PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

ANALISIS EFISIENSI PENGELOLAAN ANGGARAN BELANJA PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPILKABUPATEN BREBES

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA JAMBI DI LIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.12 No.3 Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

MUDA ANDIKA MEIZA

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PROVINSI PAPUA PERIODE Ary Anjani Denis 1 Mesak Iek 2

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN PANDEGLANG PROPINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2009-2011 Chitra Ananda (Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma) Ananda_chitra@yahoo.co.id dan Dr. Widyatmini, S.E., MM. (Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma) widyatmini@staff.gunadarma.ac.id ABSTRAKSI Anggaran yaitu suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku dalam jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Sedangkan tujuan penulisan ilmiah ini adalah unuk mengetahui perbandingan antara Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan Realisasinya dengan menggunakan Analisis Varians dan untuk mengetahui kinerja pengelolaan APBD pada Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Tahun Anggaran 2009-2011. Dalam pengumpulan data-data penulis menggunakan metode penulisan seperti Penelitian Kepustakaan guna memperoleh literature-literature buku yang mendukung untuk penulisan ilmiah ini. Data sekunder yang diperoleh di dapatkan dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang langsung. Serta menggunakan Analisis Varians dan Rasio Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pembahasan yang penulis uraikan, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang dikatakan cukup baik secara garis besar, namun mempunyai kekurangan yaitu masih bergantung pada pemberian dari Pemerintah Pusat dan kurang memaksimalkan pendapatan asli daerahnya. Dalam penerapan realisasi belanja Pemerintah Kabupaten Pandeglang juga sudah cukup baik, hanya saja belanja yang di alokasikan untuk belanja operasi lebih besar bila dibandingkan dengan belanja modal. Kata Kunci : Anggaran, Pendapatan, Belanja, Kinerja Keuangan Daerah

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah dari pemerintahan yang berbentuk sentralistik, yaitu pemerintahan yang bertujuan menjadikan bangsa Indonesia lebih maju dan sejahtera secara pemerintahan terpusat, kemudian diganti dengan pemerintahan yang desentralistik. Hal ini sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemeritahan daerah, sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Menurut UU No. 32 tahun 2004 menjelaskan pemerintah daerah ditetapkan bahwa pemerintahan dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentralisasi, dan atas tugas pembantuan. Selain itu dikeluarkan juga UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sebagai revisi atas UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dari undangundang tersebut diharapkan lebih mendukung pemberdayaan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan. Maka dalam rangka desentralisasi dibentuk dan disusun pemerintah propinsi dan pemerintahan kota. Pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud adalah penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah (Mardiasmo, 2000). Disamping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi, otonomi daerah merupakan tuntutan masyarakat daerah sebagai reaksi atas ketidakadilan ekonomi yang mereka terima selama ini. Pemberian otonomi secara luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat Dengan mempertahikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi keanekaragaman daerah, secara nyata diharapkan disintegrasi yang selama ini mengancam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dapat diminimkan. Otonomi Daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan keputusan secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas,dan potensi daerah sendiri. Dengan adanya otonomi daerah kabupaten dan kota, maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah karena daerah kabupaten atau kota berhubungan langsung dengan masyarakat.

Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan, tujuan tersebut paling tidak untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan akuntabikitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Ukuran kinerja yang disusun tidak dapar hanya dengan menggunakan satu ukuran, oleh karena itu perlu ukuran yang berbeda untuk tujuan yang berbeda. Hal inilah yang kadang membuat konflik. Ukuran kinerja mempengaruhi ketergantungan antar unit kerja yang ada dalam satu unit kerja (Mardiasmo, 2002 : 2009). Untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam memngelola keuangan daerahnya dapat menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah di tetapkan dan dilaksanakan. Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehongga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Dengan analisa ini pemerintah dapat menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, dan dapat mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah (Abdul Halim : 2007). Hal itu semua pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efektif dan efisien. Kemampuan ini memerlukan informasi akuntansi sebagai salah satu dasar penting dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya ekonomis. Untuk itu pemerintah daerah memerlukan ahli penyedia informasi akuntansi untuk memenuhi kebutuhan manajemen dan pengambilan keputusan ekonomi yang lain agar memungkinkan mereka mengalokaskan berbagai sumber daya ekonomis pemerintahan daerah secara efektif dan efisien.

