BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang ditandai dengan pubertas. Remaja yang sehat adalah. remaja yang produktif dan kreatif sesuai dengan perkembangannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

Ingatlah bahwa pemberian MP ASI ini bertujuan mengenalkan variasi, tekstur serta rasa baru. Selera makan juga bervariasi setiap hari, hari ini dia men

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH

STUDI PENGARUH KONSUMSI SUSU KEDELAI TERHADAP KADAR KALSIUM DALAM ASI (AIR SUSU IBU)

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinggi Badan Tinggi badan adalah antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Tinggi badan merupakan satu parameter yang dapat melihat keadaan status gizi sekarang dan keadaan yang lalu. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, dkk. 2001). Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas gizi pada seseorang. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah hereditas dan zat gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan anak. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi anak usia 5-12 tahun yang memiliki tubuh pendek adalah 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Bila dibandingkan dengan prevalensi sangat pendek tahun 2010 mengalami penurunan dari 18,5% menjadi 12,3%, namun prevalensi pendek justru mengalami peningkatan dari 17,1% menjadi 18,4%. Di Indonesia persoalan tinggi badan anak yang kurang adalah cermin rendahnya konsumsi pangan (daging, ikan, telur, dan susu) sebagai sumber protein dan kalsium (Khomsan, 2012).

Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Pengukuran tinggi badan dilakukan pada anak yang telah berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain menggunakan alat pengukur tinggi (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Berdasarkan standar baku antropometri WHO 2007, status gizi ditentukan berdasarkan nilai z-score TB/U. Selanjutnya berdasarkan nilai z-score ini status gizi anak menurut TB/U dikategorikan sebagai berikut: Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Kategori Status Gizi Z-Score Sangat Pendek < -3 SD Pendek -3 s/d < -2 SD Normal -2 s/d 2 SD Tinggi > 2 SD Sumber : Depkes RI, 2011 2.1.1 Faktor yang mempengaruhi tinggi badan Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FK UI (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah faktor genetik, hormon pertumbuhan, penyakit akut atau kronis dan faktor gizi. Faktor gizi dari makanan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi tinggi badan. Asupan gizi yang kurang dalam masa partumbuhan akan mempengaruhi tinggi badan. Beberapa zat gizi yang mempengaruhi tinggi badan antara lain protein, kalsium dan vitamin A. Faktor ekstenal yang mempengaruhi tinggi badan dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan mengonsumsi susu setiap harinya. Susu banyak mengandung protein hewani yang baik dan kalsium, sehingga

mengonsumsi susu sejak dini akan mempengaruhi tinggi badan dan pertumbuhan anak usia sekolah. 2.1.2 Kaitan konsumsi susu dengan tinggi badan anak Konsumsi susu dapat mempengaruhi tinggi badan anak usia sekolah. Susu mengandung kalsium yang dibutuhkan untuk formasi tulang dan menopang tinggi badan ideal. Kalsium berperan sebagai penyusun sel tulang, mendukung kerja sel osteoblas (sel pembentuk tulang), mengeraskan dan menguatkan tulang. Pada usia anak- anak atau masa pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap oleh tubuh. Satu gelas susu (±240 ml) mengandung lebih dari 270 mg kalsium, hampir sepertiga dari kebutuhan kalsium harian sehingga kalsium dalam susu sangat baik di konsumsi untuk anak usia sekolah karena dapat membantu pertumbuhan tinggi badan anak. Angka kecukupan gizi tahun 2013 bagi anak usia 7-12 tahun untuk kalsium adalah 1000-1200 mg per hari. Angka ini merupakan angka kecukupan tertinggi di sepanjang hidup seorang manusia. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tinggi badan anak yang begitu pesat pada rentang usia anak usia sekolah. Pada masa anak usia sekolah terjadi peningkatan massa tulang yang pesat dan susu memiliki kandungan kalsium dengan kualitas dan tingkat ketercernaan yang tinggi. Banyak komponen susu yang dapat berpotensi mempengaruhi linier pada anak-anak, diantaranya protein, kalsium susu dan insulin-like-growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 terlibat dalam metabolism kalsium dan fosfat, dan memberikan pembentukan matriks (Kelly et al. 2003). Studi yang dilakukan Clemens et al. (2010) menunjukkan bahwa asupan susu pada anak-anak secara positif berkaitan

