I. PENGANTAR. kondisi lahan yang berbatu, kurang subur dan sering mengalami kekurangan air.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (tambak). Air

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012)

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

ANALISIS POTENSI DAERAH RESAPAN AIR HUJAN DI SUB DAS METRO MALANG JAWA TIMUR

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

REKAYASA HIDROLOGI II

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

PENDAHULUAN Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Merapi sebagai gunungapi strato muda memiliki potensi mataair yang cukup besar. Polapersebaran mataair ini umumnya melingkari badangunungapi

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB.

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

A. Latar Belakang Masalah

Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul

Jurnal APLIKASI ISSN X

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten

Surface Runoff Flow Kuliah -3

POTENSI SUMBERDAYA AIR DI LABORATORIUM SOSIAL LIPI DESA LIGARMUKTI, KECAMATAN KLAPANUNGGAL KABUPATEN BOGOR

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bahwa jumlah air lebih penting dibandingkan dengan kualitas air dari sumber air yang ada. Bentuklahan asal proses solusional (karst) merupakan

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

Transkripsi:

I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kawasan karst Gunung Sewu Kabupaten Gunungkidul identik dengan kondisi lahan yang berbatu, kurang subur dan sering mengalami kekurangan air. Kondisi ini terjadi karena kawasan karst Gunung Sewu pada umumnya telah mengalami perkembangan lorong konduit. Sungai bawah tanah dikontrol oleh perkembangan lorong konduit yang mempunyai kedalaman antara 60-100 meter atau lebih di bawah permukaan tanah. Kondisi ini menyebabkan sumberdaya air yang melimpah sepanjang tahun sulit untuk dimanfaatkan (Adji, 2010). Kawasan karst terbentuk oleh batugamping yang memiliki sifat yang mudah larut, sehingga air permukaan langsung masuk ke dalam batuan melalui celah atau rekahan yang ada. Masuknya air ke dalam celah batuan membentuk aliran diffuse dan aliran konduit. Bersamaan dengan masuknya air ke dalam celah batuan, proses pelebaran celah pada batuan karbonat juga bekerja. Selain interaksi antara aliran diffuse dan aliran konduit, pelebaran celah batuan karbonat juga dipengaruhi oleh kadar agresivitas airtanah (Martin, et al., 2002 dan Karimi, et al., 2004 dalam Adji, 2010). Potensi airtanah karst yang melimpah hanya dapat dimanfaatkan dengan mudah melalui mataair-mataair yang muncul ke permukaan oleh sebab-sebab tertentu secara alami. Mataair Beton menurut genesisnya adalah merupakan mataair kontak, yaitu mataair yang muncul dari celah-celah batuan di lereng kaki perbukitan karst yang berbatasan dengan dataran alluvial karst (Nugroho, 2004). 1

Mataair Beton terletak di Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong pada koordinat 49 M 0469977; 9121249. Sekurangnya terdapat 9 (sembilan) mataair yang ada di Kecamatan Ponjong yang debitnya mencukupi untuk kebutuhan hidup penduduk (Nugroho, 2004). Mataair Beton saat ini telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk, dan juga kegiatan ekonomi lainnya seperti pengairan sawah dan tambak/kolam pemancingan di beberapa desa. Menurut penelitian yang pernah dilakukan Misqi (2010), sifat aliran Mataair Beton adalah cenderung turbulen dan perenial dengan debit minimum pada tahun 2009 tercatat sebesar 505,9 liter/detik yang seluruhnya berupa baseflow yang disumbang oleh aliran diffuse. Debit puncak tertinggi selama terdapat input hujan (musim penghujan) terjadi dua kali yaitu sebesar 11.117,7 liter/detik dan 8.234,5 liter/detik dalam selang waktu kejadian hujan selama 1 bulan. Setelah kejadian hujan besar, waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak banjir (Tp) adalah 12,9 jam dan waktu resesi untuk mencapai aliran dasar (Tb) selama 193,4 jam atau sekitar 8 (delapan) hari. Sifat pelepasan aliran konduit yang relatif cepat dapat menimbulkan kerawanan terhadap kekeringan pada musim kemarau, sehingga kurang dapat menjamin kelangsungan debit yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Aliran yang didominasi oleh aliran konduit, menyebabkan akuifer sebagai penyimpan cadangan airtanah melalui aliran diffuse dan aliran fissure relatif kurang berfungsi dengan baik mengingat makin besar nilai koefisien resesi maka sifat pelepasannya semakin cepat. Misqi (2010) melaporkan M ataair Beton memiliki rating curve dengan persamaan sebagai berikut: 2

