BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN


BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Existing Condition dan Lokasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung)

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

Kata Kunci : Jenis Jenis Kerusakan, Kerusakan Jalan, Metode PCI

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

LAMPIRAN F PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX A. Hasil Perhitungan Pada Formulir Survei

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I

TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN. Wahai ananda permata hati Hitunglah waktu dengan teliti Masa berjalan capat sekali Bila tak ingin hidup merugi

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PCI (Studi Kasus : Ruas Jalan Blora Cepu ) 1 ABSTRAK

EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI )

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN FOLLOW YOUR HEART AKU PERNAH BERCERITA TENTANG RAGU, DIAM-DIAM RAGU, LALU RAGU, DEKAT SEKALI DENGAN RAGU

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

Kata Kunci : Analisa, Kerusakan Jalan, Metode PCI

ANALISIS KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN ASPAL DI KOTA MAKASSAR DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (STUDI KASUS : JALAN LETJEND HERTASNING)

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)

EVALUASI KERUSAKAN RUAS JALAN PULAU INDAH, KELAPA LIMA, KUPANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN RAYA PADA LAPISAN PERMUKAAN

1. Dapat dijadikan bahan rujukan dalam menentukan

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPISAN PERMUKAAN (STUDI KASUS : JALAN ADI SUCIPTO SUNGAI RAYA KUBU RAYA)

ANALISA TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Studi Kasus : Jalan Soekarno Hatta Sta s.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Survei. 1. Kelengkapan Infrastruktur Perlintasan Sebidang

Kata Kunci : Perkerasan Jalan, Kerusakan Jalan, Pavement Condition Index (PCI)

BAB III METODELOGI PENELITIAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. volume maupun berat muatan yang membebani jalan. Oleh karena perubahan

ABSTRAK. Kata kunci : Analisa, Kerusakan Jalan, Metode Pavement Condition Index

HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN. PERSEMBAHAN : Penulis mempersembahkan Tugas Akhir ini untuk :

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metode Survei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Jalan No.

PENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR

by: Yoga Pratama M. NIM. I

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

TUGAS AKHIR ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

PENGARUH DISTRIBUSI LALU LINTAS TERHADAP KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus Ruas Jalan Ampel Boyolali Km Km ) Tugas Akhir

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

Agus Suswandi, Wardhani S., Hary C., Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tergantung volume lalu lintas.

Perbandingan Nilai Kondisi Permukaan Perkerasan Jalan Lentur Dengan Menggunakan Metode Asphalt Institute Dan Metode PCI

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan Kerusakan yang terjadi disebabkan tidak hanya dari faktor saja, akan tetapi bisa juga diakibatkan oleh gabungan dari penyebab kerusakan yang saling berkaitan. Kerusakan jalan dapat disebabkan oleh : 1. Beban lalu lintas kendaraan 2. Iklim tropis dimana curah hujan di Indonesia tinggi yang menyababkan rusaknya perkerasan akibat air. 3. Kondisi tanah tidak stabil 4. Kesalahan manusia pada saat pengerjaan. Pavement Condition Index (PCI) adalah petunjuk penilaian untuk kondisi perkerasan (Shahin,1994). Terdapat 19 jenis kerusakan jalan, yaitu : 1. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) Retak yang berbentuk jaringan yang tersusun oleh bidang bersegi banyak (polygon) dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3mm. Jaringan ini biasanya tidak terlalu luas, apabila daerah yang mengalami retak buaya luas, kemungkinan disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melewati beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan jalan. Kemungkinan penyebab retak buaya adalah : a. Bahan perkerasan kurang baik b. Pelapukan permukaan perkerasan jalan c. Tanah dasar kurang stabil d. Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air L = Retak memanjang dengan bentuk garis tipis yang tidak saling berhubungan. M=Pengembangan lebih lajut dari retak dengan kualitas ringan. 15

