Bab II Teori Dasar 2.1 Proses Akuisisi Data [2, 5] Salah satu fungsi utama suatu sistem pengukuran adalah pembangkitan dan/atau pengukuran tehadap sinyal fisik riil yang ada. Peranan perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) dalam suatu sistem pengukuran adalah untuk membantu dalam pengambilan, analisis, dan penampilan data hasil pengukuran tersebut. Melalui proses akuisisi data, maka data sinyal fisik dapat diambil dan dikonversikan menjadi data digital. Data digital ini kemudian dikirimkan ke komputer untuk mendapatkan pengolahan data lebih lanjut agar dapat dilakukan interpretasi terhadap sinyal fisik tersebut. Perangkat yang umumnya dipakai untuk melakukan proses akuisisi data antara lain perangkat DAQ (Data Aqcuisition) sistem plug-in, perangkat GPIB (General Purpose Interface Bus), perangkat PXI (PCI extensions for Instrumentation), dan perangkat RS-232. Gambar 2.1 menunjukkan peranan perangkat akuisisi data dalam menjembatani hubungan antara transduser dengan alat penampil dan penyimpan data. Gambar 2.1 Diagram blok sistem akuisisi data berbasis komputer [2] 2.1.1 Perangkat Keras PCI-6281 [5, 6] Perangkat keras akuisisi data digunakan untuk mengambil atau menghasilkan data dan dapat berupa data untuk multi kanal. Perangkat ini juga dapat digunakan untuk membangkitkan sinyal analog misal sinyal sinus, dan sinyal digital misalnya yang berupa sinyal impuls. Pada umumnya, perangkat keras ini dapat langsung dihubungkan dengan komputer melalui slot plug-in yang tersedia di motherboard komputer. 5
Sistem pengukuran pada perangkat keras akuisisi data berbeda dengan sistem pengukuran lainnya karena sebenarnya perangkat lunak yang ter-install di komputer-lah yang melakukan pengukuran. Perangkat akuisisi data hanya mengkonversikan sinyal masukan menjadi sinyal digital yang dapat diolah oleh komputer. Hal ini berarti bahwa perangkat akuisisi data yang sama dapat melakukan pengukuran yang beragam bergantung pada aplikasi perangkat lunak yang digunakan untuk mengendalikan perangkat keras dan mengolah data hasil akuisisi. Walaupun fleksibilitas ini memungkinkan pelaksanaan berbagai macam pengukuran hanya dengan menggunakan satu perangkat keras akuisisi data, namun diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembangkan program aplikasi yang dapat melakukan berbagai jenis pengukuran. Selain itu, perlu diperhatikan juga kesesuaian antara spesifikasi teknik perangkat keras akuisisi data yang dimiliki dengan kebutuhan perangkat lunak yang dikembangkan. Perangkat keras akuisisi data yag digunakan dalam penelitian ini adalah kartu akuisisi data PCI-6281 yang termasuk dalam perangkat akuisisi data M Series buatan National Instruments. PCI-6281 merupakan jenis perangkat keras akuisisi data multifungsi karena dapat juga digunakan untuk kontrol digital dan memiliki frekuensi pencuplikan yang tinggi. Kartu akuisisi data ini memiliki 16 kanal masukan analog dengan resolusi 18 bits, 2 kanal keluaran analog dengan resolusi 16 bits, dan 24 kanal masukan/keluaran digital (digital I/O) yang dapat diprogram. Fitur perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya memiliki masukan analog dan keluaran analog. Masukan analog pada kartu akuisisi data PCI-6281 memiliki spesifikasi teknik sebagai berikut: Kartu akuisisi data ini mendukung 16 kanal masukan analog. Kartu ini hanya dilengkapi sebuah 18 bits ADC (Analog to Digital Converter), sehingga kartu akuisisi data ini berjenis kartu akuisisi data multiplexing. Kecepatan cuplik maksimum kartu ini adalah 625 ks/s (1 kanal) atau 500 ks/s (multi kanal) dengan resolusi waktu 50 ns. Besar masukan FIFO (First In First Out) kartu ini adalah 2047 sampel. Rentang tegangan masukan pengukuran yang dimiliki PCI-6281 adalah +10V, +5V, +2V, +1V, +0,5V, +0,2V, dan +0,1V. Gambar 2.2 menunjukkan sirkuit dari masukan analog kartu akuisisi data M Series. 6