y = 4449,6 x 2,3324 (1) Rating curve adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara debit (y)dengan tinggi muka air (x), semakin tinggi muka air maka debitnya semakin besar. Aliran Mataair Beton mempunyai respon debit yang cepat terhadap kejadian hujan serta mempunyai korelasi kuat antara debit dan kualitas fisik air (Widyastuti, et al., 2012a). Kualitas fisik air yang diteliti adalah daya hantar listrik (DHL), Total Dissolved Solid (TDS), kekeruhan dan temperatur. Hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa kenaikan debit pada mataair diikuti pula dengan kenaikan nilai parameter kualitas fisik air (TDS dan kekeruhan) yang diteliti. Sementara kenaikan debit akan menurukan parameter DHL dan temperatur, karena DHL dan temperatur airtanah lebih tinggi dibanding DHL dan temperatur air permukaan. Kondisi ini cukup mengkawatirkan, karena kenaikan TDS dan kekeruhan akan menjadi faktor penghambat dalam pemanfaatan airtanah yang berkualitas baik sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk keperluan manusia. Kenaikan TDS dan kekeruhan tersebut juga dapat menjadi indikasi bahwa polutan kemungkinan dapat ikut masuk dengan cepat bersama aliran sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Adji (20 06), bahwa pelarutan batuan gamping menyebabkan terbentuknya jaringan bawah tanah dan membentuk lorong-lorong dengan ukuran bervariasi dari fissure hingga diffuse sehingga proses penyaringan terhadap polutan menjadi sangat sedikit atau singkat. Kondisi tanah yang relatif tipis juga mengurangi kemampuan proses dekomposisi bahan pencemar baik bahan organik 3

maupun kimia (pupuk). Pencemaran oleh bahan organik seperti bakteri Escherecia Coli bahkan telah terjadi pada 5 dari 11 mataair di Kecamatan Ponjong (Haryono, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan di DTA mataair sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas airtanah yang muncul pada mataair yang bersangkutan. Terlebih Mataair Beton selain DTA autogenic juga memiliki daerah tangkapan allogenic, dimana sumber polutan paling besar berasal, sehingga sangat rentan terhadap pencemaran apabila pengelolaan lahan di DTA tidak dilakukan dengan baik. Batugamping (CaCO 3 ) yang dikenal oleh masyarakat sebagai keprus atau chalky limestone memiliki manfaat yang sangat besar dalam bidang industri sebagai bahan baku berkualitas paling baik (Adji dan Haryono, 2003). Industri yang menggunakan bahan baku batugamping adalah industri bahan bangunan (cat, semen, tegel), industi kimia (insektisida, fungisida, desinfektan), industri kosmetik (bedan dan sabun), serta industri lem dan semir sepatu. Bahan baku tersebut diperoleh dari kegiatan penambangan batugamping di daerah karst terutama pada bukit-bukitnya. Kegiatan penambangan batugamping marak dilakukan di Kabupaten Gunungkidul terutama di Kecamatan Ponjong dibandingkan dengan di kecamatan lainnya yang berada pada kawasan karst Gunung Sewu. Sifat fisik batugamping di Kecamatan Ponjong lebih lunak (batugamping berlapis) sehingga lebih mudah ditambang, dibandingkan dengan batugamping terumbu yang ada di Kecamatan Panggang (Haryono, 2004). Batugamping berlapis terbentuk dari pengendapan dan sedimentasi dari hancuran batugamping terumbu yang sangat keras dan tidak berlapis. 4