dengan tingkat sirkulasi IGF-1 yang lebih tinggi. Menurut Hoppe (2004) konsumsi susu berhubungan positif dengan konsentrasi IGF-1 dan tinggi badan. Peningkatan konsumsi susu dari 200 ml sampai 600 ml/hari berkaitan dengan peningkatan 30% sirkulasi IGF-1, sehingga susu memiliki efek merangsang konsentrasi IGF-1 dan pertumbuhan anak. Black, dkk. (2002) mengungkapkan bahwa anak (usia 3-10 tahun) yang tidak menyukai susu (termasuk susu sapi) pada jangka panjang akan memiliki resiko mengalami ukuran tubuh lebih pendek dan kesehatan tulang yang buruk. Black dan kawan-kawan juga menemukan bahwa anak yang tidak suka susu memiliki ukuran skleton yang lebih kecil dan kandungan mineral tulang yang lebih rendah daripada ukuran skleton dan kandungan mineral tulang anak yang meminum susu. Dalam penelitian dengan studi prospektif yang dilakukan oleh Okada (2004) yang mengenai pengaruh konsumsi susu sapi dengan perubahan tinggi badan anak menunjukkan adanya hubungan positif. Dari hasil penelitian menunjukkan dalam 2 kelompok konsumsi susu sapi terdapat konsumsi tinggi > 500 ml (16,5%) dengan perbedaan tinggi badan 1,1 cm dan konsumsi rendah < 500 ml (83,5%) dengan perbedaan tinggi badan 0,5 cm. Perbedaan antara 2 kelompok secara statistik signifikan untuk tinggi badan menunjukkan berhubungan sehingga ada pengaruh positif antara mengonsumsi susu sapi dengan jumlah yang banyak dengan tinggi badan anak. Hal yang sama juga ditemukan oleh Hardinsyah, dkk. (2008) pada penelitiannya mengenai hubungan konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja menunjukkan adanya hubungan positif. Hasil

penelitian menunjukkan rata-rata konsumsi susu siswa/i adalah 170-140 ml/hari dan rata-rata frekuensi 6 kali/minggu dengan rata-rata tinggi badan remaja lakilaki (168,0±6,0 cm) lebih tinggi secara nyata dibandingkan remaja perempuan (155,4±5,2 cm). Uji hubungan menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara tinggi badan dengan frekuensi minum susu dan tinggi badan dengan jumlah (ml) susu yang dikonsumsi. Dalam penelitian Ernawati (2013) mengenai hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan anak sekolah TK juga menunjukkan hubungan positif. Hasil penelitian menunjukkan anak mengonsumsi susu 2 gelas per hari dengan rata-rata frekuensi minum susu anak sebesar 19 kali/minggu dan rata-rata jumlah susu yang dikonsumsi 500-340 ml/hari dan prevalensi stunting rendah dikalangan anak yang biasa minum susu (3,0%). Selain itu, anak yang setiap hari minum susu mempunyai ±4,29 cm lebih tinggi daripada anak yang tidak setiap hari minum susu. 2.2 Prestasi Belajar Marsun dan Martaniah (Sia, 2001) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Menurut Poerwodarminto (Ratnawati, 1996) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.

