HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

Tahanan Jenis (Ohm meter)

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB III TINJAUAN LOKASI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III TINJAUAN WILAYAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Lampiran 1. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan. Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Jurnal APLIKASI ISSN X

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

FISIK PRASARANA WILAYAH

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2.1. Peta administrasi kota Semarang (Citra Ikonos, 2012)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

APLIKASI GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH: STUDI KASUS DI KECAMATAN MASARAN, KEDAWUNG DAN SIDOHARJO, KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KONDISI UMUM BANJARMASIN

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

Sebaran akuifer dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Propinsi Banten

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

SEBARAN TDS, DHL, PENURUNAN MUKA AIRTANAH DAN PREDIKSI INTRUSI AIR LAUT DI KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROYEKSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI DI KABUPATEN TANGERANG

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak, Luas dan Batas wilayah Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147, 19 Km 2 atau 14.719 ha. Namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupa bumi bakosurtanal luas wilayah adalah 16.506,8 ha. Untuk kepentingan akurasi pemetaan dan kajian dalam RTRW ini maka selanjutnya luas ini yang akan digunakan dalam proses analisa hingga rencana. Batas administrasi wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga provinsi DKI Jakarta. Selain itu, wilayah ini juga menjadi daerah perlintasan yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Tabel 4. Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan No Kecamatan Luas Daerah (Ha) 1. Serpong 2.836,90 2. Serpong Utara 2.228,60 3. Ciputat 2.106,00 4. Ciputat Timur 1.775,80 5. Pamulang 2.869,10 6. Pondok Aren 2.993,50 7. Setu 1.696,90 Jumlah 16.506,80 Sumber : BPS Tangerang Selatan Kecamatan dengan wilayah paling besar di Kota Tangerang Selatan terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan luas 2.993 ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu dengan luas 1.696,9 ha atau 10,06%. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4. 18

Gambar 6. Lokasi titik-titik pengukuran geolistrik 4.1.2 Keadaan Klimatologi dan Topografi Cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis dan fisis) di alam, khususnya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu Matahari dan gerakan rotasi Bumi pada poros (kurang 24 jam) serta revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan daripada kimia dan biologis. Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu merupakan hasil interaksi proses fisis. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman, oleh karena itu iklim merupakan salah satu data yang sangat diperlukan dalam perencanaan wilayah terutama keperluan pertanian. Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah, dimana sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 25 m dpl. Untuk kemiringan pada garis besarnya terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Kemiringan antara 0 3% meliputi Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara. 2. Kemiringan antara 3 8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu. 19

4.1.3 Keadaan Geologi dan Geomorfologi Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan yaitu : a. Batuan Aluvium (Qa) yang terdiri dari aluvial ungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang subur bagi tanaman pertanian. b. Batuan Gunung Api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik Lava Andesit berwarna kelabu-hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan menunjukkan struktur aliran, dan Breksi Tuf dan Tuf pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen Andesit dan Desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran, permukiman dan tegalan. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Adapun pada beberapa Kecamatan terdapat lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan kecamatan Pamulang serta sebagian di kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan. Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 maka Kota Tangerang Selatan termasuk satuan morfologi dataran pantai dan kipas gunung api Bogor. Dataran pantai yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar drngan ketinggian antara 0 15 m di atas permukaan laut. Dataran ini termasuk dataran rendah Jakarta (Bemmelen, 1949). Sedangkan kipas gunung api bogor yang menyebar dari selatan ke utara dengan Bogor sebagai puncaknya. Satuan ini ditempati oleh rempah-rempah gunung api berupa tuf, konglomerat dan breksi yang sebagian telah mengalami pelapukan kuat, berwarna merah kecoklatan. 4.1.4 Hidrogeologi 4.1.6.1 Mandala Airtanah Di daerah pemetaan air dapat air tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 Mandala berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti yang telar disebutkan di atas, yaitu: 1. Mandala Air tanah Perbukitan Bergelombang Lemah Litologi penyusunan dari mandala air tanah perbukitanbergelombang lemah terdiri endapan Tersier dan endapan Kuarter. Endapan Tersier berupa batu lempung, tufa dan sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan volkanik muda dan batuan volkanik tua terdiri dari breksi, lahar, tufa batu apung di daerah landai. Penyebaran mata air mandala ini sedikit dijumpai dengan debit umum kurang dari 10 Liter/detik. Akuifer pada satuan mandala ini umumnya dikelompokkan dalam akuifer produktifitas rendah terutama pada daerah-daerah dengan lereng tajam yang merupakan pencerminan tingkat kelulusan batuan yang rendah, sehingga aliran permukaan semakin menonjol dibandingkan dengan tingkat peresapannya. tata guna lahan di mandala ini berupa ladang, belukar, sawah, pemukiman, kebun karet. 20