Lebih jauh disebutkan bahwa penambangan batugamping yang ada di Kecamatan Ponjong tersebar hampir merata di seluruh desa yang ada (11 Desa) termasuk Desa Sumber Giri, Desa Umbulrejo Desa Tambakromo dan Desa Sawahan lokasi Mataair Beton. Jumlah industri besar tercatat ada 9 buah dengan intensitas produksi paling tinggi ada di Desa Bedoyo, Desa Karangasem dan Desa Kenteng. Penambangan batugamping pada bukit-bukit karst akan menimbulkan kerusakan lahan secara langsung, dan akibat berikutnya adalah akan mengurangi potensi simpanan air dan mempercepat waktu tunda perjalanan air yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas, kuantitas, dan keberlanjutannya (Haryono, 2001). Dari hasil penelitian Satmoko (2005) disebutkan bahwa berturut-turut kerusakan lahan dari klasifikasi berat akibat penambangan batugamping terjadi pada bentuklahan bukit karst, kompleks lereng kaki dan dataran karst, dataran doline dan terakhir lembah kering. Hal ini mengingat bentuklahan yang menjadi lokasi paling mudah untuk penambangan adalah bukit karst dibandingkan dengan bentuklahan yang lain. Mataair Beton diperkirakan memiliki recharge area di sekitar Desa Sumber Giri, Desa Umbulrejo, Desa Tambakromo dan Desa Sawahan, yang dalam skala lebih luas juga menjadi daerah tangkapan air (DTA) Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin (Widyastuti, dkk., 2012b). Peta administrasi recharge area disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijayanto (2010) menyebutkan bahwa dengan analisis APLIS, ke-4 desa tersebut memiliki tingkat imbuhan tinggi atau zona infiltrasi utama, yaitu sebagian besar 5

hujan akan terinfiltrasi (60-80%). Analisis APLIS adalah suatu metode untuk menentukan kawasan imbuhan (recharge area) rata-rata pada akuifer karbonat, yang dinyatakan sebagai persentase presipitasi menggunakan variabel ketinggian (altitude/a), kemiringan lereng (Slope/P), Batuan (Lithologi/L), zona infiltrasi (I) dan tanah (soil/s). Kondisi pengelolaan lahan pada DTA Matair Beton saat ini, seperti umumnya kawasan karst Gunung Sewu yang lain di Kabupaten Gunungkidul, adalah sebagai lahan budidaya. Menurut Samodra (2001) tanah tipis yang ada dikelola oleh penduduk untuk pertanian lahan kering seperti tegalan untuk bercocok tanam ketela pohon, jagung pada musim kemarau dan padi gogo pada musim penghujan. Tanaman empon-empon (jahe, kunyit, dan kapulaga) mulai dibudidayakan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Lebih lanjut Samodra (2001) menyebutkan bahwa konservasi lahan yang telah dilakukan berupa pembuatan teras (senggetan) dengan menyusun pecahan batu gamping untuk menahan tanah dari erosi. 1.2. Permasalahan Penelitian Mataair Beton merupakan pemunculan airtanah karst dengan sifat aliran perenial dengan debit terendah yang masih relatif besar. Mataair Beton menjadi sumber air andalan yang digunakan oleh penduduk untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik untuk memasak, MCK, juga untuk mengairi sawah dan kegiatan tambak atau kolam ikan budidaya. Budidaya perikanan air tawar selain 6