Gambar 2.2 Sirkuit masukan analog perangkat M Series [6] Keluaran analog pada kartu akuisisi data PCI-6281 memiliki spesifikasi teknik sebagai berikut: Kartu akuisisi data ini mendukung 2 kanal keluaran analog. Masing-masing kanal dilengkapi sebuah 16 bits DAC (Digital to Analog Converter), sehingga proses update di tiap kanal dapat dilakukan secara serempak. Kecepatan update maksimum kartu ini adalah 2,86 MS/s (1 kanal) atau 2,00 MS/s (2 kanal) dengan resolusi waktu 50 ns. Besar keluaran FIFO (First In First Out) kartu ini adalah 8191 sampel untuk 2 buah kanal. Rentang tegangan keluaran analog yang dimiliki PCI-6281 adalah +10V, +5V, +2V, dan +1V. Gambar 2.3 menunjukkan sirkuit dari keluaran analog kartu akuisisi data M Series. Gambar 2.3 Sirkuit keluaran analog perangkat M Series [6] 7
2.1.2 Konsep Multiplexing [3, 6] Multiplexing adalah proses penggiliran kanal untuk mengukur beberapa sinyal masukan dari beberapa kanal yang berbeda dengan menggunakan hanya satu buah ADC (Analog to Digital Converter). Pelaksanaan penyampaian sinyal ini dilakukan secara bergiliran dengan menggunakan switch. Skema rangkaian MUX (multiplexer) dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Skema rangkaian Multiplexer [3] Setiap kanal memiliki switch dan setiap saat hanya ada sebuah switch yang terhubung dengan jalur keluaran di atas. Penggiliran switch ini dilakukan dengan mengirimkan sinyal kontrol ke multiplexer dan waktunya disesuaikan dengan waktu pencuplikan ADC. Frekuensi pencuplikan maksimum yang dilakukan adalah berbanding terbalik dengan jumlah kanal karena hanya ada satu ADC yang digunakan untuk beberapa kanal. Misalkan suatu ADC dengan frekuensi pencuplikan 100 khz digunakan untuk mencuplik 5 kanal, maka masing-masing kanal memiliki frekuensi pencuplikan maksimum 20 khz. Pada kartu akuisisi data PCI-6281, sirkuit masukan analog dilengkapi dengan NI-PGIA (NI Programmable Gain Instrumentation Amplifier) yang berguna sebagai perangkat untuk memperbesar atau memperkecil sinyal masukan serta mengurangi waktu tunggu pada seluruh rentang masukan. NI-PGIA digunakan agar pengguna dapat memanfaatkan benar resolusi maksimum dari ADC. Selain itu, melalui penggunaan NI-PGIA ini sinyal dengan 8
rentang masukan yang kecil dan kecepatan tinggi tetap dapat dicuplik dengan ketelitian yang tinggi. 2.1.3 Proses Pencuplikan [1, 3, 7] Proses pencuplikan adalah proses pengubahan sinyal analog menjadi sinyal diskrit. Proses ini dilakukan melalui pembukaan dan penutupan switch pada ADC. Frekuensi proses bukatutup switch ini dilakukan pada frekuensi tertentu, yakni frekuensi pencuplikan. Semakin besar frekuensi pencuplikan, maka jumlah data yang diperoleh dalam selang waktu yang sama akan semakin banyak dan akan dihasilkan representasi sinyal yang lebih baik Menurut Teori Nyquist, frekuensi pencuplikan minimum adalah sebesar 2 kali frekuensi sinyal yang dicuplik. Jika frekuensi pencuplikan lebih kecil dari 2 kali frekuensi maksimum sinyal masukan, akan terjadi kesalahan pembacaan frekuensi seperti terlihat pada Gambar 2.5. Fenomena ini lebih dikenal dengan istilah alisasing. Gambar 2.5 Fenomena aliasing akibat frekuensi pencuplikan yang tidak sesuai [7] 2.2 Pengolahan Data Digital [2, 7] Setelah diperoleh data digital melalui proses akuisisi data, dilakukan pengolahan data mentah menjadi informasi yang berguna untuk keperluan analisis melalui suaian kurva, analisis statistik, respon frekuensi, ataupun operasi matematika lainnya. Umumnya data hasil pengukuran ini dipresentasikan dalam domain frekuensi sehingga pengguna data dapat langsung mengetahui frekuensi dan amplitudo masing sinyal masukan. Dalam kasus pengukuran sinyal getaran, melalui analisis pada domain frekuensi, sumber getaran dan 9
