KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TINGKAT DISPOSISI MATEMATIS DI MADRASAH ALIYAH

dokumen-dokumen yang mirip
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPEN ENDED DI SMP

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK

POTENSI PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA DALAM MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI ALJABAR DI SMP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

PENGARUH TINGKAT KECEMASAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

Key Words: creative thinking, open ended problems. Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember 41

Oleh Nila Kesumawati Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN. (Artikel) Oleh NINDY PROFITHASARI

PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SIDOARJO PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

PENGGUNAAN TUGAS MIND MIND SEBAGAI INSTRUMEN PENILAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI FUNGSI KUADRAT

BAB II KAJIAN TEORITIK

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENYELESAIAN SOAL OPEN-ENDED MATERI STATISTIKA PADA KELAS IX SMP

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGITIGA DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

RESPONS SISWA TERHADAP SAJIAN SIMBOL, TABEL, GRAFIK DAN DIAGRAM DALAM MATERI LOGARITMA DI SMA

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEAMS GAMES TOURNAMENTS SISWA KELAS VIID SMP NEGERI 2 DUKUN, MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

HUBUNGAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DENGAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI OPERASI HITUNG PECAHAN DI SMP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian yang diambil yaitu ex post facto, dimana penelitian ini hanya

ARTIKEL ILMIAH PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA/MA. Oleh: TRIHARYATI A1C113019

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

KREATIVITAS PENGAJUAN SOAL DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF MATERI BANGUN SEGI EMPAT KELAS VII SMP

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA POKOK BAHASAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA FISIKA BERORIENTASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DI SMPN 13 BANJARMASIN

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT-NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA DALAM OPERASI LOGIS BERDASARKAN TEORI PIAGET DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Berkaitan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI TRIGONOMETRI

POTENSI NUMBER SENSE SISWA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MATRIKS DI SMA

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 3 PASAMAN. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATISDAN DISPOSISI MATEMATISDALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATANANG S FRAMEWORK FOR MATHEMATICAL MODELLING INSTRUCTION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA TERHADAP KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA DI SD

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA MTs DITINJAU DARI SELF CONFIDENCE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN PENELARAN SPASIAL MATEMATIS SISWA DALAM GEOMETRI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

Transkripsi:

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TINGKAT DISPOSISI MATEMATIS DI MADRASAH ALIYAH Randa Reynaldi, Sugiatno, Dwi Astuti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak Email : Randa.reynaldi@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dikaji dari tingkat disposisi matematis pada materi Program Linear di Kelas XII MAN 1 Pontianak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini berjumlah 37 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 9,6 dengan kategori baik; siswa dengan disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 6,4 dengan kategori cukup; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 3,4 dengan kategori kurang. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan disposisi matematis dalam materi Program Linear di kelas XII MAN 1 Pontianak. Kata Kunci: Berpikir Kreatif Matematis, Disposisi Matematis, Program Linear Abstract : This research aims to describe how mathematical creative thinking skill of students observed from level of mathematical disposition on linear program material in class XII MAN 1 Pontianak. The method of study used in this study is descriptive method with the design of case study. The subject of the study were 37 students. The findings showed that the students with high level of mathematical disposition had the average of score of mathematical creative thinking skill, as big as 9,6 for the overall and were categorized as good. The students with medium level had the average of mathematical creative thinking skill score as much as 3,4, and were categorized as fair. Entirely, it can be concluded that there is a correlation between mathematical creative thinking skill and mathematical disposition on linear program material in class XII MAN 1 Pontianak. Keywords: Mathematical Creative Thinking, Mathematical Disposition, Linear Program Material 1

U rgensinya kreativitas (berpikir kreatif) dalam pendidikan telah ditekankan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas, 2003:4). Satu di antara mata pelajaran yang diamanahkan untuk mendukung UU Sisdiknas tersebut adalah matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006:105). Namun demikian, amanah UU Sisdiknas tahun 2003 ini terkesan kurang mencapai sasarannya. Beberapa hasil penelitian, Sugilar (2013) dan Widiani (2015) menunjukkan bahwa tingkat berpikir kreatif matematis siswa tergolong rendah. Hasil pra-riset yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Oktober 2015 di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pontianak terhadap 4 orang siswa juga menemukan hal yang sama. Munandar (2012:21) mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi baru, berdasarkan data atau informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama kehidupan baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun dari lingkungan masyarakat. Selanjutnya, Munandar (2012:192) juga menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut: 1) Berpikir lancar (fluency), ciri ciri berpikir lancar di antaranya adalah (a) mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar; (b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; (c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. 2) Berpikir luwes (flexibility), ciri ciri berpikir luwes di antaranya adalah (a) menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda; (b) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda; (c) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 3) Berpikir orisinil (originality), ciri ciri berpikir orisinil di antaranya adalah (a) mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik; (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri; (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. 4) Memperinci (elaboration), ciri ciri memperinci diantarnya adalah : (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; (b) menambah atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Beberapa ahli antara lain, Torrance, Sternberg, dan Amabile mengungkapkan bahwa berpikir kreatif dipengaruhi oleh berbagai faktor. Torrance (Asrori, 2015:53) menyebutkan bahwa karakteristik kreativitas yaitu memiliki rasa ingin tahu yang besar, tekun dan tidak mudah bosan, percaya diri dan mandiri, berani mengambil resiko, serta berpikir divergen. Sternberg (Munandar, 2012:20) menyebutkan bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi. Amabile (Munandar, 2012:77) menyebutkan bahwa kreatifitas adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir, dan motivasi intrinsik. 2