Penilaian prestasi belajar adalah penilaian terhadap hasil belajar siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Azwar (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi dalam pendidikan, yaitu: a. Penilaian berfungsi selektif (sumatif) Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. b. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement) Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. c. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (formatif) Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolahsekolah tingkat dasar dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut. 2.2.1 Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Menurut Shertzer dan Stone dalam Winkle (1997), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Faktor fisiologis, adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan panca indera. Kesehatan dapat dipengaruhi oleh asupan gizi yang diperoleh, sehingga memperhatikan asupan gizi anak sangat penting dalam prestasi belajar anak di sekolah. 2. Faktor psikologis, faktor ini berhubungan erat dengan intelegensi, sikap dan motivasi yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri. b. Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor tersebut meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat dan faktor waktu. 2.2.2 Kaitan konsumsi susu dengan prestasi belajar anak Konsumsi susu dapat mempengaruhi prestasi belajar anak disekolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar salah satunya yaitu tingkat kecerdasan. Kecerdasan sangat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak, dan makanan berpengaruh terhadap perkembangan sel otak. Apabila makanan tidak mengandung kecukupan zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan menyebabkan perubahan metabolisme otak dan ketidakmampuan otak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, otak membutuhkan zat-zat gizi yang cukup dan seimbang. Susu adalah salah satu sumber protein yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Kaitan protein dengan proses kerja otak, protein dalam bentuk asam amino seperti glisin, glutamate, tyrosine dan tryptophan sangat diperlukan untuk membentuk neurotransmitter penghantar implus saraf dan mempengaruhi perilaku emosi, kontrol diri, dan konsentrasi

(Mariana, 2011). Terpenuhinya asupan zat gizi seperti protein pada anak akan terjaga daya tahan tubuhnya, tidak mudah terserang penyakit sehingga anak dapat mempertahankan status gizi normal, anak lebih aktif dalam beraktifitas dan mudah berkonsentrasi dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru disekolah. Mengonsumsi susu pada malam hari juga baik untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh anak usia sekolah. Susu juga mengandung asam amino tryptophan yang merupakan prekursor melatonin (hormon perangsang tidur). Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari yang berfungsi membuat rasa ngantuk dan kemudian tubuh bisa istirahat dengan baik. Jadi ketika pagi hari anak lebih segar bugar dan dapat membantu meningkatkan konsentrasi dalam menerima pelajaran di sekolah. Konsentrasi belajar akan mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah, hal ini dikarenakan dengan konsentrasi belajar yang baik akan meningkatkan daya tangkap otak. Peningkatan daya tangkap yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan mempengaruhi peningkatan prestasi belajar anak di sekolah. Pada masa usia anak sekolah, anak melakukan aktivitas fisik yang meningkat sehingga sangat diperlukan asupan zat gizi yang lengkap untuk dapat mempertahankan daya tahan tubuh serta untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan baru sehingga dapat memberi semangat dan motivasi dalam belajar (Moore, 1997). Susu merupakan salah satu penunjang zat gizi anak yang belum terpenuhi dalam konsumsi pangan. Kebutuhan gizi anak akan sempurna dengan pemberian susu setiap hari dengan memberikan susu 2 kali sehari yaitu pada pagi hari ketika sarapan dan malam hari sebelum tidur. Menurut Suminar (1987) bahwa anak yang mendapatkan program bantuan susu asupan protein dan

vitaminnya secara nyata lebih tinggi daripada asupan protein dan vitamin anak yang tidak mendapatkan program bantuan susu. Penelitian yang dilakukan Musmualim (2016) mengenai perilaku konsumsi susu sapi dengan prestasi belajar pada anak usia sekolah menunjukkan adanya hubungan positif. Dari hasil penelitian di simpulkan bahwa tingkat konsumsi susu sapi berpengaruh terhadap tingkat prestasi siswa karena asupan gizi yang cukup pada anak akan membantu pertumbuhan secara optimal dan meningkatkan kecerdasan otak sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan prestasi belajar anak di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, konsumsi susu anak usia sekolah penting untuk diperhatikan karena manfaat susu yang bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Selain konsumsi pangan yang baik ternyata konsumsi susu pada anak dapat meningkatkan konsentrasi belajar anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak agar tidak gampang sakit ketika sekolah. 2.3 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai aksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya (Almatsier, 2009). Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang memadai karena masih dalam masa pertumbuhan, membutuhkan banyak energi untuk beraktivitas, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, serta memiliki cadangan zat gizi