memerlukan jumlah air yang cukup juga memerlukan kualitas air dengan persyaratan tertentu, agar mencapai hasil panen yang optimal. Mengingat pentingnya Mataair Beton untuk mendukung pemenuhan kebutuhan air penduduk dan beberapa kondisi yang mengancam keberlanjutan debit mataair yang cukup serta menjaga kualitas air untuk keperluan tertentu yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka sumberdaya air dimaksud perlu dikonservasi. Beberapa kondisi yang mengancam kelestarian Mataair Beton antara lain terganggunya DTA karena penambangan batugamping, pengolahan lahan DTA menjadi lahan pertanian (tegalan), dan sifat akuifer yang rentan terhadap pencemaran. Konservasi sumberdaya air Mataair Beton melalui penyusunan strategi pengelolaan daerah tangkapan air dan pengelolaan debit dapat dilakukan jika kondisi neraca air akuifernya diketahui dengan baik. Analisis neraca air akuifer karst dilakukan dengan membandingkan antara input dan output yang selanjutnya hasil analisis ini digunakan untuk menghitung luas DTA kemudian untuk menentukan batasnya. Identifikasi input dilakukan pada daerah tangkapan airnya baik itu berupa input autogenic maupun yang berasal dari sungai allogenic. Identifikasi output dilakukan dengan analisis rating curve terhadap hasil pengukuran tinggi muka air untuk memperoleh debit Mataair Beton. Analisis kualitas air dilakukan pada sampel air yang diambil pada Mataair Beton dan digunakan untuk menilai kesesuaian kualitasnya untuk pengembangan tambak atau budidaya ikan air tawar. Pengelolaan daerah tangkapan air diarahkan untuk memperbesar jumlah input dan menjaga kualitas air input. Pengelolaan 7

debit diarahkan untuk memanfaatkan debit Mataair Beton yang efektif dan efisien untuk berbagai keperluan sepanjang waktu. 1.3. Keaslian Penelitian Untuk mengetahui keaslian penelitian kondisi akuifer karst pada pemunculan air Mataair Beton yang akan dilaksanakan ini, berikut disajikan penelitian yang pernah dilakukan. Beberapa penelitian berikut memiliki kesamaan lokasi yaitu Mataair Beton, atau kesamaan metode yang digunakan, ataupun dengan tema yang sama. Tema penelitian yang serupa yaitu analisis neraca air telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu diantaranya Salamat (2005), Langi (2007), Saba (2010), serta Hill and Neary (2012) namum metode yang dilakukan berbeda. Penelitian Salamat (2005) dan Saba (2010) menggunakan metode perbandingan ketersediaan (debit minimum) dan kebutuhan, sedangkan Langi (2007) menggunakan metode Thornwaite-Mather dengan fokus pada neraca air secara meteorologis. Hill dan Neary (2012) melakukan penelitian neraca air untuk merekonstruksi genangan pada sinkhole menyusul terjadinya perubahan penggunaan lahan pada catchment area-nya. Persamaan neraca air yang digunakan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu canopy storage, surface water storage, soil profile storage. Saba (2010) juga telah mencoba mengaitkan kegiatan yang dapat dilakukan untuk pengelolaan dan konservasi sumberdaya air terutama dalam rangka mengamankan debit airnya. Analisis terhadap kegiatan konservasi sumberdaya air yang dapat dilakukan bersifat deskriptif. 8

Penelitian yang lain adalah yang memiliki lokasi penelitian yang sama (Mataair Beton) dengan variabel yang digunakan umumnya sama yaitu meneliti kondisi akuifer karst yang ditinjau dari debit mataair dan kualitas airnya. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Nugroho (2004), Misqi (2010), dan Widyastuti, et al. (2012). Nugroho (2004) meneliti kualitas dan kuantitas air dari Mataair Beton, sedangkan Misqi (2010) meneliti konstanta resesi dari hidrograf aliran Mataair Beton. Widyastuti, et al. (2012) antara lain mengkaji hubungan antara variasi curah hujan terhadap debit dan kualitas fisik air Mataair Beton. Penelitian yang terakhir adalah oleh Wijayanto (2010) dan Youngjun, et al. (2008). Penelitian Wijayanto (2010) mengenai identifikasi daerah resapan menggunakan metode APLIS yang hasilnya diharapkan dapat digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan ini. Youngjun, et al. (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas airtanah karst. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa perubahan penggunaan lahan hutan, lahan kosong, dan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun sangat mempengaruhi kualitas airtanahnya. Kualitas airtanah menjadi sangat menurun karena terdapat unsur-unsur yang melebihi ambang batas yang diperkenankan untuk baku mutu air minum. Beberapa penelitian yang telah dilakukan secara detil disajikan pada Tabel 1.1. 9

Tabel 1.1. Kedudukan Penelitan yang akan dilakukan terhadap Penelitian Sebelumnya Judul, Lokasi, Penulis Tujuan Pendekatan/Metode Variabel Hasil Penelitian 1 2 3 4 5 Studi Kuantitas dan Kualitas Air pada 1. Mengetahui debit dan kualitas air Survei lapanga, klasifikasi Meinzer, Debit dan kualitas air secara fisik dan 1. Debit air daerah penelitian menurut klasifikasi Meinzer memiliki klas Mataair di Kec. Ponjong Kab. Gunungkidul 2. Mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kualitas air analisis diagram stiff, dan analisis keruangan. kimia yang sangat bervariasi dari kelas III (debit besar) hingga kelas VIII (debit sangat kecil) (Ovi Anton Nugroho, 2004) 3. Mengevaluasi kualitas air 2. Besarnya konsentrasi Ca dan CO 3 dipengaruhi oleh tingkat solusional 3. Berdasarkan kandungan unsur makro airtanah karst daerah penelitian Evaluasi Potensi mataair sebagai Sumber Air Bersih dan Upaya Pelestarian Lingkungan di Pulau Banggai Sulawesi Tengah (Ferdy Salamat, 2005) Analisis Neraca Air Meteorologi untuk kekritisan DAS pada sub DAS dengan 1. Mengevaluasi potensi mataair yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan air bersih 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi potensi mataair 3. Menyusun strategi pengelolaan dan pelestarian lingkungan mataair sebagai sumber air bersih 1. Mengetahui perbedaan karakteristik bentuklahan karst dan volkanik di Sub DAS Survei lapangan, analisis laboratorium dan purposive sampling. Survei lapangan, analisis neraca air metode Thornthwaite Debit mataair, kualitas air, jumlah kebutuhan air, jumlah penduduk, Curah hujan, evapotranspirasi Water Holding Capacity (WHC), memiliki kualitas Golongan B. 1. Potensi mataair mengalami penurunan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi mataair adalah karakteristik batuan, tutupan lahan dan penggunaan lahan. 3. Pengelolaan lingkungan dalam upaya pelestarian mataair antara lain melalui keg. reboisasi, penghijauan, dan instalasi pengolahan air minum serta peningkatan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan hidup. 1. SubDAS volkanik akan merespon curah hujan dengan menyerap lebih cepat dibanding SubDAS Karst. 2. SubDAS volkanik akan surplus air 10

