BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

dokumen-dokumen yang mirip
INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2014), remaja (adolescents) adalah mereka yang berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. Berita mengenai kekerasan anak di sekolah belakangan ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

MEMINIMALISASI BULLYING DI SEKOLAH

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan yang efektif dan efisien pada perkembangan pendidikan dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. ketidaksenangan atau menyakitkan yang dilakukan oleh orang lain baik satu atau

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Data KPAI menyebutkan bahwa kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dilansir dari Republika (2014), dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah Bullying. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar. Pada tahun 2014 beredar video di jejaring sosial beberapa anak laki-laki sekolah dasar di Padang melakukan tindak kekerasaan pada satu anak perempuan dengan cara memukuli dan menendang korban, tindakan tersebut terjadi karena pelaku merasa sakit hati kepada korban yang sudah meledek ibu pelaku (Sudiaman, 2014). Pada bulan maret 2014, di sekolah dasar di daerah Makassar seorang siswa menjadi korban bullying yang mengakibatkan korban meninggal dunia lantaran dikeroyok oleh teman sekelasnya. Selain itu ditemukan juga seorang siswa SDN di daerah Jakarta menganiyaya temannya hingga tewas pada September 2015 (Susanti, 2015), lalu ada pula kasus bullying yang terjadi di sekolah dasar di kawasan Jakarta Timur, seorang siswa 1

dianiaya oleh kakak kelasnya karena korban tidak sengaja menabrak bahu pelaku hingga jajanannya terjatuh (Rohman, 2014). Kasus Bullying terjadi juga di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kota Bekasi, dimana seorang siswi mengalami trauma dan tidak mau masuk ke sekolah karena menjadi korban bully. Korban mengalami trauma dan tidak mau datang kesekolah karena dia diolok-olok dengan kata-kata burik. Korban tidak memberikan perlawanan, ia hanya menangis dengan kepala menunduk diatas meja dan saat ia menangis kepala korban diduduki oleh beberapa temannya yang membullynya sehingga korban mengalami luka lebam diwajahnya (Djamhari, 2015). Ada pula kasus tindakan bullying terjadi pada seorang siswa SD di Tangerang, siswa tersebut menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya, sang ibu mengatakan bahwa anaknya mengalami demam tinggi dan takut untuk berangkat kesekolah, sang anak menceritakan bahwa di sekolah ia suka dipukuli, lalu suka dibully dengan cara merampas dan melempar kacamata juga alat tulis dan bukunya (Meisa, 2015). Menurut Coloroso, B (2007), bullying biasanya terjadi karena adanya kerjasama dari tiga pihak yang disebut dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama bullying terjadi karena ada pihak yang menindas, kedua, adanya penonton yang diam atau mendukung, ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menanggap dirinya lemah. Sekolah merupakan tempat untuk seseorang menimba ilmu,membentuk karakter dan tempat berkembangnya calon bibit-bibit unggul penerus bangsa. Melihat pentingnya sekolah bagi siswa maka sekolah seharusnya merupakan 2

tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan. Namun sayangnya beberapa siswa atau siswi yang merasa tidak nyaman atau bahkan menjadi tempat yang menakutkan. Perasaan takut dan tidak nyaman tersebut mungkin disebabkan karena siswa mendapatkan perngalaman yang tidak menyenangkan disekolah. Realita yang terjadi saat ini tindakan kekerasaan atau yang biasa di kenal dengan istilah bullying, masih kerap terjadi di lingkungan sekolah. Siswa atau siswi mendapatkan tindakan kekerasaan dari teman sebaya, senior atau bahkan guru. Tindakan bullying yang kerap kali terjadi disekolah meliputi bullying fisik, verbal dan psikologis. Bullying fisik merupakan tindakan kekerasaan yang menggunakan fisik dimana pelaku memukul, menonjok, menampar dan hal lainnya yang berkaitan dengan melukai fisik korbannya. Bullying secara verbal juga kerap terjadi disekolah seperti halnya memcaci, memamki, mencemooh dan lainnya, selain itu ada juga bullying psikologis dimana pelaku membuat korbannya tertekan secara psikis seperti contohnya, mengucilkan, mengintimidasi dan bahkan memberikan teror pada korban. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (dalam Ardy, 2012) pada tahun 2008 tentang kekerasana bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% ditingkat sekolah menengah atas (SMA) dan 66,1% di tingkat sekolah lanjutan pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan katagori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar, yaitu yogya: 77,5% (mengakui 3

