BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus korupsi di Indonesia merupakan salah satu berita yang sering diwacanakan oleh media massa. Korupsi telah menjadi isu lama yang tak kunjung selesai untuk dibahas, bukan hanya mengenai uang rakyat yang dikorupsi melainkan juga mengenai penurunan kepercayaan rakyat kepada pemerintah di negaranya sendiri. Berdasarkan data yang dikutip dari artikel Jurnal Nasional (2013:3) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung antikorupsi. Hal tersebut didasarkan pada hasil Survei Prilaku Anti Korupsi (SPAK) yang menyatakan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) berada pada level 3,55. Survei dilakukan terhadap 100 ribu rumah tangga di 33 provinsi, 170 kabupaten atau kota dan berlangsung pada 1-31 Oktober 2012. Menurut Kompas (2013:1) dari beberapa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan para pelaku korupsi juga berasal dari anggota atau pengurus partai politik. KPK mengkaji bahwa para politisi mengincar sejumlah sektor strategis seperti kehutanan, energi, pertanian, dan pengelolaan haji. Peneliti Lembaga Survei Indonesia dan pengajar Universitas Islam Negeri Jakarta, Burhanuddin 1
Muhtadi, melihat korupsi telah sangat terstruktur dengan politisi menjadi patron dan pengusaha sebagai klien. Kasus korupsi yang marak diberitakan di media massa salah satunya adalah kasus korupsi terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang tahun anggaran 2010-2012. Kasus P3SON di Hambalang semakin menjadi sorotan publik saat beberapa nama penting di negeri ini disebut-sebut terlibat. Seperti yang ditulis Khaerudin pada Kompas edisi 25 Februari (2013:3) pada awalnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyelidiki dugaan kasus korupsi pembangunan jalan tol dalam kota di Surabaya. KPK menyadap pembicaraan telepon Mindo Rosalinda Manulang dari bagian Marketing Grup Permai, perusahaan yang dikendalikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (saat itu) Muhammad Nazaruddin. Mindo tertanggap tangan bersama Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris saat sedang menyuap mantan Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, 11 April 2011. Dari Mindo, penyelidikan dikembangkan. Muhammad Nazaruddin disebut-sebut terlibat. Posisinya sebagai pengurus Partai Demokrat sempat membuat keraguan, apakah KPK berani mengusutnya. Belum sampai ditetapkannya sebagai tersangka, Nazaruddin kabur ke Singapura pada 23 Mei 2011. Dalam pelariannya, Nazaruddin menyebut keterlibatan sejumlah politisi Partai Demokrat, termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dalam proyek Hambalang. 2
Sejak nama beberapa petinggi partai Demokrat ikut terseret dalam beberapa kasus korupsi kepercayaan masyarakat mulai menurun terhadap Demokrat. Hal itu terbukti dari hasil riset nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang keluar pada 3 Februari 2013. Yuwanto dalam Lensa Indonesia Magazine (2013:2) mengungkapkan Demokrat yang pada Pemilu 2009 merupakan partai teratas, ternyata hasil survei ini terjun bebas hanya mampu meraih 8,3 persen suara responden. Survei SMRC ini sasarannya 1.220 responden di seluruh Indonesia dengan pertanyaan Partai apa yang akan dipilih jika pemilu dilaksanakan sekarang? Setelah dikeluarkannya hasil survei tersebut pada 8 Februari 2013 Surat Perintah Penyidikan Anas Urbaningrum bocor, hal ini makin menguatkan bahwa Anas terlibat dalam kasus korupsi Hambalang. Dengan semakin menguatkan bukti-bukti korupsi yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat, maka tanggal 8 Februari 2013, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan mengambil ahli kepemimpinan Demokrat dan meminta Anas berkonsentrasi pada kasus yang menderanya. Hingga tanggal 17 Februari 2013, Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat diselenggarakan di Hotel Sahid, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa Anas tetap menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pada tanggal 22 Februari 2013 Komisi Pemberantas Korupsi menetapkan Anas sebagai tersangka korupsi Hambalang dan setelah itu tanggal 23 Februari 2013 Anas mengundurkan diri. 3
Dengan mundurnya Anas, posisi ketua umum kosong. Majelis Tinggi Demokrat memberikan mandat kepemimpinan kepada empat petinggi partai, yaitu Wakil Ketua Umum Max Sopacua dan Jhonny Alen Marbun, Sekretaris Jenderal Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan Direktur Eksekutif Toto Riyanto, sampai diselenggarakannya kongres luar biasa (KLB). (Sabrina Asril dalam kompas.com, 26 Februari 2013) Hal yang mengejutkan, pada tanggal 27 Februari 2013 Anas menyebutkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengetahui perihal aliran dana Hambalang ke Edhie Baskoro Yudhoyono pada 29-30 April 2010 senilai US$ 900 ribu. Edhie Baskoro Yudhoyono atau biasa disapa Ibas, merupakan anak dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ibas menjabat sebagai Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Ibas diangkat sebagai Sekjen Demokrat karena ditunjuk oleh Anas Urbaningrum seperti yang ditulis oleh Irman Abdurrahman Dari Bandung Membawa Bisul di Sindo Weekly (2013: 23) menyatakan bahwa, Anas berinisiatif memilih Edhie Baskoro, putra bungsu bos besar Demokrat itu, sebagai sekjen. Sebelumnya Ibas pernah menjabat sebagai anggota Komisi I DPR periode 2009-2014, namun pada 15 Februari 2013 secara mengejutkan Ibas mengundurkan diri dari DPR dengan alasan beratnya tugas yang harus dilaksanakannya sebagai Sekjen Partai Demokrat, terutama melaksanakan keputusan Majelis Tinggi Partai Demokrat untuk menyelamatkan partai. Pengunduran diri Ibas dari DPR sempat menimbulkan spekulasi di media massa bahwa mundurnya Ibas karena ingin menggantikan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. 4