16 H=Retakan-retakan akan saling berhubungan membentuk pecahanpecahan. Gambar 3.1 Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking) Grafik 3.1 Deduct Value Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking) 2. Kegemukan (Bleeding) Kondisi ini terjadi akibat adanya konsentrasi aspal pada bagian tertentu di permukaan jalan. Secara visual terlihat lapisan tipis aspal tanpa agregat diatas permukaan perkerasan, pada kondisi suhu tinggi atau pada lalu lintas yang berat akan terlihat jejak alur ban kendaraan yang melewatinya. Kondisi ini dapat membahayakan pengguna jalan karena menyebabkan jalan licin. Kemungkinan penyebabnya antara lain : a. Penggunaan aspal yang berlebih atau tidak merata b. Tidak menggunakan aspal yang sesuai c. Keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal

17 L = Aspal meleleh dengan tingkat lelehan rendah dengan indikasi tidak lengket pada sepatu. M=Lelehan semakin meluas dengan indikasi aspal menempel disepatu. H=Lelehan semakin meluas dan mengkhawatirkan. Gambar 3.2 Kegemukan (Bleeding) Sumber : Grafik 3.2 Deduct Value Kegemukan (Bleeding) 3. Retak Kotak-Kotak ( Block Cracking ) Retak ini berbentuk kotak kotak dengan ukuran kurang lebih 200mm x 200mm. Kerusakan ini umumnya terjadi pada lapisan tambahan (overlay) yang

18 menggambarkan pola retakan perkerasan dibawahnya. tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi juga di lapis permukaan tanpa lapisan tambahan. Kemungkinan penyebab kerusakan ini adalah : a. Merambatnya retak susut yang terjadi pada lapisan perkersan dibawahnya b. Retak pada lapis permukaan yang tidak segera diperbaiki dengan tepat sebelum dilakukan penambahan lapisan (overlay) c. Terjadi perbedaan penurunan timbunan atau pemotongan badan jalan dengan struktur perkerasan d. Pada bagian tanah dasar dan lapis pondasi mengalami perubahan volume e. Dibawah lapis perkerasan terdapat akar pohon atau utilitas lainnya. L = Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar. M = Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut. H = Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak dengan celah besar. Gambar 3.3 Retak Kotak Kotak (Block Cracking) Sumber :

19 Grafik 3.3 Deduct Value Retak Kotak Kotak (Block Cracking) 4. Cekungan ( Bumb and Sags ) Bendul yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan yang disebabkan oleh tidak stabilnya lapis perkerasan. Penyebab bendul disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Pada lapisan ac terdapat bendul atau tonjolan yang berada dibawah PCC b. Lapisan aspal yang bergelombang membentuk lapisan seperti lensa cembung c. Adanya retakan pada perkerasan yang menjembul keatas Longsor kecila dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan membentuk cekungan. Cekungan dan cembungan yang berjumalh banyak pada perkerasan biasa disebut gelombang. Tingkat kerusakan L = Cekungan dengan lembah yang kecil. M = Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak. H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah yang agak lebar.

20 Gambar 3.4 Cekungan (Bumb and Sags) Sumber : Grafik 3.4 Deduct Value Cekungan (Bumb and Sags) 5. Keriting (Corrugation) Kerusakan ini biasanya terjadi pada tempat berhenti kendaraan yang disebabkan oleh pengereman kendaraan, secara visual terlihat berupa gelombang pada lapis permukaan dengan alur arah melintang jalan dan disebut juga sebagai Plastic Movement. Kemungkinan penyebabnya adalah : a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah b. Material yang digunakan tidak tepat, salah satunya adalah agregat yang tidak bersudut c. Agregat halus yang digunakan terlalu banyak

21 d. Lapis pondasi yang bergelombang e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan siap(untuk perkerasan menggunakan aspal cair ) L = Lembah dan bukit gelombang yang kecil. M = Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dalam. H = Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertaidengan retakan dan celah yang agak lebar. Gambar 3.5 Keriting (Corrugation) Sumber : Grafik 3.5 Deduct Value Keriting (Corrugation)