efek getaran pada frekuensi tersebut dapat langsung dideteksi. Kemudahan inilah yang menyebabkan analisis getaran lebih populer dilakukan dalam domain frekuensi. 2.2.1 Transformasi Fourier Cepat (Fast Fourier Transform - FFT) [1, 2, 3, 7] Pengolahan data domain waktu menjadi data domain frekuensi dilakukan dengan melakukan Transformasi Fourier Diskrit (Discrete Fourier Transform DFT) pada data domain waktu. Pada proses DFT ini, sinyal periodik pada domain waktu diuraikan menjadi sinyal-sinyal sinus dan kosinus yang terdiri dari frekuensi dasar dan harmoniknya. Serta fasa masing sinyal tersebut Hal ini memungkinkan untuk mempresentasikan data domain waktu tersebut menjadi data domain frekuensi. FFT adalah algoritma perhitungan untuk melakukan DFT dengan lebih cepat, yakni dengan mengurangi jumlah komputasi yang dilakukan. Pada DFT, untuk mengubah N data cuplik diperlukan N 2 proses perkalian dan N(N-1) proses penjumlahan bilangan kompleks. Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Pada algoritma FFT, hanya dibutuhkan Nlog 2 (N) buah perkalian dan lebih sedikit penjumlahan bilangan kompleks. Jika jumlah data cuplik N sangatlah besar, maka jumlah komputasi yang dilakukan sangat mempengaruhi waktu proses transformasi. 2.2.2 Jumlah Data Domain Waktu dan Jumlah Data Domain Frekuensi [7] Jika sebuah sinyal dicuplik pada frekuensi cuplik yang telah ditentukan, interval waktu antar sampel atau interval pencuplikan dapat dituliskan 1 Δt= f (2.1) s dimana Δt = interval pencuplikan; f s = frekuensi pencuplikan (S/s). Interval pencuplikan ini adalah frekuensi terkecil yang dapat ditentukan dalam DFT. Pada persamaan DFT berikut: [ ] N-1 2πik -j N i (2.2) i=0 X k = x.e ; k=0,1,2,...,n-1 dimana X[k] = representasi sinyal cuplikan pada domain frekuensi; x[i] = representasi sinyal hasil cuplikan pada domain waktu; N = total jumlah sampel. Baik pada domain waktu x dan domain frekuensi X memiliki jumlah sampel yang sama sebesar N. 10
Melalui perhitungan interval pencuplikan Δt antar sampel pada domain waktu, dapat ditentukan besar interval frekuensi atau resolusi frekuensi pada domain frekuensi, yaitu: fs 1 Δf= = N NΔt dimana: Δf = resolusi frekuensi; f s = frekuensi pencuplikan; N = jumlah sampel; Δt = interval pencuplikan; dan NΔt = total waktu pencuplikan. (2.3) Cara untuk meningkatkan resolusi frekuensi adalah dengan meningkatkan besar N dan menjaga f s tetap konstan atau dengan menurunkan f s dan menjaga N tetap konstan. Kedua cara tersebut sama-sama meningkatkan NΔt yang merupakan durasi proses pencuplikan. 2.2.3 Fungsi Jendela [1, 7] Dalam praktek, karena keterbatasan kapasitas penyimpan data (memory), mengakibatkan jumlah data pencuplikan suatu sinyal menjadi terbatas. Proses FFT mengasumsikan data domain waktu ini berulang terus. Saat didapatkan data hasil pencuplikan dengan jumlah kelipatan sinyal adalah bilangan bulat, pengulangan yang terjadi di batas-batasnya akan terlihat halus. Saat didapatkan data hasil pencuplikan dengan jumlah kelipatan sinyal bukanlah bilangan bulat, pengulangan yang dilakukan akan menghasilkan dikontinuitas di batas-batasnya, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.6. Diskontinuitas ini sebenarnya tidaklah ada pada sinyal masukan yang asli dan mengakibatkan kebocoran energi dari frekuensi sebenarnya ke frekuensi lainnya. Fenomena ini dikenal dengan sebutan kebocoran spektrum. Besarnya kebocoran ini bergantung pada amplitudo diskontinuitas, semakin besar akan menghasilkan kebocoran spektrum yang semakin besar pula. Gambar 2.7 menunjukkan perbandingan hasil FFT saat terjadi kebocoran sinyal dan tidak. Gambar 2.6 Sinyal periodik yang dibentuk dari sinyal hasil pencuplikan [7] 11
Gambar 2.7 Hasil FFT bila: (a) tidak terjadi kebocoran spektrum; (b) terjadi kebocoran spektrum [1] Karena besarnya kebocoran spektrum bergantung pada besarnya amplitudo diskontinuitas di batas-batas pencuplikan, fungsi jendela dapat digunakan untuk mengurangi besar diskontinuitas dan mengurangi kebocoran spektrum. Proses jendela merupakan proses pembobotan sinyal domain waktu hasil pencuplikan dengan fungsi gelombang domain waktu yang lain, yang dikenal dengan jendela. Amplitudo dari fungsi jendela ini menuju nol secara halus dan perlahan pada ujung-ujung batas pencuplikan. Sinyal yang telah mengalami proses jendela akan memiliki diskontinuitas yang sangat kecil, bahkan tidak ada, sehingga mengurangi terjadinya kebocoran spektrum. Dalam proses pengolah data terdapat berbagai jenis fungsi jendela yang dapat dipilih sesuai kebutuhan penggunaan dan analisis. Pada pengukuran FRF dengan menggunakan eksitasi kejut yang berasal dari ketukan palu, biasanya digunakan fungsi jendela Force-Exponential. 