BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

Nova Faradilla, S. Ked

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BY : Cang Cool gitu loh. Bismillah hirrahmanirrahim Ass. Wr. Wb

( CKD ) Pembimbing :

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

Kondisi Kesehatan Ginjal Masyarakat Indonesia dan Perkembangannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara nyata maupun potensial berpengaruh pada out come yang diinginkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

PRINSIP MANAJEMEN PENYAKIT GINJAL KRONIK

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PengertianDrug Related Problems Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB 2. Universitas Sumatera Utara

Profil pasien penyakit ginjal kronik yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juni 2014 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien di ruang 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Pengertian Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai dengan kelainan struktural maupun fungsional yang berlangsung lebih dari tiga bulan serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular Filtrate Rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2. Pada PGK didapatkan kelainan komposisi darah, urin maupun kelainan tes pencitraan ( imaging). 18 Keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap dan bersifat ireversibel disebut sebagai penyakit ginjal kronik, dimana akan terjadi kerusakan total fungsi ekskresi yang dapat mengancam jiwa. Penyakit ginjal dikategorikan sebagai PGK bila memenuhi kriteria berikut : 8,18 1) Kerusakan ginjal berlangsung lebih dari tiga bulan. 2) GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2. GFR merupakan indeks pengukuran fungsi ginjal dimana nilai normal pada dewasa sekitar 125 ml/min per 1,73 m² 3) Kelainan struktural atau fungsional dengan manifestasi berupa: kelainan patologis, albuminuria, abnormalitas sedimen urin, riwayat transplantasi ginjal, dan kelainan imaging. 8

9 Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 yang mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF -KDQOL) tahun 2002, PGK diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan GFR, yaitu : 8 Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan GFR Stadium Penjelasan GFR (ml/min/1.73m 2 ) 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat 90 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan 60-89 3a Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai sedang 45-59 3b Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga berat 30-44 4 Kerusakan ginjal dengan penurunan berat GFR 15-29 5 Gagal ginjal < 15 Dikutip dari: KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease. 8 Berdasarkan peningkatan albumin dalam urin, KDIGO 2012 mengklasifikasikan PGK menjadi tiga kategori. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi PGK berdasarkan albuminuria Kategori AER (Albumin excretion rate) ACR (Albumin creatinine ratio) mg/24 jam mg/mmol mg/g Penjelasan (albuminuria) 1 < 30 <3 <30 normal atau meningkat 2 30-300 3-30 30-300 peningkatan sedang 3 >300 >30 >300 peningkatan berat Dikutip dari: KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease. 8

10 2.1.2 Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik Prevalensi PGK pada tahun 1999-2006 di Amerika ialah sekitar 11,5% dengan stadium 1-2 sebanyak 4,8% dan stadium 3 5 sebanyak 6,7%, serta 47% terjadi pada usia lebih dari 70 tahun. Prevalensi PGK dengan penurunan fungsi ginjal (nilai GFR kurang dari 60 ml/min per 1,73 m 2 ) sebesar 10% pada populasi dewasa, sedangkan 5% populasi dewasa mengalami kerusakan ginjal dengan albumin urin sekitar 30 mg/g kreatinin tanpa penurunan GFR. Kejadian PGK akan terus meningkat hingga 20 tahun yang akan datang dan diperkirakan insidensi PGK pada tahun 2020 ialah 28 juta kasus dan meningkat menjadi 38 juta kasus pada tahun 2030. 18,19 Berdasarkan data dari Taiwan Society of Nephrology (TSN) dilaporkan bahwa insidensi penderita ESRD meningkat 2,6 kali dari 126 kasus per juta penduduk menjadi 331 kasus per juta penduduk pada tahun 1990-2001. Pada tahun 2007, TSN menyatakan terdapat 48.072 pasien menjalani terapi HD dan 4.465 menjalani peritoneal dialisis. 20 Menurut IRR tahun 2012, penyakit utama terbanyak pada unit HD di Indonesia ialah ESRD sekitar 83% (13.213 orang) dan tertinggi ditempati oleh Provinsi Jawa Barat yaitu 3.359 orang sedangkan untuk Jawa Tengah dengan angka yang cukup tinggi yaitu 366 orang. 2

