BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian sebelumnya mengenai Green Construction telah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Secara umum kontraktor milik BUMN mampu memenuhi indikator green

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern ini semakin banyak pembangunan yang terus-menerus

Arsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri.

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR

STUDI PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KOTA KUPANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah limbah dan penyempitan lahan yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Infrastruktur adalah bangunan yang mendukung dan atau meningkatkan

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

MINGGU 5. Pokok Bahasan : Sumberdaya dan Energi Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian sumberdaya dan energi

BAB I PENDAHULUAN. begitu menggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL

Implementasi Konstruksi Hijau Pada Proyek Apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald Bekasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, Universitas Indonesia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG

Pengembangan RS Harum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan di era modern ini semakin banyak dilakukan guna

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG HIJAU

BANGUNAN GEDUNG HIJAU

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih

PENGERTIAN GREEN CITY

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya green construction pada proyek konstruksi di Jawa Tengah,

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbiaya rendah (

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Proyek.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN DAFTAR ISI. JDIH Kementerian PUPR

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ELABORASI TEMA

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

Sosialisasi Permen PUPR NO.5/PRT/M/2015 Tentang Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan

KAJIAN ASPEK KEBERLANJUTAN MATERIAL KONSTRUKSI JEMBATAN SELAT SUNDA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil Data Secara Keseluruhan Dari Tiap Aspek

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

GREEN CONCRETE. (Beton Hijau) Oleh : Rizky Astria, ST

IDENTIFIKASI INDIKATOR PENERAPAN GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

APA ITU GLOBAL WARMING???

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA. Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

Latar Belakang KONSEP DESAIN ARSITEKTUR EKOLOGIS PADA RESOR DI DAERAH BERIKLIM TROPIS LEMBAB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB 1 PENDAHULAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar Belakang Proyek. Jakarta adalah Ibukota dari Indonesia merupakan kota yang padat akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat memahami green building yang dijelaskan dalam Bulan Mutu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan yang digunakan adalah sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN PROYEK DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (STUDI PEMBANGUNAN MASJID KAMPUS II FIP UNIVERSITAS NEGERI MALANG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut :

STUDI AWAL PENERAPAN GREEN SPECIFICATION DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

RKL-RPL RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTU TANJUNG JATI B UNIT 5 DAN 6 (2 X MW) DI KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

STRATEGI TEKNOLOGI PRODUKSI BERSIH MELALUI TATA KELOLA YANG APIK (GHK)

ISU LINGKUNGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI PROYEK KONSTRUKSI DI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FAKTOR DOMINAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION YANG BERPENGARUH TERHADAP MUTU PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya dilaksanakan satu kali dan umumnya mempunyai waktu yang pendek dimana awal dan akhir proyek relatif pasti. Menurut Dipohusodo (1996:69), proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik, membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto,2005:12). 1. Bersifat unik: tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu melibatkan grup pekerja yang berbeda-beda. 2. Membutuhkan sumber daya (resources): sumber daya yang terlibat di proyek, yaitu pekerja (men), uang (money), mesin (machines ), metode (methods) dan bahan (materials). 3. Membutuhkan organisasi: setiap organisasi mempunyai beragam tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang 6

7 bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang bervariasi dan ketidakpastian. Gambar 2.1. Three dimentional objective Kemudian kinerja proyek konstruksi dapat diukur berdasarkan tiga kendala (triple constrain): sesuai spesifikasi yang ditetapkan (tepat mutu), sesuai time schedule (tepat waktu), dan sesuai biaya yang direncanakan (tepat biaya). Gambar 2.2. Triple constrain Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada proyek konstruksi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan terus menerus dan berulang dalam waktu yang lama, sedangkan kegiatan proyek adalah rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dengan jangka waktu yang relatif pasti. Oleh karena itu, suatu