untuk pertumbuhan di masa remaja (Mc Williams, 1993). Konsumsi makanan dan zat gizi yang adekuat memiliki peranan penting bagi anak usia sekolah untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak yang optimal (Brown, 2005). Pola makan anak akan menentukan jumlah zat gizi yang diperlukan oleh anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jenis dan jumlah makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula bagi anak guna menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Zat gizi yang dibutuhkan disesuaikan dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak. Pada kondisi normal diharuskan untuk makan 3 kali dalam sehari dan pemenuhan keseimbangan zat gizi. Pemberian makan pada anak bertujuan untuk memberikan gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, pemulihan kesehatan setelah sakit, mendidik kebiasaan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu (Markum, 2007). Pengukuran pola makan dapat dilihat dari metode food recall 24 jam dan metode frekuensi makanan (food frequency). Metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu

ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif menggambarkan kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk. 2001). Metode frekuensi makanan (food frequency) adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh individu. 2.4 Susu Susu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap dan seimbang serta mudah dicerna, sehingga susu dapat memenuhi kebutuhan zat gizi akan tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Susu memiliki banyak manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh, tingginya manfaat yang baik untuk kesehatan ini yang membuat susu diminati dan merupakan komoditas penting dalam pemenuhan gizi. Susu merupakan salah satu sumber protein yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan kualitas terbaik. Mutu protein susu disebut terbaik didasarkan kelengkapan jenis dan jumlah asam amino esensial yang sesuai

untuk kebutuhan tubuh. Susu juga merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat baik, yang penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Susu segar umumnya lebih mahal daripada susu dalam bentuk lain. Susu segar cepat membusuk, apalagi bila cara memerah dan tempat penampungannya kurang bersih. Susu yang cukup terjamin kebersihannya hanya dapat menahan pembusukan selama 24 jam, kecuali bila susu disterilisasi. Susu segar yang biasa dikonsumsi adalah susu sapi dan susu kambing. Susu sapi dan susu kambing adalah hasil pemerasan sapi atau kambing secara langsung, tanpa ditambah zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu sapi merupakan sumber kalsium terbaik yang dapat meningkatkan kekuatan tulang. Kalsium dalam susu mudah diserap karena adanya laktosa dan vitamin D yang mempermudah penyerapannya (Devi, 2012). Kalsium susu kambing memang lebih rendah daripada susu sapi, akan tetapi susu kambing lebih tinggi mengandung protein, lemak dan karbohidrat dibandingkan dengan susu sapi. Tabel 2.2 Kandungan Gizi Susu Menurut Jenis Susu Segar per 100 gram Kandungan Jenis Susu Segar Zat Gizi Susu Sapi Susu Kambing Energi (kkal) 61 64 Protein (g) 3,2 4,3 Lemak (g) 3,5 2,3 Karbohidrat (g) 4,3 6,6 Kalsium (mg) 143 98 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005) Jenis-jenis susu berdasarkan cara pengolahannya adalah susu bubuk, cair, atau kental manis adalah proses pengolahannya dari susu murni. Susu bubuk yang diproses dengan pemanasan 180 C selama dua jam penuh kemudian dikeringkan dengan metode spray-drying. Susu bubuk terjadi dengan mengeringkan susu

sehingga tertinggal komponen terpadat dari susu tersebut. Karenanya komponen padat ini merupakan sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau berkurang itu (Sediaoetama, 2009). Susu cair atau UHT adalah susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan Ultra High Temperature, yaitu 143 C dalam detik. Susu UHT diolah dengan menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (135-154 C) dalam waktu singkat selama 2-5 detik. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen). Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah, seperti susu segarnya. Susu kental manis diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air dari susu segar atau hasil rekombinasi susu bubuk melalui proses evaporasi (penguapan) sehingga diperoleh kepekatan tertentu. Setelah proses pemanasan selesai, ditambahkan gula untuk memberikan rasa manis dan membantu proses pengentalan serta sebagai pengawet alami. Susu kental manis lebih tepat dikonsumsi sebagai campuran bahan makanan karena kadar gulanya yang sangat tinggi (rata-rata 40%). Susu ini tidak baik diberikan kepada bayi, tetapi masih dapat dikonsumsi oleh anak yang telah besar dan orang dewasa (Sediaoetama, 2009).

