BAB 1 PENDAHULUAN Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS. At-Taubah (9) : 34) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membeli makanan dari orang yahudi dengan cara pembayaran di belakang, dan Beliau gadaikan baju besinya (sebagai jaminan). (HR. Bukhari : 2092) 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, muncul lembaga keuangan syariah yang menjadi kompetitor dari lembaga keuangan konvensional. Lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan lembaga keuangan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam berdasarkan Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW. Pada perjalanannya, sistem lembaga keuangan berbasis syariah semakin dikenal masyarakat. Hal ini ditandai dengan banyak munculnya lembaga keuangan baik bank maupun non-bank yang menerapkan konsep syariah. Lembaga keuangan islam ini terdiri dari perbankan (yang terdiri dari bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah) dan lembaga keuangan non-bank salah satunya adalah Pegadaian Syariah. Sejarah juga mencatat, Nabi Muhammad SAW pernah melakukan gadai. Ummul Mukminin Aisyah RA bercerita Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berutang, lalu menyerahkan baju besi sebagai aggunan. Cerita Aisyah ini dibukukan dalam kitab hadits Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dan menjadi dalil tentang gadai. 1
2 Hadits Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang berbunyi: Khadhatsanaa quthaibato khadhatsanaa jareeroon AAnaamasi aan ibrooheema aan alaswadhi anaaesata rodhiya Allahu aanhaa qolath astaroo rosulullallahi shollallahu Aalaihi wasallama menyahoodiyyiin thoaaman warohanaho diraaho. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: Rasulullah saw pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan menggadaikan (menjaminkan) baju besi Beliau. (HR Al-Bukhari:2330). Seperti yang kita ketahui banyak munculnya lembaga baik bank maupun non-bank yang menerapkan konsep syariah, karena sistem lembaga keuangan berbentuk syariah semakin hari semakin dikenal masyarakat. Kemunculan lembaga keuangan syariah janganlah hanya karena faktor kepentingan agama, akan tetapi memang harus benar-benar dikarenakan faktor permintaan dan keyakinan masyarakat dalam menjalankan perekonomian secara halal. Tumpuan dan harapan akan kebangkitan perekonomian Indonesia semakin menguat karena munculnya sistem ekonomi syariah. Perekonomian Islam sudah tumbuh dengan positif dan diterima masyarakat dengan baik, kaum muslim di Indonesia perlu juga bersikap kritis dalam melihat perkembangan pesat ekonomi syariah tersebut. Pegadaian Syariah pada saat ini memiliki cukup banyak nasabah, hampir di setiap daerah. Hal itu karena Pegadaian Syariah tidak memerlukan proses yang cukup rumit dan tidak memakan waktu yang lama, sehingga dapat menarik minat dari nasabah.
3 Kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya lembaga keuangan syariah seperti Pegadaian Syariah, karena Pegadaian Syariah lahir sebagai salah satu solusi alternatif sarana pendanaan yang sangat mudah dan bertentangan antara bunga bank dan riba. Sebagaimana fiman Allah SWT, yang berbunyi : Ya ayyuha allatheena amanoo ittaqoo Allaha watharoo ma baqiya mina alrriba in kuntum mumineena. (QS. Al-Baqarah: 278) Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman. Lembaga keuangan yang menganut sistem syariah tidak serta merta hanya berorientasi pada keuntungan materi dari masyarakat Islam sendiri, tanpa memberi manfaat, kontribusi, dan dampak positif terhadap usaha peningkatan kesejahteraan umat secara menyeluruh di semua aspek dan lini kehidupan. Peran Pegadaian Syariah sangat dibutuhkan untuk menjawab berbagai tantangan permasalahan ekonomi umat. Oleh karena itu, Pegadaian Syariah harus selalu meningkatkan pelayanan dan produk sehingga kepuasan nasabah terpenuhi. Upaya dalam meningkatkan kepuasan pelanggan salah satunya adalah dengan adanya produk pembiayaan gadai emas yang berbasis syariah. Pegadaian merupakan lembaga keuangan dimana dalam setiap aktivitasnya tidak akan lepas dari proses pencatatan akuntansi. Penerapan pada akuntansi syariah tentu sangat berbeda dengan penerapan yang terdapat pada akuntansi konvensional. Perbedaannya adalah, pada akuntansi syariah tidak mengandung maysir, gharar, dan
