RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 15/PUU-XIII/2015 Hak Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, dan komposisi jabatan wakil komisi Dewan Perwakilan Rakyat I. PEMOHON Abu Bakar. KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014 II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU 42/2014) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C UUD 1945: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: Dalam hal suatu Undang- Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
5. Bahwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut di atas jelas bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan uji materiil Undang-Undang a quo terhadap UUD 1945. IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia. Pemohon merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA FORMIL Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. B. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: Pasal 74 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (3) Dihapus; (4) DIhapus; (5) Dihapus; (6) Dihapus. Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan komisi terdiri dari atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Pasal 98 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (7) Dihapus; (8) DIhapus; (9) Dihapus. Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawaràh untuk mufakat. Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam satu paket yang bersifat tetap
berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Pasal 121 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Pasal 152 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 20A UUD 1945 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undangundang. Pasal 22A UUD 1945 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. Pasal 27 UUD 1945 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. Pasal 28H UUD 1945 (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa hadirnya UU 42/2014, timbulnya kekhawatiran Pemohon bahwa pemerintahan Joko Widodo terutama mengenai kebijakan yang lahir, tidak dapat berjalan dengan baik jika kewenangan DPR menjadi kuat; 2. Bahwa hadirnya UU 42/2014, partai-partai yang mendukung pemerintahan Joko Widodo tidak diakomodir dalam penentuan jabatan pimpinan alat kelengkapan dewan; 3. Bahwa keributan yang antara partai-partai yang mendukung pemerintahan Joko Widodo dan partai-partai yang mendukung Prabowo Subianto berujung dengan islah dan kesepakatan untuk mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hanya untuk sekedar mengakomodir keinginan dan kepentingan kubu partai; 4. Bahwa UU 42/2014 bertentangan dengan Pasal 22A UUD 1945, karena dalam Pasal 22A UUD 1945 yang berbunyi: Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. Sehingga menurut Pemohon pembentukan Undang-Undang harus didasarkan Pasal 5 huruf d, huruf e, huruf f, Pasal 6 ayat (1) huruf i, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 88 ayat (2), dan Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Sehingga oleh karenanya UU 42/2014 mengandung rumusan pembentukan yang tidak jelas; 5. Bahwa, pembentukan UU 42/2014, tidak didasari kepada naskah akademik, dan apabila didasari kepada naskah akademik maka, naskah tersebut bukan merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum; 6. Bahwa penghapusan Pasal 74 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU 42/2014, melemahkan hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat dikarenakan
tidak ada suatu keharusan dalam menjalankan rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (non executeable); 7. Bahwa penghapusan Pasal 98 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU 42/2014, berdampak kepada tidak dapat dijalankannya kewajiban dan/atau pemberian sanksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (non executeable); 8. Bahwa, Pasal 97 ayat (2) UU 42/2014, mengenai komposisi jumlah wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat setelah perubahan mencapai 4 (empat) orang, Pemohon berpendapat jumlah komposisi yang ideal adalah 3 (tiga) orang. Hal ini karena sudah terbukti pada masa jabatan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 memiliki kinerja yang baik dengan komposisi tersebut, dan Pemohon berpendapat dengan jumlah komposisi wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat sekarang yang mencapai 4 (empat) orang maka kinerja Dewan Perwakilan Rakyat lebih birokrasi, lamban bekerja, dan melemahkan Dewan Perwakilan Rakyat; 9. Bahwa, Pasal 109 ayat (2) UU 42/2014, mengenai komposisi jumlah wakil ketua Badan Anggaran DPR-RI setelah perubahan mencapai 4 (empat) orang, Pemohon berpendapat jumlah komposisi yang ideal adalah 3 (tiga) orang. Hal ini karena sudah terbukti pada masa jabatan wakil ketua Badan Anggaran DPR-RI periode 2009-2014 memiliki kinerja yang baik dengan komposisi tersebut, dan Pemohon berpendapat dengan jumlah komposisi wakil ketua Badan Anggaran DPR-RI saat sekarang yang mencapai 4 (empat) orang maka kinerja Komisi DPR lebih birokrasi, lamban bekerja, dan melemahkan Dewan Perwakilan Rakyat; 10. Bahwa, Pasal 115 ayat (2) UU 42/2014, mengenai komposisi jumlah wakil ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR-RI setelah perubahan mencapai 4 (empat) orang, Pemohon berpendapat jumlah komposisi yang ideal adalah 3 (tiga) orang. Hal ini karena sudah terbukti pada masa jabatan wakil ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR-RI periode 2009-2014 memiliki kinerja yang baik dengan komposisi tersebut, dan Pemohon berpendapat dengan jumlah komposisi wakil ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR-RI saat sekarang yang mencapai 4 (empat) orang maka kinerja Komisi DPR lebih birokrasi, lamban bekerja, dan melemahkan Dewan Perwakilan Rakyat; 11. Bahwa, Pasal 121 ayat (2) UU 42/2014, mengenai komposisi jumlah wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR-RI setelah perubahan mencapai 3 (tiga) orang, Pemohon berpendapat jumlah komposisi yang ideal adalah 2 (dua) orang. Hal ini karena sudah terbukti pada masa jabatan wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR-RI periode 2009-2014 memiliki kinerja yang baik dengan komposisi tersebut, dan Pemohon berpendapat dengan jumlah komposisi wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR-RI saat sekarang yang mencapai 3 (tiga) orang maka kinerja Komisi DPR lebih birokrasi, lamban bekerja, dan melemahkan Dewan Perwakilan Rakyat; 12. Bahwa, Pasal 152 ayat (2) UU 42/2014, mengenai komposisi jumlah wakil ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR-RI setelah perubahan mencapai
4 (empat) orang, Pemohon berpendapat jumlah komposisi yang ideal adalah 3 (tiga) orang. Hal ini karena sudah terbukti pada masa jabatan wakil ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR-RI periode 2009-2014 memiliki kinerja yang baik dengan komposisi tersebut, dan Pemohon berpendapat dengan jumlah komposisi wakil ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR-RI saat sekarang yang mencapai 4 (empat) orang maka kinerja Komisi DPR lebih birokrasi, lamban bekerja, dan melemahkan Dewan Perwakilan Rakyat; VII. PETITUM Bahwa berdasarkan dalil-dalil terurai di atas, dengan ini kami memohon kiranya Mahkamah Konstitusi dapat memutus perkara ini sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan uji Materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).