I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMP NEGERI 3 MENGGALA

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

I. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN A.

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Survei Populasi dan Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

BAB. I. PENDAHULUAN A.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran, dan produktivitas flora dan fauna. Habitat yang mempunyai kualitas tinggi atau daya dukung tinggi akan menghasilkan kualitas kehidupan flora dan fauna yang tinggi. Demikian sebaliknya, habitat yang rendah kualitasnya atau rendah daya dukungnya, juga akan menghasilkan kondisi atau kualitas flora dan fauna yang rendah. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang termasuk satwa langka berdasarkan UndangUndang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya perlu dilindungi dan dilestarikan. Gajah Sumatera merupakan satwa liar yang dikhawatirkan akan punah sehingga secara resmi telah dilindungi sejak 1931 dalam Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan 226 dan diperkuat SK Menteri Pertanian RI Nomor 234/Kpts/Um/1972 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) gajah termasuk dalam daftar Appendix 1 (CITES 2000). Hasil penelitian yang dilakukan Blouch dan Haryanto (1984) dan Blouch dan Simbolon (1985) diketahui bahwa gajah Sumatera terdapat pada 44 lokasi habitat, dengan populasi gajah di Propinsi Bengkulu berkisar antara 100200 ekor, yang penyebarannya terdapat di sekitar hutan Sungai Ipuh dan Gunung Sumbing serta hutan Bukit Barisan Selatan. Selanjutnya Supriyanto et al. (2000) dan Rizwar et al. (2001) mengemukakan bahwa terdapat enam kelompok gajah di Kabupaten Bengkulu Utara yang menyebar di dalam hutan yang terfragmentasi dan sebagian besar telah rusak di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka pelestarian satwa langka, khususnya gajah Sumatera, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 420/KptsIII/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah Propinsi Bengkulu seluas 920.964 ha,

diantaranya terdapat alokasi kawasan hutan produksi terbatas fungsi khusus seluas 6.865 ha sebagai kawasan habitat gajah yang diperuntukkan untuk perlindungan gajah Sumatera. Habitat gajah terdiri atas beberapa tipe hutan, yaitu: hutan rawa (swamp forest), hutan gambut (peat swamp forest), hutan hujan dataran rendah (lowland forest), dan hutan hujan pegunungan rendah (lower mountain forest) (Haryanto 1984; WWF 2005), Habitat yang paling disenangi gajah adalah hutan dataran rendah. Gajah Sumatera sebagai spesies genting (endangared species) mengalami tekanan berat karena hutan dataran rendah sebagai habitat utamanya banyak di buka untuk perkebunan, pertanian ataupun pemukiman, menyebabkan banyak kawasan hutan yang tadinya merupakan habitat gajah terkonversi menjadi areal peruntukan lain. Akibatnya timbul permasalahanpermasalahan gangguan gajah yang semakin lama dirasakan semakin meningkat. Secara alamiah gajah membutuhkan areal yang luas untuk mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila habitat alamiah gajah cukup luas, migrasi atau perpindahan gajah baik harian maupun musiman tidak akan membawa keluar jalur atau memasuki areal budidaya milik masyarakat atau pemukiman. Dalam kondisi habitat yang rusak, gajah melakukan aktivitas untuk mendapatkan makanan dan pelindung (cover) dengan mencari hutan lain yang lebih baik dan lebih luas. Tetapi apabila hutan terus dibuka maka ketersediaan makanan gajah menjadi terbatas, sehingga gajah akan mencari makanan alternatif yang terdapat pada areal perkebunan, areal budidaya pertanian dan perladangan penduduk serta daerah pemukiman. Selain itu gajah juga akan melakukan serangan terhadap manusia dan perusakan terhadap perumahan (Alikodra 1997b). Di Kabupaten Bengkulu Utara konflik antara gajah dan masyarakat sekitar sebenarnya tetap menjadi permasalahan yang serius dalam usahausaha melestarikannya. Pada kenyataannya saat ini (existing condition) dari peningkatan aktivitas manusia, misalnya pembukaan lahan untuk transmigrasi, perluasan areal perkebunan, persawahan, pertambangan, maupun kegiatan pembangunan lainnya berakibat mengubah fungsi hutan yang semula merupakan habitat gajah menjadi areal kegiatan pembangunan. Kejadian ini tidak menguntungkan bagi populasi

