,24% dan sebagian besar responden tidak mengalami menggigil (skor 0) sebesar 95,24% 3) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Pre Dan Post (1) Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Pre Distribusi pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik Spinal Anestesi saat pre dapat dijelaskan pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3 Pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik Spinal Anestesi saat pre di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro No. Cairan Infus Derajat Menggigil Pre f % 0-4 F % 1. Suhu Ruangan 21 100 21 100 Jumlah 21 100 21 100 2. Hangat 21 100 21 100 Jumlah 21 100 21 100 Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa semua responden saat pre operasi memiliki suhu normal 100% dan tidak menggigil 100%. (2) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Post Untuk mengetahui efektifitas pemberian cairan infus suhu ruangan dibanding cairan infus hangat terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik Spinal Anestesi saat post dilakukan analisis data dengan SPSS For Windows versi 16.0 yaitu dengan uji Mann Whitney. Tabel 4 Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus Hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Saat Post Di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro SURYA 11 Vol.04, No.XX, Desember 2014

No. Cairan Infus Pengaruh pemberian cairan infus dengan NaCl hangat Terhadap kejadian menggigil pada Derajat Menggigil Post 0 1 2 3 4 F % f % f % f % f % F % 7 33 1 4,7 4 19 8 38 1 4,7 21 100 1. Suhu Ruang Jumlah 7 33 1 4,7 4 19 8 38 1 4,7 21 100 2. Hangat 20 95 1 4,7 0 0 0 0 0 0 21 100 Jumlah 20 100 1 4,7 0 0 0 0 0 0 21 100 Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa pada responden yang diberikan cairan infus suhu ruangan kamar operasi sebagian besar mengalami menggigil, dari jumlah responden yang menggigil sebagian besar menggigil derajat 3 sebesar 38,10%. Sedangkan pada responden yang diberikan cairan infus hangat sebagian besar mengalami tidak menggigil atau derajat 0 sebesar 95,24%. Setelah dilakukan analisis dengan uji Mann Whitney dan hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 (p 0,05) yang berarti H 1 diterima, dan Hₒ ditolak, yaitu ada perbedaan antara kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal yang telah diberikan cairan infus suhu ruangan dengan yang diberikan cairan infus hangat, artinya bahwa pemberian cairan infus hangat efektif dibanding cairan infus suhu ruangan terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal anestesi di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro. PEMBAHASAN 1) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Responden Yang Diberi CairanInfus Suhu Ruangan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh pasien SC teknik Spinal anestesi yang diberi cairan infus suhu ruangan saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga seluruhnya tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh pasien SC teknik Spinal anestesi yang diberi cairan infus suhu ruangan (24 ᵒC - 26ᵒC) saat post operasi sebagian besar suhunya mengalami hipotermi (suhu tubuh < 36ᵒC) sebesar 61,90% dan sebagian besar mengalami menggigil derajat 1-4, sedangkan derajat menggigil terbanyak pada skor 3 sebesar 38,10%. Menurut Sessler (2000) bahwa tindakan anestesi Spinal terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer, hal ini menyebabkan hipotermi. Menurut Buggy & Crossley (2000) bahwa terjadinya hipotermi akan merangsang vasokonstriksi dan menggigil, menggigil merupakan refleks dibawah kontrol dari hipotalamus. Mekanisme ini untuk meningkatkan Core temperature. Core temperature (central blood temperature) biasanya turun 1ᵒC 2ᵒC pada satu jam pertama selama anestesi umum (fase I), kemudian diikuti dengan penurunan secara gradual selama 3 4 jam berikutnya (fase II) dan p ada akhirnya berada pada keadaan menetap (fase III). Menurut Sessler & Ponte (1990), penyebab hipotermi yang lain adalah tereksposnya tubuh terhadap ruang operasi dengan lingkungan yang dingin, memberikan cairan infus atau tranfusi darah dengan suhu lingkungan ruang operasi yang dingin atau tidak dihangatkan saat sebelum, selama, dan setelah tindakan anestesi. Bila sudah terjadi hipotermi, untuk meningkatkan temperatur inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan menggigil. Hasil penelitian sesuai pendapat para ahli bahwa responden pada saat pre operasi sudah diminimalkan faktor penyebab hipotermi dan menggigil yaitu usia 20-35 tahun, suhu tubuh sebelum dioperasi 36ᵒC - 37ᵒC, suhu ruang kamar operasi 24ᵒC - 26ᵒC, dan responden tidak menggigil. Tetapi fakta membuktikan bahwa responden yang diberi cairan infus suhu ruangan sebagian besar saat post operasi mengalami hipotermi dan menggigil sampai derajat 4 dan terbanyak adalah SURYA 12 Vol.04, No.XX, Desember 2014

