BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan gambaran latar belakang dan tujuan diperlukannya perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal. Kemudian penulis menjelaskan spesifikasi perancangan yang akan dicapai pada sistem penyuara dengan cacat minimal yang diharapkan. Pada bagian akhir penulis menjelaskan sistematika dari penulisan tugas akhir yang dilakukan. 1.1. Latar Belakang Penyuara mengkonversi isyarat audio dari penguat daya menjadi bunyi melalui getaran pada membran penyuara. Jenis-jenis penyuara berdasarkan jangkauan tanggapan frekuensinya dapat dibedakan menjadi[1] : a. Fullrange : penyuara yang dapat menghasilkan tanggapan frekuensi selebar mungkin yang bervariasi sesuai dengan diameter penyuara. Pada umumnya rentang tanggapan frekuensinya antara 40 Hz-18 khz. b. Subwoofer : penyuara yang dapat menghasilkan tanggapan frekuensi sangat rendah yang tidak dapat dijangkau woofer umumnya <40 Hz. c. Woofer : penyuara yang dapat menghasilkan tanggapan frekuensi rendah hingga tengah yang pada umumnya berkisar antara 40 Hz-2 khz. d. Midrange : penyuara yang dapat menghasilkan tanggapan frekuensi tengah pada umumnya antara 300 Hz-5 khz. e. Tweeter : penyuara yang dapat menghasilkan tanggapan frekuensi tinggi pada umumnya di atas 1.5 khz. Walaupun penyuara jenis fullrange memiliki rentang tanggapan frekuensi yang paling lebar, tetapi tidak dapat memenuhi rentang frekuensi audio dengan baik. Pada frekuensi tinggi penyuara jenis fullrange bekerja diluar jangkauan 1
2 pistonnya. Apabila bekerja diluar jangkauan pistonnya, membran penyuara tidak lagi bersifat sebagai piston melainkan menjadi lentur. Hal ini mengakibatkan penyuara menjadi tidak dapat menghasilkan suara dengan baik[2]. Oleh karena itu penyuara jenis fullrange tidak memungkinkan untuk digunakan pada sistem penyuara dengan cacat minimal. Untuk mengkonversi isyarat audio dengan cacat sekecil mungkin diperlukan penggunaan lebih dari satu jenis penyuara untuk melengkapi tanggapan frekuensi audio.. Untuk membagi isyarat yang sesuai dengan frekuensi kerja tiap-tiap penyuara diperlukan crossover. Crossover merupakan kombinasi tapis lolos atas dan tapis lolos bawah yang sesuai dengan frekuensi kerja masingmasing penyuara. Cacat akibat penggunaan lebih dari satu penyuara pada perancangan ini, dapat diminimalkan dengan perancangan crossover yang benar. Cacat dapat dibagi menjadi 2 macam: 1. Cacat amplitudo : cacat yang terjadi karena perbedaan tingkat kekerasan suara yang cukup besar pada frekuensi tertentu dibanding frekuensi lainnya secara rata-rata.[3] 2. Cacat fase : cacat yang terjadi karena adanya selisih fase 45-315 antar penyuara pada daerah titik potong crossover[4]. Selisih fase antar penyuara dapat menyebabkan terjadinya phase cancellation yaitu kondisi ketika bunyi yang dihasilkan kedua penyuara saling menghilangkan dan mengakibatkan penurunan magnitudo. Penyebab cacat amplitudo dan fase yang terdapat pada suatu sistem penyuara yang dapat diminimalkan dengan perancangan crossover dikategorikan sebagai berikut : 1. Tingkat kepekaan penyuara yang digunakan berbeda, yang berdampak salah satu atau lebih penyuara yang digunakan akan menghasilkan