Lanjutan Tabel 1.1. Judul, Lokasi, Penulis Tujuan Pendekatan/Metode Variabel Hasil Penelitian 1 2 3 4 5 Karakteristik Bentuklahan Karst dan Volkanik (Oktrivan Arung Langi, 2007) Analisis Konstanta Resesi Sungai Bawah tanah untuk Karakterisasi Pelepasan Komponen Akuifer Karst (Muhammad Misqi, 2010) Penentuan Sebaran Daerah Imbuhan (Recharge Area) Air Tanah dengan Metode APLIS (Studi Area Kab. Gunungkidul) (Iwan Agus Wijayanto, 2010) Karakteristik dan Potensi Mataair di Wuryantoro dan Sub DAS Keduang dalam merespon curah hujan 2. Mengetahui neraca air meteorologi SubDAS 3. Mengetahui indeks kekritisan DAS berdasarkan tingkat kebutuhan dan ketersediaan air. 1. Mengidentifikasi karakteristik akuifer daerah penelitian. 2. Membandingkan karakteristik akuifer dari masing-masing lokasi penelitian. 1. Menerapkan metole APLIS 2. Mengetahui variabel paling berpengaruh terhadap daerah imbuhan air tanah 1. Mengetahui tipe dan sifat aliran mataair dan Mather, analisis kekritisan DAS menggunakan pendekatan indeks kekritisan air, yaitu rasio antara kebutuhan dan ketersediaan. Pengukuran lapangan, analisis konstanta resesi dari hidrograf aliran Metode APLIS (altitude, slope, litologi, infiltrasi, dan soil) dengan melakukan skoring terhadap variabel yang digunakan. Pengamatan dan pengukuran kebutuhan air untuk tiap-tiap jenis kegiatan penduduk, jumlah penduduk. Debit air Mataair Beton, SBT Seropan dan SBT Toto altitude, slope, litologi, infiltrasi, dan soil Jumlah dan tingkat pertumbuhan lebih lama (8 bulan) dibandingkan sub DAS Karst (6 bulan) 3. SubDAS Volkanik lebih kritis dibandingkan dengan SubDAS Karst karena kebutuhan irigasi lebih bayak di sub DAS volkan. 1. Mataair Beton paling cepat melepaskan komponen aliran konduit. 2. Mataair Beton yang posisinya paling atas memiliki respon banjir yang paling cepat cepat 1. Metode APLIS dapat diterapkan di Kab Gunungkidul. 2. Variabel yang paling berpengaruh terhadap penentuan daerah imbuhan adalah zona infiltrasi dan litologi. 1. Seluruh mataair bersifat perrenial, ordinary temperature spring, mataair 11

Lanjutan Tabel 1.1. Judul, Lokasi, Penulis Tujuan Pendekatan/Metode Variabel Hasil Penelitian 1 2 3 4 5 Pulau Siompu Kabupaten Buton Prop. Sulawesi Tenggara (La Alimudin Saba, 2010) Physical Water Quality Response to Rainfall of Beton Karst Spring at Gunungkidul Regency- Yogyakarta (Widyastuti, et al., 2012) 2. Mengevaluasi potensi mataair sebagai sumber air bersih 3. Mengevaluasi tingkat kekritisan mataair akibat perubahan kebutuhan air 4. Mengetahui beban mataair perdasarkan pola ruang pemanfaatan mataair 1. mengetahui variasi curah hujan dan debit didaerah penelitian 2. mengetahui karakteristik kualitas fisik air mataair Beton dilapangan, analisis laboratorium, analisis deskriptif pendekatan keruangan dan ekologikal. Metode survei dan teknik pengumpulan data menggunakan sampel dengan purposive sampling. dilapangan, analisis laboratorium, volume dan jenis kebutuhan air, kualitas air; kuantitas air, lereng, kontur, pola dan arah alur rekahan Curah hujan (jumlah dan intensitas), debit mataair dan kualitas fisik air Mataair Beton (DHL, T, TDS, kekeruhan) fraktur, memiliki tipe kalsium bikarbonat 2. Kelas kualitas air cukup baik untuk kebutuhan air minum dengan faktor pembatas alkalinitas dan TSS. Tingkat ketersediaan air bervariasi dari kecil, sedang, hingga besar 3. Tingkat konsumsi air 45,7 l/hari/orang dengan pertumbuhan penduduk 3.08% per tahun, sehingga diprediksi tahun 2015 akan mengalami kekritisan air. 4. Pola konsumsi air dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan jenis sumber air. Pola pemanfaatann mataair dipengaruhi oleh aksesibilitas dan jaraknya dengan mataair, sistem pengembangan mataair dan tingkat pendidikan. 1. terdapat variasi curah hujan termasuk pola kejadian dan jumlah curah hujan. 2. Mataair Beton memiliki variasi debit tinggi. 3. Kualitas fisik air memenuhi standar mutu air sesuai dengan Peraturan 12

