BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian paling tinggi di dunia, berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 terdapat sekitar 14 juta kasus kanker baru dan 8,2 juta kasus kanker berakhir kematian. Enam jenis kanker penyebab angka kematian tertinggi didominasi oleh kanker paru dengan jumlah kematian 1,59 juta, kanker hati, kanker lambung, kanker kolorektal, kanker payudara, dan kanker esofagus [1]. Menurut data WHO pada tahun 2014 sebanyak 30.866 kasus kematian akibat kanker paru di Indonesia, yaitu 8.390 kematian pada wanita dan 22.476 kematian pada pria [2]. Kanker paru merupakan salah satu masalah utama dibidang kesehatan di negara maju seperti Amerika serikat dan menjadi penyebab kematian tertinggi akibat kanker, diperkirakan pada tahun 2016 terdapat sebanyak 224.390 kasus baru kanker paru dan 158.080 kematian [3][4]. Kanker paru berawal dari pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkontrol dan berkembang menjadi sel kanker pada satu atau kedua bagian paru, pada umumnya disebabkan karena kebiasaan merokok [4][5]. Meskipun kebiasaan merokok merupakan penyebab utama kanker paru, risiko kanker juga meningkat karena faktor eksternal lainnya seperti paparan asap rokok, polusi udara, paparan lingkungan seperti radon, paparan racun di tempat kerja seperti asbes dan arsen. Selain faktor eksternal, faktor internal seperti perubahan genetika dan memiliki keluarga riwayat kanker paru juga berisiko terkena kanker paru [6]. Berdasarkan sel-sel yang terlihat dibawah mikroskop kanker paru terbagi menjadi dua tipe yaitu, Small Cell Lung Cancer (SCLC) atau kanker paru sel kecil dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) atau kanker paru yang nonsel kecil [4]. Kanker paru nonsel kecil menyumbang 85% dari semua kanker paru sehingga lebih sering ditemukan daripada kanker paru sel kecil yang hanya 15%. Akan tetapi kanker paru sel kecil lebih cepat berkembang dan responsif terhadap kemoterapi [7]. 1
Gejala kanker paru biasanya tidak muncul sampai kanker berkembang pada tahap lanjut. Ketika gejala umum muncul seperti batuk terus-menerus, nyeri dada, batuk darah, sesak napas dan gejala lainnya didada sering tidak disadari sebagai gejala kanker paru sehingga dapat menunda diagnosis dan jika ditemukan pada tahap lanjut sulit untuk disembuhkan [8][9]. Pada umumnya pasien kanker paru hanya memiliki 5 tahun masa untuk bertahan hidup setelah didiagnosis, namun dibeberapa kasus bisa lebih lama tergantung tipe dan stadium kanker ditemukan serta perawatan apa yang dilakukan [10][11]. Semakin awal kanker paru ditemukan akan semakin mudah disembuhkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan deteksi dini dan diagnosis kanker paru untuk menekan angka kematian. Tahapan deteksi dini kanker paru diawali dengan pemeriksaan fisik, apabila gejala tidak ditemukan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologi seperti X-ray dada dan Computed Tomography (CT) scan, serta pemeriksaan laboratorium satu atau lebih sampel (cairan dahak, cairan pleura, sel jaringan paru dan cairan getah bening) yang diambil dari dalam paru sesuai rekomendasi dokter [6][12]. Untuk pemeriksaan radiologi khususnya deteksi dini kanker paru penggunaan mesin CT scan lebih unggul dibandingkan X-ray dada, karena karakteristik lesi terlihat lebih detail dan lebih rendah efek radiasi. Penelitian yang dilakukan oleh The National Lung Screening Trial (NLST) [13] merekomendasikan pemeriksaan radiologi kanker paru pada tahap awal menggunakan Low Dose Computed Tomoghrapy (LDCT) scan, karena berdasarkan hasil penelitian terbukti membantu menurunkan risiko kematian sebesar 20% jika dibandingkan dengan pemeriksaan X-ray dada. Terdapat tujuh kriteria diagnosis kanker paru primer berdasarkan gambaran morfologi lesi pada hasil pemeriksaan CT scan toraks, yaitu ground glass opacity (GGO), densitas heterogen, tepi irregular spiculated, ukuran tumor, air bronchogram, lobulated, dan penyangatan [14]. Pada saat pemeriksaan citra hasil CT scan secara visual masih terdapat subjektifitas dalam menilai karakteristik lesi sehingga hasil interpretasi beragam tergantung pada pengalaman dan kepakaran dokter radiologi. Oleh karna itu, perlu adanya sistem yang diharapkan dapat memberikan second opinion dalam proses diagnosis. 2