22 6. Amblas (Depression) Bentuk kerusakan ini berupa turun atau amblasnya lapisan perkerasan pada daerah tertentu dengan atau tanpa retak. Umumnya memiliki kedalaman lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air kedalam lapisan dibawahnya. kemungkinan penyebab kerusakannya adalah : a. Struktur bagian bawah perkerasan tidak mampu menahan beban kendaraan yang berlebih. b. Turunnya tanah dasar yang menyebabkan perkerasan ikut turun c. Pemadatan yang kurang baik L = Kedalaman 0,5-1 inch (13-25 mm). M = Kedalaman 1-2 inch (25-50 mm). H = Kedalaman >2 inch (>50 mm) Gambar 3.6 Amblas (Depression) Sumber :

23 Grafik 3.6 Deduct Value Amblas (Depression) 7. Retak Samping (Edge Cracking) Kerusakan ini ditandai dengan adanya retak sejajar jalur lalu lintas dan juga biasanya berukuran 1-2 kaki (0,3m 0,6m) dari pinggir perkerasan. Kemungkinan penyebabnya adalah : a. Lapis pondasi yang berada di pinggir menjadi lemah akibat cuaca maupun beban lalu lintas b. Bergesernya pondasi dan kondisi tanah yang buruk c. Drainase yang tidak baik d. Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan) L = Retak yang tidak disertai perenggangan perkerasan. M = Retak yang beberapa mempunyai celah yang agak lebar. H = Retak dengan lepas perkerasan samping

24 Gambar 3.7 Retak Pinggir (Edge Cracking) Sumber : Grafik 3.7 Deduct Value Retak Pinggir (Edge Cracking) 8. Retak Sambung (Joint Reflect Cracking) Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay) yang menunjukkan pola keretakan dalam perkerasan dibawahnya. kerusakan ini umumnya terjadi pada lapis perkerasan aspal yang berada diatas perkerasan kaku berupa beton (semen portland). Pola kerusakan yang dihasilkan berupa retak memanjang, melintang,, diagonal atau blok. Kemungkinan penyebab kerusakan ini adalah :

25 a. Adanya perubahan temperatur atau perubahan kadar air yang menyebabkan adanya gerakan vertikal atau horisontal pada lapis tambahan (overlay) b. Adanya pergerakan tanah dan lapisan pondasi c. Tanah dengan kadar lempung tinggi kadar ainya berkurang. L = Retak dengan lebar 10 mm. M = Retak dengan lebar 10 mm 76 mm. H = Retak dengan lebar >76 mm. Gambar 3.8 Retak Sambung (Joint Reflect Cracking) Sumber :

26 Grafik 3.8 Deduct Value Retak Sambung (Joint Reflect Cracking) 9. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/ Shoulder Drop Off) Kerusakan ini berupa adanya beda ketinggian antara permukaan perkerasan dengan permukaan bahu jalan atau bisa juga berupa tanah di sekitarnya dimana permukaan perkerasan lebih tinggi terhadap bahu jalan. Kemungkinan penyebab kerusakan ini adalah : a. Lebar perkerasan yang kurang b. Terjadi erosi atau gerusan pada bahu jalan c. Dilakukan pelapisan perkerasan (overlay), namun tidak dilakukan pembentukan bahu jalan. L = Turun sampai 1 2 inch (25 mm 50 mm). M = Turun sampai 2 4 inch (50 mm 102 mm). H = Turun sampai >4 inch (>102 inch)

27 Gambar 3.9 Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/ Shoulder Drop Off) Sumber : Grafik 3.9 Deduct Value inggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/ Shoulder Drop Off) 10. Retak Memanjang / Melintang (Longitudinal / Transverse Cracking ) Keretakan berjajar yang terdiri dari beberapa celah terjadi dengan arah memanjang atau melintang perkerasan. Kemungkinan penyebabnya adalah : a. Sambungan perkerasan yang lemah b. Retak penyusutan lapis perkerasan yang merambat dari bawah sampai ke permukaan perkerasan. c. Material bagu samping yang tidak optimal d. Terjadi perubahan volume tanah dasar yang umumnya terjadi pada lempung di tanah dasar.

