173 BAB VI PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam rumusan masalah. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini antara lain. A. Kesimpulan Penelitian ini mempunyai obyek formal filsafat pendidikan eksistensialisme, yang sangat menjunjung tinggi keberadaan manusia. Dalam hal ini kaum eksistensialis sangat memperhatikan keberadaan siswa sebagai subjek dan objek di dalam pendidikan. Kaum eksistensialis di dalam mendidik anak sangat menekankan pentingnya kebebasan, yang menumbuhkan kesadaran siswa. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan di dalam pendidikan, seperti guru dan kurikulum di rancang untuk mendukung aktualisasi kebebasan siswa. Sarana dan situasi yang mendukung aktualisasi kebebasan anak ini sangat dibutuhkan di dalam perkembangan siswa menjadi pribadi yang dewasa dan selalu di dalam proses menjadi. Di samping itu, di dalam mendidik siswa, kaum eksistensialis tidak hanya berhenti kepada pengaktualisasian bakat dan kebebasan siswanya, tetapi lebih dari itu, yaitu penemuan makna kehidupan dirinya. Kemudian, obyek material dari penelitian ini adalah pemikiran Albert Camus. Pondasi pemikiran Albert Camus adalah pemikirannya tentang absurditas, yang tidak dapat didefinisikan dengan sempurna, sehingga terdapat banyak arti. Salah satu arti dari absurd adalah sulit terpahami, karena tidak adanya kesesuaian antara apa yang sebaiknya atau yang seharusnya terjadi dengan apa
174 yang telah dan selalu terjadi di dalam kenyataan hidup. Hal ini menghasilkan suatu perasaan absurd yang berperan di dalam menghasilkan kesadaran bagi manusia. Absurditas harus dihadapi dengan pemberontakan yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi keadilan. Kemudian, pemikiran Albert Camus tentang absurditas menghasilkan pemikiran tentang moral, meskipun Albert Camus tidak terjun langsung di dalam persoalan-persoalan moral. Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna kebebasan yang terdapat di dalam pemikiran Albert Camus dari sudut pandang Filsafat Pendidikan Eksistensialisme, sehingga dapat diketahui makna pendidikan untuk kebebasan menurut pemikiran Albert Camus. Berdasarkan sudut pandang Filsafat Pendidikan Eksistensialisme, dapat diketahui bahwa pendidikan untuk kebebasan menurut Albert Camus adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab manusia. Dua hal ini sangat dibutuhkan di dalam membimbing siswa menuju kedewasaan diri. Oleh karena itu, pendidikan untuk kebebasan adalah pendidikan yang memungkinkan anak dapat bertumbuh sesuai dengan keinginan atau atas pilihannya sendiri. Tidak hanya berhenti sampai di situ, Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang dapat menghasilkan siswa dengan pola pikir anak yang terus hidup, berkembang, dan siswa tersebut mampu keluar atau melampaui apa yang telah dipelajari dan mengembangkannya sesuai dengan kesadaran dirinya dengan penuh tanggung jawab, sehingga menghasilkan suatu kreativitas tinggi di dalam diri siswa. Kemudian, pemikiran Albert Camus dapat dijadikan model bagi kaum eksistensialis, sebab menumbuhkan kesadaran bahwa pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang tidak hanya sebatas
175 membuat anak menyadari bahwa ia mempunyai hak untuk memilih secara bebas, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah mendidik siswa agar menggunakan akal budinya untuk kebaikan dan keadilan. Kemudian, jika pemikiran pendidikan untuk kebebasan Albert Camus ini diterapkan di dalam pendidikan Indonesia, ada beberapa hal yang dapat diterapkan, tetapi ada pula yang tidak dapat diterapkan di dalam pendidikan Indonesia. Dengan kata lain, pemikiran Albert Camus di dalam pendidikan dapat diterapkan di Indonesia dengan perubahan seperlunya (mutatis mutandis), yang tentunya disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila. Hal yang tidak dapat diterapkan di dalam pendidikan adalah pemikirannya yang menolak keberadaan Tuhan, yang sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan di Indonesia. Namun jika membaca pemikiran Albert Camus tentang kebebasan yang bersifat jasmaniah, maka akan diketahui bahwa pemikiran Albert Camus ini dapat digunakan untuk membantu mengobati pendidikan Indonesia yang penuh dengan permasalahan. Pemikiran Albert Camus tentang kebebasan dapat memberikan sumbangan kepada jiwa pendidikan di Indonesia, karena dapat mengarahkan dan membantu munculnya kesadaran siswa dan para pendidik. Pemikiran Albert Camus ini dapat membantu guru di dalam membentuk kepribadian dan pola pikir siswa, sehingga seorang siswa dapat terhindar dari perasaan terhimpit atau terbeban dan sikap menyerah atau putus asa di dalam proses belajar-mengajar, dan siswa mengetahui apa, untuk apa, dan bagaimana mengembangkan mata pelajaran yang telah ia terima. Pemikiran kebebasan Albert Camus di dalam dunia pendidikan tidak hanya berhenti sampai di lingkungan sekolah, tetapi juga dapat membantu
176 siswa di dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan menghadapi tantangan hidup di dalam seluruh aspek kehidupan. Di samping itu, pemikiran Albert Camus tentang kebebasan ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa saja, melainkan juga bagi para pendidik dan pemegang keputusan di dalam dunia pendidikan, sehingga siswa, pendidik, dan penentu kebijakan di dalam pendidikan dapat memperoleh pemahaman bagaimana menjadi manusia yang bebas. B. Saran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme belum menjadi filsafat pendidikan yang populer untuk diterapkan di Indonesia. Namun, dari hasil penelitian ini ada beberapa hal penting yang dapat dijadikan panduan dan perenungan, yang menghasilkan penyadaran bagi seluruh komponen yang terdapat di dalam dunia pendidikan. Pertama, bagi pembuat kebijakan di dalam pendidikan, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyadaran agar di dalam membuat kebijakan atau mengambil keputusan selalu memperhatikan kepentingan para pendidik dan siswa, serta menghindari kebijakan yang hanya menguntungkan kepentingan para pejabat pendidikan saja. Kedua, untuk para pendidik, melalui penelitian ini, diharapkan mampu memberikan pencerahan di dalam mengajar siswa, sebab nilai-nilai dan pandangan-pandangan yang telah di paparkan merupakan sebuah pemikiran yang dapat dijadikan pedoman atau rambu-rambu di dalam mendidik anak. Diharapkan melalu penelitian ini para guru memperlakukan siswa sebagai manusia yang selalu berproses, dan bukan sebagai obyek yang digunakan untuk memenuhi tuntutan-
177 tuntutan nilai ujian atau standar kelulusan semata. Ketiga, peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum menjadi penelitian yang sempurna. Oleh karena itu, penelitian-penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini, baik dari segi obyek formal maupun material, sangat pantas untuk dilanjutkan, sebab sejauh penelusuran peneliti, belum banyak ditemukan penelitian mengenai Filsafat Pendidikan Eksistensialisme di Indonesia.