BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

Proses Penularan Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I LATAR BELAKANG

Nyamuk sebagai vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PERANCANGAN VIDEO INFOGRAFIS MENGENAI PENYEBARAN DAN SIKLUS HIDUP NYAMUK

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

Sitti Badrah, Nurul Hidayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman 1) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

Universitas Diponegoro Koresponden :

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANOPHELES. Vector penyakit malaria Vektor filariasis malayi dan timori (Anopheles barbirostris) Kepentingan dalam dunia kedokteran

A. LATAR BELAKANG MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

IDENTIFIKASI JENIS KONTAINER DAN MORFOLOGI NYAMUK Aedes sp DI LINGKUNGAN SD AISYIAH KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

IDENTIFIKASI LARVA DAN NYAMUK AEDES, ANOPHELES, DAN CULEX

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESOINER KECAMATAN :... NAMA SEKOLAH : SD... ALAMAT SEKOLAH :... WILAYAH PUSKESMAS :... TGL. SURVEY :... PETUGAS :...

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

Langkah-langkah Anti Nyamuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Tanggal / Tempat Lahir : 13 Agustus 1988 / Terengganu, Malaysia.

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) DHF ( Dengue Haemoragic Fever)

Kajian resiko penularan demam berdarah dengue pada sekolah dasar di Kecamatan Oebobo dan Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, tahun 2012

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

Survei Larva Nyamuk Aedes Vektor Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kotamadya Padang Provinsi Sumatera Barat

II. TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

PERBANDINGAN KEBERADAAN LARVA AEDES SP. PADA JENIS CONTAINER ANTARA RW 03 DAN RW 07 DI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH BARAT, JAKARTA PUSAT

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang membawa virus dengue. Penyakit ini dapat menyerang semua orang terutama pada anak dan apat mengakibatkan kematian serta serig menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah pada suatu negara (Gandahusada et al, 2002). Munculnya kejadian DBD karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes sp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya (Candra A, 2010). Kasus Demam Berdarah di Indonesia jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Angka demam berdarah ini meningkat di berbagai kota di Indonesia, meningkatnya jumlah kasus disebabkan oleh sulitnya pengendalian nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 6

7 2.2 Malaria Nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria yaitu tribus Anophelini genus Anopheles. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang ditularkan melalui ngigitan nyamuk Anopheles betina yang didalam air liurnya terdapat plasmodium, plasmodium ini menjadi sporozoit di dalam tubuh nyamuk yang terinfeksi. 2.3 Filariasis Penyakit filariasis atau yang biasa disebut elephantiasis/ kaki gajah ditandai dengan pembengkakan organ tubuh akibat dari cacing dewasa filaria. Vektor dari penyakit ini adalah nyamuk dari tribus Anophelini dan non Anophelini / Culicini. Parasit penyebab filariasis ini antara lain spesies dari cacing Wuchereria bancrofti, Wuchereria malayi dan Wuchereria timori. Vektor utama filariasis Wuchereria Bancrofti di perkotaan adalah Culex quinquefasciatus (C.pipiens), sedangkan pada pedesaan dari spesies Anopheles albopictus dan Anopheles anconitus yang biasanya ditemukan di pesisir pantai dengan tanaman bakau atau di danau dan rawa rawa. 2.4 Chikungunya Penyakit yang disebakan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus sebagai vektor perantara yang membawa virus chikungunya. Penyakit ini gejalanya hampir mirip dengan DBD.

8 Strategi pencegahan penyakit yang ditimbulkan oleh nyamuk sebagai vektor perantara meliputi : 1. Membatasi terjadinya KLB / wabah penyakit dengan kegiatan bulan bakti gerakan 3M (penyuluhan intensif, kerja bakti, kunjungan rumah pemantauan jentik) 2. Pemberantasan vektor : a) Penyemprotan (fogging) fokus pada lokasi ditemui kasus. b) Penyuluhan gerakan masyarakat dalam PSN (Pemberantasan sarang nyamuk) melalui penyuluhan dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan informasi yang ada, melalui kerjasama lintas program dan sektor serta dikoordinasikan oleh KepalaDaerah/ Wilayah. c) Abatisasi selektif (sweeping jentik) di seluruh wilayah / kota. d) Kerja bakti melakukan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) Untuk mengetahui keberadaan larva di suatu lokasi dapat dilakukan survei larva sebagai berikut: a. semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya larva. b. Memeriksa tempat penampungan air yang bersifat tetap, umumnya untuk kebutuhan rumah tangga seperti: bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan larva, tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa benar larva tidak ada.