Melihat perkembangan kasus korupsi di Indonesia, dapat dilihat bahwa pers memiliki peran penting dalam mengkonstruksikan suatu peristiwa. Seperti yang diungkapkan Cohen dalam Ishwara (2005:8) pers memiliki peran sebagai interpreter yang memberi penafsiran atau arti pada suatu peristiwa, pers juga sebagai wakil dari publik (representative of the public). Pers juga berperan sebagai pengkritik terhadap pemerintahan, konsep tersebut adalah peran penjaga atau watch dog. Hal ini didukung oleh Tim LSPP (2005:18) yang menuliskan bahwa lembaga pemantau korupsi di Indonesia, ICW (Indonesia Corruption Watch) menegaskan fungsi media massa sebagai lembaga pengawas badan-badan pemerintahan, terutama dalam masa ketika Otonomi Daerah berkembang dan menunjukkan makin banyaknya kasus korupsi diangkat ke permukaan. Menurut Iswara (2005:53-57) nilai berita menjadi ukuran yang berguna atau yang biasa diterapkan, untuk menentukan layak berita (newsworthy). Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita misalnya yang mengandung konfik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya. Berdasarkan rangkaian peristiwa korupsi Hambalang yang menyeret nama Edhie Baskoro Yudhoyono ada beberapa nilai berita yang dipilih wartawan untuk mengkonstruksi keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono dalam kasus korupsi Hambalang. 5
Pertama, pemberitaan tersebut syarat akan konflik. Konflik adalah layak berita, meskipun dalam berita mengenai Ibas ini bukan merupakan konflik fisik atau kekerasan yang menimbulkan korban jiwa namun konflik yang dimaksud dalam hal ini adalah konflik internal dimana terdapat perdebatan sejumlah tokoh partai politik khususnya Partai Demokrat yang merupakan partai yang sebagaian besar anggotanya menjabat dalam pemerintahan Indonesia. Kedua, kemasyuran dan terkemuka. Tentunya sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai Sekretaris Jendral Partai Demokrat. Tidak hanya itu nama Edhie Baskoro Yudhoyono juga dikenal sebagai anak dari Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga kariernya dalam dunia politik cukup menjadi sorotan media. Ketiga, saat yang tepat (timeliness) dan kedekatan (proximity). Merupakan ukuran yang diterapkan pada berita untuk menentukan apakah layak dihimpun atau bisa dijual. Kaitan antara korupsi dan politik sering bermunculan di media massa, sehingga topik ini merupakan topik yang tepat untuk dibahas saat ini. Beranjak dari tulisan Eriyanto (2002:17) yang menyatakan bahwa sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari realitas, berita harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Dari pernyataan tersebut, penulis merasa penting untuk mengetahui bagaimana media mengkonstruksi berita mengenai keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono dalam kasus korupsi di Hambalang. 6
Dalam penelitian ini penulis memilih pemberitaan mengenai keterlibatan Ibas dalam kasus korupsi Hambalang pada Koran Tempo dan Jurnal Nasional sebagai objek penelitian. Kedua media tersebut merupakan surat kabar berskala nasional dan memiliki nama yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Menurut wikimedia.org Koran Tempo pertama kali terbit pada 2 April 2001, pemiliknya adalah PT Tempo Inti Media Harian, dengan oplah per hari sebesar 100.000 eksemplar perhari. Menurut Tim LSPP (2005:15) Koran Tempo merupakan media yang cukup konsisten membuka kasuskasus korupsi. Sedangkan, Jurnal Nasional merupakan salah satu surat kabar nasional di Indonesia yang terbit di Jakarta sejak 1 Juni 2006. Harian ini diterbitkan oleh PT. Media Nusa Pradana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini akan memusatkan pokok permasalahan, yaitu: Bagaimana Koran Tempo dan Jurnal Nasional mengkonstruksi dugaan keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono dalam kasus korupsi Hambalang? 7
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menjelaskan bagaimana Koran Tempo dan Jurnal Nasional mengkonstruksi dugaan keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dalam kasus korupsi Hambalang, khususnya setelah Anas Urbaningrum mengungkapkan adanya keterlibatan Ibas dalam kasus korupsi Hambalang (28 Februari 2013) hingga tindakan Ibas yang melapor ke polisi perihal pencemaran nama baik dirinya (22 Maret 2013). 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penulis berharap penelitian ini dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan komunikasi terutama jurusan jurnalistik dan media massa. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca agar memahami cara media massa mengkonstruksi berita mengenai kasus korupsi yang melibatkan anggota partai politik di Indonesia. 8