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Susu Menurut Jenis Susu Berdasarkan Pengolahan Susu per 100 gram Kandungan Jenis Susu Zat Gizi Susu Bubuk Susu Kental Manis Energi (kkal) 509 336 Protein (g) 24,6 8,2 Lemak (g) 30 10 Karbohidrat (g) 36,2 55 Kalsium (mg) 904 275 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005) 2.5 Konsumsi Susu Anak Asupan gizi tidak hanya diperoleh dari makanan pokok saja, melainkan juga ditambah dengan asupan pangan lainnya yang bernilai zat gizi tinggi seperti susu. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh anak usia sekolah. Susu merupakan minuman yang bergizi tinggi karena mengandung protein yang bernilai tinggi, sangat tepat untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh anak sekolah. Menurut Khomsan (2010) susu merupakan suatu makanan atau minuman bergizi yang banyak mengandung mineral dan protein. Menurut Kemenkes RI dalam Pedoman Gizi Seimbang 2013 dianjurkan mengonsumsi susu 2 gelas sehari dan mengonsumsi susu penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Kebutuhan akan protein dan kalsium per hari akan dapat dipenuhi 25-44% hanya dengan mengonsumsi susu 2 gelas sehari. Di Indonesia konsumsi susu masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Berdasarkan data statistik nasional konsumsi susu negara pada tahun 2012 konsumsi susu di Indonesia hanya 14,6 liter/kapita/tahun, jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina yang mencapai 22,1 liter/kapita/tahun, Thailand 33,7 liter/kapita/tahun, dan India yang mencapai 42,08

liter/kapita/tahun. Sedangkan hasil South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS) pada tahun 2012 bahwa konsumsi produk susu pada anak usia 5-9 tahun masih sangat rendah dan tak sedikit anak di Indonesia yang tidak minum susu. Rendahnya konsumi susu di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kurang terjangkaunya harga susu bagi masyarakat dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya minum susu bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kebiasaan minum susu pada anak usia sekolah menurut Haniek (2003) pada penelitian analisis perilaku konsumsi susu pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh kebiasaan minum susu dalam keluarganya. Kebiasaan konsumsi susu pada anak yang paling berpengaruh adalah faktor yang datang dari orang tua seperti pendidikan dan pekerjaan. 2.6 Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi fondasi kualitas bangsa dalam konteks sumber daya manusia yang akan datang. Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) 2011 yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia anak yang berusia 7-12 tahun. Anak dalam usia sekolah merupakan usia yang penting dimana pertumbuhan yang sehat menjadi salah satu faktor jaminan kesehatannya di masa depan. Gizi yang adekuat memegang peranan yang penting selama usia sekolah untuk menjamin anak-anak tersebut mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang penuh atau optimal (Badriah, 2014). Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak. Karena itu, anak usia sekolah benar-