11 2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko Penyakit Ginjal Kronik Penyebab PGK berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. National Health Insurance (NHI) menyatakan bahwa pertambahan usia, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia dan jenis kelamin berhubungan dengan faktor resiko terjadinya PGK. 20 Faktor resiko terpenting terjadinya PGK ialah hipertensi dengan prevalensi 74,5 juta dan diabetes sekitar 23,6 juta. Secara keseluruhan, diabetes didapatkan pada 44% pasien ESRD dan hipertensi pada 28% pasien ESRD. Kemudian 72% pasien ESRD memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes. Obesitas, sindrom metabolik dan riwayat keluarga juga merupakan faktor resiko PGK. 1 Berikut beberapa faktor resiko penyebab penyakit ginjal kronik : 8 1. Faktor klinis: a. Diabetes. b. Hipertensi. c. Penyakit Autoimun. d. Neoplasma. e. Infeksi sistemik maupun infeksi saluran kencing dan batu saluran kencing f. Riwayat keluarga menderita PGK dan riwayat acute ranal failure (AKI) g. Nefrotoksin (analgetik, aminoglikosida, amfoterisin, radiokontras). 2. Faktor sosiodemografi a. Usia tua b. Terpapar zat kimia

12 c. Jenis kelamin d. Pendidikan dan sosial ekonomi rendah Pernefri pada tahun 2012 mencatat penyebab penyakit gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 4. Tabel 4. Penyebab penyakit ginjal di Indonesia Penyebab Insidensi Jumlah Penyakit ginjal hipertensi 35% 5.654 Nefropati diabetika 26% 4.199 Glomerulopati primer 12% 1.966 Nefropati obstruksi 8% 1.237 Pielonefritis kronik 7% 1.083 Nefropati asam urat 2% 224 Ginjal polikistik 1% 169 Nefropati lupus 1% 163 Sebab lain 6% 989 Tidak diketahui 2% 356 Dikutip dari : Indonesian renal registry. 5 th report of indonesian renal registry 2012. 2012;12 3. 2 2.1.4 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Penyakit Ginjal Kronik Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Ginjal normal memiliki sekitar satu juta nefron yang memberikan kontribusi terhadap nilai GFR. Terjadinya suatu cedera ataupun kerusakan ginjal masih dapat dipertahankan proses pembersihan zat plasma terlarut oleh ginjal dengan adanya kompensasi berupa hipertrofi yang diperentarai oleh molekul seperti sitokin dan growth factor. 21 Hipertrofi nefron akan diikuti oleh proses hiperfiltrasi glomerulus yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses

13 adaptasi ini berlangsung singkat dan akan diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa sehingga menyebabkan penurunan progresif fungsi nefron, meskipun penyakit yang mendasari sudah tidak aktif lagi. Peningkatan tekanan kapiler glomerulus akan merusak kapiler dan menyebabkan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) yang dapat berlanjut menjadi kerusakan glomerulosklerosis secara global. 21,22 Hiperfiltrasi akan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) yang diperantarai oleh transforming growth factor β (TGF-β). Peningkatan RAAS berperan dalam terjadinya hipertensi dan peningkatan permeabilitas glomerulus berperan dalam terjadinya proteinuria. Beberapa faktor seperti hipertensi, albuminuria, hiperlipidemia, hiperglikemia, hiperfosfatemia dan diabetes yang tidak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas PGK hingga menyebabkan sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. 21 Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan penurunan GFR dan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Penurunan GFR sebesar 60% atau PGK stadium 1-3 dengan kadar urea dan kreatinin serum normal atau sedikit meningkat biasanya belum menimbulkan gejala klinis (asimtomatik). Akan tetapi, penurunan GFR < 30 ml/min/1,73m 2 (PGK stadium 4-5) mulai menimbulkan keluhan berupa nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan hingga menimbulkan tanda uremia seperti anemia, hipertensi, gangguan metabolisme fosfor