Mencermati pendapat pakar tersebut, terindikasi bahwa satu di antara faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif yaitu disposisi matematis. Karlimah (2010:10) menyatakan bahwa ketika siswa berusaha menyelesaikan masalah matematis dengan percaya diri, rasa ingin tahu, ulet, serta melakukan refleksi atas cara berpikir, itulah yang dinamakan dengan disposisi matematis. Katz (1993:2) mendefinisikan disposisi sebagai kecenderungan untuk berperilaku secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela (voluntary) untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku tersebut di antaranya adalah percaya diri, gigih, rasa ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam konteks matematika, menurut Mahmudi (2010:3) disposisi matematis (mathematical disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa menyelesaikan masalah matematis; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah. Sebagaimana dituangkan dalam dokumen Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics (NCTM, 2000), disposisi tidak sekedar merujuk pada sikap tetapi juga kecenderungan berpikir dan bertindak secara positif. Disposisi matematis siswa dapat dilihat dalam cara siswa mendekati suatu masalah, apakah dengan percaya diri, mempunyai kemauan kuat untuk menyelesaikannya, tekun, dan tertarik, serta cenderung untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipikirkannya. Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Hasil wawancara dengan Widiani pada tanggal 2 September dan 19 Oktober 2015 mengenai penelitiannya menyebutkan bahwa faktor internal siswa seperti motivasi belajar maupun rasa percaya diri sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Namun di dalam penelitiannya beliau belum membahas keterkaitan hal tersebut secara rinci. Melihat fenomena fenomena tersebut penulis menduga bahwa disposisi matematis memang sangat mempengaruhi tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tinggi rendahnya tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, diduga satu di antara penyebabnya berasal dari disposisi matematis yang dimilikinya. Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis, seperti Balka dan Torrance (dalam Mahmudi, 2010:4). Balka mengembangkan instrumen Creative Ability Mathematical Test (CAMT) dan Torrance mengembangkan instrumen Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT). Kedua instrumen ini berupa tugas membuat soal matematika berdasarkan informasi yang terdapat pada soal terkait situasi sehari-hari yang diberikan. Selain itu, Mahmudi (2010:4) mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis dengan memberikan tugas membuat sejumlah pertanyaan atau pernyataan berdasarkan informasi pada soal-soal yang diberikan. Soal-soal yang diberikan tersebut disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram. Dari sekian banyak materi matematika, satu di antara pokok bahasan yang dapat disajikan dalam bentuk 3

narasi, grafik dan kontekstual adalah Program Linear. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dikaji dari tingkat disposisi matematis pada materi Program Linear di Kelas XII MAN 1 Pontianak. METODE Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan bentuk studi kasus. Subjek yang berpartisipasi di dalam penelitian ini berjumlah 37 orang. Dari ketiga puluh tujuh orang siswa, selanjutnya akan dipilih enam orang siswa, yang terdiri dari 2 siswa dengan tingkat disposisi matematis tinggi, 2 siswa dengan tingkat disposisi matematis sedang dan 2 siswa dengan tingkat disposisi matematis rendah untuk diwawancara lebih mendalam. Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam materi Program Linear yang dikaji berdasarkan disposisi matematis siswa. Pada pengumpulan data digunakan teknik pengukuran dengan alat pengumpulan data berupa tes tertulis, angket disposisi matematis, dan wawancara. Berikut adalah prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini: 1. Tahap Persiapan a) Melakukan pra riset. Pra riset dilakukan untuk studi pendahuluan yaitu wawancara dengan seorang guru matematika di sekolah tersebut serta memberikan tes kepada 4 orang siswa untuk melihat kemampuan berpikir kreatif matematisnya. b) Menyusun desain penelitian. c) Seminar desain penelitian. d) Melakukan revisi desain penelitian berdasarkan hasil seminar. e) Menyusun instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kreatif dan angket disposisi matematis, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menyusun kisi-kisi tes kemampuan berpikir kreatif 2) Menyusun soal tes kemampuan berpikir kreatif 3) Membuat alternatif jawaban 4) Membuat pedoman penskoran 5) Menyusun angket disposisi matematis f) Melakukan uji validitas instrumen penelitian. g) Melakukan revisi instrumen penelitian berdasarkan hasil validitas. h) Melakukan uji coba soal tes dan angket. i) Menganalisis data hasil uji coba soal tes dan angket. j) Merevisi instrumen penelitian berdasarkan hasil ujicoba. k) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian. l) Menentukan waktu penelitian dengan guru mata pelajaran matematika kelas XII MAN 1 Pontianak. 2. Tahap Pelaksanaan a) Memberikan angket disposisi matematis kepada 37 siswa. Untuk pengisian angket diberikan waktu 20 menit. 4