8 kegiatan proyek mempunyai awal dan akhir yang jelas serta hasil kegiatan yang bersifat unik (Ervianto, 2005:13). 2.2. Green Construction USEPA (2010) mendefinisikan green construction merupakan praktik membangun dengan menerapkan proses yang memperhatikan lingkungan dan efisiensi sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan dari tapak untuk perencanaan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi. Green construction menurut Glavinich tahun 2008 (dikutip dalam Ervianto 2012) adalah perencanaan dan pengelolaan proyek konstruksi agar supaya pengaruh proses konstruksi terhadap lingkungan seminimal mungkin. Kontraktor harus berperan proaktif peduli terhadap lingkungan, selalu meningkatkan efisiensi dalam proses konstruksi, konservasi energi, efisiensi pemanfaatan air, dan sumberdaya lainnya selama masa konstruksi serta minimasi dan mengelola limbah konstruksi secara baik. Glavinich (2008) menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal sebagai berikut: perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi, konservasi material, tepat guna lahan, manajemen limbah konstruksi, penyimpanan dan perlindungan material, kesehatan lingkungan kerja, menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan, pemilihan dan operasional peralatan konstruksi, dokumentasi. Kibert (2008) (dikutip dalam Ervianto 2012) menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal sebagai berikut: rencana perlindungan lokasi pekerjaan, program kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan limbah

9 pembangunan atau bongkaran, pelatihan bagi subkontraktor, reduksi jejak ekologis proses konstruksi, penanganan dan instalasi material, kualitas udara. Selanjutnya yang dimaksud dengan definisi green construction adalah Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang (Ervianto, W.I., 2012). 2.3. Faktor dalam Green Construction Ervianto (2012, h.89-102) mengemukakan bahwa faktor green construction dapat disintesakan menjadi 16 faktor, yaitu: 1. Perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi Rencana penggunaan jenis bahan bangunan ramah lingkungan yang ditetapkan dalam spesifikasi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap jadwal pengadaan dan kemudian akan berpengaruh pula terhadap waktu penyelesaian pekerjaan. Salah satu ketentuan pembangunan ramah lingkungan sedapat mungkin menggunakan bahan bangunan yang bersumber dari sekitar lokasi proyek (aspek lokalitas). Pengadaan berbagai jenis bahan hampir selalu melibatkan suplier local dengan berbagai kendala keterbatasan, oleh karena itu kontraktor perlu melihat kemampuan dari masing-masing suplier dalam hal menyediakan bahan bangunan agar proyek selesai tepat waktu. Pertimbangan utama pemilihan supplier local didasarkan pada jjarak pengambilan material ke lokasi pekerjaan menjadi relative

10 lebih dekat sehingga berpotensi untuk mereduksi emisi yang bersumber dari penggunaan bahan bakar. 2. Sumber dan siklus material Isu utama adalah menjaga keberlanjutan sumber daya alam yang terbarukan dengan cara menerapkan tatanan dan pengelolaan yang baik. Sala satu sumberdaya terbarukan adalahh hutan, apabila pemanfaatan hutan tidak dikelola dengan baik (pembalakan dan eksplitasi hutan) maka sangat berpotensi rusak bahkan hilangnya kekayaan sumberdaya alam yang ada. Selain sebagai sebagai sumberdaya, utan berfungsi untuk melindungi bumi dari pemanasan glbal, menjaga tatanan system air, dan mempertaankan daya dukun ekosistem. Sedangkan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam tidak terbarukan dapat dilakukan dengan cara memperpanjang daur hidupnya. Daur hidup aterial dimulai dari tahap eksploitasi produk, tahap pengolaan dan produksi, perencanaan dan penerapan secara efisien (reduce), memperpanjang masa pemakaian produk material melalui upaya pengunaan kembali (reuse) dan proses daur ulang (recycle). Dengan menjaga keberlanjutan alam melalui pengelolaan daur hidup material yang lebi baik, diharapkan membawa kondisi seimang dalam pembangunan dan pelestarian alam. Setiap pemakaiaan material hendaknya selalu memperhatikan jejak ekologis dan jejak karbon. Salah satu opsi untuk meminimalkan jejak karbon adalah menggunakan material lokal. Konstruksi ijau sudah seharusnya menggunakan material yang tidak beracun dan berbahaya, ramah lingkungan, tersedia secara local, bersertifikat, hasil daur ulang,