2.2.4 Proses Perata-rataan (Averaging) [1, 2, 7] Proses perata-rataan dilakukan untuk meningkatkan ketepatan data hasil pengukuran. Melalui proses ini, pengaruh noise terhadap data hasil pengukuran dapat dikurangi sehingga diperoleh data hasil pengukuran yang lebih baik dan dapat dipercaya. Proses perata-rataan biasanya dilakukan pada hasil pengukuran atau pada spektrum individu namun tidak langsung dilakukan pada data domain waktu. Terdapat tiga jenis proses perata-rataan yang sering digunakan, yakni: 12
1. Perata-rataan RMS. Proses ini mengurangi fluktuasi sinyal yang ada, tetapi tidak mengurangi efek noise. Hal ini dikarenakan perata-rataan RMS merata-ratakan energi atau daya dari sinyal. 2. Perata-rataan Vektor. Proses ini mengurangi sinyal noise melalui sinkronasi sinyal. Perata-rataan vektor menghitung rata-rata besaran kompleks sinyal secara langsung. Bagian real dirata-ratakan terpisah dengan bagian imajiner. Proses perata-rataan secara terpisah ini dapat mengurangi efek noise pada sinyal acak karena sinyal acak tidak memiliki koherensi fasa pada tiap pengukurannya. 3. Perata-rataan puncak. Proses ini hanya mengambil nilai puncak dari tiap frekuensi dan merata-ratakannya pada setiap data rekaman FFT. Perata-rataan ini berguna untuk mengetahui besarnya puncak noise. 2.2.5 Fungsi Respon Frekuensi (FRF) [1, 4, 7] FRF adalah fungsi yang menggambarkan perbandingan antara respon getaran yang diterima oleh suatu struktur mekanik dengan gaya eksitasi yang diberikan dan dinyatakan dalam domain frekuensi. Pengukuran respon getaran dan gaya eksitasi ini haruslah dilakukan secara serempak. Data hasil pengukuran FRF ini selanjutnya dapat digunakan untuk menjelaskan karakteristik dinamik suatu struktur yang meliputi frekuensi pribadi, faktor redaman, dan bentuk modus getar struktur tersebut. Pada analisis sinyal getaran dengan dua kanal masukan, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8, spektrum daya diperoleh melalui perhitungan menggunakan fungsi jendela dan FFT di tiap kanal. Hasil rata-rata dari spektrum daya mandiri dan spektrum daya silang dihitung dan digunakan untuk mengestimasi nilai FRF. Fungsi koherensi, yang akan dibahas pada sub-sub-bab selanjutnya, juga dapat digunakan untuk memeriksa keabsahan nilai FRF. FRF dari suatu sistem digambarkan dengan nilai magnitude, H, dan fasa, H, di setiap frekuensi. Penguatan pada sistem ini adalah sama dengan besar magnitude-nya dan merupakan rasio magnitude keluaran dengan magnitude masukan pada tiap frekuensi. Phase pada sistem ini adalah perbedaan antara fasa luaran dan fasa masukan pada tiap frekuensi. Secara matematis, fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 13
( f) * y y x xy * x x x xx F f F f F G f H( f ) = =. = F f F f F f G f φ f =tan -1 Im G Re G xy xy ( f ) ( f ) (2.4) (2.5) dimana: G xy = spektrum daya silang antara sinyal x dan y; G xx = spektrum daya mandiri dari sinyal x; dan f = frekuensi. Gambar 2.8 Analisis Frekuensi Dua Kanal [7] 2.2.6 Koherensi Koherensi merupakan fungsi yang menyatakan tingkat keterkaitan antara dua buah sinyal. Dalam pengukuran FRF, fungsi kohenrensi menyatakan hubungan antara sinyal respon getaran y dengan sinyal gaya eksitasi x sebagai fungsi dari frekuensi. Fungsi ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 2 xy ( f) 2 2 γ f = ; 0 γ 1 xx G G f.g f yy (2.6) dimana: γ 2 = fungsi koherensi; G xy = spektrum daya silang antara sinyal x dan y; G xx = spektrum daya mandiri dari sinyal x; dan G yy = spektrum daya mandiri dari sinyal y. Jika nilai koherensi sama dengan 1 (satu), respon getaran yang terukur adalah murni berasal dari gaya eksitasi yang diberikan. Kemudian, nilai koherensi dapat berharga 0 (nol) saat repon getaran yang terukur bukanlah disebabkan oleh gaya eksitasi. Dalam batas 14
tertentu, nilai koherensi ini dapat ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah perata-rataan dari pengukuran. 15