LANDASAN TEORI Pengertian APBD Pada Permendagri nomer 13 tahun 2006, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1(satu) tahun anggaran terhitung tanggal 1 Januari sampai 31 Desember. Sedangkan, meunrut Bastian (2006:189), APBD merupakan pengejawatahan rencana kerja pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik. Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri nomor 13 tahun 2006 terdiri dari 3 bagian yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. 1. Pendapatan Daerah Penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapatan dapat berupa arus kas aktiva masuk, peningkatan aktiva atau pengurangan utang yang bukan berasal dari konstribusi ekuitas Pemerintah Daerah. 2. Belanja Daerah Menurut IASC Framework, penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau deplesi asset atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya akuitas dana. Menurut Halim (2002 : 52) definisi atau pengertian Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode Anggaran. 3. Pembiayaan Daerah Pembiayaan adalah sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran atau sebagai alokasi surplus anggaran. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin inofatif yaitu dapat memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Bastian (2006:273), Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapakan, dengan memperhitungkan indikator

masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat, dan dampak. Analisis kinerja dapat dilakukan dalam 3(tiga) bagian yaitu (Mahmudi, 2007): 1. Analisis Kinerja Pendapatan Analisis terhadap kinerja pendapatan daerah secara umum terlihat dari realisasi pendapatan dan anggarannya. Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat dinilai dengan baik. Penilaian kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup hanya melihat apakah realisasi pemdapatan daerah telah melampaui target anggaran, namun perlu dilihat lebih lanjut kompenen pendapatan apa yang paling berpengaruh. Berdasarkan laporan realisasi anggaran, kita dapat melakukan analisis pendapatan daerah dengan cara: A. Analisis Varians (Selisih) Anggaran Pendapatan Analisis Varians anggaran pendapatan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara realisasi pendapatan dengan yang di anggarkan. Biasanya selisih anggaran sudah di informasikan dalam laporan realisasi anggaran yang sudah disajikan oleh pemerintah daerah. Informasi selisih anggaran tersebut sangatmembantu pengguna laporan dalam memahami dan menganalisis kinerja pendapatan. Pada prinsipnya, anggaran pendapatan merupakan batas minimal jumlah pendapatan yang ditargetkan harus diperoleh oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik apabila mampu memperoleh pendapatan yang melebihi jumlah yang dianggarkan (target anggaran). Sebaliknya apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang dianggarkan, maka hal itu dinilai kurang baik. Apabila target pendapatan dapat dicapai bahkan terlampaui, maka hal itu tidak terlalu mengejutkan karena memang seharusnya demikian. Selisih lebih realisasi pendapatan merupakan selisih yang diharapkan (favourable variance), sedangkan selisih kurang merupakan selisih yang tidak diharapkan (unfavourable variance). B. Analisis Rasio Keuangan Menurut Djarwanto (2001:123), Rasio adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam Laporan Keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lainnya, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat

memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu koperasi (Munawir, 2001:64) 1. Rasio Derajat Desentralisasi Rasio ini menunjukan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraa desentralisasi. 2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio ini menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai bsumber pendapatan yang diperlukan daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. 3. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah Rasio efektivitas daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah yang ditargetkan. Rasio efektivitas pajak daerah dianggap baik apabila rasio ini mencapai angka minimal 1 atau 100%. Sama halnya dengan analisis efisiensi PAD, untuk menghitung rasio efisiensi pajak daerah diperlukan data tentang biaya pemungutan pajak. 1. Analisis Kinerja Belanja Analisis belanja daerah sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi apakah pemerintah daerah telah menggunakan APBD secara ekonomis, efisien, dan efektif ( value for money). Sejauh mana pemerintah daerah telah melakukan efisiensi anggaran, menghindari pengeluaran yang tidak perlu dan pengeluaran yang tidak tepat sasaran. Kinerja anggaran belanja daerah di nilai baik apabila realisasi lebih rendah dari jumlah yang di anggarkan, yang hal itu menunjukan adanya efisiensi anggaran. Dalam hal belanja daerah penting juga dianalisis keserasian belanja karena hal ini terkait dengan fungsi anggaran sebagai alat distribusi, alokasi, dan stabilisasi. Berdasarkan informasi pada laporan realisasi anggaran kita dapat melakukan analisis anggaran belanja dengan cara:

A. Analisis Varians Belanja Analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi dengan anggaran. Berdasarkan laporan realisasi anggaran yang disajikan, pembaca laporan dapat mengetahui secara langsung besarnya varians anggaran belanja dengan realisasinya yang biasa dinyatakan dalam bentuk nilai nominalnya atau persentasenya. Kinerja pemerintah daerah dinilai baik apabila jika realisasi belanja lebih rendah dari yang dianggarkan, jika realisasi belanja lebih besar dari jumlah yang dianggarkan maka hal itu mengindikasikan adanya kinerja anggaran yang kurang baik. B. Analisis Keserasian Belanja Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memperioritaskan alokasi dananya pada belanja secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang di alokasikan untuk belanja yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Analisis keserasian belanja antara lain berupa: 1. Analisis Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan terhadap Total Belanja 2. Analisis Belanja Operasi dan Belanja Modal terhadap Total Belanja 3. Analisis Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung C. Analisis Efisiensi Belanja Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah. Angka yang dihasilkan dari rasio efisiensi ini tidak bersifat absolute, tetapi relative. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini. Kita hanya dapat mengatakan bahwa tahun ini belanja pemerintah daerah lebih efisien dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah daerah di nilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika melebihi 100% maka mengindikasikan terjadinya pemborosan anggaran. 2. Analisis Pembiayaan Analisis pembiayaan dilakukan untuk pola anggaran pemerintah daerah. Selain itu juga dapat digunakan untuk membaca kebijakan anggaran pemerintah daerah. Salah satu pos yang paling urgent dalam pembiayaan ini adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Makin besarnya