2. Mandala Air Tanah Dataran Litologi penyusun satuan mandala air tanah dataran adalah adalah material bersifat lepas berupa endapan aluvial pantai dan rawa topografinya berupa dataran pantai yang tersusun oleh material, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Sistem akuifer pada mandala air tanah dataran ini adalah sistem aliran antar butir tipologi akuifer batuan sedimen dan endapan aluvial. Tipologi air tanah ini dijumpai di P. Adijaya, Distrik Karas, Desa Nusa Ulan, dan Kaimana. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air bersih dengan membuat sumur dangkal pada mandala air tanah dataran tersebut. 4.1.6.2 Tipologi Akuifer Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran air tanah pada akuifer ini adalah melalui ruang antar butir, aliran air tanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara. Menurut peta hidrogeologi regional lembar Jakarta, Pusat Geologi Lingkungan tahun 1993, memetakan hidrogeologi berdasarkan lapisan akuifer endapan permukaan dan lapisan akuifer batuan dasar. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas alivial, ketebalan endpan permukaan diperoleh dari pengamatan pada sumur gali dengan kedalaman mencapai sekitar 15m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan dibeberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan Tersier. Dari peta geohidrogeologi regional Jakarta untuk endapan permukaan di wilayah studi kisarannya antara 15-20 m. 4.1.6.3 Akuifer Endapan Permukaan Akuifer endapan permukaan pada umumnya menempati daerah dataran aluvial sungai dan endapan vulkanik muda. Berdasarkan pada telaah morfologi dan geologi secara ringkas hidrogeologi endapan permukaan di wilayah studi terbagi menjadi dua yaitu luah sumur 1-5 lt/det dan luah sumur < 1 lt/det. Wilayah luah sumur 1 5- lt/det persebarannya cukup luas, berada di wilayah utara dan timur wilayah serpong yaitu mulai dari Rawa Mekarjaya dan Cilenggang, sedangkan yang diselatan yaitu di Rawakalo dan Pengasinan. Batuan penyususn wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa kerikil dan lempung pasiran dengan ketebalan kurang dari 10 m. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai < 5 lt/detik. Wilayah luah sumur < 1 lt/det persebarannya di bagian tengah wilayah studi memanjang ke arah utara di sepanjang sungai Cisadane, terutama pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang. Sebarannya berada di sebelah barat serpong sampai wilayah Bogor. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa lempung pasiran dan sedikit kerikil dengan ketebalan kurang dari 7 m dan tidak menerus. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 0,2 lt/detik, dengan kedalaman muka airtanah 10 m di bawah muka tanah Sistem aliran airtanah pada akuifer ini melalui ruang antar butir, umumnya dimanfaatkan melalui sumur gali dengan diameter kurang dari 2 m dengan kedalaman sumur sampai 15 m. Akuifer umumnya terdiri dari beberapa lapisan, ketebalannya kurang dari 4 m dengan selingan lapisan lempung. 21

