TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005) klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, sub-divisio Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Lilialaes, famili Liliales, genus Allium, spesis Allium ascalonicum L. Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabangterpencar, pada kedalaman antara 15-30 cm di dalam tanah. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Azmi, dkk, 2011). Batang bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan bagian tanaman, berbentuk seperti cakram disebut diskus, beruas ruas dan diantara ruas ruas terdapat kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar. Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus) yang berasal dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tangkai daun menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Rukmana, 2005). Daun pada bawang merah hanya merupakan satu permukaan, berbentuk bulat kecil memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung daunnya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak (Rukmana, 2005). Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berlubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Sedangkan kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 0,6 cm (Ambarwati dan Yudono, 2003). Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas utama (tunas inti). Tunas ini paling pertama muncul dari dasar umbi melalui ujung-ujung umbi, seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian bawah berbentuk kecil, bagian tengah membesar dan semakin keatas bentuknya semakin mengecil. Selanjutnya pada bagian yang membentuk kepala yang meruncing seperti mata tombak (Sudirja, 2010). Bawang merah memiliki buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumbuh membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 2005). Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma dan bentuk. Bawang merah yang warnanya merah, umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digorengdan bentuk yang lonjong serta umbi yang lebih besar lebih menarik dan disukai oleh konsumen (Sumarni dan Hidayat, 2005). Syarat Tumbuh Iklim Bawang merah paling menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang sering berkabut kurang baik untuk bawang merah dan sering menimbulkan bencana penyakit. Angin yang kencang
juga kurang baik. Demikian juga tempat yang terlindung dan teduh (Azmi, dkk, 2011). Bawang merah biasa dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 meter diatas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan didataran rendah yang memiliki suhu udara 25-32 dan iklim kering. Sebaiknya ditempat yang terbuka dan mendapat sinar matahari ± 70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang. Ketinggian tempat paling ideal antara 0-800 meter diatas permukaan laut (Rukmana, 2005). Bawang merah lebih senang pada iklim kering, tanah aluvial, dan udara panas sehingga sangat baik bila ditanam didataran rendah. Bawang merah sangat baik ditanam pada musim kemarau. Tanaman bawang merah masih tumbuh dan dapat berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamannya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005). Tanah Tanah yang paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang mempunyai kemasaman yang agak sedikit asam samapai normal, yaitu ph-nya antara 6,0-6,8. Kemasaman dengan ph antara 5,5-7,0 masih termasuk kisaran kemasaman yang dapat digunakan untuk lahan bawang merah (Ambarwati dan Yudono, 2003). Tanaman bawang merah memerlukan tanah tekstur sedang sampai liat drainase/aerase naik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah tidak masam (ph tanah: 5,6-6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah humus. Tanah yang cukup
lembab dan air tidak mengenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar, 1989). Pada prinsipnya, seperti pada bawang putih, tanaman bawang merah memerlukan tiga unsur pokok dalam pupuk yaitu N, P, dan K dalam bentuk N, P2O5 dan K2O. Dosis yang diberikan adalalah 100-120 kg N, 150 kg P2O5 dan 100 kg K2O. Akan tetapi pupuk tunggal sejenis ini sulit dijumpai dipasaran adalah Urea/ZA untuk sumber N, TS/DS untuk sumber P2O5 dan KCl/ZK untuk sumber K2O (Sumarni dan Hidayat, 2005). Pada tanaman bawang merah biasanya dibutuhkan unsur kalium yang sangat penting untuk pembentukan umbi. Kalium dalam tanaman sangat penting yaitu berperan sebagai kofaktor enzim dalam proses metabolisme tanaman, regulasi stomata, dan asimilasi CO. Kekurangan kalium menyebabkan umbi kecil sehingga produksi menurun (Tjionger, 2010). Kompos Limbah Kakao Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao. Apabila tidak dimanfaatkan dapat merupakan masalah lingkungan disekitar perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Budidaya atau pengolahan tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, teh, kakao, dihasilkan limbah padat organik dalam jumlah melimpah. Berdasarkan data statistik perkebunan 2006, luas areal kakao di Indonesia tercatat 992,448ha, produksi 560,880 ton dan tingkat produktivitas 657 kg/ha/tahun. Bobot buah kakao yang dipanen per-ha akan diperoleh 6200 kg kulit buah 2178 kg biji basah.
