BAB I PENDAHULUAN. mulai ada di Indonesia sejak pemerintahan Prabu Erlangga Raja Kahuripan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

TAFSIR ATAS PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM WACANA KEPEMIMPINAN DI TEKS WAYANG GOLEK (STUDI HERMENEUTIKA PADA TEKS LAKON ARIMBI NGADEG RATU)

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

diciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

Gender dalam Persfektif Nilai Lokal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca.

( ) berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi satu

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu karya yang terlahir dari perasaan dan imajinasi, perasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. film berupa gambar, dialog, adegan, visualisasi serta setting pada setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V PENUTUP. Kehadiran dan kepiawaian Zulkaidah Harahap dalam. memainkan instrumen musik tradisional Batak Toba, secara tidak

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULULAN. sebenarnya ada makna yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

UNIVERSITAS DIPONEGORO

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu produk budaya asli Indonesia yang terus berkembang seiring perkembangan sejarah nusantara adalah Wayang. Wayang tercatat mulai ada di Indonesia sejak pemerintahan Prabu Erlangga Raja Kahuripan (976-1012). Karya sastra yang menjadi bahan cerita Wayang sudah ditulis sejak abad X antara lain dalam naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa kuno yang merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India yaitu Walmiki. Selanjutnya para pujangga Jawa tidak lagi hanya menterjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke dalam bahasa Jawa kuno, tetapi juga mengubah dan menceritakan kembali dengan memasukan falsafah Jawa kedalamnya (Aizid, 2012: 23-24). Wayang bukan hanya pergelaran yang menghibur, tetapi juga sarat akan nilai-nilai falsafah hidup. Dalam cerita Wayang, tiap-tiap tokohnya merupakan refleksi atau representasi dari sikap, watak, dan karakter manusia secara umum. Ada yang baik dan jahat, ada kebatilan dan keburukan, ada belas kasihan, kasih sayang, cinta, benci, hasut, serakah, dan lain-lain (Aizid, 2012: 15). Maka dengan demikian Wayang merupakan sebuah media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan. Sebagai contoh, bagaimana Sunan Kalijaga menyebarkan Islam menggunakan media Wayang. 1

Sehingga dalam setiap pertunjukan Wayang, pasti terdapat pesan yang ingin disampaikan baik berupa ajaran agama, pandangan politik, kepemimpinan, pesan moral, maupun pesan lainnya termasuk peran dan kedudukan perempuan. Pesan-pesan tersebut bisa saja disadari atau bahkan tidak disadari oleh Dalang, sehingga penulis berpendapat perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pesan-pesan yang terkandung dalam lakon Wayang yang dipentaskan. Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk menggali konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam lakon Wayang Golek. Menurut hemat penulis, Wayang Golek merupakan bagian dari komunikasi massa yang menggunakan media tradisional. Dalam sebuah pergelaran Wayang Golek terjadi proses komunikasi satu arah dari Dalang kepada khalayak. Model komunikasi yang bisa diterapkan pada pergelaran Wayang Golek adalah model Lasswell. Dalang merupakan Unsur sumber (who) yang merupakan pengendali pesan. Jalan cerita, dialog, monolog, penokohan, penggambaran tokoh, suara gamelan, nyayian Sinden, merupakan unsur pesan (says what). Saluran komunikasinya (in which channel) adalah pergelaran Wayang Golek dan penerima (to whom) adalah penonton. Sebagai sebuah hiburan maupun sebagai media untuk menyampaikan pesan, setiap pergelaran Wayang Golek pasti akan menimbulkan pengaruh (with what effect) kepada penontonnya. Pada penelitian ini, unsur yang diteliti oleh penulis adalah unsure pesan (say what). Menurut hasih wawancara penulis dengan seorang mantan Dalang, Wayang Golek merupakan sindir jeung siloka. Artinya lakon Wayang Golek 2