4.1.6.4 Akuifer Batuan Dasar Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah Jakarta terbagi menjadi 3 satuan dengan luah sumur yaitu 1) luah sumur lebih dari 25 lt/detik, 2) luah sumur 5-25 lt/det, 3) luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8 (peta hidrogeologi batuan dasar). Wilayah luah sumur > 25 lt/det persebarannya tidak luas setempat-setempat, berada di wilayah Utara Jakarta sepanjang pantai, yaitu antara muara Ancol dan muara Angke, dan dari pantai Dadap sampai Kosambi wilayah Barat Pantai Jakarta berbatasan dengan Tangerang. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah dengan batuan berupa batu gamping koral dan batu gamping pasiran. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer aliran melalui celah, rekahan dan saluran pelarutan persebarannya setempat melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 10 lt/detik Wilayah luah sumur 5-25 lt/det persebarannya sangat luas hampir seluruh wilayah berada pada wilayah dengan luah sumur 5 25 l/det. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dengan ketebalan antara 3-18 m, dijumpai sisipan lempung sehingga di beberapa tempat bisa ditemukan sumur artesis pada kedalaman antara 3-21 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan. Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah studi yaitu daerah Serpong dan sekitarnya sebesar hanya terdiri dari 1 kelompok luah sumur yaitu luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah sebagian kecil batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dan breksi, dan sebagian berupa batuan tersier berupa breksi, batu gamping pasiran dengan ketebalan antara 3-20 m, kedalaman antara 60-250 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan dan saluran pelarutan. 4.1.5 Kondisi Airtanah Secara umum kondisi airtanah di wilayah studi atau di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 3 jenis (Sukardi dkk, 1986), yaitu: 1. Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal mempunyai kedalaman < 40 meter, bersifat tidak tertekan dan terdapat pada lapisan akuifer terbuka (unconfined aquifer), preatik air tanah kurang lebih mengikuti bentuk permukaan tanah setempat. Air tanah dangkal ini berasal dari daerah Parung, Depok dan sekitarnya, serta telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan domestik dengan menggunakan sumur pompa, baik listrik maupun tangan, dan sumur gali biasa. Pada musim kemarau panjang terjadi penurunan muka preatik air tanah dangkal yang cukup besar, dan akan kembali naik setelah musim hujan tiba. Dari pengamatan lapangan diperoleh data bahwa di daerah Serpong pada musim hujan kedalaman air tanah dangkal mencapai 5 10 meter, namun pada musim kemarau dapat mencapai 10 12 meter. 2. Air Tanah Kedalaman Sedang Air tanah kedalaman sedang mempunyai kedalaman antara 40-140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, dan telah dieksploitasi secara 22

intensif untuk berbagai keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit, apartemen dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang cukup besar. 3. Air Tanah Dalam Air tanah dalam mempunyai kedalaman > 140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, juga telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang besar. Air tanah kedalaman sedang dan dalam, selain kualitasnya memenuhi kriteria kualitas air bersih, potensinya memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam jumlah besar. 4.1.6 Jenis Tanah Secara umum penyebaran dan sifat-sifat tanah berkaitan erat dengan keadaan landformnya. Hal ini terjadi karena hubungannya dengan proses genetis dan sifat batuan atau bahan induk serta pengaruh sifat fisik lingkungan. Landform sebagai komponen lahan dan tanah sebagai elemennya sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut. Dilihat dari data jenis tanah berdasarkan keadaan geologi, di wilayah Kota Tangerang Selatan sebagian besar terdiri dari batuan endapan hasil gunung api muda dengan jenis batuan kipas aluvium dan aluvium/aluvial. Sedangkan dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Oleh karena itu secara umum lahan cocok untuk pertanian/perkebunan. Jenis tanah yang sangat sesuai dengan kegiatan pertanian tersebut makin lama makin berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat non-pertanian. Sedangkan untuk sebagian wilayah seperti di Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu jenis tanahnya ada yang mengandung pasir khususnya untuk daerah yang dekat dengan Sungai Cisadane. 4.2 Pengukuran Geolistrik 4.2.1. Data dari bahan pustaka Data yang diperlukan dalam perhitungan menggunakan rumus darcy salah satunya adalah nilai konduktivitas hidrolik tanah. Dalam penelitian kali ini, diasumsikan lapisan yang paling mendominasi pada akuifer dangkal dan akuifer dalam adalah lapisan pasir medium (sand medium). Berdasarkan nilai konduktivitas hidrolik yang ditampilkan dalam Tabel 2, lapisan pasir memiliki konduktivitas hidrolik sebesar 12 m/hari. Oleh sebab itu, digunakan nilai konduktivitas hidrolik sebesar 12 m/hari. 4.2.2. Data yang diperoleh dari pengolahan geolistrik 1. Jenis Akuifer Berdasarkan Peta Hidrogeologi, Kota Tangerang Selatan mempunyai 2 jenis akuifer, yaitu: a. Akuifer dengan aliran ruang antar butir, setempat melalui rekahan, umumnya terdapat batuan sedimen kuarter terdiri dari beberapa akuifer batu pasir dengan ketebalan 3 18 m, keterusan 125 260 m2/hari, kapasitas jenis 0.5 1.5 liter/det/m, muka airtanah statis 3 21 m. b. Akuifer dengan aliran ruang antar butir setempat melalui rekahan, umumnya terdapat batuan sedimen kuarter terdiri dari beberapa akuifer batu pasir dengan ketebalan 3 18 m, keterusan 125 260 m2/hari, kapasitas jenis 0.5 1.5 liter/det/m, muka airtanah statis 3 21 m. 23