menggigil derajat 3 (tremor intermiten seluruh tubuh). Hal ini terjadi karena responden mendapatkan anestesi spinal dan pemberian cairan infus suhu ruangan kamar opearasi. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-2ᵒC, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dan menyebabkan hipotermi. Bila sudah terjadi hipotermi tubuh akan meningkatkan temperatur inti tubuh sebagai kompensasinya tubuh akan mengigil. 2) Suhu Tubuh dan Kejadian Menggigil Pada Pasien Yang Diberi Cairan Infus Hangat Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga semua responden tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal sebesar 95,24% dan sebagian besar responden tidak mengalami menggigil (skor 0) sebesar 95,24%. Menurut Morgan (2006) bahwa menggigil merupakan suatu mekanisme tubuh yang terjadi untuk meningkatkan pembentukan panas. ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan temperatur tubuh mengadakan prosedur untuk meningkatkan suhu tubuh dengan cara vasokontriksi kulit keseluruh tubuh yang merupakan rangsangan pusat simpatis hipotalamus posterior, dan peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolisme dengan cara menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas dan sekresi tiroksin. Menurut Buggy & Crossley (200 0) bahwa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi menggigil saat anestesi antara lain adalah menjaga suhu tubuh tetap normal selama tindakan pembedahan. Pendekatan yang ditempuh dapat berupa non farmakologis menggunakan konduksi panas, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap sistem regulasi tubuh terhadap menggigil seperti pemberian cairan infus yang dihangatkan. Menurut Smith (2005) bahwa pemberian cairan infus yang dihangatkan dapat diberikan pada pasien yang dioperasi pada periode pre, durante sampai post operasi dengan metode yang mudah, murah dan aman. Pemberian cairan infus yang dihangatkan dapat mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil. Hasil penelitian sesuai dengan pendapat para ahli bahwa pada responden diberikan cairan infus garam fisiologis yang dihangatkan ( 37,7ᵒC - 40ᵒC) dengan Fluid Box Warmer dan diberikan melalui intravena 300 ml dalam 15 menit pertama, selanjutnya 700 ml pada jam pertama. Pemberian selanjutnya sesuai kekurangan cairan. Cairan infus hangat ini bertujuan untuk mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil. Walaupun responden mengalami tindakan anestesi Spinal yaitu terjadi blok pada sistem simpatis sehingga terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari kompartemen sentral ke perifer dan menyebabkan hipotermi. Namun setelah dilakukan observasi pada saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal (tidak hipotermi) dan juga sebagian besar responden tidak mengalami menggigil. Dengan demikian maka pemberian cairan infus hangat dapat digunakan sebagai metode untuk mencegah mengigil pada pasien SC teknik anestesi spinal. SURYA 13 Vol.04, No.XX, Desember 2014

3) Efektifitas Pemberian Cairan Infus Suhu Ruangan Dibanding Cairan Infus hangat Terhadap Kejadian Menggigil Pada Pasien SC Teknik Spinal Anestesi Pre Dan Post Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pada responden yang diberikan cairan infus suhu ruangan kamar operasi sebagian besar menggigil dan dari jumlah responden yang menggigil sebagian besar menggigil derajat 3 sebesar 38,10%. Sedangkan pada responden yang diberikan cairan infus hangat sebagian besar tidak menggigil atau derajat 0 sebesar 95,24%. Setelah dilakukan analisis dengan uji Mann Whitney dan hasilnya Z= -4,219 dan p = 0,000 (p 0,05) yang berarti H 1 diterima, dan Hₒ ditolak, yaitu ada perbedaan antara kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal yang telah diberikan cairan infus suhu ruangan dengan yang diberikan cairan infus hangat, artinya bahwa pemberian cairan infus hangat efektif dibanding cairan infus suhu ruangan terhadap kejadian menggigil pada pasien SC teknik spinal anestesi di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro. Menurut Sessler (2000), Menggigil mengakibatkan konsumsi oksigen menjadi 2-3 kali lipat dan juga meningkatkan produksi karbondioksida. Meningkatnya kebutuhan metabolisme pada pasien menggigil dapat mengakibatkan komplikasi pada pasien yang memiliki pintas intrapulmonal, curah jantung yang terbatas dan cadangan respirasi terbatas. Menggigil meningkatkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular. Kadar katekolamin plasma darah akan meningkat pada pasien yang menggigil. Gangguan jantung berupa iskemia otot jantung dapat terjadi pada pasien yang menggigil. Menggigil juga dapat mengakibatkan rasa nyeri pada luka operasi karena terjadi renggangan pada luka operasi. Menurut Buggy & Crossley (2000), strategi khusus untuk pengendalian temperatur tubuh secara non farmakologis antara lain adalah mempertahankan temperatur ruang operasi yang sesuai dengan usia dewasa yaitu 24ᵒC - 26ᵒC, pemberian cairan intravena atau cairan infus yang dihangatkan. Sehingga kehilangan panas secara konduksi dapat dikurangi bila cairan garam fisiologis dihangatkan terlebih dahulu yaitu 37,7ᵒC - 40ᵒC yang diberikan intravena. Hal ini dapat mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku (Guyton & Hall, 2007). Hasil penelitian sesuai dengan pendapat para ahli bahwa mengatasi menggigil bisa dengan obat dan mekanis. Obat yang diberikan antara lain klonodin, magnesium sulfat, meperidine dan lain-lain. Namun pemberian obat tersebut mempunyai efek samping yang ringan sampai berbahaya. Dengan pemberian cairan infus garam fisiologis yang dihangatkan (37,7ᵒC - 40ᵒC) dengan Fluid Box Warmer melalui intravena. Cairan infus hangat ini bertujuan untuk mempertahankan temperatur inti tubuh, mencegah hipotermi dan kejadian menggigil dengan mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku. Pemberian infus hangat ini mudah dilaksanakan, murah dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya atau aman. Walaupun responden mengalami tindakan anestesi Spinal yang mempunyai efek samping hipotermi. Namun setelah dilakukan observasi pada saat post operasi sebagian besar responden suhunya SURYA 14 Vol.04, No.XX, Desember 2014