SILPA yangdiperolah dari suatu anggaran dapat dijadikan salah satu indicator kurang tepatnya penyajiaan suatu rencana anggaran. Dengan melihat kinerja pendapatan, kinerja belanja dan kinerja pembiayaan maka dapat dinilai kinerja (APBD) secara umum.jika semua kinerja tersebut menunjukan pencapaian angka yang sudah ditargetkan, maka dikatakan kinerja anggaran (APBD) adalah baik. PEMBAHASAN 1. Pendapatan A. Analisis Varians (Selisih) Anggaran Pendapatan Tabel 4.1 Laporan Perhitungan Pendapatan APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011 Tahun Anggaran Realisasi Persentase 2009 822.184.412.797 821.800.000.026 99,95 2010 955.636.179.816 936.272.493.147 97,97 2011 1.227.145.600.178,32 1.220.626.366.292 99,42 Dari tabel diatas berdasarkan analisis Varians, secara umum dapat dilihat bahwa kinerja pendapatan Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan sangat baik (Mahmudi 2007) walaupun tidak ada yang mampu melampaui dari yang telah di anggarkan. Hal ini di tunjukkan dengan target anggaran pendapatan dari tahun 2009-2011 yang mencapai rata-rata 99,11%. Persentase paling rendah terdapat pada tahun 2010 yaitu sebesar 97,97%. Dari sisi komponen pendapatan daerah kabupaten pandeglang, realisasi pendapatan asli daerah masih sangat jauh dari apa yang telah di anggarkan. Pada ketiga tahun tersebut persentasenya adalah 62,19%, 69,91%, 82,60%. Satu hal positif yang bisa diambil adalah terjadinya kenaikkan dari tahun 2009 sampai 2011, hal tersebut menandakan adnya kemampuan dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk meningkatkan terus pendapatan asli daerahnya. Komponen PAD yang realisasinya selalu memenuhi target adalah Pendapatan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan yaitu dengan persentase sebesar 100,86%, 101,54%, 100,96%. Sedangkan dari komponen Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan realisasi dari ketiga tahun tersebut pada tahun 2009 dan 2011 tercapai dari apa yang telah di anggarkan yaitu sebesar 100% dan 100,41% hanya pada tahun 2010 realisasi kurang memenuhi dari yang telah di anggarkan yaitu sebesar 99,38%. Pada komponen lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah realisasinya selalu mencapai dari apa yang telah di anggarkan yaitu sebesar 157,52%, 101,21%, 100%. B. Analisis Rasio Keuangan Hasil yang di dapatkan pada Rasio Keuangan, semua yang nilainya kurang ataupun baik di dapatkan berdasarkan Skala Interval Kemampuan Daerah yang di keluarkan oleh YPAPI tahun 2004. 1. Derajat Desentralisasi Pendapatan Asli Daerah Derajat Desentralisasi = x 100 % Total Pendapatan Daerah Tabel 4.2 Derajat Desentralisasi APBD Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011 Tahun PAD Pendapatan Daerah Rasio Derajat Desentralisasi 2009 31.921.009.780 821.800.000.026 3,88% 2010 31.897.321.594 936.272.493.147 3,40% 2011 56.189.197.538 1.220.626.366.292 4,60% Rata-rata 3,96%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa Derajat Desentralisasi Kabupaten Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI dapat dikatakan kurang baik, rata-rata tingkat derajat desentralisasi dari tahun 2009-2011 yaitu hanya sebesar 3,96%. Ini berarti kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk menggali dan mengelola masih sangat rendah. Untuk itu kedepannya Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus lebih berupaya untuk meningkatkan PAD nya baik dengan menggali baru ataupun dengan mengembangkan potensipotensi yang sudah ada. 2. Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Daerah Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 % Bantuan Pemerintah pusat dan pinjaman Tabel 4.3 Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011 Tahun PAD Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi Rasio Kemandirian 2009 31.921.009.780 789.878.990.246 4,04% 2010 31.897.321.594 904.375.171.553 3,52% 2011 56.189.197.538 1.162.437.168.754 4,83% Rata-rata 4,13% Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa tingkat kemandirian dari Kabupaten Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI dapat di katakan kurang baik, itu di tunjukkan dengan rata-rata Rasio Kemandirian Daerah yang hanya mencapai 4,13%. Ini berarti pemerintah Kabupaten Pandeglang masih sangat bergantung kepada bantuan pemerintah pusat/provinsi. Untuk itu diperlukan usaha lebih besar lagi dari Pemerintah daerah unyuk dapat mengurangi ketergantungan atas sumber dana ekstern

dan meminta kewenangan untuk dapat mengelola sumber pendapatan lain yang sampai saat ini masih dikelola oleh pemerintah pusat seperti pajak kendaraan bermotor. 3. Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio Efektivitas. Realisasi Pajak Daerah Rasio efektivitas = x 100% Target Pajak Daerah Tabel 4.4 Rasio Efektivitas Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011 Tahun Pajak Daerah Rasio Efektivitas Anggaran Realisasi 2009 5.098.404.595 4.649.629.051 91,20% 2010 5.098.450.000 4.597.906.407 90,18% 2011 5.929.866.987 6.620.546.907 111,65% Rata-rata 97,67% Dari tabel perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI sudah cukup baik/efektif dalam merealisasikan pajak daerah yang sudah di rencanakan, terlihat dari rata-rata ketiga tahun tersebut yang mencapai persentase sebesar 97,67%. Hal ini menggambarkan kinerja yang baik.