14 dan kalsium, pruritus dan sebagainya. Pada GFR <15 % akan terjadi gagal ginjal dan memerlukan terapi pengganti ginjal. 21 Penurunan GFR akan menimbulkan manifestasi seperti anemia, hipertensi,proteinuria, asidosis, hiperfosfatemia, hiponatremi, uremia, hiperkalemia, hipokalsemia dan lain-lain. 23 Kerusakan ginjal akan menurunkan produksi eritropoetin sehingga tidak terbentuknya eritrosit yang menimbulkan anemia dengan gejala pucat, kelelahan dan aktivitas fisik bekurang. Proteinuria merupakan tanda terjadinya kerusakan ginjal. Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan permeabilitas glomerulus meningkat sehingga molekul protein seperti albumin akan bebas melewati membran filtrasi. Selain itu, fungsi filtrasi yang terganggu akan menyebabkan akumulasi urea dalam darah (uremia). 8 Hipertensi timbul akibat kerusakan fungsional ginjal yang mengaktifkan pelepasan renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan oleh converting enzyme diubah menjadi angiotensin II. Kemudian timbul efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 23 Hiperfosfatemia terjadi karena penurunan GFR menyebabkan ekskresi fosfat meningkat dan fosfat akan berikatan dengan Ca 2+ yang membentuk kalsium fosfat. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap dan menyebabkan nyeri sendi dan pruritus. Pada PGK dapat terjadi asidosis metabolik yang menyebabkan rasa mual, muntah, anoreksia dan lelah.asidosis metabolik meningkatkan konsentrasi ion

15 H + dalam sel ginjal sehingga meningkatkan sekresi hidrogen sedangkan sekresi kalium berkurang. Hal ini menyebabkan hiperkalemia yang menyebabkan kelemahan otot. 8 2.1.5 Diagnostik 1) Gambaran Klinis Manifestasi klinis pasien PGK sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti hipertensi, hiperurisemi, diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, Lupus eritomatosus sistemik. Bila menimbulkan sindrom uremia maka gejala yang timbul berupa lemah, anoreksia, mual,muntah, nokturia, letargi, kelebihan volume cairan ( volume overload), uremic frost, perikarditis, neuropati perifer, pruritus, kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida). 21 2) Gambaran Laboratorium Pemeriksaan GFR dan kadar kreatinin serum penting pada pasien PGK untuk menilai fungsi ginjal. Kadar elektrolit seperti sodium, potassium klorida dan bikarbonat dapat menentukan kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia atau hipokalemia, hiponatremia, hiperkloremia atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik. 21

16 3) Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis penyakit gagal ginjal kronik berupa foto polos, USG, Pielografi dan renografi. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Pielografi intravena bersifat toksik dan kontras sering tidak bisa melewati glomerulus sehingga jarang dikerjakan. Pielografi antegrad atau retrograd dan renografi dikerjakan bila ada indikasi. 21,24 2.1.5 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik Tatalaksana PGK tergantung pada derajat atau stadium dari penyakit tersebut. Tatalaksana sesuai derajatnya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Tatalaksana PGK Derajat 1 GFR (ml/mnt/1,73m2) 90 Rencana Tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan ( progression) fungsi ginjal, dan meminimalisir risiko kardiovaskular. 2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal. 3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi. 4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal. 5 < 15 Terapi pengganti ginjal (Hemodialisis). Dikutip dari : KDOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease. 25 2.1.5.1 Hemodialisis Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan

17 keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal. Pada umumnya hemodialisis dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu dengan waktu 4-5 jam setiap hemodialisis. 26 Hemodialisis berfungsi untuk mengeluarkan sisa garam dan cairan berlebih untuk mencegah penumpukan molekul kimia didarah serta menjaga tekanan darah. Hemodialisis merupakan suatu proses difusi dan filtrasi zat terlarut melewati suatu membran semipermeabel yang akan mengeluarkan molekul urea, kreatinin, elektrolit dan mempertahankan bikarbonat serta dapat mengadsorbsi protein seperti sitokin, interleukin yang bermanfaat pada keadaan inflamasi atau sindrom uremia. 27,28 Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDQOI) 2006, indikasi dilaksanakan terapi HD yaitu : 25 1) Kelebihan cairan yang sulit dikendalikan dan hipertensi. 2) Asidosis metabolik refrakter. 3) Hiperkalemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi. 4) Hiperfosfatemia refrakter terhadap terapi diit dan farmakologi. 5) Penurunan kualitas hidup dan kapasitas fungsional tanpa sebab yang jelas. 6) Anemia refrakter. 7) Terdapatnya malnutrisi dan penurunan berat badan. 8) Indikasi segera berupa gangguan neurologis, leuritis, perikarditis dan pemanjangan waktu perdarahan.

18 Kontraindikasi absolut dilakukan HD ialah tidak terdapatnya akses vaskular dan kontra relatif seperti kesulitan menemukan akses vaskular, fobia jarum gagal jantung dan koagulopati. 6 Akses vaskular dialisis dapat berupa fistula (arteri -vena), graft, dan kateter intra vena. Akses fistula dibuat dengan melakukan anastomosis arteri vena dan merupakan pilihan pertama karna dapat mengalirkan darah hingga 300 ml/menit. Graft dilakukan bila diameter vena kecil atau vena telah mengalami kerusakan. Sedangkan kateter dimasukkan ke vena dekat leher atau dada dan digunakan pada dialisis periode singkat. 27 Dializer memiliki dua bagian yaitu bagian yang berhubungan dengan aliran dan bagian yang dinamakan dialisat. Gambar 1. Dialisat dan proses hemodialisis. 27

19 Terapi HD biasanya dilakukan 3 kali seminggu dan tiap terapi membutuhkan waktu sekitar 4 jam atau lebih tergantung dengan kebutuhan. Jumlah terapi HD tergantung pada kerja ginjal, seberapa banyak pertambahan cairan setiap kali terapi, berat badan, molekul sisa didarah dan tergantung tipe pengganti ginjal yang digunakan. 27 Terapi HD yang lebih lama menunjukkan hasil yang lebih baik di Eropa dan Asia. Pasien dengan peningkatan berat badan saat terapi berisiko tinggi mengalami kematian. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya penurunan tekanan darah, berkurangnya kebutuhan akan obat hipertensi pada pasien yang menerima terapi HD jangka panjang. Kemudian kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan dengan meningkatkan frekuensi terapi HD. 28 Komplikasi akut tersering selama menjalani HD ialah hipotensi terutama pada pasien dengan diabetes. Hal ini terjadi karena bebarap faktor seperti ultrafiltasi yang terlalu besar, penurunan kemampuan vasoaktif dan penggunaan antihipertensi berlebihan. Selain itu kram otot sering terjadi selama dialisis, namun belum diketahui penyebabnya. Hal ini dikaitkan dengan gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan yang berlebihan dan pemakaian dialisat rendah sodium. Sedangkan komplikasi jangka panjang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan faktor resiko seperti diabetes, inflamasi kronik anemia, dislipidemia dan perubahan hemodinamik kardiovaskular selama dialisis. 6

20 2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi Kualitas Hidup Berdasarkan KDOQI, penyakit ginjal kronik dibagi atas 5 stadium dimana pada stadium akhir memerlukan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Perbedaan pilihan terapi akan memberikan efek yang berbeda terhadap keadaan fisik, psikis maupun sosial. PGK stadium awal mempengaruhi aktivitas sehari-hari sedangkan PGK tahap akhir akan mempengaruhi kualitas hidup. 29 WHO menyatakan bahwa kualitas hidup merupakan suatu persepsi individu terhadap dirinya dalam konteks budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Konsep ini berhubungan dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, dan keyakinan pribadi. Kualitas hidup merupakan persepsi yang subjektif, dimana penderita yang lebih mengetahui keadaannya dan bagaimana sesuatu hal mempengaruhi aktivitas hidup, dan pekerjaan. 30 Memonitor kualitas hidup pasien adalah suatu hal yang penting karena kualitas hidup tidak hanya sebagai dasar kesehatan tetapi memiliki hubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas seseorang. Hubungan tersebut akan terlihat jelas ketika banyak faktor yang muncul saat parameter yang bersangkutan diukur dan dianalisis. 29 WHO membagi kualitas hidup dalam empat kategori yaitu :