9 c. Memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti vas bunga / pot tanaman air / botol yang airnya keruh, tempat minum burung, ban bekas, kaleng dan botol-botol bekas seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. d. Memeriksa tempat perindukan alamiah seperti yang ada pada pelepah daun, dan lubang lubang pohon yang terisi air. e. Menggunakan senter untuk memeriksa larva di tempat yang airnya keruh dan gelap. 2.5 Breeding Place (Tempat perindukan) 2.5.1 Habitat vektor Nyamuk dalam hidupnya mengalami beberapa fase perkembangan dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Dalam perkembangannya, stadium telur, larva dan pupa hidup di dalam air, sedangkan dewasa hidup di udara. Ditemukannya larva di tempat- tempat penampungan air berpotensi meningkatkan perkembangan vektor penyebab penyakit dan beresiko terjadi peningkatan jumlah kasus seperti DBD, malaria, cikungunya dan filariasis (Nadifah et al, 2016). Stadium larva merupakan stadium penting karena gambaran jumlah larva akan menunjukkan populasi dewasa, selain itu stadium larva juga mudah untuk diamati dan dikendalikan karena berada di tempat perindukan yaitu air (Nadifah et al, 2016). Breeding place adalah tempat perindukan nyamuk untuk berkembang biak, tempat ini merupakan bagian paling penting dalam siklus hidup nyamuk, karena melalui breeding place ini kelangsungan siklus hidup nyamuk dapat berlangsung

10 dengan baik. Oleh karena itu studi tentang tempat perindukan nyamuk perlu untuk dibahas,dengan mengetahui tempat perindukan akan berperan dalam pengendalian terhadap vektor DBD ini secara aman, mandiri, dan lebih murah (Sembel DT, 2009). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis- jenis larva pada berbagai tempat perindukan, dan angka kepadatan jenis larva yang banyak ditemukan pada suatu wilayah (Rosa, et al 2007) Adapun macam- macam bejana (container) : 1. Tempat penampungan air yag sifatnya tetap, umumnya untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi, bak simpanan atau tempayan, bak WC, bahkan bisa juga pada tempat minum burung, kaleng bekas- bekas dan vas bunga. 2. Barang barang bekas yang terisi air hujan seperti ban bekas, botol, ataupun kaleng- kaleng bekas. 3. Tempat perindukan alamiah seperti tonggak pohon, pelepah daun, potongan bambu dan lubaang pohon yang semuanya terisi air. 2.5.2 Daur Hidup Nyamuk termasuk kelas Insecta, ordo Diphtera, dan famili Culicidae. Jenis jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, dari subfamili Culicidae dibagi 3 tribus yaitu tribus Culicini (Aedes sp, Culex sp, dan Mansonia sp), sedangkan dari subfamili Anophelini adalah Anopheles sp dan tribus Toxorhynchitini yaitu Toxorhynchites (Umniyati R, 2008).

11 Ada nyamuk yang meletakkan telurnya pada tanaman, lubang kayu (tree holes), tanaman berkantung yang dapat menampung air, atau dalam wadah bekas yang menampung air hujan, dan air bersih. (Purnama, 2010) Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi pada 1 2 jam akan berwarna hitam. Setelah 2 4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di air. Tempat perindukan (breeding place) tiap spesies berlainan misalnya kolam, rawa, sawah, sungai dan tempat tempat yang digenangi air seperti got dan saluran air. Pertumbuhan larva instar I IV berlangsung selama 6 8 hari pada Aedes dan Culex, sedangkan 3 minggu pada Mansonia sp. Larva tumbuh menjadi pupa yang tidak makan, tapi memerlukan oksigen yang diambilnya melalui corong nafas (breathing trumpet). Perlu waktu 1 3 hari sampai beberapa minggu untuk menjadi nyamuk dewasa. Pupa jantan menetas lebih dahulu, karena nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan, menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi (Soegijanto, 2006). Ukuran nyamuk relatif kecil (4 13mm) dan rapuh. Nyamuk betina mempunyai antena dengan bulu yang tidak lebat (pilosa), sedangkan jantan mempunyai antena dengan bulu yang lebat (plumosa). Kebanyakan nyamuk betina menghisap darah manusia atau hewan lain seperti sapi, babi, kuda, dan burung dalam jumlah yang cukup sebelum perkembangan telurnya. Namun ada jenis nyamuk yang bersifat spesifik dan hanya menggigit manusia atau mamalia. Nyamuk jantan biasanya hidup dengan memakan cairan tumbuhan (Supartha, 2008).

12 2.6 Jenis jenis nyamuk 2.6.1 Aedes sp Telur berbentuk lonjong agak memipih, berwarna kekuningan dan bila sudah tua warnanya agak gelap. Pada umumnya di permukaan air diletakkan satu persatu dan menempel pada dinding-dinding bejana. Dalam keadaan lembab, telur masih dapat bertahan sampai lebih dari 6 bulan. Rata - rata betina 100 butir tiap kali betelur. Kira kira butuh waktu 2 hari untuk menetas menjadi larva. Gambar 1 telur Aedes sp. (Fitria, 2012) Ciri larva Aedes sp: Terdapat di air jernih Sikapnya membentuk sudut 450 dengan permukaan air Bagian kepalanya dibawah. Bentuk sifon relatif pendek, dan gemuk, berwarna gelap dengan mempunyai satu rumpun bulu (gigi pecten). Pada segmen ke 8 terdapat deretan sisir sebanyak 8-12 buah, dan dapat berkembang selama 6-8 hari.