2. Belanja A. Analisis Varians Anggaran Belanja Tabel 4.5 Laporan Perhitungan Belanja APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011 Tahun Anggaran Realisasi Persentase 2009 726.106.653.409 726.569.164.940 100,06% 2010 993.881.992.402,40 932.929.185.723 93,87% 2011 1.267.132.503.610,72 1.177.381.267.188 92,92% Beradasarkan analisis Varians secara umum kinerja belanja Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan sudah cukup baik (Mahmudi 2007), walaupun di tahun 2009 realisasinya melebihi dari apa yang telah di anggarkan. Hal ini menandakan pemerintah daerah melakukan pengawasan yang cukup ketat sehingga tidak terjadi kelebihan realisasi dari yang sudah di anggarkan pada tahun 2010 dan 2011. Terjadinya kelebihan realisasi dari yang telah dianggarkan pada tahun 2009 di karenakan pada pos Belanja Tidak Langsung realisasinya melebihi dari yang telah di anggarkan, yaitu sebesar 101,05%. Dari 6 komponen yang terdapat pada pos Belanja Tidak Langsung terdapat 3 pos yang persentasenya lebih dari atau sama dengan 100%, yaitu pada Belanja Pegawai, Belanja Bunga, dan Belanja Hibah. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya kelebihan realisasi dibandingkan anggarannya pada tahun 2009. B. Analisis Keserasian Belanja Rasio Belanja Modal Total Belanja Modal Rasio Belanja Modal = x 100% Total Belanja

Rasio Belanja Operasi Total Belanja Operasi Rasio Belanja Operasi = x 100% Total Belanja Tabel 4.6 Rasio Belanja Operasi dan Modal (Tidak Langsung dan Langsung) APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011 Tahun Rasio Belanja Operasi (Tidak Langsung) Rasio Belanja Modal (Langsung) Persentase Rasio 2009 520.637.133.091 205.932.031.849 71,6% 18,4% 726.569.164.940 726.569.164.940 2010 857.483.269.511 75.207.041.212 91,9% 8,1% 932.929.105.723 932.929.105.723 2011 1.000.426.605.717 1.177.381.267.188 168.365.343.540 1.177.381.267.188 84,9% 14,2% Berdasarkan tabel perhitungan diatas dapat diketahui bahwa dari ketiga tahun tersebut, Pemerintah Kabupaten Pandeglang sangat memperioritaskan belanjanya untuk belanja operasi atau belanja tidak langsung. Dengan persentase masing-masing adalah 71,6%, 91,9%, 84,9% sedangkan untuk belanja modal atau belanja langsung hanya sebesar masing-masing 18,4%, 8,1%, 14,2% Dalam arti bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang lebih memperioritaskan untuk pelaksanaan jalannya pemerintahan, sedangkan untuk pembangunan darahnya masih sangat kecil sekali. Hal tersebut sangatlah tidak baik, dikarenakan harusnya pemerintah Kabupaten Pandeglang lebih mementingkan untuk pembangunan didaerahnya atau setidaknya seimbang antara kedua belanja tersebut. C. Rasio Efisiensi Belanja Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah. Angka yang dihasilkan dari rasio efisiensi ini tidak bersifat absolute,