menggunakan bahasa yang tidak langsung dalam penyampaian pesannya dan juga menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang disimbolkan dalam bentuk lambang maupun jalan cerita. Sehingga banyak sekali pesan yang ingin disampaikan oleh Dalang (Wawancara). Sehingga banyak sekali pesanpesan yang perlu digali dan ditafsirkan dari sebuah lakon Wayang Golek. Saat ini, jurnal penelitian maupun makalah mengenai Wayang khususnya Wayang Golek yang penulis dapatkan, belum ada yang mengangkat mengenai isu peran dan kedudukan perempuan. Penelitian yang ada masih berfokus pada tanda yang ada pada bentuk fisik Wayang Golek maupun refleksi karakter manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Ijah Hadijah yang meneliti mengenai tanda dan penanda dari visual Wayang Golek (Hadijah, 2012). Begitu juga pada makalah Irfansyah yang lebih menyoroti perubahan kode visual Wayang Golek yang dilakukan oleh Asep Sunandar Sunarya (Irfansyah, 2006:19). Begitu juga dengan makalah Suganda yang berfokus pada pemanfaatan konsep muka dalam wacana Wayang Golek (Suganda, 2007: 248). Tidak adanya hasil penelitian yang mengangkat isu perempuan dalam penelitian terhadap kebudayaan Wayang khususnya Wayang Golek mendorong penulis untuk melakukan penelitian pada teks Lakon Wayang Golek yang berfokus peran dan kedudukan perempuan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena selama ini peran dan kedudukan perempuan dalam teks lakon Wayang Golek tidak terlalu menonjol, terutama dalam wacana kepemimpinan. 3

Selama ini peran dan kedudukan perempuan dalam teks Lakon Wayang Golek kebanyakan berperan sebagai pasangan dari tokoh ksatria, sebagai objek yang diperebutkan dalam sayembara, dan jarang sekali mempunyai peran dan kedudukan yang bebas dan stara dengan laki-laki. Bahkan dalam Lakon Wayang Golek carangan sekalipun, nyaris tidak ada teks Lakon Wayang Golek yang menjadikan perempuan sebagai seorang pemimpin. Sebagai contoh dalam teks Lakon Wayang Golek Gatotkaca Krama, perempuan sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Teks ini menceritakan mengenai Gatotkaca yang sebentar lagi akan menikah dengan Dewi Pergiwa putri pamannya yaitu Arjuna. Namun karena hasutan dari Dorna, pernikahan tersebut dibatalkan tanpa mempertimbangankan pilihan dari Dewi Pergiwa. Kedudukan istri dalam teks Lakon ini juga sangat lemah karena menjadi pihak yang disalahkan dalam perannya sebagai ibu atau istri dalam hal mendidik anak. Pada akhir cerita, bahkan pilihan perempuan sama sekali tidak menjadi pertimbangan. Kerena dalam teks tersebut untuk menentukan suami dari Dewi Pergiwa dilakukan dengan jalan sayembara (Teks Lakon Wayang Golek Gatotkaca Krama). Bahkan tokoh Semar yang dianggap sebagai seorang paling bijak dalam cerita Wayang Golek mendapatkan Dewi Siti Ragen istrinya, dengan cara sayembara. Walaupun pada teks Lakon ini Dewi Siti Ragen memiliki kebebasan dalam memilih dan diberi kesempatan untuk mempertahankan 4