benar membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tua dalam menghadapi perkembangan yang pesat. Anak memerlukan gizi yang cukup dan seimbang agar proses berpikir, belajar, dan beraktivitas tidak terhambat (Devi, 2012). 2.6.1 Kebutuhan gizi anak usia sekolah Usia sekolah anak 7-12 tahun, dimana usia tersebut merupakan bagian dari suatu rangkaian panjang dari siklus hidup manusia yang dimulai sejak janin dalam kandungan sampai usia tua nanti. Pada rentangan usia tersebut status gizinya ditentukan sejak usia bayi dan balita juga ditentukan pada saat anak usia sekolah dan akan menentukan status gizi pada usia selanjutnya (Devi, 2012). Pada usia 7 tahun anak membutuhkan energi sebanyak 1.550 kalori per hari. Semakin bertambah usia, energi yang dibutuhkan semakin banyak. Energi dalam tubuh berfungsi untuk metabolisme basal yaitu energi yang dibutuhkan pada waktu seseorang beristirahat, kemudian Specific Dynamic Action (SDA) yaitu energi yang diperlukan untuk mengolah makanan itu sendiri untuk aktivitas jasmani, berpikir, pertumbuhan, dan pembuangan sisa makanan. Saat berpikir otak membutuhkan energi yang berasal dari glukosa. Penggunaan energi otak mencapai 20-30% dari energi tubuh karena itu otak dikatakan boros energi (Devi, 2012). Gizi seimbang untuk anak sekolah harus memenuhi zat gizi makro dengan karbohidrat 45-65% total energi, protein 10-15% total energi dengan perbandingan protein hewani dan nabati 2:1, lemak 25-40% total energi. Selain itu harus memenuhi kebutuhan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral (Devi, 2012). Kebutuhan zat gizi anak menurut kelompok umur berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Indonesia tahun 2013, yaitu :

Tabel 2.4 Kebutuhan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur 7 9 th 10 12 th L/P L P Energi (kkal) 1850 2100 2000 Protein (g) 49 56 60 Lemak (g) 72 70 67 Karbohidrat (g) 254 289 275 Air (ml) 1900 1800 1800 Vitamin A (mcg) 500 600 600 Vitamin Bı (mg) 0,9 1,1 1 Vitamin C (mg) 45 50 50 Kalsium (mg) 1000 1200 1200 Fosfor (mg) 500 1200 1200 Besi (mg) 10 13 20 Sumber : Angka Kecukupan Gizi Indonesia Tahun 2013 2.6.2 Masalah gizi anak usia sekolah Pada usia sekolah anak sudah mulai lepas dari pengawasan orang tua dan bergaul dengan teman sekolahnya. Sejalan dengan itu, gizi anak sekolah sering terabaikan karena orang tua beranggapan anak sudah besar dan mampu mengatur makanannya sendiri. Bila anak mengalami kekurangan gizi, akan tampak saat di sekolah yang menunjukan gangguan fungsi motorik kasar, motorik halus, kecerdasan, perilaku, dan interaksi sosial. Konsentrasi anak menjadi berkurang, anak kurang gembira, dan terjadi perubahan hormonal yang nantinya juga akan mempengaruhi kecerdasan anak (Devi, 2012). Masalah gizi kurang dapat terjadi karena kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan dapat pula terjadi karena kekurangan zat gizi mikro seperti kalsium. Gizi kurang yang disebabkan asupan gizi masa lampau pada anak dapat dilihat dari tinggi badan anak sekarang. Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah. Ini merupakan indikator adanya kurang gizi kronis. Dalam jangka panjang kurang gizi akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan tinggi badan, dan akhirnya

berdampak buruk bagi perkembangan mental intelektual individu (Khomsan, 2004). 2.7 Kerangka Konsep Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi badan dan prestasi belajar anak sekolah, yaitu pola makan dan konsumsi susu. Pola makan yang cukup akan memberikan sumbangan karbohidrat, protein, lemak dan kalsium. Ketika pola makan tidak terpenuhi dengan baik, maka kebutuhan gizi dapat dibantu dengan mengonsumsi susu sebagai pelengkap. Kandungan zat gizi dalam susu dapat memberikan tambahan zat-zat gizi seperti zat gizi protein dan kalsium dengan kualitas yang baik dan tingkat kecernaan yang tinggi, maka dapat diasumsikan bisa mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan anak dan meningkatkan kecerdasaan otak anak. Dalam penelitian ini akan diketahui hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan dan prestasi belajar siswa/i di Sekolah Dasar Muhammadiyah 02 Kampung Dadap Medan. Variabel Independen Variabel Dependen Pola Makan Konsumsi Susu Tinggi Badan Prestasi Belajar Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian