1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup ASEAN menuntut setiap negara untuk siap menghadapi berbagai macam persaingan global. AEC Blueprint yang disepakati 10 pemimpin negara ASEAN dalam sebuah deklarasi yang diadakan di Singapore tahun 2007 lalu memuat 4 pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, dan investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas, (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam, dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global (Bustami,2010). Untuk mendukung pilar pilar AEC tersebut perlu adanya pembenahan dan peningkatan dari berbagai aspek, salah satunya adalah kualitas sistem logistik nasional yang akan sangat bermanfaat untuk mendorong daya saing bangsa.
2 Adapun persoalan yang dihadapi oleh logistik Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN salah satunya adalah lama waktu ratarata bongkar muat barang di pelabuhan yang masih membutuhkan waktu lama. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menyadari ini, regulasi baru akan dikeluarkan, pemerintah akan memangkas waktu rata-rata bongkar muat barang di pelabuhan menjadi 4.5 hingga 4.7 hari (SDiscovery,2015). Dengan penurunan ini, bisa menghemat biaya logistik hingga Rp 700 triliun dalam setahun seperti yang dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Susilo (2015). Indonesia sebagai negara yang memiliki letak strategis dalam jalur perdagangan global, namun dalam skala regional ASEAN pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia kalah bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan di negara anggota ASEAN lainnya (Artakusuma,2012) seperti yang dapat kita lihat dalam tabel berikut : Tabel 1.1 Durasi Impor Negara-negara ASEAN 2015 Time to import (days) Economy Name Documents Customs clearance Ports & terminal Inland transportation Total preparation & technical control handling & handling Singapore 1 1 1 1 4 Malaysia 3 1 2 2 8 Thailand 8 2 2 1 13 Philippines 8 2 3 2 15 Brunei Darussalam 11 1 2 1 15 Vietnam 12 4 4 1 21 Myanmar 10 4 6 2 22 Cambodia 15 3 4 2 24 Lao PDR 13 7 2 4 26 Indonesia 13 4 7 2 26 Dwelling Time Sumber : Worldbank, http//www.doingbusiness.org/data
3 Dari tabel tersebut dapat diketahui dwelling time di Indonesia merupakan yang terburuk di ASEAN. Terlebih, import dwelling time merupakan salah satu parameter yang menjadi acuan utama dalam suatu pelabuhan. Import container dwelling time memegang peranan penting karena berhubungan dengan lama waktu yang harus dilalui oleh peti kemas saat masih berada didalam terminal untuk menunggu proses dokumen, pembayaran, dan pemeriksaan Bea Cukai (Artakusuma,2012). Lama waktu bongkar muat barang di pelabuhan memengaruhi besar terhadap melambungnya biaya logisitik yang dihadapi oleh setiap perusahaan. Biaya logistik sendiri dipengaruhi besar oleh beberapa faktor, antara lain; lama waktu sebelum masuk bea cukai, tahapan di bea cukai, dan pasca selesai pengurusan barang di bea cukai. Semakin lama waktu bongkar muat, hal ini akan berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap perusahaan. Pemangkasan waktu bongkar muat barang (dwelling time) sudah dipastikan akan lebih meminimalkan biaya logisitik (SDiscovery,2015) Minimalisasi waktu bongkar muat barang diperkirakan oleh pemerintah dari setiap tahapan tersebut antara lain; Pertama, untuk pre-clearance, yaitu sebelum masuk bea cukai, perkiraan waktunya adalah sekitar 2,7 hari. Kedua, custom clearance, yaitu tahapan di bea cukai, sekitar setengah hari. Terakhir post clearance, untuk kemudian barang dapat langsung keluar sekitar 1,5 hari. Lembaga permanen untuk mencapai target sebagaimana tersebut di atas telah dibuat oleh pemerintah. Indonesian Single Window telah diagendakan akan menjadi Unit Pelaksanan Teknis (UPT) permanen di bawah Kementerian
4 Keuangan, tidak lagi di bawah Direktorat Bea dan Cukai. Otoritas Pelabuhan akan di bentuk di bawah Kementerian perhubungan, integrasi antar lembaga akan diciptakan (Kemenkeu,2015). Penurunan dwelling time dipastikan akan berpengaruh terhadap penyediaan penambahan pelayanan. Beberapa perusahaan sejauh ini mengeluhkan waktu pemeriksaan oleh instansi pemerintah terlalu lama. Peningkatan pelayanan pemangkasan dwelling time akan memangkas beberapa hal buruk yang selama ini terjadi di pelabuhan, seperti; ketidak tertiban antrian saat pengecekan atau pemeriksaan barang, kurang bersahabatnya para pemilik peti kemas dan gudang penyimpanan dengan pihak perusahaan, serta penyusunan peti kemas di pelabuhan belum bisa dilakukan secara professional. Tingginya dwelling time di sejumlah pelabuhan juga disebabkan karena ketidaksiapan pelabuhan dalam mengantisipasi arus barang, contohnya selama tiga tahun terakhir baik domestik maupun internasional tumbuh sekitar 20%. Akan tetapi infrastruktur yang tersedia belum dapat menampung pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut (Pelindomarine,2014). Untuk menghadapi AEC 2015 mendatang, pembenahan infrastruktur dan manajeman di pelabuhan menjadi suatu keharusan. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan dari tingginya dwelling time adalah para pelaku usaha, baik itu pemilik barang, pelayaran, pelaku logistik, dan transportasi darat. Sedangkan pihak yang diuntungkan adalah operator pelabuhan karena peti kemas semakin lama di pelabuhan, tarifnya progresif semakin mahal dan memberikan kontribusi keuntungan bersih, tanpa ada investasi (Pelindomarine,2014).
