BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Data KPAI menyebutkan bahwa kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dilansir dari Republika (2014), dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah Bullying. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar. Pada tahun 2014 beredar video di jejaring sosial beberapa anak laki-laki sekolah dasar di Padang melakukan tindak kekerasaan pada satu anak perempuan dengan cara memukuli dan menendang korban, tindakan tersebut terjadi karena pelaku merasa sakit hati kepada korban yang sudah meledek ibu pelaku (Sudiaman, 2014). Pada bulan maret 2014, di sekolah dasar di daerah Makassar seorang siswa menjadi korban bullying yang mengakibatkan korban meninggal dunia lantaran dikeroyok oleh teman sekelasnya. Selain itu ditemukan juga seorang siswa SDN di daerah Jakarta menganiyaya temannya hingga tewas pada September 2015 (Susanti, 2015), lalu ada pula kasus bullying yang terjadi di sekolah dasar di kawasan Jakarta Timur, seorang siswa 1
dianiaya oleh kakak kelasnya karena korban tidak sengaja menabrak bahu pelaku hingga jajanannya terjatuh (Rohman, 2014). Kasus Bullying terjadi juga di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kota Bekasi, dimana seorang siswi mengalami trauma dan tidak mau masuk ke sekolah karena menjadi korban bully. Korban mengalami trauma dan tidak mau datang kesekolah karena dia diolok-olok dengan kata-kata burik. Korban tidak memberikan perlawanan, ia hanya menangis dengan kepala menunduk diatas meja dan saat ia menangis kepala korban diduduki oleh beberapa temannya yang membullynya sehingga korban mengalami luka lebam diwajahnya (Djamhari, 2015). Ada pula kasus tindakan bullying terjadi pada seorang siswa SD di Tangerang, siswa tersebut menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya, sang ibu mengatakan bahwa anaknya mengalami demam tinggi dan takut untuk berangkat kesekolah, sang anak menceritakan bahwa di sekolah ia suka dipukuli, lalu suka dibully dengan cara merampas dan melempar kacamata juga alat tulis dan bukunya (Meisa, 2015). Menurut Coloroso, B (2007), bullying biasanya terjadi karena adanya kerjasama dari tiga pihak yang disebut dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama bullying terjadi karena ada pihak yang menindas, kedua, adanya penonton yang diam atau mendukung, ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menanggap dirinya lemah. Sekolah merupakan tempat untuk seseorang menimba ilmu,membentuk karakter dan tempat berkembangnya calon bibit-bibit unggul penerus bangsa. Melihat pentingnya sekolah bagi siswa maka sekolah seharusnya merupakan 2
tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan. Namun sayangnya beberapa siswa atau siswi yang merasa tidak nyaman atau bahkan menjadi tempat yang menakutkan. Perasaan takut dan tidak nyaman tersebut mungkin disebabkan karena siswa mendapatkan perngalaman yang tidak menyenangkan disekolah. Realita yang terjadi saat ini tindakan kekerasaan atau yang biasa di kenal dengan istilah bullying, masih kerap terjadi di lingkungan sekolah. Siswa atau siswi mendapatkan tindakan kekerasaan dari teman sebaya, senior atau bahkan guru. Tindakan bullying yang kerap kali terjadi disekolah meliputi bullying fisik, verbal dan psikologis. Bullying fisik merupakan tindakan kekerasaan yang menggunakan fisik dimana pelaku memukul, menonjok, menampar dan hal lainnya yang berkaitan dengan melukai fisik korbannya. Bullying secara verbal juga kerap terjadi disekolah seperti halnya memcaci, memamki, mencemooh dan lainnya, selain itu ada juga bullying psikologis dimana pelaku membuat korbannya tertekan secara psikis seperti contohnya, mengucilkan, mengintimidasi dan bahkan memberikan teror pada korban. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (dalam Ardy, 2012) pada tahun 2008 tentang kekerasana bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% ditingkat sekolah menengah atas (SMA) dan 66,1% di tingkat sekolah lanjutan pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan katagori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar, yaitu yogya: 77,5% (mengakui 3