21 1) Keadaan Fisik Dilihat dari aktivitas sehari-hari, ketergantungan terhadap obat dan bantuan orang lain, kemampuan bergerak, perasaan nyeri, kenyamanan, keadaan tidur dan kapasitas kerja. 2) Keadaan Psikis Keadaan psikis dilihat dari tampilan pasien, pemikiran pasien apakah selalu berpikir positif atau negatif, pola pikir, dan menilai daya ingat dan konsentrasi pasien. 3) Hubungan Sosial Melihat bagaimanakah hubungan pasien dengan orang lain, apakah ada pihak yang memberi dukungan dan keadaan dari aktivitas seksual. 4) Lingkungan Keadaan fisik lingkungan seperti apakah ada polusi, kebisingan yang akan berpengaruh pada kualitas hidup. Keadaan finansial, akses dan kualitas pelayanan kesehatan, dan keadaan di lingkungan sekitar juga akan mempengaruhi kualitas hidup. 29 2.2.2 Kidney Disease Quality of Life Short Form TM 1.3 (KDQOL SF TM 1.3) Terdapat beberapa instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup yang meliputi keadaan fisik, psikologis dan hubungan sosial seperti : Kidney Disease Quality Of Life Short Form 36 (KDQOL SF 36), WHOQOL-BREF, dan Quality Of Life Index (QLI). KDQOL merupakan salah satu instrumen untuk menilai kualitas

22 hidup dan sudah dikembangkan sejak tahun 1994 serta banyak digunakan pada penelitian. 31 KDQOL SF TM 1.3 adalah instrumen pengukuran kualitas hidup pada pasien PGK yang dikombinasikan dengan instrumen SF-36. Alat ukur ini merupakan alat ukur khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PGK dan pasien yang menjalani dialisis. Kuesioner ini terdiri dari 24 pertanyaan dengan 19 kategori meliputi: 1). Target untuk penyakit ginjal a. Gejala/permasalahan klinis yang dialami (12 item) b. Efek dari penyakit ginjal (8 item) c. Tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal (4 item) d. Status pekerjaan (2 item) e. Fungsi kognitif (3 item) f. Kualitas interaksi sosial (3 item) g. Fungsi seksual (2 item) h. Kualitas tidur (4 item) i. Dukungan sosial (2 item) j. Kualitas pelayanan staf unit dialisis (2 item) k. Kepuasan pasien (1 item) 2). Item skala survei SF-36 a. Fungsi fisik (10 item)

23 b. Peran fisik (4 item) c. Persepsi rasa sakit (2 item) d. Persepsi kesehatan umum (5 item) e. Emosi (5 item) f. Peran emosional (3 item) g. Fungsi sosial (2 item) h. Energi/kelelahan (4 item) Pengukuran kuesioner KDQOL SF 1.3 menggunakan program komputer dengan skor setiap ketegori berkisar antara 0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh menandakan kualitas hidup yang semakin baik. 32 2.3 Kualitas Hidup pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Kualitas hidup pasien PGK yang menjalani terapi HD dipengaruhi oleh faktor sosial demografis dan beberapa faktor lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi, yaitu : 33 1) Jenis kelamin. Wanita cendrung mengalami kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pria.