normal (tidak hipotermi) dan juga sebagian besar responden tidak mengalami menggigil. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian cairan infus hangat dapat digunakan sebagai metode yang efektif untuk mencegah dan mengatasi mengigil pada pasien SC teknik anestesi spinal. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kesimpulan 1) Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat pre operasi seluruhnya normal dan tidak menggigil (skor 0). Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat post operasi sebagian besar 66,66% mengalami hipotermi dan menggigil derajat 1-4, dan menggigil terbanyak pada derajat 3 (tremor intermiten seluruh tubuh). 2) Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre operasi seluruhnya normal dan tidak menggigil (skor 0). Sedangkan suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi sebagian besar 95,24% suhunya normal dan tidak mengalami menggigil (skor 0). 3) Pemberian cairan infus hangat efektif menurunkan kejadian menggigil pada pasien post operasi Sectio Caesaria teknik spinal anestesi di Kamar RS Aisyiyah Bojonegoro, hasilnya Z= - 4,219 dan p = 0,000 ( 0,05). 2. Saran Penggunaan cairan infus hangat disosialisasikan di kamar operasi rumah sakit sehingga memberikan kenyamanan pada pasien. Fluid Box Warmer yang sudah ada harap digunakan sebaikbaiknya. Fluid Box Warmer saat penelitian ini menggunakan pemanas bola lampu dan termostat. Selanjutnya perlu dikembangkan Fluid Box Warmer yang lebih baik dan stabil. DAFTAR PUSTAKA...... Arif, M & Suprohaita. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI Buggy, D.J., & Crossley, A.W. (2000). Thermoregulation, Mild Preoperative Hypothermia And Post Anesthetic Shivering. Brj Anaesth Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologis. Edisi XI, Jakarta: EGC Himawan, S (2005). Perbandingan Efektifitas Antara Tramadol Dan Meperidin Untuk Pencegahan Menggigil Pasca Anestesi Umum. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/17647/1/hi mawan_sasongko.pdf pada 20 Juli 2013 Morgan, G.E. (2006). Patients Monitors. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ eds. Clinical Anesthesiology. Stamford: Appleton & Lange: 147-150. Owen, P. (2005). Caesarean Section. Diakses dari http://www.netdoctor.co.uk. pada 20 Juli 2013 Roy, J.D., Girard, M., & Drolet, P. (2004). Intrathecal Meperidine Decrease Shiverin During Cesarean Delivery Under Spinal Anesthesia, Anesthesia Analgesia; 98: 230-4. Sessler, D.I. (2000). Consequences of Mild Intra Operative Hypotermia. In Kirby RR editor, anesthesia 5 th ed. New York: Curchill Livingstone Inc SURYA 15 Vol.04, No.XX, Desember 2014

Sessler, D.I., & Ponte, J. (1990). Shivering During Epidural Anesthesia. Anesthesiology Smith, G.F. (2005). Anaesthetic. Diakses dari http//www.netdoctor.co.uk. pada 21 Juli 2013. SURYA 16 Vol.04, No.XX, Desember 2014