gajah dan akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan ukuran populasi dan kelangsungan hidupnya di masa mendatang (Dasman 1981). Menurut Primack et al. (1998) ancaman utama pada keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kegiatan manusia adalah perusakan habitat, fragmentasi habitat, dan gangguan pada habitat. Kegiatan manusia akan mengakibatkan sempitnya habitat gajah apabila dibiarkan dan tidak cepat ditangani, suatu saat gajah di Sumatera akan mengalami kepunahan. Untuk itu perlu tindakan pengelolaan habitat yang tepat dengan melakukan analisis daya dukung habitat gajah dan pembuatan model (pemodelan) terhadap populasi gajah Sumatera dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat. 1.2. Kerangka Pemikiran Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di suatu kawasan yang menjadi habitatnya. Populasi gajah akan berubah mengikuti perubahan atau dinamika lingkungannya. Dengan daya dukung yang baik akan menyebabkan penyebaran dan produktivitas gajah meningkat yang diikuti dengan peningkatan populasi gajah, demikian sebaliknya apabila daya dukungnya rendah akan menyebabkan produktivitas gajah rendah dan akhirnya populasi gajah juga menurun. Dalam kehidupan dan aktivitas manusia, sumberdaya hutan mempunyai peranan yang sangat penting. Pemanfaatan hutan sebagai sumber pendapatan, penghasil kayu, daun, buah, perkebunan, perladangan, dan perburuan satwa liar. Di samping itu hutan juga merupakan habitat alami tempat hidup dan berkembangnya satwa liar. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan aktivitas manusia di bidang pembangunan terutama pada pembangunan perkebunan dan pertanian khususnya di daerah pedesaan, sering melampaui daya dukung lahan (over carrying capacity), sehingga mengarah pada eksploitasi sumberdaya alam yang berakibat pada perubahan tutupan lahan. Menurunnya kualitas hutan yang berperan sebagai habitat gajah diakibatkan aktivitas manusia seperti penebangan kayu, perburuan liar, pembukaan perkebunan, perladangan berpindah/perambahan hutan,

dan transmigrasi serta kebisingan yang ditimbulkan mesin pemotong kayu akan berpengaruh negatif terhadap keberadaan gajah. Aktivitas penebangan akan menurunkan kerapatan tegakan (jumlah pohon), demikian juga aktivitas pembukaan lahan dan pengambilan vegetasi yang dapat mempengaruhi ketersediaan sumber pakan (biomassa) yang di konsumsi gajah. Penurunan kerapatan tegakan (jumlah pohon) dan penurunan ketersediaan pakan akan menyebabkan ketidakseimbangan populasi gajah dengan daya dukung sehingga gajah bermigrasi atau pindah ke tempat lain untuk mencari makanan seperti pada areal budidaya pertanian dan pemukiman penduduk sehingga dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat. Fragmentasi habitat dan kematian gajah dapat menimbulkan penurunan populasi yang dapat menyebabkan terjadinya kepunahan gajah Sumatera. Kegiatan konservasi melalui pembinaan habitat dan pembinaan populasi sangat penting untuk dilakukan. Untuk melakukan pembinaan diperlukan suatu analisis terhadap daya dukung habitat dan pemodelan dinamika populasi gajah yang ada saat ini (existing condition) yang dapat digunakan untuk keberlanjutan dari gajah Sumatera. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada (Gambar 1). Berdasarkan uraian di atas, maka perubahan kondisi habitat gajah berpengaruh terhadap keberadaan gajah Sumatera sebagai endangered spesies dan satwa endemik. Oleh karena itu pengamatan dalam penelitian ini akan difokuskan terhadap daya dukung habitat gajah (ketinggian tempat, kelerengan tempat, vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan, sumber air/kubangan, dan garamgaram mineral), tekanan penduduk dan persepsi masyarakat terhadap konservasi gajah (luas lahan produktif, kebutuhan lahan petani, pendapatan tani dan nontani, jumlah penduduk dan jumlah petani, tingkat umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama bermukim, jarak tempat tinggal penduduk dari kawasan habitat gajah, dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah), dan pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera. Untuk melakukan pengelolaan gajah di kawasan habitatnya dalam rangka perlindungan dan pelestarian perlu diketahui perkembangan atau dinamika populasi gajah. Hal ini dapat ditelurusi melalui mekanisme umpan balik,