Penelitian tentang kanker paru telah banyak dilakukan, antara lain berupa Computer Aided Diagnosis (CAD) kanker paru [15][16], deteksi kanker paru [17][18][19], deteksi nodul kanker paru [20][21], klasifikasi kanker paru [22][23][24], deteksi dan klasifikasi fitur GGO [25][26][27][28][29]. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang mengklasifikasikan kriteria diagnosis kanker paru berdasarkan gambaran morfologi densitas lesi pada CT scan toraks. Sehingga perlu dilakukan pengembangan penelitian klasifikasi morfologi densitas dalam penentuan diagnosis terutama pada lesi dengan densitas heterogen yang cenderung memiliki sifat ganas [14][30]. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada identifikasi karakteristik morfologi densitas lesi kanker paru. Densitas lesi merupakan gambaran dari kepadatan jaringan penyusun berdasarkan intensitas grey level yang terbagi menjadi densitas heterogen dan homogen. Fitur yang signifikan untuk mendapatkan ciri densitas adalah fitur tekstur. Nilai fitur yang didapat dari proses ekstraksi fitur dijadikan variabel masukan pada algoritme klasifikasi. Hasil akhir proses klasifikasi membagi dua kategori menjadi heterogen dan homogen yang dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dokter dalam diagnosis kanker paru. 1.2 Perumusan masalah Pemeriksaan radiologi CT scan merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan untuk deteksi dini kanker paru, namun pemeriksaan citra hasil CT scan secara visual bersifat subjektif dalam menilai karakteristik lesi sehingga hasil interpretasi beragam tergantung pada pengalaman dan kepakaran dokter radiologi. Penelitian yang ada cenderung langsung mengklasifikasikan lesi menjadi jinak dan ganas, tanpa memperhatikan masing-masing kriteria diagnosis kanker paru terlebih dahulu sehingga berpotensi menghasilkan false positive results. Belum adanya second opinion yang dapat dijadikan panduan dalam membedakan karakteristik densitas yang merupakan salah satu gambaran morfologi lesi dalam kriteria diagnosis kanker paru. 3
1.3 Keaslian penelitian Pada bagian ini berisi kajian mengenai beberapa penelitian terkait kanker paru dan metode-metode yang telah diterapkan pada citra CT scan. Kajian dilakukan untuk memberikan informasi mengenai perbedaan dan kebaruan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang saat ini dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan kanker paru telah banyak dilakukan, namun terkait identifikasi berdasarkan karakteristik densitas belum ada dikembangkan. Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan berbagai macam metode. Penggunaan Computer Aided Diagnosis (CAD) pada citra CT scan telah umum dikenal untuk membantu memberikan second opinion bagi dokter ahli dalam menentukan keganasan lesi. Beberapa peneliti membangun sistem CAD dengan memanfaatkan teknologi pengolahan citra. Dengan teknologi tersebut didapat informasi yang terkandung dalam citra dan bersifat objektif. Penelitian yang dilakukan oleh Anand [19] mengusulkan sistem yang efisien untuk deteksi tumor paru pada citra CT scan dengan hasil akurasi 86,3 %. Sistem yang diusulkan efektif dalam membantu dokter mengidentifikasi apakah tumor paru diprediksi sebagai kanker atau non kanker. Penelitian ini menggunakan algoritme optimal thresholding untuk memisahkan area paru dan region growing untuk memisahkan Region of Interest (RoI). Ekstraksi fitur Grey Level Cooccurence Matrices (GLCM) dan fitur bentuk dimanfaatkan untuk penggalian ciri citra, kemudian dilakukan klasifikasi menggunakan Back Propagation Network (BPN). Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sivakumar dan Chandrasekar [20] yang membuat skema deteksi nodul paru yang efisien berdasarkan performa segmentasi nodul menggunakan Weighted Fuzzy-Probabilistic C-Means (WFPCM), ekstraksi fitur tekstur berbasis histogram, dan klasifikasi Support Vector Machine (SVM). Akurasi yang dicapai sebesar 80,36 % untuk klasifikasi kanker paru jinak dan ganas. Vijaya dkk [31] menggunakan fitur bentuk untuk deteksi otomatis kanker paru jinak dan ganas dengan akurasi 98%. Fitur bentuk yang digunakan terdiri dari area, perimeter, dan irregularity index. Pada penelitian tahun 2015 Mediatrix [29] 4