3 suara lebih keras atau lebih pelan dibanding penyuara lainnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan cacat amplitudo. 2. Impedansi pada kumparan suara penyuara tidak murni resistif di mana pada frekuensi tinggi impedansi bersifat induktansi yang mengakibatkan naiknya impedansi penyuara. Naiknya impedansi pada frekuensi tinggi berdampak pada berubahnya penurunan magnitudo pada tapis yang digunakan. Hal ini dapat mengakibatkan cacat amplitudo maupun fase. 3. Fase penyuara yang berubah terhadap frekuensi menyebabkan adanya selisih fase dengan penyuara lainnya pada daerah frekuensi crossover. Selisih fase yang terjadi dapat mengakibatkan adanya cacat fase. 4. Pengaruh panel depan dari kotak penyuara yang rata mengakibatkan kumparan suara pada tweeter dan woofer tidak terletak sebidang. Selisih jarak kumparan suara woofer dan tweeter terhadap pendengar mengakibatkan cacat fase karena adanya selisih fase pada frekuensi crossover di mana keduanya berbunyi bersamaan. Pada skripsi ini penulis akan merancang crossover dengan konfigurasi 2jalur yang terdiri dari tweeter dan woofer. Untuk meminimalkan cacat-cacat yang terjadi dalam suatu sistem penyuara maka untai L-pad, Zobel, dan tapis akan dirancang secara tepat dengan teliti. 1.2. Gambaran Tugas dan Spesifikasi Alat. Sebelum perancangan dilakukan, terlebih dahulu akan dilakukan pengukuran penyuara yang terpasang pada kotak yang digunakan. Pengukuran ini dilakukan untuk memperoleh tanggapan magnitudo dan fase penyuara. Pengukuran impedansi dan Thiele/Small parameter penyuara dilakukan dengan kondisi penyuara tidak terpasang pada kotak. Setelah parameter tanggapan frekuensi dan impedansi diperoleh penulis, dilakukan perancangan dan simulasi untai L-pad, Zobel, dan crossover. Untuk
4 perancangan untai L-pad digunakan tanggapan magnitudo dengan memperhatikan kepekaan penyuara. Perancangan L-pad diperlukan untuk menyamakan kepekaan penyuara agar tingkat kekerasannya seimbang. Perancangan dilanjutkan dengan untai Zobel pada masing-masing penyuara untuk mengatasi dampak impedansi penyuara yang tidak bersifat murni resistif. Perancangan diakhiri dengan perancangan crossover yang terdiri dari tapis lolos atas untuk tweeter dan tapis lolos bawah untuk woofer. Pada tugas akhir ini akan digunakan kotak penyuara yang memiliki panel depan rata sehingga tweeter dan woofer terpasang pada bidang yang sama. Konfigurasi tersebut dapat menyebabkan adanya selisih jarak antar kumparan suara terhadap pendengar. Pada tugas akhir ini penulis akan melakukan perancangan untuk mengatasi dampak selisih jarak tersebut. Penyuara yang digunakan yaitu tweeter Morel Supremo dan woofer Dynaudio 17wlq. Pada perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal ini memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Tanggapan frekuensi 40 Hz 18 khz ±3 db. 2. Kepekaan sistem penyuara 89 db/1w. 3. Konfigurasi 2 jalur dengan tweeter Morel Supremo dan woofer Dynaudio 17wlq. 4. Impedansi 4Ohm. 5. Titik potong crossover antara 2-3 khz menyesuaikan dengan penyuara yang dipakai. 6. Selisih fase pada daerah titik potong crossover <45. 1.3. Sistematika Penulisan Tugas akhir ini terdiri dari lima bab dengan susunan sebagai berikut. Bab satu berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, spesifikasi dan sistematika penulisan tugas akhir ini.
5 Bab dua berisi dasar teori yang berkaitan langsung dengan tugas akhir ini. Meliputi penjelasan penyebab cacat amplitudo dan fase. Dijelaskan pula untai L-pad, Zobel, dan crossover untuk meminimalkan cacat pada sistem penyuara. Bab tiga berisi perancangan sistem penyuara dengan cacat minimal secara keseluruhan yang terdiri dari perancangan masing-masing bagian untai yaitu L- pad, Zobel, dan crossover agar mencapai spesifikasi yang ingin dicapai. Bab empat berisi pengujian untuk masing-masing untai L-pad, Zobel, dan crossover pada penyuara. Serta pengujian hasil akhir pada sistem penyuara dan pembandingan dengan crossover yang ada di pasaran, Bab lima berisi kesimpulan yang dapat ditarik dari tugas akhir ini serta saran perbaikan maupun pengembangan lebih lanjut yang berhubungan dengan tugas akhir ini.