BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, karena melalui pendidikan, manusia belajar untuk menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan berpengaruh terhadap perubahan perilaku manusia. Pendidikan adalah usaha untuk mencapai tingkat kedewasan secara susila. Batasan tentang kedewasaan bersifat fleksibel yang tidak hanya ditentukan oleh usia, bahkan dengan berkembangnya konsep pendidikan seumur hidup menjadikan tugas pendidikan menjadi tidak terbatas. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, yang berbunyi: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yag dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Segala upaya dilakukan agar hasil akhir dari pendidikan adalah individu dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang matang, dewasa serta terdidik sesuai dengan tujuan diadakannya pendidikan. Mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya adalah dua dimensi dalam tujuan pendidikan nasional yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku yang diinginkan terjadi setelah siswa belajar, dapat dijabarkan mulai dari tujuan nasional, intitusional, kurikuler sampai instruksional. Bagi peserta didik, belajar merupakan sebuah proses interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, serta lingkungan dengan konsep dan fakta, interaksi dari berbagai stimulus dengan berbagai respons terarah untuk melahirkan perubahan (Susanto, 2013: 85). Secara khusus, pendidikan merupakan proses pembelajaran yang didapat siswa di lingkungan sekolah. Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik. Interaksi yang bernilai edukatif 1
2 dikarenakan kegiatan belajar pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya (Agung, 2012: 1). Tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tersebut adalah hasil dari ketercapaian interaksi antara guru dan peserta didik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Tetapi ada kalanya hasil belajar siswa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena dalam proses belajar dan pembelajaran guru selalu mengalami beberapa hambatan. Pada proses pembelajarannya guru pasti selalu dihadapkan pada berbagai macam masalah antara lain guru harus dapat memilih model, strategi, dan metode mengajar yang dapat meningkatkan kualitas peserta didik, sehingga peserta didik dapat menguasai dan memahami konsep materi dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Tidak terkecuali juga pada guru X-8 SMA Negeri 2 Boyolali, terutama pada mata pelajaran Sosiologi, dimana mata pelajaran Sosiologi ini dianggap sebagai mata pelajaran hafalan oleh sebagian besar peserta didik dikarenakan dalam mata pelajaran Sosiologi ini memang banyak menggunakan teori-teori dan penyampaian materi masih dominan ceramah dan masih dominan menggunakan LKS saja, dimana masih kurang adanya variasi pembelajaran, sehingga antusiasme peserta didik dalam pelajaran Sosiologi ini cenderung kurang, tidak sedikit dari peserta didik yang seolah-olah memperhatikan pelajaran tetapi apabila diberi soalsoal masih banyak yang tidak sesuai dengan harapan, dengan kata lain peserta didik masih belum bisa mencapai batas ketuntasan minimum, dimana KKM untuk pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 2 Boyolali yaitu 76,00 sesuai standar ketuntasan yang digunakan guru mata pelajaran dalam mengukur ketuntasan.. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya semangat siswa dalam belajar Sosiologi, dan metode mengajar guru yang masih dominan ceramah serta masih dominan menggunakan LKS saja, serta apabila guru menghendaki berdiskusi serta presentasi di depan kelas hal tersebut pun tidak berjalan sesuai dengan efektif.
3 Mayoritas siswa malah membahas yang tidak ada hubungannya dengan materi dan terkesan ramai sendiri. Maka dari itu, dalam mata pelajaran Sosiologi ini guru diharapkan dapat memilih metode pembelajaran yang tepat agar proses belajar dapat berjalan optimal dan membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan menghindarkan siswa dari kejenuhan. Observasi peneliti awal dilakukan di kelas X-8 SMA Negeri 2 Boyolali, pada tanggal 04 Februari dan 11 Februari 2016. Pertama kali saat melakukan observasi, kelas terlihat tenang, tetapi selang waktu berjalan suasana menjadi makin tidak kondusif. Dengan demikian peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi pada proses observasi di kelas antara lain: 1. Kurangnya antusias siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa cenderung pasif terlebih untuk siswa yang duduk di belakang 2. Guru dominan menggunakan metode pembelajaran ceramah sehingga membuat siswa cepat merasa bosan dengan materi yang disampaikan guru. 3. Guru dominan menggunakan buku pedoman LKS yang sama setiap pembelajaran. 4. Ada siswa yang cerita sendiri terlebih untuk siswa yang duduk di bagian belakang karena guru kurang menjangkau kelas. 5. Siswa menganggap pelajaran Sosiologi adalah pelajaran hafalan, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep materi masih sangat kurang. 6. Prestasi belajar siswa yang kurang maksimal, ditandai dengan hasil observasi tes pra-tindakan peneliti pada tanggal 25 Februari 2016, sebanyak 15 siswa yang memenuhi KKM dengan nilai diatas 76. Sementara 20 siswa yang lain masih dibawah KKM. Hal ini memperlihatkan presentase peserta didik yang mencapai KKM sebesar 43% dan peserta didik yang kurang dari KKM sebanyak 57%.