13 Gambar 2 ekor larva nyamuk Aedes sp (parasitologi atlas, 2010). Stadium pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Tahap pupa pada umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. (Mustika et al, 2013). Nyamuk Aedes aegypti dewasa yang aktif pada siang hari dan biasanya akan berkembang biak dan meletakkan telurnya pada tempat tempat penampungan air bersih atau genangan air hujan misalnya bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga (baik di lingkungan dalam rumah, sekolah, dan perkantoran) genangan kaleng bekas, kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, pagar bambo, kulit buah (rambutan, tempurung kelapa), ban bekas ataupun semua bentuk kontainer yang dapat menampung air bersih. (Sembel DT, 2009).

14 Gambar 3 nyamuk Aedes aegypti (entomologi, 2007). 2.6.2 Culex sp Stadium telur diletakkan saling berkaitan sehingga membentuk rakit, telur diletakkan pada permukaan air. Telur Culex berbentuk seperti peluru senapan. Berikut adalah ciri ciri larva Culex sp : Berkembang biak di air kotor Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir. Bentuk Siphon langsing. Pada corong udara mempunyai rambut lebih dari satu kelompok rambut Tidak ada rambut rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs) pada segmen abdomen. Gambar 4 ekor nyamuk Culex sp (parasitologi atlas, 2010).

15 Pupa Culex sp corong pernapasan berbentuk sempit dan panjang seperti pipa yang berfungsi untuk mengambil oksigen. Nyamuk Culex sp betina memiliki palpus lebih pendek daripada probosisnya, sedangkan yang jantan palpi lebih panjang dari probosisnya. Menghisap darah biasanya pada malam hari. Tempat perindukan Culex adalah di air comberan di dekat rumah, sawah, daerah pantai dan rawa - rawa berair payau. 2.6.3 Mansonia sp Stadium telur mansonia sp diletakkan berlekatan berbentuk seperti raket,lancip dan diletakkan dibawah tanaman air. Pada stadium larva Mansonia mempunyai siphon berujung lancip dan berpigmen gelap. Gambar 5 ekor larva nyamuk Mansonia sp (parasitologi atlas, 2010) Stadium pupa Mansonia sp mempunyai corong pernafasan seperti duri bentuk segmen tajam keras dan kuat untuk menusuk akar tanaman. Pada stadium dewasa Mansonia sp betina palpusnya lebih pendek dari probosis, sedang Mansonia jantan palpusnya lebih panjang dari probosis. Hidup secara nocturnal di wilayah hutan dan rawa dengan lingkungan yang kotor, bersifat agresif dan menghisap

16 darah saat manusia berada pada aktivitas malam hari khususnya saat di luar rumah. 2.6.4 Anopheles sp Stadium telur Anopheles sp yang diletakkan satu per satu diatas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf serta mempunyai sepasang pelampung yang terletak di tengah lateral Stadium larva Anophelini di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen,tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan bulu plasma pada bagian lateral abdormen. Gambar 6 larva nyamuk Anopheles sp (parasitologi atlas, 2010). Stadium pupa mempunyai tabung pernafasan ( respiratory trumpet ) yang bentuknya lebar dan pendek di gunakan untuk pengambilan oksigen dari udara. Posisi sejajar ketika berada di atas permukan air. Stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampirsama dengan panjang probosisnya. Pada nyamuk jantan ujung palpusnya membesar. Sayap bagian pinggir ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok

17 membentuk gambaran hitam dan putih. (Gandahusada, Illahude, Wita Pribadi, 1998). Gambar 7 morfologi nyamuk stadium telur-imago (Safar R, 2010).

18 2.7 Perhitungan Angka Kepadatan Larva Larva yang ditemukan diidentifikasi. Setelah teridentifikasi jenis larva Aedes sp yang ditemukan dihitung dengan tujuan menghitung kepadatannya karena larva Aedes sp ini paling sering ditemukan pada container air dibandingkan jenis larva lain. Rumus perhitungannya adalah: House Index adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan larva dengan rumah yang diperiksa secara acak. HI = Jumlah rumah yang positif larva x100% Jumlah rumah yang diperiksa >50% resiko penularan penyakit tinggi ; <50% resiko penularan penyakit rendah. Container Index adalah persentase jumlah wadah yang ditemukan larva pada jumlah wadah yang diperiksa yang dipilih secara acak. CI = Jumlah wadah yang positif larva x 100% Jumlah wadah yang diperiksa >50% resiko penularan penyakit tinggi ; <50% resiko penularan penyakit rendah. Breteau Index adalah jumlah persentase wadah yang terdapat larva dengan rumah yang diperiksa. BI = Jumlah wadah yang positif larva x 100% Jumlah rumah yang diperiksa >50% resiko penularan penyakit tinggi ; <50% resiko penularan penyakit rendah.

19 2.8 Kerangka teori Tempat perindukan larva Proses identifikasi larva Penangkapan larva Jenis larva yang banyak ditemukan Pembuatan sediaan larva Gambar 18: Gambar kerangka teori Angka kepadatan larva