11 atau material yang terbarukan secara cepat. Kontraktor sebagai pelaksana pembangunan sudah seharusnya memiliki wawasan tentang berbagai jenis material ramah lingkungan, beberapa contoh adalah bambu, dan penggunaan kayu bersertifikat yang berasal dari hutan yang dikelola secara sustainable. Salah satu metoda konstruksi yang mampu mereduksi limbah, memaksimalkan daur ulang, mereduksi debu, dan mengurangi kebisingan adalah menggunakan metoda prafarikasi. 3. Rencana perlindungan lokasi pekerjaan Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan ekologi dan kerusakan lainnya dan menjalin relasi yang baik dengan berbagai pihak selama proses konstruksi terjadi. Berbagai aspek penting yang dapat menjadikan proyek konstruksi ramah lingkungan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal proteksi lokasi pekerjaan adalah : a. Merencanakan pengurangan debu, asap, bau tidak sedap dengan berbagai pengarrunya. b. Melakukan pengendalian kebisingan yang ditimbulkan oleh berbagai peralatan konstruksi selama proses konstruksi belangsung. Dengan mengimplementasikan hal-hal tersebut diatas, kontraktor dapat memastikan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan pada tahap konstruksi mampu menjaga system alamiah dalam lokasi pekerjaan, mencegah terjadinya erosi, memaksimalkan infiltrasi air ke dalam lokasi pekerjaan, mencegah terjadinya

12 erosi, memaksimalkan infiltrasi air ke dalam tanah dilokasi pekerjaan dan secara umum semua aktivitas konstruksi dapat dipertanggungjawabkan. 4. Manajemen limbah konstruksi Manajemen limbah akibat kegiatan konstruksi dan pembongkaran bangunan bertujuan untuk mengurangi penggunaan berbagai sumber material bangunan, memakai kembali, dan mendaur ulang. Mengurangi pemanfaat sumber material bangunan berkaitan erat dengan pembangunan proyek baru dan proek yang sedang melakukan renovasi. Pengurangan limbah dalam kedua hal tersebut di atas dapat dilakukan pada tahap pemesanan material dan tahap dimana sedang dilakukan rekayasa nilai terhadap desain bangunan dan komponennya. 5. Penyimpanan dan perlindungan material Proses pelestarian material yang akan digunakan dalam membentuk konstruksi hijau dimulai dari tahap persiapan hingga tahap prakonstruksi. Perencanaan pelestarian ini dilakukan oleh tim yang didalamnya terdapat pihak perencana bangunan dan kontraktor apabila terlibat dalam proses melindungi seluruh material, oleh karenanya kontraktor wajib membuat perencanaan dalam hal menyimpan berbagai jenis material yang akan digunakan dan melindungi dari berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada saat bangunan dioperasikan (missal AC, pipa air, saluran untuk AC). Demikian juga apabila material akan diinstalasi oleh subkontraktor maka kewajiban kontraktor, supplier dan produsen untuk melakukan proses edukasi dalam hal minimasi sisa material dan rencana pelestarian material.

13 6. Kesehatan lingkungan kerja tahap konstruksi Lingkungan proyek harus selalu tampak bersih dan dijaga kebersihan dan kenyamanannya, dengan cara : (a) pengadaan safet net yang berfungsi untuk mengurangi debu, dan pengadaan washing bay untuk menjaga kebersihan jalan. 7. Program kesehatan dan keselamatan kerja Keselamatan dan kesehatan pekerja selama pelaksanaan proyek konstruksi merupakan bagian penting yang harus mendapatkan perhatian oleh pelaksana konstruksi agar seluruh persyaratan yang telah ditetapkan dapat dipenuhi. Konstruksi hijau tidak hanya terfokus pada kesehatan penghuni bangunan setela bangunan tersebut dioperasikan. Namun juga memperhatikan pekerja konstruksi yang sedang melaksanakan berbagai aktivitas pembangunan, termasuk kesehatan masyarakat umum yang berada di sekitar lokasi pembangunan atau pada daerah yang terpengaruh oleh proses pembangunan. 8. Pemilihan dan operasional peralatan konstruksi Dalam pelaksanaan pembangunan, kontraktor dapat menerapkan berbagai cara untuk mengurangi pemakain bahan bakar dan mengurangi terjadinya polusi yang ditimbulkan oleh peralatan yang digunakan. Cara ini tidak hanya memberikan aspek positif terhadap lingkungan tetapi juga mengurangi biaya bahkan mungkin dapat meningkatkan produktivitas. Beberapa hal yang dapat mengakomodasi hal tersebut diatas diantarana adalah:

