BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). Penyakit ginjal kronis saat ini merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat insidennya yang terus meningkat. Menurut United State Renal Data System (USRDS) di Amerika Serikat prevalensi PGK meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya. Pada tahun 2010, tercatat sebanyak 116.946 penderita yang memulai terapi pengganti ginjal dari total penderita PGK yang mencapai 594.374 jiwa (USRDS, 2012). Di Indonesia, penderita yang mengalami PGK dan menjalani terapi hemodialisis mengalami peningkatan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia terdapat 18 juta orang di Indonesia menderita PGK (Wiguno & Suhardjono, 2009). Menurut laporan Indonesian Renal Registry (2012) pada tahun 2009, tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, meningkat pada tahun 2010 sebanyak 8.034 penderita dan meningkat lagi pada tahun 2011 sebanyak 12.804 penderita. 1
Progresivitas PGK terkait dengan berbagai macam komplikasi serius. Salah satu komplikasi dari PGK tahap akhir adalah gangguan tulang dan mineral. Gangguan metabolisme mineral terjadi selama tahap awal penyakit ginjal kronis. Hiperfosfatemia terjadi sebagai konsekuensi dari berkurangnya filtrasi dan ekskresi fosfat pada perkembangan PGK. Penurunan ekskresi fosfat awalnya dapat diatasi dengan peningkatan sekresi hormon paratiroid, yang menurunkan reabsorpsi fosfat proksimal. Oleh karena itu, kadar fosfat biasanya dalam kisaran normal sampai GFR turun di bawah sekitar 30 ml/menit atau stadium IV (Coladonato, 2005). Pada PGK, akibat terhambatnya ekskresi fosfat, akan terjadi hiperfosfatemia yang secara fisikokimiawi akan mengakibatkan terjadinya hipokalsemia. Selanjutnya, hiperfosfatemia dan hipokalsemia akan merangsang peningkatan sekresi hormon paratiroid (Tomasello, 2008). Hiperfosfatemia telah lama dikaitkan dengan perkembangan hiperparatiroidisme sekunder dan osteodistrofi ginjal. Kontrol yang memadai terhadap kadar fosfat serum tetap menjadi landasan dalam manajemen penderita PGK, tidak hanya untuk menurunkan perkembangan hiperparatiroidisme sekunder tetapi juga untuk mengurangi resiko kalsifikasi vaskular dan mortalitas kardiovaskular (Thomas et al, 2008). Kontrol terhadap kadar fosfat meliputi diet rendah fosfor, dialisis, pengikat fosfat oral, dan pengendalian hormon paratiroid. Pengikat fosfat diperlukan untuk membatasi penyerapan fosfat. Agen pengikat fosfat yang sering digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO 3 ) dengan dosis harian yang digunakan adalah 1000 1500 mg/hari (K/DOQI, 2003). Kalsium 2
karbonat telah digunakan secara luas di seluruh dunia sejak awal 1980-an karena kemanjuran, tolerabilitas, dan keterjangkauannya (Coladonato, 2005). Gangguan pada metabolisme mineral dan penyakit tulang adalah komplikasi umum dari PGK dan penyebab utama morbiditas dan penurunan kualitas hidup (Moe et al, 2006). Menurut WHO (1994) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. Dalam penatalaksanaan pasien hemodialisis, penilaian terhadap kualitas hidup merupakan faktor penting karena kualitas hidup berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal (Al-Jumaih et al, 2011). Pasien hemodialisis dengan kualitas hidup yang rendah akan meningkat mortalitasnya dibandingkan dengan populasi normal. Penilaian tentang kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai efektivitas terapi yang diberikan, sehingga kualitas hidup juga menjadi tujuan penting dalam pengobatan penyakit ginjal (Zadeh, 2001). Pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 5 tahun memiliki sindrom osteodistrofi renal yang lebih banyak seperti gatal yang berlebihan, lelah, dan susah berjalan. Hal ini tentu mempengaruhi aktivitas dalam aspek penilaian kualitas hidup seseorang (Jonjic et al, 2008). 3
Aspek kualitas hidup pada pasien dapat diukur menggunakan berbagai macam kuesioner. Kuesioner tersebut antara lain skala Karnofsky, WHOQOL, SF 36 dan KDQOL. Beberapa aspek yang khusus pada penderita PGK yang menjalani dialisis tidak dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang dirancang untuk penyakit umum, sehingga memerlukan kuesioner untuk mengukur kualitas hidup penderita PGK secara spesifik, yaitu menggunakan kuesioner Kidney Disease Quality of Life Short Form (KDQOL-SF) (Hays et al, 1997). Pertanyaan pada kuesioner ini terdiri dari 43 pertanyaan yang menggali kualitas hidup terkait dengan penyakit ginjal yang menjalani dialisis dan 36 pertanyaan terkait kondisi kesehatan secara umum. Kadar hormon paratiroid intak yang tinggi (> 300 pg/ml) dihubungkan dengan rendahnya nilai kualitas hidup pasien hemodialisis, terkait dengan outcome yang buruk, seperti tingginya angka mortalitas dan hospitalisasi (Malindretos et al, 2012). Pengontrolan yang baik terhadap kadar hormon paratiroid intak dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis. Penelitian menyebutkan bahwa CaCO 3 secara signifikan menurunkan kadar hormon paratiroid intak. Pemberian CaCO 3 sangat efektif dalam menurunkan progresivitas hiperparatiroid sekunder pada pasien PGK (Debour et al, 2002). Kalsium karbonat memberikan outcome yang lebih baik dan kejadian mortalitasnya lebih rendah dibandingkan sevelamer. Peningkatan efek survival pada penggunaan CaCO 3 ini dapat meningkatkan kualitas hidup penderita PGK (Jean et al, 2011). 4
Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta didesain dengan konsep mendasar pada pelayanan kesehatan terpadu dan terintegrasi dalam kluster dengan multiprofessional team work dan sistem pendidikan klinik interprofessional and transprofessional (Anonim a, 2013). Rumah sakit Akademik UGM merupakan salah satu rumah sakit yang menyelenggarakan unit layanan hemodialisa sebagai layanan unggulan untuk melayani pasien gagal ginjal. Sebagian besar penderita PGK di RSA menggunakan terapi dengan CaCO 3 sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kadar hormon paratiroid intak dengan kualitas hidup pasien hemodialisis rutin yang diberikan terapi CaCO 3 terkait kondisi hiperfosfatemia yang dialami penderita PGK. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan : apakah ada hubungan antara kadar hormon paratiroid intak dengan kualitas hidup pasien hemodialisis yang diberikan kalsium karbonat di RS Akademik UGM? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh terapi CaCO 3 pada kualitas hidup penderita PGK yang menjalani hemodialisis di RS Akademik Yogyakarta belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang kaitan antara terapi, kadar ipth dan kualitas hidup pada penderita PGK yang menjalani hemodialisis telah 5
dipublikasikan dan penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian ini, seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Penelitian mengenai kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis Peneliti Judul Hasil Penelitian Pramono, 1997 Pengaruh terapi eritropoetin terhadap kualitas hidup penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin Metode penelitian dilakukan dengan membandingkan kualitas hidup pasien yang diberikan rhu-epo 2000 U/sc/2x seminggu selama 5 minggu dibandingkan dengan plasebo. Kesimpulannya pemberian rhu-epo 2000U/sc/2x seminggu selama 5 minggu dapat meningkatkan kualitas hidup dan status fungsional penderita PGK yang menjalani HD rutin. Johansen et al, 2007 Isakova et al, 2009 Malindre tos, et al, 2012 Chronic Kidney Disease Mineral Bone Disorder and Health Related Dialysis Patients Phosphorus Binders and Survival on Hemodialysis A Study of the Association of Higher Parathormon Levels with Health-Related Quality of Life in Hemodialysis Patients. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara gangguan mineral dan tulang dengan kualitas hidup pasien hemodialisis. Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan mengumpulkan data kuesioner KDQOL-SF 36 versi 1.3 dan data laboratorium dari 2590 pasien hemodialisis. Hasil penelitian ini adalah kadar fosfat dan ipth yang rendah berhubungan dengan nilai kesehatan fisik yang buruk. Tidak ada hubungan antara kadar fosfat, kalsium dan ipth dengan domain kesehatan mental dan penyakit ginjal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek terapi agen pengikat fosfat terhadap kemampuan survival pasien hemodialisis yang mengalami hiperfosfatemia. Penelitian ini menggunakan desain cohort study terhadap 5055 responden yang dibagi kedalam kelompok yang menggunakan agen pengikat fosfat dan tidak. Hasil penelitian adalah terapi dengan agen pengikat fosfat berhubungan dengan rendahnya mortalitas dan memperbaiki survival pasien hemodialisis. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar ipth dengan kualitas hidup. Penelitian ini menggunakan desain case control study terhadap 156 pasien hemodialisis. Kualitas hidup diukur dengan menggunakan kuesioner KDQOL-SF36 versi 1.3. Hasil penelitian adalah kadar ipth yang tinggi (>300 pg/ml) berhubungan dengan nilai parameter nyeri dan kesehatan fisik yang buruk. 6
Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian pada tabel 1 adalah penelitian ini melihat hubungan antara kadar ipth karena pemberian kalsium karbonat dengan kualitas hidup penderita PGK yang menjalani hemodialisis di RS Akademik UGM Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Farmasis Sebagai bahan dan motivasi farmasis untuk dapat meningkatkan peran farmasi klinik dalam pharmaceutical care terutama dalam penatalaksanaan terapi penyakit ginjal kronik dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. 2. Instalasi Rumah Sakit dan Profesi Kesehatan Lain Memberikan informasi bagi rumah sakit dan profesi kesehatan lain mengenai kualitas hidup pasien hemodialisis rutin yang menggunakan terapi CaCO 3 sehingga dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang merupakan tujuan dari terapi penderita PGK yang menjalani hemodialisis rutin. 3. Peneliti Memberikan data dan pustaka bagi peneliti yang akan datang dalam rangka peningkatan pelayanan dan pengelolaan penderita PGK yang menjalani hemodialisis rutin pada khususnya dan pasien PGK pada umumnya. 7
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar hormon paratiroid intak dengan kualitas hidup pasien hemodialisis yang diberikan kalsium karbonat di RS Akademik UGM. 8