tetapi relative. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini. Kita hanya dapat mengatakan bahwa tahun ini belanja pemerintah daerah lebih efisien dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah daerah di nilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika melebihi 100% maka mengindikasikan terjadinya pemborosan anggaran. Rasio Efisiensi Belanja Realisasi Belanja Rasio Efisiensi Belanja = x 100% Anggaran Belanja Tabel 4.7 Rasio Efisiensi Belanja Daerah APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011 Tahun Anggaran Realisasi Persentase 2009 726.106.653.409 726.569.164.940 100,06% 2010 993.881.992.402,40 932.929.185.723 93,87% 2011 1.267.132.503.610,72 1.177.381.267.188 92,92% Rata-rata 95,61% Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pemerintah Kabupaten Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI dapat dikatakan sudah sangat baik/efisien dalam melakukan realisasi belanjanya, terbukti dengan rata-rata rasio yang sebesar 95,61%. Walapun pada tahun 2009 di nilai kurang efisien karena persentasenya yang melebihi 100%. Tetapi hal terssebut berhasil di perbaiki pada tahun 2010 dan 2011 yang realisasinya tidak melebihi dari yang sudah di anggarkan.

3. Pembiayaan Daerah Salah satu pos yang paling urgent untuk dianalisis dalam pembiayaan ini adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Makin besar SILPA yang diperoleh dari suatu anggaran dapat dijadikan salah satu indikator kurang tepatnya penyajian suatu rencana anggaran. Berdasarkan laporan realisasi anggaran, kinerja pemerintah Kabupaten Pandeglang secara umum sudah cukup baik terlihat dari SILPA yang bersaldo positif yang berarti pemerintah Kabupaten Pandeglang sudah tepat dalam penyajian suatu rencana anggaran atau dengan kata lain realisasi SILPA tidak melebihi dari yang sudah dianggarkan. Walaupun pada tahun 2011 persentasenya mencapai 100%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: A. Hasil dari analisis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan realisasinya pada Pemerintah Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten tahun anggaran 2009-2011 dengan menggunakan Analisis Varians yaitu: 1. Kinerja pendapatan pemerintah Kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis Varians, secara umum dapat dikatakan sudah baik. 2. Kinerja belanja Kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis Varians secara umum kinerja pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan sudah baik. 3. Kinerja Pemerintah kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis pembiayaan secara umum sudah baik. B. Hasil dari analisis kinerja pengelolaan APBD pada Pendapatan dan belanja APBD pada Pemerintah Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten pada tahun anggaran 2009-2011 dengan menggunakan Analisis Rasio Keuangan yaitu Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah, Analisis Keserasian Belanja, Analisis Efisiensi Belanja yaitu: 1. Rasio Derajat Desentralisasi Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan kurang baik 2. Rasio Kemandirian Daerah keuangan kabupaten Pandeglang pun kurang baik

3. Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah cukup baik/efektif dalam merealisasikan pajak daerah yang direncanakan. 4. Rasio Keserasian Belanja kinerja Pemerintah Kabupaten Pandeglang berdasarkan Rasio Belanja Modal dan Belanja Operasi, pemerintah Kabupaten Pandeglang lebih mengalokasikan sebagian besar belanjanya untuk Belanja Operasi daripada Belanja Modalnya. 5. Berdasarkan Rasio Efisiensi Belanja Pemerintah Kabupaten Pandeglang sudah sangat baik/efisien. Saran Berdasarkan hasil penulisan ini, penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut: a. Pemerintah Kabupaten Pandeglang perlu lebih berusaha lagi untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penggalian potensi-potensi daerah dan pengembangan potensi daerah baik dengan melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi. b. Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan investasi dengan memberikan intensif bagi investor yang akan menginvestasikan modalnya di Kabupaten Pandeglang seperti dengan memberikan keamanan dalam berinvestasi, bunga yang tinggi dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Adhim, Mohammad. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah dan Kaitannya dengan Perekonomian Daerah di Kabupaten Sorolangun. (Thesis S2). Universitas Negeri Jambi. Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Salemba Empat. Jakarta Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UUP STIM YKPN. Yogyakarta. Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. Marizka, Addina. 2009. Analisis Kinerja Pengelolaan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan (Skripsi S1). Universitas Sumatera Utara. Nordiawan, Dedy. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Rosalina, Eka. 2008. Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Barat). (Thesis S2). Universitas Gajah Mada. www.pandeglangkab.go.id