parameterparameter yang berhubungan dalam causal loop umpan balik dapat memiliki hubungan positif dan negatif (Gambar 2). Komponen utama yang mempengaruhi dinamika populasi gajah adalah populasi gajah atau kepadatan gajah, jumlah hijauan pakan gajah, dan masyarakat (jumlah penduduk), serta luas habitat gajah. Variabel lain yang membangun causal loop dinamika populasi gajah di antaranya variabel kelahiran, kematian gajah (mati alami dan mati perburuan), rasio ketersediaan pakan gajah, kebutuhan hijauan pakan gajah, perburuan, tekanan penduduk terhadap habitat gajah, laju pertambahan penduduk, kebutuhan luas lahan pertanian, tingkat pendidikan masyarakat, kelahiran dan kematian masyarakat, dan persepsi masyarakat. 1.3. Perumusan Masalah Habitat gajah yang berada di Seblat terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara yang merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan fungsi khusus pusat pelatihan gajah (PLG) sebagai wilayah konservasi gajah Sumatera. Namun demikian kawasan ini dikelilingi oleh areal pengembangan budidaya kelapa sawit dan pemukiman penduduk. Keberadaan daerah pemukiman di sekitar kawasan dengan penduduk yang terus bertambah akan menambah aktivitas penduduk dalam eksploitasi hutan, untuk perkebunan dan pemukiman yang berdampak menurunnya kualitas dan berkurangnya luas habitat gajah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat disusun perumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana kondisi daya dukung habitat gajah Sumatera; keadaan fisik (ketinggian, kelerengan tempat, lokasi kubangan/sumber air, dan garamgaram mineral), dan keadaan biologi (komposisi dan struktur vegetasi, profil vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan). 2. Bagaimana pengaruh tekanan penduduk dan persepsi masyarakat (sosialekonomi) terhadap kawasan habitat gajah. 3. Bagaimana pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera.

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Satwa yang Dilindungi Kematian Gajah (Alami/Perburuan) Populasi Gajah Menurun Kerusakan/ Fragmentasi Habitat Gajah Terancam Kepunahan Pembinaan Habitat Konservasi Gajah P Pembinaan Populasi Analisis Daya Dukung Habitat dan Pemodelan Dinamika Populasi Gajah Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Mati alami Mati perburuan Mati alami Kebutuhan luas lahan pertanian Populasi Gajah Kebutuhan hijauan pakan Herbivora lain Kelahiran gajah Rasio ketersediaan pakan Gajah Perburuan Konflik Tekanan terhadap habitat Laju Pertambahan penduduk Hijauan pakan gajah Kelahiran Jumlah Penduduk Luas habitat gajah Tingkat Pendidikan Masyarakat Kematian Persepsi terhadap gajah dan habitat Gambar 2 Diagram umpan balik (causal loop) dalam penelitian. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menganalisis daya dukung habitat dan menyusun pemodelan dinamika populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. Adapun tujuan operasional dari penelitian adalah: 1. Menganalisis komponen daya dukung habitat yang meliputi: ketinggian, kelerengan tempat, lokasi kubangan/sumber air, dan garamgaram mineral, dan keadaan biologi (komposisi dan struktur vegetasi, profil vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan).

2. Mengetahui tekanan penduduk dan persepsi masyarakat (sosialekonomi) pada kawasan habitat gajah. 3. Menyusun pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Sebagai dasar bagi pengambil kebijakan dalam mengelola kawasan habitat gajah dan melindungi gajah Sumatera. 2. Sebagai dasar pengelolaan dan pembinaan masyarakat sekitar kawasan habitat gajah agar ikut berperan serta dalam konservasi dan pelestarian kawasan habitat gajah Sumatera 3. Sebagai sumber informasi dalam mengembangan ilmu pengetahuan di bidang konservasi gajah. 1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian Penelitian mengenai gajah Sumatera telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun demikian khususnya untuk gajah Sumatera yang ada di kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara masih sangat terbatas oleh karena itu penelitian ini sangat perlu dilakukan. Penelitian ini mencakup segi pendekatan atau metode dan hasil. Dari segi pendekatan atau metode, menggunakan: (1) analisis daya dukung habitat gajah (biofisik), (2) analisis tekanan penduduk dan persepsi masyarakat (sosialekonomi) pada kawasan habitat gajah, dan (3) menyusun pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera. Dari segi hasil penelitian dapat disajikan berdasarkan hasil analisis; analisis daya dukung habitat, analisis tekanan penduduk dan persepsi masyarakat pada konservasi gajah, dan simulasi pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera menggunakan perangkat lunak (Powersim Ver 2.50.4.1), dan analisis spasial (sistem informasi geografis).