4 riba sedangkan dalam akuntansi konvensional masih memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Dan juga pada akuntansi konvensional masih terdapat tambahan sejumlah uang yang harus dibayar saat membayar utang yang disebut sebagai sewa modal atau bunga, besarnya bunga dibebankan dari besar kecilnya dana pinjaman. Di Indonesia ada beberapa macam panduan dalam melakukan pembiayaan gadai emas syariah yang mengacu pada Al-qur an dan Hadits dan itu semua ada didalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI) No.26/DSNMUI/ III/2002. Pembiayaan gadai emas syariah memerlukan perlakuan akuntansi yang tepat, namun tidak ada peraturan akuntansi yang mengatur secara khusus tentang gadai emas. Aturan akuntansi dalam gadai emas syariah masih terpecah-pecah, tetapi terdapat akad pendamping yaitu akad Ijarah dalam PSAK 107 dan akad Qardh dalam PSAK no.59, serta dalam PAPSI tahun 2013 sebagai pedoman dasar dalam penulisan transaksi akuntansi gadai emas syariah. Peraturan perlakuan akuntansi gadai yang masih terpecah-pecah memungkinkan terjadinya kecurangan dalam perlakuan akuntansinya. Walaupun lembaga-lembaga keuangan syariah telah menjamur di Indonesia, sebagian masyarakat masih ada yang berasumsi bahwa lembaga keuangan syariah hanyalah sebuah label yang digunakan untuk menarik simpati masyarakat muslim di Pegadaian Syariah. Masyarakat berpendapat bahwa Pegadaian Syariah merupakan lembaga keuangan non bank dengan menggunakan istilah Islam. Itulah bentuk sikap ketidakpercayaan masyarakat tentang adanya lembaga keuangan syariah.
5 Adanya fakta yang terjadi bahwa perlakuan akuntansi dalam praktek-praktek pengukuran serta pembiayaan gadai emas belum sepenuhnya bernuansa syariah. Hal ini seperti ditemukan pada kurang lebih ada dua praktek pelaksanaan mengenai pengukuran serta pembiayaan gadai emas pada pegadaian syariah antara lain : Pertama, produk gadai emas syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Pegadaian syariah selanjutnya mengambil upah (ujrah/fee) atas jasa penyimpanan atau penitipan yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad rahn dan ijarah. Oleh karena itu akad rangkap tidak boleh menurut syara, mengingat terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas ud RA, yang menyatakan bahwa : Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin) (HR Ahmad, Al-Musnad I:398). Sedangkan Imam Syaukani dalam Nailul Authar mengomentari hadits Ahmad tersebut yang menyatakan bahwa : Para periwayat hadits ini adalah orang-orang kepercayaan (rijaluhutsiqat). Menurut Imam Taqiyuddin an-nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau menggabungkan akad jual-beli dengan akad ijarah. (Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah II:308).
6 Memang sebagian ulama telah membolehkan akad rangkap. namun perlu disampaikan, ulama yang membolehkan pun, telah mengharamkan penggabungan akad tabarru yang bersifat non komersial ( seperti qardh atau rahn) dengan akad yang komersial (seperti ijarah). (Ibnu Taimiyah, Majmu al-fatawa 29:62; Fahad Hasun, Al-Ijarah al Muntahiyah bi At-Tamlik:24). Kedua, dalam gadai emas pegadaian menerapkan sistem gadai berbiaya flat dimana tarif biaya sudah ditentukan oleh pihak pegadaian yaitu sebesar biaya pada 10 hari pertama masa gadai. Dengan kata lain, jumlah atau nominal yang harus dibayarkan mulai dari hari pertama proses gadai hingga hari ke-10 dikenakan biaya yang sama. Tetapi jika pembayaran biaya gadai telah melewati masa tersebut biaya gadainya akan bertambah hingga sampai nasabah melunasi hutangnya kepada pegadaian. Hal ini terlihat adanya tambahan yang dikehendaki oleh yang berpiutang saat melakukan perjanjian sewaktu akad dengan kata lain mengambil manfaat atas pemberian hutang. Tambahan ini tidak halal atas yang berpiutang untuk mengambilnya. Walaupun tambahan atau manfaat tersebut disebut ujrah atas jasa penitipan, namun hakikatnya hanya rekayasa hukum (hilah) untuk menutupi riba, yaitu pengambilan manfaat dari pemberian utang, baik berupa tambahan (ziyadah), hadiah, atau manfaat lainnya. Padahal manfaat-manfaat ini jelas merupakan riba yang haram hukumnya. Dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah.