28 L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm). M = Lebar retak 3/8 3 inch (10 mm 76 mm). H = Lebar retak >3 inch (76 mm). Gambar 3.10 Retak Memanjang / Melintang (Longitudinal / Transverse Cracking) Sumber : Grafik 3.10 Deduct Value Retak Memanjang / Melintang (Longitudinal / Transverse Cracking ) 11. Tambalan (Patching end Utility Cut Patching) Tambalan bertujuan untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material baru untuk memperbaiki perkerasan sebelumnya pada seluruh

29 atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut. Kemungkinan kerusakan ini disebabkan oleh : a. Penggalian pemasangan saluran atau pemasangan pipa. b. Perbaikan pada perkerasan jalan. L = Luas 10 sqr ft (0,9 m2). M = Luas 15 sqr ft (1,35 m2). H = Luas 25 sqr ft (2,32 m2). Gambar 3.11 Tambalan (Patching end Utility Cut Patching) Sumber : Grafik 3.11 Deduct Value Tambalan (Patching end Utility Cut Patching)

30 12. Pengausan Agregat (Polished Agregat) Kerusakn ini berupa lepasnya butiran agregat akibat adanya gaya pengereman atau pada daerah dimana terjadi pengurangan kecepatan. Jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan bahwa agregat tersebut dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakan ini dapat menjadi indikasi bahawa nomor skid resistence test adalah rendah. Kemungkinan penyebab kerusakan ini adalah : a. Agregat tidak tahan aus terhadao roda kendaraan b. Agregat yanf digunakan bulat dan licin (bukan hasil dari mesin pemecah batu) c. Penerapan lalu lintas yang berulang, dimana agregat menjadi licin. L = Agregat masih menunjukan kekuatan. M = Agregat sedikit mempunyai kekuatan. H = Pengausan tanpa menunjukan kekuatan Gambar 3.12 Pengausan Agregat (Polished Agregat) Sumber :

31 Grafik 3.12 Deduct Value Pengausan Agregat (Polished Agregat) 13. Lubang ( Pathhole) Kerusakan berupa lubang yang dapat menampung dan meresapkan ait pada jalan. Umumnya kerusakan ini berada di dekat retakan pada daerah yang memiliki drainase kurang baik. Kemungkinan penyebabnya adalah : a. Pelapukan aspal b. Kadar aspal rendah c. Sistem drainase kurang baik d. Agregat yang digunakan tidak baik e. Campuran tidak memenuhi suhu yang disyaratkan f. Kerusakan lanjutan dari kerusakan yang lain seperti retak dan pelepasan butiran. Tingkat Kerusakan : L = Kedalaman 0,5 1 inci (12,5 mm 25,4 mm) M = Kedalaman 1 2 inci (25,4 mm 50,8 mm) H = Kedalaman >2 inci (>50,8 mm)

32 Gambar 3.13 Lubang ( Pathhole) Sumber : Grafik 3.13 Deduct Value Lubang ( Pathhole) 14. Rusak Perpotongan Rel ( Railroad Crossing) Kerusakan berupa penurunan atau benjolan disekitar jalur rel akibat perbedaan karakteristik bahan. Kerusakan ini umumnya terjadi pada persilangan rel dan jalan raya. Penyebab kerusakan ini adalah : a. Material perkerasan jalan yang tidak bisa menyatu dengan jalan rel b. Amblasnya perkerasan yang menyebabkan adanya perbedaan elevasi. c. Pelaksanaan pemasangan rel yang buruk.

33 L = Kedalaman 0,25 inch 0,5 inch (6 mm 13 mm). M = Kedalaman 0,5 inch 1 inch (13 mm 25 mm). H = Kedalaman >1 inch (>25 mm). Gambar 3.14 Rusak Perpotongan Rel ( Railroad Crossing) Sumber : Grafik 14 Deduct Value Rusak Perpotongan Rel ( Railroad Crossing) 15. Alur (Rutting) Terdapat pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur. Kerusakan ini juga dikenal dengan istilah longitudinal ruts atau channel / rutting. Kemungkinan penyebabnya adalah :

34 a. Beban lalu lintas berlebih yang tidak sanggup ditahan oleh lapisan permukaan. b. Kurang padatnya lapisan pondasi atau lapisan perkerasan c. Stabilitas pada lapis permukaan dan lapis pondasi rendah, sehingga terjadi deformasi. L = Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in. (6 13 mm) M = Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in. (13 25,5 mm) H = Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm) Gambar 3.15 Alur (Rutting) Sumber : Grafik 15 Deduct Value Alur (Rutting)

35 16. Sungkur ( Shoving ) Perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu akibat aspal yang tidak stabil dan terangkat ketika menerima beban lalu lintas. Beban kendaraan yang melintas akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan menyebabkan adanya gelombang pada lapis perkerasan. Penyebab kerusakan ini adalah : a. Lapisan tanah dan lapisan perkerasan dengan stabilitas rendah b. Daya dukung lapis permukaan yang kurang c. Beban kendaraan terlalu berat d. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan siap L = Sungkur hanya pada satu tempat. M = Sungkur pada beberapa tempat. H = Sungkur sudah hampir seluruh permukaan pada area tertentu. Gambar 3.16 Sungkur ( Shoving ) Sumber :

36 Grafik 3.16 Deduct Value Sungkur ( Shoving ) 17. Patah Slip (Slippage Cracking) Retakan yang berbentuk setengah bulan atau bulan sabit akibat terdorongnya lapis perkerasan yang merusak bentuk lapis perkerasan. Penyebab keruskannya adalah : a. Pencampuran dan kekuatan lapis perkerasan yang buruk. b. Lapisan perekat kurang merata c. Kurangnya lapis perekat d. Agregat halus yang digunakan terlalu banyak e. Lapis permukaan kurang padat. L = Lebar retak <3/8 inch (10 mm). M = Lebar retak 3/8 1,5 inch (10 mm 38 mm). H = Lebar retak >1,5 inch (>38 mm).

37 Gambar 3.17 Patah Slip (Slippage Cracking) Sumber : Grafik 3.17 Deduct Value Patah Slip (Slippage Cracking) 18. Mengembang Jembul (Swell) Kerusakan ini mempunyai ciri lapisan perkerasan yang berangsur bergelombang dengan panjang kurang lebih 10 kaki (10m). Kerusakan ini disertai dengan retak lapisan perkerasan dan umumnya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah dasar yang menyembul keatas. Penyebab kerusakan ini adalah : L = Perkerasan mengembang yang tidak selalu dapat terlihat oleh mata.

38 M = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang kecil. H = Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang besar. Gambar 3.18 Mengembang Jembul (Swell) Sumber : Grafik 3.18 Deduct Value Mengembang Jembul (Swell) 19. Pelepasan Butir (Weathering / Raveling) Kerusakan ini berupa hilangnya aspal atau tar pengikat dan mengelupasnya partikel agregat. Kerusakan ini menunjukkan aspal pengikat tidak kuat untuk menahan dorongan roda kendaraan atau kualitas campuran yang jelek. Penyebab kerusakan ini adalah : a. Tumpahnya minyak bahan bakar ke lapis permukaan b. Pelapukan material pengikat atau agregat c. Pemadatan kurang d. Material yang digunakan kotor

39 e. Penggunaan aspal yang kurang memadai f. Suhu pemadatan kurang L = Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat. M = Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas. H =Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregatlepas dengan membentuk lubang-lubang kecil. Gambar 3.19 Pelepasan Butir (Weathering / Raveling) Sumber : Grafik 3.19 Deduct Value Pelepasan Butir (Weathering / Raveling)

40 B. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condition Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luasan kerusakan dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan perkerasan jalan. Metode ini memberikan penilaian kerusakan jalan dari rentang nilai 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus) dimana didalam rentang tersebut terdapat tujuh kategori yaitu sempurna (excellent), sangat baik(very good), baik(good), sedang( fair), jelek(poor), sangat jelek(very poor), dan gagal(fail). Parameter dalam memberikan penilaian kondisi perkerasan jalan adalah sebagai berikut : a. Kerapatan Kerapatan adalah persentasi dari luas maupun panjang suatu kerusakan terhadap luas maupun panjang total bagian yang diukur dalam satuan m 2 (meter persegi) atau ft 2 (kaki persegi). Kerapatan dapat dinyatakan dengan persamaan : Kerapatan (density) (%) = Ad x100 %...(3.1) As Atau kerapatan (density) (%) = Ld x100 %...(3.2) As Dengan Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m 2 ) Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap kerusakan (m 2 ) As = luas total unit segmen (m 2 ) Persamaan (3.1) dan (3.2) digunakan untuk jenis kerusakan yang dapat diukur dimensinya seperti : retak pinggir, retak memanjang, melintang, cekungan, retak refleksi sambungan dan pinggir jalan turun vertikal. Untuk kerusakan tertentu seperti lubang, maka di hitung menggunakan persamaan berikut : Kerapatan (density) (%) = Jumlah l As x100 %... (3.3)

41 b. Menetapkan nilai deduct value Deduct value adalah nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan (severity level). Gambar 3.20 Contoh grafik deduct value pada kerusakan alur c. Nilai TDV (Total Deduct Value) Total deduct value adalah total nilai deduct value darisetiap kerusakan pada suatu segmen jalan yang ditinjau. d. Nilai q ( Number of Deduct Greater Than 5 Points) Nilai q ditentukan oleh jumlah nilai individual deduct value setiap kerusakan yang nilainya lebih besar dari 5 pada segmen jalan yang di tinjau. e. Menentukan Nilai CVD (Corrected Deduct Value ) Nilai CDV dapat dicari setelah mengetahui nilai TDV (Total Deduct Value) dan q (Number of Deduct Greater Than 5 Points) dengan cara plot nilai pada frafik CDV yang dapat dilihat pada gambar berikut :

42 Gambar 3.21 Grafik CDV Apabila nilai CDV yang diperoleh mempunyai nilai yang lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi (Highest Deduct Value) maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individu tertinggi f. Menentukan Nilai Kondisi Perkerasan Setelah diperoleh nilai CDV, maka selanjutnya adalah menghitung nilai PCI untuk setiap segmen dengan menggunakan persamaan : PCI s = 100 CDV... (3.4) PCI s = Pavement Condition Index untuk setiap unit. CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit. Selanjutnyauntuk menghitung nilai PCI keseluruhan dalam satu ruas jalan dapat dihitung dengan persamaan berikut : PCI f = PCI s n PCI f PCI s n... (3.5) = nilai PCI rata rata dari seluruh area penelitian = nilai PCI untuk setiap unit sample = jumlah sample unit g. Klasifikasi Kualitas Perkerasan Berdasarkan nilai PCI f yang diperoleh, maka dapat diketahui klasifikasi kualitas perkerasan jalan yang digolongkan dalam beberapa tingkatan seperti pada tabel dibawah ini.

43 Tabel 3.1 PCI dan Nilai Kondisi Nilai PCI Kondisi 0-100 Gagal (failed) 11-25 Sangat buruk (very poor) 26-40 Buruk (poor) 41-55 Sedang (fair) 56-70 Baik (good 71-85 Sangat baik ( very good) 85-100 Sempurna (excellent) Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo,2015) h. Menghitung Kecepatan Kendaraan Menggunakan Metode Spot Speed Pada Penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu sederhana berupa bendera yang dilakukan oleh dua orang pada jarak kurang dari 100 m. Salah satu orang memegang bendera, saat kendaraan melintas tepat didepannya ia mengangkat bendera. Saat bendera diangkat satu orang lainnya menyalakan stopwatch dan setelah menempuh jarak 100m stopwatch dimatikan. Setelah data waktu tempuh kendaraan didapatkan, kemudan dilakukan perhitungan untuk mengetahui kecepatan kendaraan dalam satuan km/jam dengan persamaan dibawah ini : Kecepatan v = m...(3.6) S Kecepatan rata rata v rata-rata = v...(3.7) n Konversi kecepatan dari m/s menjadi km/jam V1 = v x 3600...(3.8) 1000