pilihannya, tetapi adanya sayembara menjadikan perempuan seperti halnya sebagai hadiah yang diperebutkan (Teks lakon Wayang Golek Jaka Gintiri). Adanya sayembara dalam menentukan pasangan hidup seperti terinspirasi dari teks asli Mahabarata maupun Ramayana yang merupakan sumber cerita Wayang Golek. Dalam Kisah Mahabarata, bahkan dua orang perempuan yang paling berpengaruh dalam cerita Mahabarata yaitu Drupadi dan Kunti mendapatkan pasangannya dengan cara sayembara (Rajagopalachari, 2011 Hal 55 dan 89-94). Begitu juga dengan Dewi Sita dalam cerita Ramayana, memperoleh pasangan hidupnya yaitu Sri Rama juga dengan cara sayembara (Lal. P, 2008 Hal 78-79). Dalam wacana kepemimpinan, cerita Mahabarata melibatkan seorang perempuan dalam wacana kepemimpinan hanya pernah diperoleh oleh Srikandi. Pada keadaan sebelum perang Baratayuda, dalam musyawarah pihak Pandawa untuk mengangkat panglima perang, Srikandi merupakan salah satu calon yang dipertimbangkan sebagai panglima perang. Namun sayangnya pada teks asli Mahabarata, pada keadaan perang Baratayuda Srikandi berubah menjadi laki-laki (Rajagopalachari, 2011 Hal 31). Dalam lakon Wayang Golek, Srikandi hanya dikenal sebagai satu-satunya prajurit yang beperang dalam perang Baratayuda. Namun bukan menjadi salah satu panglima perang. Konstruksi sosial pada masyarakat patriarkal menjadikan peran dan kedudukan perempuan seperti selalu lebih lemah dari laki-laki. Walaupun pada dasarnya laki-laki dan perempuan secara biologis dan alamiah tentu saja 5

berbeda berdasarkan seks sebagai laki-laki dan perempuan. Namun berdasarkan psikologis dan sosial kultural, laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan gender yaitu laki-laki yang maskulin dan perempuan yang feminin. Gender sendiri didefinisikan oleh masyarakat dan diungkapkan oleh individu saat mereka berinteraksi dengan yang lain dan media di masyarakat tersebut (Wood, 2009: 19-23). Menurut Franklin, secara sederhana kehadiran dua jenis kelamin berarti reproduksi seksual, sedangkan gender lebih bersifat psikologi karena persepsi gender merupakan konstruksi sosial dan budaya (Franklin, 2012: 11-12). Maskulin dan feminin merupakan serangkaian sifat dan nilai-nilai. Sifat dan nilai-nilai yang melekat pada maskulin seperti ketegasan, keagresifan, kekerasan, rasionalitas atau kemampuan untuk berpikir logis, abstrak, dan analitis, serta kemampuan mengendalikan emosi. Sedangkan sifat dan nilai-nilai yang melekat pada feminin seperti kelembutan, kesederhanaan, sifat mendukung, empati, kepedulian, kasih sayang, sifat pengasuh, sifat intuitif, sensitivitas, serta ketidak egoisan (Tong, 2010: 4). Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa gender membedakan lakilaki dan perempuan sebagai laki-laki yang maskulin dan perempuan yang feminin. Istilah sifat gender mengacu kepada pola tingkah laku pada kedua jenis kelamin yang disosialisasikan, didorong, dan dipaksakan untuk diterima dari mulai kepribadian yang sesuai dengan jenis kelamin hingga minat dan profesi. Anak laki-laki diinstruksikan untuk menjadi maskulin, sementara anak perempuan menjadi feminin (Tong, 2010: 51). 6