2. Sebaran Akuifer Akuifer yang berkembang di daerah penelitian kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten berlitologi lempung, lempung pasiran, pasir tufaan,pasir konglomeratan dan dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam. Akuifer dangkal di sini dibatasi hanya untuk akuifer akuifer yang terdapat hingga kedalaman sampai 50 m di bawah permukaan tanah (bmt), dan akuifer dalam adalah akuifer yang terdapat pada kedalaman lebih dari 50 m bmt. Kedalaman akuifer di kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten ini beragam mulai dari 8 m 50 m untuk akuifer dangkal, hingga kedalaman 65 m 130 m untuk akuifer dangkal. Akuifer dangkal adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Akuifer dalam merupakan akuifer tetekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas bawahnya. Penampang Vertikal pada gambar 10 merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam kaitannya dengan sifat dan ketebalan akuifer di daerah kota Tanggerang Selatan provinsi Banten. Elevasi (m) 3. Penampang melintang akuifer Gambar 7. Penampang melintang akuifer dari Selatan ke Utara 24

Akuifer yang berkembang di titik GL.1 berupa litologi lempung pasiran dan pasir tufaan. Adapun ketebalan akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan 19 m dan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 47 m. Akuifer dangkal adalah akifer bebas tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Akuifer yang berkembang di titik GL.2 berupa litologi lempung pasiran, pasir tufaan dan pasir konlomeratan. Adapun ketebalan akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan 19 m dan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 47 m. Akuifer dangkal adalah akifer bebas tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam merupakan akuifer tertekan. Penampang melintang akuifer dari Selatan ke Utara dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan penampang melintang akuifer dari Barat ke Timur dapat dilihat pada Gambar 8. Elevasi (m) Gambar 8. Penampang melintang akuifer dari Barat ke Timur 4.3 Pengolahan Data Setelah melakukan pengumpulan data, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Data yang diolah menggunakan Microsoft excel merupakan data kedalaman muka airtanah dangkal dan airtanah dalam yang disajikan pada Tabel 5. Data tersebut diperoleh dari hasil pengolahan geolistrik yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Dangkal atas (Z1) merupakan lapisan teratas dari airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas, sedangkan dangkal bawah (Z2) merupakan lapisan paling bawah dari airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas. Sehingga, selisih dari Z1 dan Z2 akan menghasilkan ketebalan dari akuifer dangkal tersebut. 25

Dalam atas (Z3) merupakan lapisan teratas dari airtanah dalam yang berada pada akuifer tertekan, sedangkan dalam bawah (Z4) merupakan lapisan paling bawah dari airtanah dalam yang berada pada akuifer tertekan. Sehingga selisih dari Z3 dan Z4 akan menghasilkan ketebalan dari akuifer dalam tersebut. Tabel 5. Data pada excel berupa kedalaman muka airtanah dangkal dan airtanah dalam Titik dangkal atas dangkal bawah dalam atas dalam bawah Z1 (m) Z2 (m) Z3 (m) Z4 (m) GL1 14 33 33 80 GL2 8 14 27 47 GL3 8 25 45 108 GL4 3 19 24 50 GL5 6 12 28 63 GL6 3 6 74 120 GL7 1 5 35 55 GL8 1 6 38 81 GL9 1 7 72 93 GL10 6 10 64 97 GL11 1 3 78 120 GL12 4 8 112 120 GL13 1 5 70 85 GL14 9 17 68 120 Z1 Z2 Akuifer dangkal Topografi Z3 Akuifer dalam Z4 Gambar 9. Penjelasan notasi pada excel Keterangan posisi akuifer bebas dan akuifer tertekan dapat dilihat pada Gambar 9. Ketebalan akuifer yang diperoleh dari mencari selisih lapisan atas dan lapisan bawah untuk masing-masing akuifer dalam dan dangkal dapat dilihat pada Tabel 6. Sehingga dari tabel 6 diperoleh b s = 7,43 m dan b d = 33,64 m 26