Limbah kulit kakao dapat diolah menjadi kompos untuk menambah bahan organik (Isroi, 2007). Dari hasil penelitian diperoleh kompos kulit buah kakao memiliki C/N sebesar 12. Kompos limbah kakao mempunyai CaO dan MgO yang tinggi dan S yang rendah. CaO terlibat dalam pembelahan sel dan sebagian besar kegiatan pada membran sel. MgO merupakan komponen klorofil dan beberapa macam enzim. Sedangkan unsur S terlibat dalam penyediaan energi untuk tanaman (Rosniawaty, 2004). Food and Fertiizir Technology Center (1997) secara umum telah mengusulkan persyaratan minimal untuk pupuk organik, yaitu: 1. Mencantumkan kadar kandungan hara, ph. 2. C/N rasio maksimal 20 3. Kandungan bahan organic maksimal 60%. Pada dasarnya, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman (Rosniawaty, 2004). Menurut KEPMEN Pertanian pada SNI nomor 19-7030-2004 kematangan kompos ditentukan oleh hal-hal berikut: 1. C/N rasio mempunyai nilai 10-20, 2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah, 3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah, 4. Berbau tanah.
Proses pengomposan dilakukan pada standar lokasi pengomposan yang baik. Limbah kakao yang berupa kulit buah kakao di giling kompos limbah kakao dicampur dengan penambahan dedak padi dan kotoran kambing sebagai bahan tambah sebanyak 30% dari jumlah limbah kakao. Setelah bahan tercampur, kompos dipermentasikan dengan diberi dekomposer. Tujuan diberikan dekomposer yakni sebagai pengurai kompos dan dapat mempercepat kematangan kompos. Selama masa fermentasi kompos harus dicek suhu nya dan kompos dibolak-balik agar suhu tetap normal dan kematangan kompos merata. Varietas Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi,sitologi,kimia, dan lain-lain) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksikan kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya (Poehlman and Sleper, 1995). Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995) Lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang terdapat dekat disekitar tanaman dan disebut lingkungan mikro. Faktor ini tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari tanaman dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila berda dalam kondisi
yang sesuai. Jika berada dalam kondisi tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen terhadap berkembangnya karekteristik dengan mengubah tingkat keadaaan lingkungan (Allard, 2005). Bawang merah merupakan tanaman berhari panjang, proses pembentukan umbi membutuhkan jumlah siang yang lebih panjang dibandingkan tanaman berhari pendek. Umbi bawang merah dapat terus membesar. Besar umbi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Ukuran diameter umbi lebih besar dari 2 cm, merupakan karakteristik utama umbi bawang merah yang disukai oleh petani, yaitu umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua, berdiameter 2cm, dan beraroma menyengat (Putrasamedja dan Soedomo, 2007). Varietas unggul merupakan faktor utama yang menentukan tingginya produksi yang diperoleh bila persyaratan lain terpenuhi. Varietas unggul dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Suatu varietas unggul tidak selamanya akan menunjukkan keunggulannya, tetapi makin lama akan meurun tergantung pada komposisi genetiknya (Poehlman and Sleper, 1995). Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama, namun perlu diingat bahwa susunan genetik yang berbeda dapat juga diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang akan menghasilkan keragaman pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Tanah Inseptisol Penyebaran tanah inseptisol sangat luas di Indonesia berkisar 1.349.152 ha. Tanah inseptisol di Indonesia umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang
bervariasi mulai dari rendah sampai tinggi. Sifat tanahnya beraksi masam hingga agak netral. Kadar bahan organik tanah berkisar dari rendah hingga sedang. Sedangkan kandungan N dan P berpotensial rendah sampai tinggi. Kalium potensial digolongkan sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa dari tinggi sampai sangat tinggi (Subagyo, 2000). Pembentukan solum tanah inseptisol yang terdapat didataran rendah umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang terbentuk tipis. Warna tanah Inseptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi (Resman, dkk, 2006). Inseptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih dibandingkan dengan tanah yang matang dan masih banyak mempunyai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993). Sifat fisik dan kimia Inseptisol antara lain: bobot jenis 1,0 g/cm 3, kalsium karbonat kurang dari 40%, ph mendekati netral atau lebih (ph<4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup banyak antara 0,1-1 atm (Resman dkk, 2006). Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah Inseptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lembung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang
menghambat pembentukan tanah Inseptisol adalah pelapukan bantuan dasar menjadi bahan induk (Resman dkk, 2006). Perkembangan tanah inseptisol umunya terjadi pada horizon B, strukturnya yang mantap dan teguh. Berasal dari batuan beku, sedimen dan metamorf. Arah perkembangannya dapat menuju tanah ultisol dan alfisol (Harjowigeno, 1985). Heritabilitas Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang dapat diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allarrd, 2005). Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan (Poehlman and Sleper, 1995). Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menetukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi yang sama maka varietas tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang
berasal dari genotif individu anggota populasi. Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, isalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun adapula variasi yang merupakan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Allarrd, 2005). Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman panampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pad berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selau mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan bersal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).