Lanjutan Tabel 1.1. Judul, Lokasi, Penulis Tujuan Pendekatan/Metode Variabel Hasil Penelitian 1 2 3 4 5 Impact of Landuse Change on Groundwater Quality in a Typical Karst Watershed of Southwest Cina (Youngjun, et al., 2008) Annual Water Budgets for a Seasonally Inundated Sinkhole Wetland (Hill and Neary, 2012) Studi Neraca Air dan Kualitas Air Sistem Hidrologi Mataair Beton untuk Konservasi 3. menentukan hubungan antara variasi curah hujan terhadap debit dan kualitas air fisik Mataair Beton. Analyzing the effect of landuse change over the period 1982-2004 to the quality of karst groundwater. Construct annual water budgets for a sinkhole wetland on Eastern Highland Rim. 1. Menentukan batas DTA indikatif Mataair Beton berdasarkan morfologi permukaan. Groundwater monitoring through analysis of groundwater samples from 30 spings. Water budget equation to estimate surface runoff entering the wetland. Metode tracer test dan analisis morfologi permukaan, metode Landuse, groundwater, climatic data Canopy storage, surface water storage, soil profile storage Curah hujan, debit sungai allogenic, evapotranspirasi, debit mataair, Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 4. Korelasi kuat antara variasi curah hujan, debit dan kualitas fisik air Mataair Beton dapat terlihat jelas. The concentration of NH + 4, SO 2-4, NO - 3, NO - 2 and Cl - in the groundwater increased significanly after forested land and unused land were converted into cultivated land, and cultivated land into construction land. Consentration of NH + 4, NO - 3, NO - 2 in groundwater seriously exceeded the drinking-water standards Surface runoff was the dominant input, with a contribution of 56,4% of the total. An average of 18,9% of gross precipitation was intercepted by canopy and evaporated. Recharge varied from 55,5% to 52,2% of total outflow. Evapotranspiration accounted for 46,2% of total losses with an average 50,3% lost from soil profile storage. 1. Batas DTA indikatif Mataair Beton dapat ditentukan dengan baik berdasarkan morfologi permukaan. 2. Batas DTA Mataair Beton terkoreksi. 13

Lanjutan Tabel 1.1. Judul, Lokasi, Penulis Tujuan Pendekatan/Metode Variabel Hasil Penelitian 1 2 3 4 5 Sumberdaya Air Kecamatan Ponjong Kab. Gunungkidul (Yumi Lestari, 2012) 2. Menghitung neraca air sistem hidrologi karst di Mataair Beton 3. Menilai kesesuaian kualitas air Mataair Beton untuk kegiatan tambak ikan 4. Menyusun strategi konservasi sumberdaya air melalui pengelolaan lahan pada DTA dan pengelolaan debit mataair. neraca air, dan metode survei lapangan. penggunaan lahan, kebutuhan air, dan kualitas air untuk perikanan 3. Kualitas air yang sesuai untuk keperluan pengembangan kegiatan tambak ikan air tawar. 4. Strategi konservasi sumberdaya air yang disarankan adalah pengelolaan lahan pada DTA melalui kegiatan vegetatif, sipil teknis, dan peningkatan kapasitas SDM penduduk sekitar. Pengelolaan debit optimal dilakukan dengan arahan pengembangan budidaya ikan air tawar. 14

1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. menentukan batas DTA indikatif Mataair Beton; 2. menghitung neraca air sistem hidrologi karst di Mataair Beton untuk mengoreksi luas DTA indikatif; 3. menilai kesesuaian kualitas air Mataair Beton untuk kegiatan budidaya ikan air tawar 4. menyusun strategi konservasi sumberdaya air melalui pengelolaan lahan pada DTA allogenic dan pengelolaan debit mataair. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu menghasilkan informasi baru yang dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai kondisi sistem hidrologi karst Mataair Beton pada khususnya dan hidrologi karst pada umumnya. Mengingat penelitian karakteristik hidrologi karst pada pemunculan Mataair Beton sudah banyak dilakukan. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu mendukung kegiatan pembangunan yaitu dengan memberikan arahan penggunaan lahan yang optimal di daerah tangkapan airnya dan pengelolaan debit yang optimal dalam rangka konservasi sumberdaya air karst Mataair Beton pada khususnya dan pemunculan airtanah lainnya di kawasan karst pada umumnya. 15