14 a. Melatih operator peralatan, bila pengetahuan operator terbatas maka posibilitas angka produktivitas relatif kecil. b. Menghindari terjadinya waktu idle peralatan, salah satu cara ang mungkin dilakukan adala memberikan standar operasi kepada operator agar dicapai efisiensi kerja alat. c. Mengganti penggunaan bahan bakar fosil dengan aki yang dapat di charge di malam hari untuk alat transportasi yang digunakan di proyek. d. Mengganti bahan bakar tak terbarukan untuk semua/sebagian peralatan dengan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. 9. Dokumentasi Untuk mencapai konstruksi hijau, kontraktor wajib menyiapkan dan memberikan usulan kegiatan sebelum pekerjaan dimulai, selama proses konstruksi sampai dengan berakhirnya pekerjaan. Proses yang harus dijalani dari satu proyek ke proyek lain selalu berbeda, sehingga diperlukan informasi untuk pelaksanaan, format yang akan digunakan, mengevaluasi dan kemudian menyetujui proses yang akan dilaksanakan. 10. Pelatihan bagi subkontraktor Dalam pelaksanaan pembangunan berbagai jenis proyek konstuksi, peran subkontraktor merupakan faktor penting dalam pencapaian tujuan adanya proyek yang telah ditetapkan sesuai dalam dokumen kontrak. Pada saat ini, keterlibatan kontraktor umum dalam melaksanakan pekerjaan berangsur-angsur semakin

15 berkurang dan beralih peran menjadi pihak yang mengatur beberapa subkontraktor untuk merealisasikan bangunan. Untuk mencapai tujuan utama dalam proyek konstruksi hijau, subkontraktor diharuskan memahami dan menguasai bagaimana melaksanakan pekerjaan pembangunan yang berbeda dengan konvensional. Beberapa hal yang wajib dipahami oleh subkontraktor adalah : a. Rencana pengelolaan limbah konstruksi, seluruh subkontraktor harus merencanakan secara efektif dan membekali para pekerjanya tentang cara mereduksi limbah dan menangani limbah. Hal ini menjadi kunci keberhasilan untuk meminimalkan limbah. b. Rencana penyediaan kualitas udara yan baik, setiap subkontraktor dalam menjalankan aktivitasna berpotensi menghasilkan berbagai macam debu yang debat menyebabkan menurunnya kualitas udara di sekitar proyek. Oleh karenanya subkontraktor wajib memahami cara-cara pencegahannya. c. Cara-cara pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan berbagai sumberdaya alam. 11. Pengurangan jejak ekologis tahap konstruksi Jejak ekologis bertujuan untuk mengukur kebutuhan sumber daya alam yang digunakan oleh setiap bangsa dan setiap orang, misalnya menghitung luasnya tanah subur. Indikator jejak ekologis diantaranya adalah berapa luas laan ang dibutuhkan untuk membangun gedung dan jaringan infrastruktur termasuk bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu alam, dan sebagainya serta berapa luas

16 hutan untuk menghasilkan kayu yang dibutuhkan dan hutan ang diperlukan untuk mengikat CO 2 yang terjadi oleh pembakaran minyak bumi dan gas. Jejak ekologis dan pengaruhnya terhadap pembangunan, pada dasarnya semua sumberdaya yang diambil dari dalam perut bumi lebih dari 50% harus dipertimbangkan kembali. Selain pemanfaatan sumberdaya alam juga harus diperhatikan bahan-bahan tersebut dari tempatnya ke tempat pembangunan mengingat masalah transportasi juga merupakan salah satu faktor ang memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan. 12. Kualitas udara tahap konstruksi Udara segar tanpa ada kandungan polutan berbahaa sangat dibutuhkan untuk seluruh pekerja konstruksi selama proses konstruksi berlangsung. Kondisi udara seperti ini merupakan hak bagi setiap orang termasuk pekerja konstruksi, oleh karenanya perlu diatur dalam dokumen kontrak. Usaha untuk mencapai kualitas udara yang baik dapat dilakukan dengan cara memasang tanda dilarang merokok di semua ruangan kantor proyek dan di lokasi kerja, dan menyediakan fasilitas area merokok ang berjarak ± 5 meter diluar kantor proyek dan ±5 meter diluar lokasi kerja. 13. Konservasi air Tujuan penting dari konstruksi berkelanjutan adalah menggunakan air secara bertanggung jawab dengan cara mengurangi penggunaan air dan menjaga kualitas air. Dalam proses konstruksi, air menjadi salah satu sumberdaya penting