mengusulkan metode ekstraksi menggunakan fitur GLCM untuk dapat mengenali karakteristik GGO dan fitur momen Zernike dan circularity untuk mengenali karakteristik bentuk. Hasil akhir dengan akurasi 88% untuk klasifikasi lesi paru mixed dan solid, akurasi 93,3% untuk klasifikasi bentuk oval dan komplek. Berdasarkan uraian diatas dan rangkuman studi pustaka pada Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa kecenderungan penelitian yang dilakukan, yaitu mengklasifikasikan lesi citra CT scan paru langsung menjadi jinak atau ganas. Sedangkan untuk diagnosis kanker paru jinak dan ganas terdapat tujuh kriteria diagnosis yang harus dipertimbangkan. Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu penelitian ini mengidentifikasi dan mengklasifikasi karakteristik morfologi densitas lesi yang merupakan salah satu kriteria diagnosis kanker paru menggunakan metode segmentasi, ekstraksi fitur tekstur dan klasifikasi densitas lesi. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Sardjito, Yogyakarta. Tahapan pengolahan citra yang akan dilakukan yaitu praproses cropping Region of Interest (RoI), proses segmentasi menggunakan metode segmentasi Otsu, operasi morfologi dan ekstraksi fitur tekstur berbasis histogram dan GLCM. Hasil dari ekstraksi fitur tekstur akan digunakan sebagai input untuk tahap klasifikasi menggunakan metode Multilayer Perceptron (MLP). Dengan usulan metode penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bagian pengembangan sistem CAD kanker paru yang akurat dalam menentukan keganasan lesi citra CT scan berdasarkan tujuh kriteria diagnosis yang ada. 5
Tabel 1.1 Rangkuman dan perbandingan keaslian penelitian No Peneliti Dataset dan Metode Fitur Akurasi Hasil klasifikasi 1 Anand [19] Tekstur 86,3% Klasifikasi kanker dan 2010 Algoritma partially differential equation, optimal thresholding, region growing, dan non kanker operasi morfologi, ekstraksi fitur GLCM, fitur bentuk, BPN. bentuk 2 Sivakumar dan Chandrasekar [20] 2013 3 Vijaya dkk [31] 2014 Median filter, algoritma WFPCM (Weighted Fuzzy -Possibilistic C-Means), fitur tekstur berbasis histogram, SVM. Median filter, segmentasi Sobel, ekstraksi fitur area, perimeter, irregularity index, klasifikasi Logit boots. Tekstur 80,36% Klasifikasi kanker paru jinak dan ganas Bentuk 98% Klasifikasi kanker paru jinak dan ganas 4 Mediatrix [29] GGO 88,8%, Klasifikasi lesi paru 2015 Ektraksi fitur GLCM, MLP, dan CSF untuk identifikasi dan klasifikasi fitur GGO. dan 93,3% mixed dan solid, Segmentasi Otsu, connected component labelling, ekstraksi fitur momen Zernike dan fitur circularity, MLP, CSF untuk identifikasi dan klasifikasi fitur bentuk. bentuk dan klasifikasi bentuk oval dan komplek 5 Penelitian yang diusulkan (Hasnely) 2016 Segmentasi Otsu, operasi morfologi, ekstraksi fitur berbasis histogram dan GLCM, MLP untuk klasifikasi densitas lesi. Densitas 98% Klasifikasi lesi paru heterogen dan homogen 6
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan utama dalam penelitian ini mengusulkan pengembangan metode yang dapat membedakan karakteristik densitas lesi paru heterogen dan homogen dengan tahapan proses segmentasi, ekstraksi fitur serta klasifikasi. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai second opinion yang bersifat objektif dalam membedakan karakteristik morfologi densitas lesi paru bagi dokter radiologi sehingga dapat menentukan jenis resiko pasien dan tindakan yang harus dilakukan. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan software Computer Aided Diagnosis (CAD) kanker paru berdasarkan fitur densitas serta referensi penelitian lebih lanjut terkait kanker paru. 7