24 2) Usia 3) Pasien yang berusia lanjut (> 45 tahun) lebih cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih buruk dan cenderung lebih depresi dibandingan pasien yang berumur kurang dari 45 tahun. Penelitian yang dilakukan Yang dkk di Singapura tahun 2015 membagi umur menjadi tiga kategori yaitu usia muda (<45 tahun), usia pertengahan (45-60 tahun) dan usia lanjut (> 60 tahun), dimana didapatkan pasien yang menjalani terapi HD memiliki kualitas hidup yang lebih baik pada pasien usia lanjut. 34 4) Pendidikan Pendidikan mempengaruhi kualitas hidup dimana pasien yang berpendidikan lebih tinggi ( > 9 tahun) memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingan pasien yang pendidikannya kurang dari 9 tahun. 5) Status pernikahan, Pasien yang bercerai dan tidak memiliki pasangan hidup cendrung lebih depresi dan mempengaruhi kualitas hidup. Selain itu, status pekerjaan atau status ekonomi juga mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain faktor sosial demografi ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu: 35 1) Depresi, pasien yang mengalami depresi mempunyai kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi.

25 2) Beratnya/ stage penyakit ginjal serta memiliki riwayat penyakit penyerta atau penyakit kronis juga mempengaruhi kualitas hidup. 3) Lamanya menjalani hemodialisis. 4) Tidak patuh terhadap pengobatan dan tidak teratur menjalani hemodialisis. 5) Indeks masa tubuh yang tinggi. 6) Dukungan sosial, pasien yang mendapatkan dukungan sosial akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. 7) Adekuasi hemodialisis, pasien yang memiliki adekuasi hemodialisis yang baik akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik juga. Penelitian Pakpour dkk menunjukkan bahwa semakin lama durasi terapi hemodialisis menunjukkan kualitas hidup yang buruk terutama pada dimensi fisik dan mental. Penelitian ini membagi lama hemodialisis menjadi dua kategori yaitu lebih dari 5 tahun dan sama atau kurang dari 5 tahun. 35 Penelitian Hsieh menunjukkan bahwa durasi hemodialisis yang kurang dari 5 tahun memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan kontrol (p=0,035).

26 2.4 Kerangka Teori Faktor resiko PGK Faktor Klinis 1.Diabetes, 2.Hipertensi, 3.Penyakit autoimun, 4.Neoplasma, 5.Infeksi, 6.Nefrotoksin Sosiodemografi 1.Jenis Kelamin, 2.Usia, 3.Pendidikan, 4.Status Pernikahan 5.Sosial ekonomi Fungsi Ginjal (GFR) Hemodialisis Depresi Berat Penyakit Berat Penyakit+ dan penyakit penyerta mendasari Lama Hemodialisis BMI Kepatuhan HD TidakHD Patuh Kualitas Hidup Dukungan sosial Gambar 2. Kerangka Teori Penyakit ginjal kronik mempengaruhi fungsi ginjal dan pada penderita PGK stadium 5 membutuhkan suatu terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis. Terapi HD dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Faktor-faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, sosial ekonomi) dan faktor lain seperti depresi, IMT, dukungan sosial, penyakit penyerta juga mempengaruhi kualitas hidup pasien PGK yang menjalani terapi HD.

27 2.5 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori di atas didapatkan faktor sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan faktor lain seperti depresi, lamanya HD, IMT, penyakit penyerta berhubungan dengan kualitas hidup. Penelitian ini menitikberatkan terhadap hubungan lama hemodialisis dengan kualitas hidup, maka variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan faktor lain tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh kerangka konsep sebagai berikut. Lama Hemodialisis pada Penderita Penyakit Ginjal Kronis Kualitas Hidup Faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, sosial ekonomi) dan faktor lain ( IMT,Penyakit mendasari) Gambar 3. Kerangka Konsep 2.6. Hipotesis 2.6.1 Hipotesis Mayor Hipotesis mayor pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara lama hemodialisis dengan kualitas hidup penderita penyakit ginjal kronik.

28 2.6.2 Hipotesis Minor 1) Hipotesis mayor pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara lama hemodialisis dengan kualitas hidup penderita PGK yang diukur menggunakan KDQOL SF 1.3 2) Terdapat perbedaan antara lama hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik di RSUP Dr.Kariadi Semarang. 3) Faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, sosial ekonomi), indeks masa tubuh dan penyakit mendasari mempengaruhi kualitas hidup.