1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lanjut usia (lansia) adalah proses yang dialami oleh semua orang. Penampakannya tidak sama pada setiap orang. Pada usia 60 tahun ada yang tampak seperti usia 40 tahun dan ada yang seperti 80 tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh tingkat kesehatan fisik dan psikis serta faktor lingkungan seperti polusi, dataran tinggi dan gaya hidup di mana ada yang hidup santai dan ada yang hidup aktif (Rahayu, 2010). Menurut Fery Efendi dan Makhfudli, 2009, seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas dan merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh beradaptasi terhadap lingkungan. Penurunan kemampuan ini berkaitan dengan penurunan kepekaan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang buruk tambah memperberat lansia untuk beraktivitas. Salah satu indikator kemajuan suatu negara adalah meningkatnya angka usia harapan hidup, sehingga pertumbuhan jumlah penduduk lansia meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan pada lansia terutama terletak pada masalah kesehatan. Hal ini disebabkan karena penurunan kapasitas fisik dan kemampuan 1
2 fungsional yang disebabkan proses alamiah dan penyakit degeneratif yang memerlukan biaya perawatan yang tinggi (Saputra, 2012). Proses penuaan menyebabkan banyak perubahan pada komposisi tubuh dan fungsi psikologis lansia. Hal ini disebabkan penurunan kekuatan otot, keseimbangan, daya tahan, dan kemampuan aerobik. Permasalahan pada panca indra juga mengakibatkan menurunnya refleks pada lansia. Akibatnya lansia memiliki risiko jatuh lebih tinggi daripada usia muda (Efendi dan Makhfudli, 2009). WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang (WHO, 2008). Di Amerika Serikat pada tahun 2009 tercatat, penyebab utama lansia menghubungi Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit adalah karena jatuh saat beraktivitas. 30 % dari lansia tersebut hidup sendiri dan terjatuh setiap tahunnya. Peningkatan angka jatuh pada lansia meningkat seiring bertambahnya usia. Sulit mendeteksi berapa angka pasti kasus jatuh pada lansia, karena lansia itu sendiri enggan untuk melaporkan dirinya telah jatuh jika tidak terjadi luka yang parah. Orang dengan usia 75 tahun ke atas memiliki risiko jatuh empat sampai lima kali lebih besar dari usia 65-75 tahun. Lansia laki-laki memiliki risiko kematian lebih tinggi dari lansia wanita. Data statistik 2009 menunjukan bahwa lansia laki-laki meninggal akibat jatuh, 34 % lebih banyak daripada lansia wanita. Tetapi lansia
3 wanita memiliki risiko patah tulang akibat jatuh dua kali lebih tinggi daripada lansia laki-laki. Jatuh juga merupakan penyebab utama cedera pada kepala lansia. Data mencatat 46 % cedera kepala berat dialami oleh lansia akibat jatuh (Jones dan Bartlett, 2015). Di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti asuhan 30 lansia atau 43 % mengalami jatuh (Darmojo, 2004). Sebagian besar jatuh pada lansia terjadi pada saat lansia berjalan. Hal tersebut diperparah oleh pengalaman pernah jatuh sehingga lansia takut untuk melangkah. Angka jatuh pada lansia tersebut membuat perlu dipelajari faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia. Faktor- faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia adalah kelemahan otot, pengalaman pernah jatuh, efek samping dari empat atau lebih obat-obatan, penggunaan alat bantu, arthritis, depresi, usia di atas 80 tahun, dan permasalahan saat jalan yang dipengaruhi oleh keseimbangan, kesadaran, pengelihatan, aktivitas sehari-hari. Menurut beberapa penelitian sebagian besar lansia jatuh pada saat berjalan. Pada lanjut usia terjadi perubahan pola jalan, di mana amplitudo dan kecepatannya berkurang (Kane et al., 2004). Berjalan merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu mempunyai cara berjalan yang unik yang kadang kala merupakan ciri khas dari individu yang bersangkutan. Namun meski demikian semua pola jalan mempunyai kesamaan dasar yang bersifat umum. Pola jalan atau gait ialah cara seseorang berjalan yang dikarakterisasikan oleh ritme, irama, langkah, jarak langkah, dan kecepatan. Kecepatan berjalan pada lansia berbeda dengan usia lainnya. Pada lansia terjadi penurunan kecepatan berjalan yang diakibatkan oleh proses fisiologis di mana terjadi penurunan kualitas muskuloskeletal. Akibatnya
4 keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas untuk mempertahankan postur menurun. Hal inilah yang mengakibatkan lansia sering terjatuh pada saat berjalan (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi pada bidang vertikal dan seluruh usaha untuk mempertahankannya (Umphred et al, 2013). Keseimbangan sangat berpengaruh pada aktivitas fungsional sehari-hari dari posisi duduk, berdiri, berjalan dan berlari. Pada posisi berjalan keseimbangan akan mempertahankan postur agar tetap seimbang sehingga berjalan menjadi lebih stabil. Semakin stabil postur saat berjalan mengakibatkan kecepatannya juga semakin meningkat. Berjalan adalah gerakan dinamis yang dipengaruhi oleh keseimbangan statis dan dinamis (Heyward dan Gibson, 2014). Keseimbangan pada lansia dipengaruhi oleh ukuran panjang tungkai yang memiliki peran penting pada saat lansia berjalan. Ukuran panjang tungkai mempengaruhi jarak langkah dan keseimbangan saat berjalan. Sebagai anggota gerak bawah, panjang tungkai berfungsi sebagai penopang gerak anggota tubuh bagian atas serta penentu gerakan baik dalam berjalan (Heyward dan Gibson, 2014). Hubungan antara panjang tungkai dan keseimbangan statis terhadap kecepatan jalan inilah yang ingin diteliti penulis terutama pada lansia, karena lansia memiliki resiko jatuh yang tinggi saat berjalan. Hal ini penting bagi praktisi, karena bisa mendeteksi kemungkinan resiko jatuh pada saat berjalan. Ini juga bisa dipakai acuan untuk merancang lingkungan aktivitas fungsional lansia
5 sehari-hari sehingga resiko negatif dikurangi dan kemampuan fungsional lansia menjadi meningkat. Selain itu dengan diketahuinya arti penting keseimbangan saat berjalan pada lansia tindakan preventif bisa dilaksanakan untuk mengurangi risiko jatuh. 1.2 Rumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang permasalahan, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan panjang tungkai dengan kecepatan berjalan pada lanjut usia? 2. Apakah terdapat hubungan keseimbangan statis dengan kecepatan berjalan pada lanjut usia? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan panjang tungkai dan keseimbangan statis dengan kecepatan berjalan pada lanjut usia. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Membuktikan hubungan panjang tungkai dengan kecepatan berjalan pada lanjut usia. 2. Membuktikan hubungan keseimbangan statis dengan kecepatan berjalan pada lanjut usia.
6 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dengan mengetahui hubungan panjang tungkai dengan kecepatan berjalan tentunya akan dibuat desain tata tuang yang sesuai dengan lansia sehingga aktivitas fungsional sehari-hari tidak terganggu. 2. Dengan mengetahui hubungan keseimbangan statis dengan kecepatan berjalan pada lansia, gangguan keseimbangan sejak dini dapat diketahui dan dapat dilakukan penatalaksanaan penanggulangan yang lebih awal, sehingga keadaan yang lebih buruk dapat dihindari dan kualitas hidup lansia bertambah baik.