Feminisme ataupun kesetaraan gender yang diangap sebagai produk Barat memang pada perkembangannya selalu menimbulkan pro dan kontra di Indonesia. Hal ini terjadi karena di Indonesia sudah memiliki adat budaya ketimuran yang kental dengan adat Islam sehingga tidak akan mudah menerima transfer budaya dari Barat yang sekuler, tidak mengindahkan agama, dan serba bebas (Suraji, 2011: 4). Sehingga gerakan perempuan tidak hanya akan bertentangan dengan budaya patriarkal saja, tetapi dengan budaya ketimuran dan terutama budaya Islam. Harus diakui bahwa pemikiran kesetaraan gender yang berkembang di Indonesia menganut feminisme Barat. Pemikiran tersebut dibawa oleh mediamedia yang pada saat itu dimiliki oleh orang-orang Eropa, berbahasa Belanda, dan memuat laporan-laporan mengenai kehidupan di Eropa (Rumadi dan Fathurahman, 2010: 23). Penelitian Ace Sriati Rachman yang meneliti konstruksi realitas perempuan di surat kabar Nasional menyebutkan bahwa kecenderungan ideologi dalam surat kabar tersebut adalah feminisme liberal (Rachman, 2004). Begitu juga dengan penelitian Chatarina Heni Dwi Surwati yang meneliti konstruksi feminisme Film karya Nia Dinata juga menggambarkan Ideologi feminisme liberal dominan dalam film karya Nia Dinata (Surwati, 2012: 20). Menurut hemat penulis, gerakan kesetaraan gender di Indonesia juga harus mencoba menggali sejarah dan budaya lalu kemudian berkaca darinya. Jauh sebelum feminisme lahir di Dunia Barat, Nusantara sudah memiliki 7

pemimpin-pemimpin perempuan yang memiliki pengaruh sangat kuat pada masanya. Tercatat dalam babad Cina berjudul Ch iu-t Ang Shu dan Hsin T ang Shu yang menyebutkan sekitar tahun 674 masyarakat Jawa menobatkan seorang perempuan sebagai Ratu Hsi-Mo (Sima). Begitu juga Ratu Kalinyamat yang dilukiskan sebagai perempuan perkasa penguasa pelabuhan Jepara, dan banyak lagi pemimpin-peminpin perempuan yang sangat berpengaruh pada masanya (Rumadi dan Fathurahman, 2010: 21). Maka menurut hemat penulis, kita dapat menggali konstruksi kebudayaan Wayang terhadap peran dan kedudukan perempuan. Sebagai contoh dalam kisah Mahabarata, dapat dilihat sebagai kisah tentang perempuan-perempuan tangguh yang berpengaruh dalam masyarakat patriarkal. Mereka adalah perempuan yang cerdas, terampil, terpelajar, menguasai urusan negara, cantik dan jika diperlukan bisa berbalik membangkang, licik, dan kejam (Sharma, 2013: 1). Pada penelitian ini penulis menggali konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacara kepemimpinan yang terdapat dalam teks Wayang Golek dengan mengambil objek penelitian adalah teks Wayang Golek dengan lakon Arimbi Ngadeg Ratu. Lakon ini unik karena mengangkat tema yang justru mengangkat seorang perempuan menjadi seorang pemimpin sebuah kerajaan. Kisah ini merupakan lakon sempalan dari kisah Mahabarata yang menceritakan perebutan kekuasaan antara Arimbi yang seorang perempuan dengan saudara-saudaranya yang laki-laki untuk menjadi pemimpin kerajaan 8

Pringgandani. Lakon ini mendobrak pandangan patriarkal yang selalu mendahulukan laki-laki dalam peranannya di ranah publik dan politik. Menurut hemat penulis, lakon ini menarik untuk ditelah lebih lanjut karena tidak hanya mengandung nasihat kebijaksanaan dan ajaran moral seperti cerita Wayang pada umumnya, tetapi juga mengandung pemikiran kesetaraan peran dan kedudukan perempuan dalam wacara kepemimpinan di dalamnya. Arimbi Ngadeg Ratu merupakan lakon Wayang Golek carangan yang dikembangkan sendiri oleh Dalang. Sehingga pengaruh budaya lokal dan budaya ketimuran banyak mempengaruhi. Dengan melakukan penafsiran terhadap teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu, penulis dapat menggali konstruksi peran dan kedudukan perempuan pada teks lakon tersebut. Berdasarkan kajian awal sebelum penelitian, walaupun teks tersebut berjudul Arimbi Ngadeg Ratu tetapi Arimbi hanya muncul di bagian akhir dari teks tersebut. Dari awal sampai akhir teks, justru peranan Arimbi tidak disebutkan sama sekali. Dari fakta tersebut dan fakta bahwa dominasi patriarkal cukup dominan baik dalam kebudayaan di Indonesia maupun Kisah Mahabarata, maka menarik untuk menggali konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan yang ada dalam lakon teks tersebut. Sehingga dengan demikian penelitian ini dapat mengungkap bagaimana budaya lokal dan juga budaya ketimuran yang lebih didominasi oleh ideologi patriarkal mengkonstruksi pemikirannya mengenai peran dan kedudukan perempuan. Dengan atau tanpa disadari, pemikiran tersebut 9