17 oleh karena itu pemanfaatannya harus efisien. Usaha yang dapat dilakukan di lokasi pekerjaan antara lain adalah : a. Melakukan edukasi terhadap seluruh pekerja proyek b. Melakukan pemantauan dan pencatatan pemakaian air (memasang meteran air) c. Penghematan konsumsii air (penggunaan kran otomatis, penggunaan shower untuk mandi, pasang stiker gunakan air secukupnya ). d. Daur ulang pemakaian air bila memungkinkan. 14. Tepat guna lahan Pemilihan lokasi gedung yang tepat merupakan sala satu kunci dalam pelaksanaan konstruksi hijau. Pemilihan lokasi gedung berdampak pada kinerjja dari gedung yang akan dibangun. Hal ini pantas menjadi catatan bagi kontraktor dan pemilik gedung untuk mempertimbangkan pemilihan dan pengolahan lahan, alternatif transportasi, gangguan pada lingkungan, pengolahan air dan polusi. Tujuan proses pembangunan ramah lingkungan adalah meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan manajemen yang baik dalam mengelola lahan dan meminimalisasi dampak lingkungan yang tidak diinginkan selama proses konstruksi maupun pasca konstruksi. 15. Efisiensi dan konservasi energi Energi yang digunakan dalam proses konstruksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) energi yang digunakan untuk ruang kantor proyek, dan (b) energi

18 yang digunakan untuk peralatan konstruksi guna mendukung aktivitas pekerjaan di lokasi proyek. Untuk kebutuhan ruang kantor proyek, efisiensi dan konverensi energy dapat dilakukan dengan cara : a. Pemantauan pencatatan pemakaian listrik (monitoring pemakaian listrik per bulan dan pemasangan KWH listrik). b. Penghematan konsumsi energy dengan cara : Lebih dari 50% dari jumlah ruang di kantor proyek kontraktor memanfaatkan sinar matahari untuk penerangan. Penggunaan water reservoir untuk penyimpanan air. Penggunaan lampu hemat energi untuk kantor dan lapangan. Membuat tata tertib ketentuan penggunaan perangkat kantor, misal AC, dispenser, mesin foto copy, mengatur temperatur AC pada suhu 25º C ± 1. Jadwal transportasi zoning kegiatan transportasi karyawan. Mes karyawan proyek (bila ada). Penggunaan sensor cahaya untuk lampu penerangan yang ada di lokasi proyek. Melakukan pengukuran intensitas cahaya sesuai ketentuan (minimal 300 lux). Efisiensi dan konservasi energi untuk peralatan yang digunakan di proyek dapat dilakukan dengan memilih peralatan yang rendah emisi dan efisien dalam hal konsumsi bahan bakar. Pada umumnya peralatan yang relatif masih baru

19 efisien dalam konsumsi bahan bakar dan rendah emisi serta produktivitasnya lebih besar bila dibandingkan dengan peralatan yang telah berumur. Kendaraan operasional dan alat berat hendaknya dipilih yang telah lulus pengecekan emisi gas buang. 16. Manajemen lingkungan proyek konstruksi Berdasarkan penelitian mengenai manajemen industry konstruksi, terdapat lima faktor yang umumnya menjadi dampak dari pelaksanaan proses konstruksi, di antaranya adalah kebisingan, kualitas udara, kuantitas dan kualitas air, getaran dan fasilitas jalan (Sutrisno dkk, 2009). Anink (1996) menyebutkan bahwa sektor konstruksi yang terdiri dari tahap ekstraksi material, pengangkutan material ke lokasi proyek, proses konstruksi, operasional gedung, pemeliharaan gedung sampai tahap pembongkaran gedung menyumbang 50% dari seluruh pengambilan material alam dan 50% dari seluruh pengeluaran limbah. Untuk bangunan baru, penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya bertitik berat pada desain atau perencanaan, namun proses konstruksi pun harus menjiwai semangat ramah lingkungan. Salah satu faktor ang tidak kalah pentingnya, adalah limbah dimana keberadaannya membebani tempat pembuangan akhir. Dampak negative tersebut sudah seharusnya diantisipasi oleh kontraktor agar proses konstruksi tidak mengganggu lingkungan sekitar termasuk manusia.