Tabel 6. Ketebalan akuifer dalam dan dangkal pada tiap titik Titik Ketebalan akuifer dangkal (m) Ketebalan akuifer dalam (m) GL1 19 47 GL2 6 20 GL3 17 63 GL4 16 26 GL5 6 35 GL6 3 46 GL7 4 20 GL8 5 43 GL9 6 21 GL10 4 33 GL11 2 42 GL12 4 8 GL13 4 15 GL14 8 52 Rata-rata 7,43 33,64 4.3.1. Hasil pengolahan pada Surfer9 Pengolahan data dengan bantuan Surfer 9 terbagi menjadi dua jenis pengolahan yaitu pengolahan untuk akuifer dalam (confined aquifer) dan akuifer dangkal (unconfined aquifer). Untuk masing-masing jenis akuifer akan diperoleh penampang kontur muka airtanah dalam 2 dimensi dan 3 dimensi serta pola aliran airtanahnya. a. Akuifer dalam LS ( 0 ) -6.24-6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 Gambar 10. Kontur 2 dimensi muka airtanah dalam BT ( 0 ) 27

LS ( 0 ) Pengolahan data akuifer dengan surfer9 dapat digambarkan dalam kontur 2 dimensi muka airtanah seperti terlihat pada Gambar 10, sedangkan untuk pola aliran muka airtanah dalam dapat dilihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat pergerakan air menuju beberapa cekungan, Hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan tanah pada beberapa titik di Tangerang Selatan akibat dari penggunaan airtanah yang berlebihan. -6.24-6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 BT ( 0 ) Gambar 11. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam LS ( 0 ) -6.24-6.26-6.28-6.3-6.32-6.34-6.36 106.64 106.65 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 106.77 Gambar 12. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya Penampang kontur 2 dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayah Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 terlihat U BT ( 0 ) Legenda 35 30 25 20 15 10 5 0-5 -10-15 -20-25 -30-35 -40-45 -50-55 -60 28

bahwa kontur tertinggi cenderung berada pada bagian selatan, sehingga pola aliran airtanah dalam cenderung dari selatan menuju ke utara. Untuk penampang kontur 3 dimensi muka airtanah dalam dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Kontur 3 dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya b. Akuifer dangkal Pengolahan data akuifer dengan surfer9 dapat digambarkan dalam kontur 2 dimensi muka airtanah seperti terlihat pada Gambar 14, sedangkan untuk pola aliran muka airtanah dangkal dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15 terlihat pergerakan air menuju beberapa cekungan, Hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan tanah pada beberapa titik di Tangerang Selatan akibat dari penggunaan airtanah yang berlebihan. LS ( 0 )-6.24-6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 Gambar 14. Kontur 2 dimensi muka airtanah dangkal BT ( 0 ) 29

LS ( 0 ) -6.24-6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 BT ( 0 ) Gambar 15. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal Penampang kontur 2 dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayah Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 16. Pada Gambar 16 terlihat bahwa kontur tertinggi cenderung berada pada bagian selatan sama seperti pada akuifer dalam, sehingga pola aliran airtanah dangkal cenderung dari selatan menuju ke utara. Untuk penampang kontur 3 dimensi muka airtanah dangkal dapat dilihat pada Gambar 17. LS ( 0 ) Legenda -6.24-6.26-6.28-6.3-6.32-6.34-6.36 106.64 106.65 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 106.77 U BT ( 0 ) 54 52 50 48 46 44 42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 Gambar 16. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya 30

Gambar 17. Kontur 3 dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya 4.3.2. Perhitungan cadangan airtanah a. Akuifer dalam LS ( 0 ) -6.24 Legenda -6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 BT ( 0 ) Gambar 18. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam beserta legenda Dari pola aliran airtanah pada Gambar 18, diketahui airtanah mengalir cenderung dari Selatan ke Utara, karena topografi terendah berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan. Pada Gambar 19 terlihat penampang 3 dimensi muka airtanah dalam beserta dimensi masing-masing parameter perhitungan darcy, diantaranya ketebalan akuifer (b), lebar penampang akuifer (W), dan panjang aliran akuifer (δl). U 35 30 25 20 15 10 5 0-5 -10-15 -20-25 -30-35 -40-45 -50-55 -60 31