4 Masalah tersebut merupakan masalah awal yang ditemukan peneliti dalam observasi pra-tindakan sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif. Peneliti menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya beberapa permasalahan tersebut dikarenakan beberapa faktor antara lain, faktor guru, faktor siswa, dan faktor metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Jadi faktor-faktor tersebut dianggap sebagai faktor penyebab permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan sebab-sebab tersebut peneliti memfokuskan pada metode mengajar guru yang masih dominan menggunakan metode ceramah yang terkesan hanya satu arah. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru berkaitan dengan pengembangan metode mengajar agar tidak terpaku pada metode mengajar konvensional adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2008:17) yaitu dengan "Mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru". Oleh karena itu metode guru dalam pengajaran Sosiologi harus diubah. Hal ini dilakukan supaya siswa tidak lagi merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sosiologi. Sebaliknya dengan metode baru siswa diharapkan lebih aktif tidak lagi hanya sekedar menerima informasi atau diceramahi guru, tetapi bisa memberikan informasi kepada teman-temannya. Guru harus mampu memilih metode pengajaran yang tepat yang nantinya mampu mengoptimalkan potensi siswa. Begitu pula dengan pelajaran Sosiologi yang terkesan membosankan karena harus menghafal banyak sekali materi dan teori-teori yang harus dikuasai, adalah salah satu kendala siswa selain itu juga pembelajaran Sosiologi terkenal sangat membosankan dan banyak siswa yang antusiasmenya kurang dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya model-model pembelajaran
5 yang inovatif dan kreatif untuk dapat meningkatkan antusiasme peserta didik terhadap pembelajaran Sosiologi. Untuk meningkatkan pemahaman, hasil belajar dan antusiasme peserta didik, para tenaga pendidik dapat menggunakan berbagai model pembelajaran yang tentunya sangat bervariatif dan tidak membosankan. Salah satu metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengatasi permasalahan di atas dan mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan tidak membosankan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir, menjawab, merespon dan membantu satu sama lain. Muslimin dalam Ghiffard mengatakan bahwa "Langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu berpikir (thinking), berpasangan (pairing), dan berbagi (sharing)". Melalui metode ini penyajian bahan ajar tidak lagi membosankan karena siswa diberikan waktu untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah atau soal bersama dengan pasangannya sehingga baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai samasama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. Jadi selama proses belajar mengajar diharapkan semua siswa aktif karena pada akhirnya nanti masing-masing siswa secara berpasangan harus membagikan hasil diskusinya di depan kelas kepada teman-teman lainnya. Metode Think-Pair-Share (TPS) dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal ini seperti dinyatakan oleh Richard I. Arends (1997:122) dalam Trianto (2009) bahwa "Think-pair-share and Numbered heads together, described here, are two examples of structures teachers can use to teach academic content or to check on student understanding of particular content. Peningkatan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses thinking (berpikir) siswa diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses pairing (berpasangan) siswa
6 diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap sharing (berbagi) siswa diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas. Jadi melalui metode Think-Pair-Share (TPS) ini penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Maksud dari penelitian yang dilakukan peneliti adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran Sosiologi melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think- Pair-Share bagi siswa kelas X-8 SMA Negeri 2 Boyolali. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian pada siswa kelas X-8 SMA N 2 Boyolali ini dengan judul PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X-8 SMA NEGERI 2 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016. Dengan model pembelajaran ini diharapkan akan terjadi perubahan pada siswa agar mereka bisa lebih meningkatkan kerja sama dan pemahaman materi yang disampaikan oleh guru sehingga akan meningkatkan hasil belajar terutama pada mata pelajaran Sosiologi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti mengambil rumusan masalah Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar Sosiologi siswa kelas X-8 SMA Negeri 2 Boyolali tahun ajaran 2015/2016?
7 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu, Untuk meningkatkan hasil belajar Sosiologi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-share pada siswa kelas X-8 SMA Negeri 2 Boyolali tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa: a. Siswa memperoleh kemudahan dalam mempelajari materi Sosiologi yang sifatnya teoritis. b. Melalui metode ini siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan pelajaran Sosiologi c. Siswa diharapkan mempunyai semangat yang tinggi dalam mempelajari Sosiologi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang bersangkutan. 2. Bagi Guru: a. Memberikan informasi kepada guru untuk lebih menekankan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. b. Memberikan masukan kepada guru atau calon guru Sosiologi dalam menentukan metode yang tepat, yang dapat menjadi alternatif lain selain metode yang biasa digunakan, sehingga hasil belajar Sosiologi siswa dapat meningkat. 3. Bagi Sekolah: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga bagi kepala sekolah untuk mengambil suatu kebijakan yang paling tepat dalam kaitan dengan upaya menyajikan strategi pembelajaran yang efektif dan efesien di sekolah.
8 4. Bagi Peneliti: a. Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian berikutnya, serta dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dalam penelitian sejenis. b. Sebagai bekal bagi peneliti kelak ketika menjadi guru supaya memperhatikan metode mengajar yang tepat khususnya metode Think- Pair-Share (TPS).