disampaikan oleh seorang Dalang yang berjenis kelamin laki-laki, disampaikan dalam sebuah pementasan, dan dapat diterima oleh lapisan masyarakat baik itu perempuan maupun laki-laki. Berdasarkan kajian awal terhadap teks tersebut, isu utama dalam teks tersebut adalah isu mengenai suksesi kepemimpinan. Namun penulis tidak menjadikan isu tersebut sebagai bahan penelitian karena keunikan dari teks ini yang menjadikan perempuan sebagai pemimpin belum pernah penulis temukan dalam teks lakon Wayang Golek yang lain. Sehingga pada tesis ini, penulis melakukan penelaahan pada teks tersebut menggunakan sudut pandang lain yaitu isu peran dan kedudukan perempuan. Dalam metode penelitian, untuk menelaah makna dari suatu teks dapat dilakukan dengan cara manafsirkan. Maka dengan demikian penulis menggunakan metode penelitian hermeneutika untuk menggali dan memahami konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan yang berasal dari teks Wayang Golek. Sehingga, dapat melahirkan konstruksi peran dan kedudukan perempuan yang tidak berkiblat dari Barat dan dapat diterima oleh semua kalangan serta mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, Judul Penelitian ini adalah adalah Tafsir Atas Peran Dan Kedudukan Perempuan Dalam Wacana Kepemimpinan Di Teks Wayang Golek : Studi Hermeneutika Pada Teks Lakon Arimbi Ngadeg Ratu. 10

1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memfokuskan penelitiannya untuk mengkaji dan menelaah konstruksi makna dari teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu dengan menafsirkan peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepempimpinan di dalam teks tersebut, sehingga diperoleh sebuah konstruksi yang berlandaskan kepada teks Wayang Golek yang merupakan kebudayaan asli Indonesia. Penelitian ini akan memfokuskan penafsiran teks mengenai konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di dalam keluarga, di ruang publik, dan di dalam politik. Maka dengan demikian masalah penelitian ini adalah : a. Bagaimana konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di dalam keluarga yang terkandung dalam teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu? b. Bagaimana konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di ruang publik yang terkandung dalam teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu? c. Bagaimana konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di dalam politik yang terkandung dalam teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu? 11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah menafsirkan teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu, untuk menelaah dan mengkaji makna mengenai konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di dalam keluarga, ruang publik, dan di dalam politik yang ada di dalam teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan bagaimana konstruksi peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan di dalam keluarga, ruang publik, dan di dalam politik yang ada dalam teks lakon Wayang Golek Arimbi Ngadeg Ratu. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Aspek Toritis Dari aspek teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian komunikasi dengan metode hermeneutika yang mengkaji aspek budaya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya kajian komunikasi mengenai penelaahan atau penafsiran pesan dari teks. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan dan memperkaya kajian hermeneutika sebagai sebuah metode penelitian dalam bidang ilmu Komunikasi. 12

1.4.2. Aspek Praktis Dari aspek praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat menjadi alternatif referensi dan acuan bagi para pembaca dalam memahami peran dan kedudukan perempuan dalam wacana kepemimpinan. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi penengah dalam memahami peran dan kedudukan perempuan baik dalam keluarga, di ruang publik, maupun dalam berpolitik. 13