7 (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II:341). Imam Ibnul Mundzir menyebutkan adanya ijma ulama bahwa setiap tambahan atau hadiah yang disyaratkan oleh pihak yang memberikan pinjaman, maka tambahan itu adalah riba (Al-Ijma':39). Dari gambaran praktek diatas perlakuan akuntansi dalam pengukuran serta pembiayaan gadai emas terlihat ada beberapa perbedaan, terutama dalam hal pengukuran atas akad ijarah (jasa) dan akad rahn (gadai) yang dilakukan antara pihak Pegadaian Syariah dan nasabah dan juga pembiayaan atas biaya penitipan yang dilakukan pada awal akad, Jadi ada beberapa prosedur dalam pegadaian syariah yang belum sepenuhnya memenuhi syariat islam. Hal ini jelas menyalahi aturan hukum Islam. Prinsip-prinsip syariah yang menjadi dasar rujukan dalam operasional di Pegadaian Syariah belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh sebagian besar pengelola Pegadaian Syariah sendiri, inilah yang menyebabkan banyak penyimpangan dalam perlakuan akuntansi dalam pengukuran serta pembiayaan gadai emas yang sering mengundang kritik. Kemungkinan terjadinya penyimpangan dikhawatirkan berdampak buruk di masyarakat. Hal ini terjadi hampir di semua lembaga keuangan syariah, termasuk di Pegadaian Syariah Surabaya, namun hal ini tidak menjamin keakuratan nilai syariah yang dijalankan, karena dalam praktiknya dikhawatirkan penyimpangan selalu terjadi pada setiap manusia.
8 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dan juga adanya fenomena-fenomena penyimpangan yang terjadi, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengukuran dan pembiayaan gadai emas syariah menurut syariat islam yang benar, sehingga penulis melakukan penelitian dengan judul ANALISIS KESESUAIAN AKUNTANSI TRANSAKSI GADAI EMAS SYARIAH DALAM PERSPEKTIF PSAK PADA HADITS IMAM BUKHARI dan MUSLIM. STUDI KASUS PRAKTIK GADAI EMAS DI PEGADAIAN SYARIAH SURABAYA). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesesuaian akuntansi transaksi gadai emas syariah dalam perspektif PSAK pada Hadits Imam Bukhari dan Muslim di Pegadaian Syariah Surabaya. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian akuntansi transaksi gadai emas syariah dalam perspektif PSAK pada Hadits Imam Bukhari dan Muslim di Pegadaian Syariah Surabaya. 1.4 Manfaat Penilitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan wacana dan pandangan tentang praktik sistem produk gadai emas syariah di kota Surabaya yang dikhawatirkan melenceng dari ketetapan syariat islam menurut Hadits Imam Bukhari dan Muslim. Di sisi lain manfaat penelitian ini sebagai berikut:
9 1. Kontribusi praktis Dapat memberikan masukan yang berarti bagi pihak yang terkait dan dapat memberikan wawasan dan wacana baru tentang penerapan optimalisasi sistem pengukuran dan pembiayaan jasa penitipan gadai emas. 2. Kontribusi teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pemikiran dan pengetahuan tentang bagaimana kesesuaian akuntansi transaksi gadai emas dalam perspektif PSAK pada Hadits Imam Bukhari dan Muslim. 3. Kontribusi Kebijakan Setelah mengetahui praktik yang benar, maka diharapkan kepada semua khusunya pada Dewan Peraturan Standar Akuntansi yang mengatur secara khusus praktik akuntansi dalam lembaga keuangan baik konvensional ataupun syariah yang mengatur perekonomian agar dapat memberikan kebijakan untuk memperbaiki standart yang sudah berjalan dan dapat membandingkan kebenaran secara detail antara PSAK (akad yang digunakan dan prosedur yang diterapkan) pada penilaian hadits Imam Bukhari dan Muslim yang tentunya berdasarkan Al-qur an dan Hadits, serta tidak hanya memberikan aturan khusus mengenai akad dalam pegadaian tetapi juga dapat memonitoring atau memberikan pengawasan khusus jika terjadi penyelewengan pada aturan yang suda dibuat. Serta diharapkan kepada pihak manajemen di Pegadaian Syariah dapat mengambil kebijakan untuk segera memperbaiki atau merubah yang mendasarkan sesuai dengan syariat islam.
10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada pembahasan mengenai kesesuaian akuntansi transaksi gadai emas dalam perspektif PSAK pada Hadits Imam Bukhari dan Muslim. yang diterapkan oleh Pegadaian Syariah Cabang Blauran di Jl. Blauran No. 74 Surabaya Jawa Timur.