adanya kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan); Surabaya: 59,8% (ada kekerasan); Jakarta: 61,1% (ada kekerasan). Dari penelitian tersebut dapat kita lihat bahawa bullying yang terjadi disekolah sangat tinggi. hal ini tentunya membuat fenomena Bullying menjadi salah satu perhatian besar dunia pendidikan. Maraknya perilaku bullying di lingkungan sekolah bahkan di jenjang Sekolah Dasar menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bullying khususnya di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan karakter siswa, oleh karena itu lingkungan Sekolah Dasar yang aman, nyaman, dan kondusif sangat penting bagi tonggak perkembangan siswa. Kebanyakan orangtua dan pihak sekolah tidak menyadari bahwa telah terjadi bullying di sekolah, perilaku bullying sering kali luput dari perhatian orangtua maupun pihak sekolah. Orangtua dan pihak sekolah menganggap bahwa saling mengejek, berkelahi, maupun mengganggu anak lain merupakan hal yang biasa terjadi pada anak sekolah dan bukan merupakan masalah serius. Pada umumnya tindakan bullying dianggap serius dan dikatakan sebagai perilaku bullying ketika perilaku tersebut telah mengakibatkan timbulnya cedera atau masalah fisik pada anak yang menjadi korban bullying. Selain orang tua dan guru yang berperan dalam perkembangan anak, lingkungan juga berperan penting dalam perkembangan anak khususnya perkembangan sosial anak. Peran yang diberikan oleh orangtua dan guru terhadap penyesuaian sosial anak berusia 6-12 tahun, hasilnya menunjukkan bahwa orangtua dan guru tidak signifikan terhadap penyesuian sosial anak, peran dari teman sebayalah yang mempengaruhi penyesuaian sosial anak (Khairana, 2006). 4

Selain itu, perilaku agresif seperti mengganggu banyak dipengaruhi juga oleh kelompok teman sebaya, dan tindakan bullying merupakan upaya dilakukan oleh bersama dengan kelompok teman sebaya (dalam Wolke, 2001). Biasanya pembully atau penggangu memiliki posisi sosial yang dominan dalam kelompok teman sebaya dan memegang kekuatan besar, dan biasanya diperkuat dengan adanya asisten pembully (dalam M, Glenn, 2011). Dari beberapa hasil penelitian diatas, terlihat pentingnya peran lingkungan sosial anak salah satunya adalah peran teman sebaya dalam perkembangan perilaku anak. Teman sebaya adalah anak-anak yang memiliki usia yang sama atau kedewasaan yang sama, mereka memiliki peran yang unik dalam perkembangannya, salah satu yang paling penting adalah untuk menyediakan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan dari teman sebaya. Mereka mengevaluasi apakah hal yang mereka lakukan merupakan hal yang baik atau hal yang buruk (Santrock, 2014), Santosa (2009) mengatakan anak tumbuh dan berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia teman sebayanya.. Salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah ialah belajar bergaul dengan teman sebayanya, pada usia ini anak lebih suka bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebaya, melakukan hal-hal baru yang sebelumya belum pernah dilakukan. Seseorang yang biasanya berada dalam sebuah kelompok teman sebaya biasanya akan selalu mengikuti apapun yang dilakukan anggota kelompok lainnya. 5

Tindakan bullying tidak hanya dilakukan individu tertentu tetapi juga kelompok. Apabila ada anggota kelompoknya melakukan bullying biasanya anggota kelompok lainnya akan ikut juga melakukan, baik itu hanya sebagai penonton atau juga ikut melakukan tindakan bullying. Individu yang yang dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memegang nilai moral, mereka mungkin cendrung meningkatkan tindakan bullying (dalam Jelle, 2014). Solidaritas dan interaksi yang terjadi dalam kelompok teman sebaya mempengaruhi anggota kelompoknya sebagai sebuah bentuk pembuktian bahwa mereka merupakan bagian dari anggota kelompok. Bukti kepatuhan terhadap norma-norma atau aturan yang ada dalam kelompok teman sebaya yang sudah disepakati Melihat fenomena bullying yang terjadi di sekolah dasar, maka peneliti tertarik untuk melihat pengaruh kelompok teman sebaya (peer group) dengan perilaku bullying pada siswa SD di Tangerang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD? 6

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitin ini adalah : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian-penelitian sebelumnya dan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dalam mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dibidang penelitian psikologi mengenai kelompok teman sebaya dan perilaku bullying. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah ada pengaruh kelompok teman sebaya terhadap perilaku bullying, sehingga dengan demikian dapat dilakukan tindakan prevensi terhadap masalah-masalah yang akan muncul. 2. Sebagai masukan bagi orangtua dan guru mengenai perilaku bullying. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat dikembangkan untuk mengurangi tindakan bully yang terjadi di sekolah. 7

1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang meliputi : Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori berisi, Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Kematangan Emosi terhadap Sikap Tawuran Remaja pada Siswa SMA X di Tangerang, penelitian yang relevan dan hipotesis. Bab III: Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, variable penelitian, Populasi dan sampel, metode pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang gambaran umum subyek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V: Penutup berisi kesimpulan dan saran. 8