Gambar 19. Penampang akuifer dalam dan penjelasannya. Pada Gambar 19, dapat terlihat bahwa nilai b sebesar 33,64 m, sedangkan untuk nilai W dan δl berturut-turut sebesar 10,58 km dan 10,89 km. Perbedaan kedalaman akuifer dari titik terendah hingga titik tertinggi dapat dilihat pada Gambar 20. 30 10 0-13 -10 Gambar 20. Bar log posisi akuifer dalam sesuai kedalamannya. 32

Diperoleh: W δl b akuifer δh d k i = 10,58 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 10,89 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 33,64 m (rata-rata ketebalan akuifer dalam) = -13-30 = -43 m = 12 (konduktivitas hidrolik pasir) = δh 13m 30m = δl 10890m A = 10580 m x 33,64 m = 355.911,2 m 2 Q 13m 30m = A k i = 10580m 33,64m 12 10890m = 16864,11 m 3 /hari b. Akuifer dangkal LS ( 0 ) -6.24-6.25-6.26-6.27-6.28-6.29-6.3-6.31-6.32-6.33-6.34-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 BT ( 0 ) Gambar 21. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal beserta legenda U Legenda 54 52 50 48 46 44 42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 Dari pola aliran airtanah pada Gambar 21, diketahui airtanah dangkal mengalir cenderung dari Selatan ke Utara, karena topografi terendah berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan. Pada Gambar 22 terlihat penampang 3 dimensi muka airtanah dangkal beserta dimensi masing-masing parameter perhitungan darcy, diantaranya ketebalan akuifer (b), lebar penampang akuifer (W), dan panjang aliran akuifer (δl). 33

Gambar 22. Penampang akuifer dangkal dan penjelasannya. Pada Gambar 22, dapat terlihat bahwa nilai b sebesar 7,43 m, sedangkan untuk nilai W dan δl berturut-turut sebesar 10,58 km dan 10,89 km. Perbedaan kedalaman akuifer dari titik terendah hingga titik tertinggi dapat dilihat pada Gambar 23. 56 15 10 0-10 Gambar 23. Bar log posisi akuifer dangkal sesuai kedalamannya 34

Diperoleh: W δl b akuifer δh s k i = 10,58 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 10,89 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 7,43 m (rata-rata ketebalan akuifer dangkal) = 15-56 = -41 m = 12 (konduktivitas hidrolik pasir) = δh 15m 56m = δl 10890m A = 10580 m x 7,43 m = 78.609,4 m 2 Q 15m 56m = A k i = 10580m 7,43m 12 10890m = 3551,50 m 3 /hari Setelah melakukan perhitungan, diperoleh pada akuifer dangkal cadangan air tanah sebesar 3551.50 m 3 /hari. Pada akuifer dalam cadangan air tanah sebesar 16864.11 m 3 /hari. Pada akuifer dangkal, daerah yang bagus untuk dimanfaatkan airtanah nya merupakan daerah yang berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan karena pada bagian Utara elevasi muka airtanah nya lebih rendah. Daerah tersebut diantaranya Serpong, Serpong Utara, dan Pondok Aren. Begitu juga pada akuifer dalam, daerah Serpong, Serpong Utara, dan Pondok Aren merupakan daerah yang bagus untuk dimanfaatkan airtanahnya. Dari hasil perhitungan, diperoleh prediksi potensi cadangan airtanah dangkal dan airtanah dalam di kota Tangerang Selatan, untuk lebih jelasnya ditampilkan pada tabel 7. Tabel 7. Hasil Perhitungan Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Jenis airtanah Prediksi potensi cadangan airtanah (m 3 /hari) Dangkal 3551,50 Dalam 16864,11 Terdapat ketentuan batasan pengambilan (eksploitasi) airtanah di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43 Tahun 2008 tentang Airtanah. Secara garis besarnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Ketentuan Konservasi Airtanah Penurunan muka airtanah Kategori <40% Aman 40-60% Rawan 60-80% Kritis >80% Rusak Maka, dari ketentuan peraturan tersebut dapat dihitung maksimal airtanah yang dapat dieksploitasi di kota Tangerang Selatan untuk dapat masuk dalam kategori aman. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 9. Jenis airtanah Tabel 9. Hasil perhitungan Eksploitasi kategori Zona aman Prediksi potensi cadangan Jumlah eksploitasi kategori zona airtanah (m 3 /hari) aman (m 3 /hari) Dangkal 3551,50 40%*3551,50 = 1420.060 Dalam 16864.11 40%*16864.11 = 6745.64 35