44 C. Metode Perbaikan Berdasarkan penjelasan dari Bina Marga tahun 1992 tentang Pemeliharaan Rutin Jalan dan Jembatan, terdapat beberapa metode perbaikan standar yang dilaksananakan seperti perbaikan P1(penebaran pasir), P2 (pengaspalan), P3(penutupan retak), P4(pengisian retak),p5(penambalan lubag), dan P6(perataan). Masing-masing perbaikan tersebut digunakan untuk jenis kerusakan yang berbeda dan penanganan yang berbeda. 1. P1 Penebaran pasir (Sanding) Jenis kerusakan : a. Kegemukan aspal pada perkerasan jalan Penanganan : a. Bersihkan daerah tersebut dengan Air Compressor. b. Taburkan pasir kasar pada daerah yangakan diperbaiki (ketebalan >10mm). c. Padatkan dengan Babby Roller. 2. P2 Pengaspalan (Local Sealing) Jenis Kerusakan : a. Retak garis atau retak memanjang/melintang untuk retak halus (<2mm) dan jarak antara retakan renggang. b. Retak rambut Penanganan : a. Bersihkan bagian yang akan ditangani sampai permukaaan jalan bersih dan kering. b. Beri tanda pada daerah yang akan ditangani dengan bentuk persegi dengan cat atau kapur. c. Semprotkan aspal emulsi sebanyak 1,5 kg/m 2 pada bagian yang sudah diberi tanda sehingga merata. d. Tebarkan pasir kasar atau agregat halus, dan ratakan hingga menutup seluruh daerah yang ditangani.

45 e. Bila digunakan agregat halus, padatkan dengan pemadat ringan. 3. P3 Melapis Retakan (Cracking sealing) Jenis Kerusakan : a. Retak garis memanjang atau melintang jalan untuk retak halus <2mm dan jarak antar retakan rapat. Penanganan : a. Berishkan bagian yang akan diperbaiki hingga bersih dan kering. b. Beri tanda pada daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur. c. Buat campuran aspal emulsi dengan pasir, perbandingan campuran: 1) Pasir : 20liter 2) Aspal emulsi : 6 liter Aduk campuran tersebut hingga merata. d. Tebar dan ratakan campuran tersebut pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda. 4. P4 Mengisi Retakan (Cracking Filling) Jenis kerusakan : a. Retak garis atau retak memanjang dengan lebar retakan >2mm Penanganan : a. Berishkan bagian yang akan diperbaiki hingga bersih dan kering. b. Beri tanda pada daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur. c. Isi retakan dengan aspal minyak panas.

46 d. Tutup retakan yang sudah diisi aspal dengan pasir kasar. 5. P5 penambalan Lubang (Patching) Jenis kerusakan : a. Lubang dengan kedalaman >20mm. b. Rutak kulit buaya >2mm. c. Alur dengan kondisi cukup parah. d. Retak pinggir. e. Keriting dengan kondisi sudah parah. f. Mengembang jembul dengan kondisi parah. g. Amblas dengan kedalaman >50mm. Penanganan : a. Beri tanda pada daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur.tanda tersebut harus mencakup daerah yang memiliki perkerasan baik. b. gali lapisan jalan pada daerah yang sidah diberi tanda persegi, hingga mencapai lapisan yang padat. c. Tepi galian harus tegak, daasar galian harus rata dan mendatar. d. Padatkan dasar galian. e. Isi lubang dengan bahan pengganti, yaitu : 1) Bahan lapis pondasi agrefat. 2) Atau campuran aspal dingin. f. Padatkan lapis demi lapis. Pada lapis terakhir, lebihkan tebal bahan pengganti sehingga diperoleh permukaan akhir yang padat dan rata dengan permukaan jalan. g. lakukan laburan aspal setempat diatas lapisan terakhir. 6. P6 Perataan (Levelling) Jenis kerusakan : a. Alur dengan kondisi ringan. b. Keriting dengan kondisi ringan. c. Lubang dengan kedalaman <20mm d. Mengembang jembul dengan kondisi ringan.

47 e. Amblas dengan kedalaman <50mm. Penanganan : a. Berishkan bagian yang akan diperbaiki hingga bersih dan kering. b. Beri tanda pada daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur. c. Siapkan campuran aspal dingin (Cold Mix) d. Semprotkan lapis perekat(tack coat) dengan takaran 0,5 km/m 2. e. Tebarkan campuran aspal dingin pada daerah yang sudah ditandai. Ratakan dan lebihkan ketebalan hamparan hingga kira-kira 1/3 dalam cekungan. f. Padatkan dengan mesin penggilas hingga rata.