adanya kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan); Surabaya: 59,8% (ada kekerasan); Jakarta: 61,1% (ada kekerasan). Dari penelitian tersebut dapat kita lihat bahawa bullying yang terjadi disekolah sangat tinggi. hal ini tentunya membuat fenomena Bullying menjadi salah satu perhatian besar dunia pendidikan. Maraknya perilaku bullying di lingkungan sekolah bahkan di jenjang Sekolah Dasar menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bullying khususnya di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan karakter siswa, oleh karena itu lingkungan Sekolah Dasar yang aman, nyaman, dan kondusif sangat penting bagi tonggak perkembangan siswa. Kebanyakan orangtua dan pihak sekolah tidak menyadari bahwa telah terjadi bullying di sekolah, perilaku bullying sering kali luput dari perhatian orangtua maupun pihak sekolah. Orangtua dan pihak sekolah menganggap bahwa saling mengejek, berkelahi, maupun mengganggu anak lain merupakan hal yang biasa terjadi pada anak sekolah dan bukan merupakan masalah serius. Pada umumnya tindakan bullying dianggap serius dan dikatakan sebagai perilaku bullying ketika perilaku tersebut telah mengakibatkan timbulnya cedera atau masalah fisik pada anak yang menjadi korban bullying. Selain orang tua dan guru yang berperan dalam perkembangan anak, lingkungan juga berperan penting dalam perkembangan anak khususnya perkembangan sosial anak. Peran yang diberikan oleh orangtua dan guru terhadap penyesuaian sosial anak berusia 6-12 tahun, hasilnya menunjukkan bahwa orangtua dan guru tidak signifikan terhadap penyesuian sosial anak, peran dari teman sebayalah yang mempengaruhi penyesuaian sosial anak (Khairana, 2006). 4
Selain itu, perilaku agresif seperti mengganggu banyak dipengaruhi juga oleh kelompok teman sebaya, dan tindakan bullying merupakan upaya dilakukan oleh bersama dengan kelompok teman sebaya (dalam Wolke, 2001). Biasanya pembully atau penggangu memiliki posisi sosial yang dominan dalam kelompok teman sebaya dan memegang kekuatan besar, dan biasanya diperkuat dengan adanya asisten pembully (dalam M, Glenn, 2011). Dari beberapa hasil penelitian diatas, terlihat pentingnya peran lingkungan sosial anak salah satunya adalah peran teman sebaya dalam perkembangan perilaku anak. Teman sebaya adalah anak-anak yang memiliki usia yang sama atau kedewasaan yang sama, mereka memiliki peran yang unik dalam perkembangannya, salah satu yang paling penting adalah untuk menyediakan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan dari teman sebaya. Mereka mengevaluasi apakah hal yang mereka lakukan merupakan hal yang baik atau hal yang buruk (Santrock, 2014), Santosa (2009) mengatakan anak tumbuh dan berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia teman sebayanya.. Salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah ialah belajar bergaul dengan teman sebayanya, pada usia ini anak lebih suka bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebaya, melakukan hal-hal baru yang sebelumya belum pernah dilakukan. Seseorang yang biasanya berada dalam sebuah kelompok teman sebaya biasanya akan selalu mengikuti apapun yang dilakukan anggota kelompok lainnya. 5
Tindakan bullying tidak hanya dilakukan individu tertentu tetapi juga kelompok. Apabila ada anggota kelompoknya melakukan bullying biasanya anggota kelompok lainnya akan ikut juga melakukan, baik itu hanya sebagai penonton atau juga ikut melakukan tindakan bullying. Individu yang yang dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memegang nilai moral, mereka mungkin cendrung meningkatkan tindakan bullying (dalam Jelle, 2014). Solidaritas dan interaksi yang terjadi dalam kelompok teman sebaya mempengaruhi anggota kelompoknya sebagai sebuah bentuk pembuktian bahwa mereka merupakan bagian dari anggota kelompok. Bukti kepatuhan terhadap norma-norma atau aturan yang ada dalam kelompok teman sebaya yang sudah disepakati Melihat fenomena bullying yang terjadi di sekolah dasar, maka peneliti tertarik untuk melihat pengaruh kelompok teman sebaya (peer group) dengan perilaku bullying pada siswa SD di Tangerang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD? 6
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitin ini adalah : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian-penelitian sebelumnya dan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dalam mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dibidang penelitian psikologi mengenai kelompok teman sebaya dan perilaku bullying. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah ada pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying, sehingga dengan demikian dapat dilakukan tindakan prevensi terhadap masalah-masalah yang akan muncul. 2. Sebagai masukan bagi orangtua dan guru mengenai perilaku bullying. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat dikembangkan untuk mengurangi tindakan bully yang terjadi di sekolah. 7
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi : Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori berisi, Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Kematangan Emosi terhadap Sikap Tawuran Remaja pada Siswa SMA X di Tangerang, penelitian yang relevan dan hipotesis. Bab III: Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, variable penelitian, Populasi dan sampel, metode pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang gambaran umum subyek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V: Penutup berisi kesimpulan dan saran. 8