5 Jika tidak dibenahi, maka akan menjadi hambatan yang menggangu kelancaran arus barang serta kegiatan ekspor impor Indonesia khususnya di pelabuhan Tanjung Priok. Terlebih, masalah dwelling time berkaitan langsung dengan investasi yang masuk ke Indonesia, dan saat ini sudah ada lebih dari 40 industri yang akan masuk ke tanah air yang tentunya akan meminta pembenahan infrastruktur, jika tidak dibenahi maka para investor akan mempertimbangkan kembali untuk berinvestasi di Indonesia (Kemenperin,2015). Dampak dari dwelling time ini dihadapi langsung oleh perusahaan forwarder, perusahaan trucking, dan pelaku impor. Dikhawatirkan dapat menyebabkan daya saing produk yang rendah karena dwelling time yang tinggi akan menambah biaya logistik yang berdampak pada harga barang, sehingga harga produk menjadi mahal hingga sampai ke konsumen. Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui seberapa besar dwelling time mempengaruhi keberlangsungan suatu bisnis dan difokuskan pada perusahaan pelaku impor yang dalam penelitian kali ini adalah PT. Denso Sales Indonesia, bagian dari PT. Denso Indonesia yang merupakan perusahaan gabungan Denso Jepang dan Astra International, yang sebagian besar raw materialnya diimpor dari negara di kawasan ASEAN, kemungkinan jika pasokan barang terganggu maka akan mengganggu proses produksi, bila hal ini terjadi dan dibiarkan maka akan mengganggu keberlangsungan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
6 Analisis Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok Menjelang ASEAN Economic Community 2015 Serta Dampaknya Bagi Perkembangan Bisnis di PT. Denso Sales Indonesia B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok? 2. Bagaimana pengaruh dari dwelling time terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia? 3. Bagaimana ASEAN Economic Community memoderasi pengaruh dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia? C. Pembatasan Masalah ASEAN Economic Community memberikan tuntutan untuk peningkatan berbagai aspek yang berpengaruh bagi perekonomian di wilayah regional ASEAN, namun dalam penelitian kali ini yang menjadi fokus peneliti adalah adalah dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, serta menguji pengaruhnya terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia yang merupakan perusahaan multinasional pelaku ekspor impor menjelng AEC 2015.
7 D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok. 2. Untuk mengetahui pengaruh dari dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia. 3. Untuk mengetahui apakah ASEAN Economic Community memoderasi pengaruh dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia. E. Kontribusi Penelitian Adapun yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah : 1. Kontribusi Praktik Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengembangkan strategi bisnisnya untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi dengan adanya dwelling time yang bersifat fluktuatif dan semakin mantap menghadapi persaingan dalam pasar tunggal ASEAN Economic Community 2015 mendatang. 2. Bagi akademik : Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, terlebih AEC merupakan rencana lama namun karena pelaksanaannya di tahun 2015 sehingga saat ini menjadi berita segar, dan dengan diangkatnya kasus
8 dwelling time yang sedang menjadi fenomena, serta pengaruhnya terhadap perusahaan pelaku impor yang menyangkut kehidupan khalayak, sermoga dapat menumbuhkan semangat kepedulian terhadap permasalahan yang berdampak pada perekonomian Negara, karena setiap dari kita merupakan bagian darinya (bangsa). Sehingga diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti perusahaan MITA Prioritas dengan dwelling time yang panjang, karena seharusnya hal tersebut tidak terjadi pada perusahaan MITA Prioritas.