b) Memberikan tes kemampuan berpikir kreatif kepada 37 siswa yang sama. Untuk penyelesaian soal diberikan waktu 60 menit. c) Menganalisis hasil angket yang diisi oleh siswa d) Mengelompokkan hasil angket disposisi matematis siswa ke dalam 3 kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. e) Mengoreksi hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa sesuai dengan kelompok disposisi matematisnya. f) Memilih 6 orang siswa untuk diwawancara lebih mendalam. 3. Pembuatan Laporan a) Mengumpulkan hasil data tes tertulis, angket, dan wawancara subjek penelitian. b) Melakukan pengolahan data. c) Mendeskripsikan hasil pengolahan data. d) Menyusun laporan penelitian. Adapun soal tes berjumlah 2 soal dan butir angket berjumlah 36 pernyataan yang telah divalidasi oleh 3 orang ahli, yaitu 1 dosen Pendidikan Matematika dan 2 guru matematika. Selanjutnya, pada hari Rabu, 13 Januari 2016 dilakukan uji coba soal dan angket di SMAN 2 Pontianak untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitas soal serta keterbacaan angket. Setelah instrumen penelitian memenuhi syarat, selanjutnya dilakukan tes kepada siswa. Hasil pekerjaan siswa kemudian dianalisis secara khusus dikaji dari kemamuan berpikir kreatif siswa dalam menjawab soal. Kemudian dipilih jawaban dari 6 siswa berdasarkan kategori disposisi matematis untuk diwawancarai. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara yang dilakukan kepada 6 siswa, dengan tiap tingkat disposisi matematis diwakili oleh 2 siswa. Secara umum, wawancara ini bertujuan untuk memperkuat jawaban siswa dan mengungkap lebih dalam hal-hal yang belum terungkap pada hasil tes tertulis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siswa diberikan angket disposisi matematis sebanyak 36 butir pernyataan dan 2 soal essay untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis. Untuk menjawab rumusan masalah, terlebih dahulu akan dideskripsikan hasil angket disposisi matematis siswa. Angket disposisi matematis siswa diberikan untuk melihat seberapa besar tingkatan disposisi matematis siswa. Jumlah butir pernyataan dalam angket disposisi matematis sebanyak 36 pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Hasil angket disposisi matematis yang diperoleh siswa dikategorikan kedalam 3 kelompok yaitu kelompok disposisi matematis tinggi, sedang, dan rendah. 5

Disposisi Matematis Siswa 24% 14% 62% Tinggi Sedang Rendah Grafik 1 Hasil Perolehan Angket Disposisi Matematis Siswa Dari 37 siswa yang menjadi subjek penelitian, berdasarkan hasil angket disposisi matematis siswa pada Grafik 1 diketahui bahwa siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi sebanyak 5 orang atau 14% dari total subjek penelitian, siswa yang memiliki disposisi matematis sedang 23 orang atau 62%, dan siswa yang memiliki disposisi matematis rendah sebanyak 9 orang atau 24%. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam penelitian ini diukur menggunakan tes berpikir kreatif matematis yang terdiri dari 2 soal essay. Indikator berpikir kreatif matematis terdiri dari empat indikator yaitu (1) berpikir lancar; (2) berpikir luwes; (3) berpikir orisinil; dan (4) memperinci. Hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang diperoleh siswa akan disajikan pada Grafik berikut: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 8% 8% 3% 30% 51% Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Grafik 2 Hasil Perolehan Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa 6

Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada Grafik 2, diketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis sangat baik sebanyak 3 orang atau 8% dari total subjek penelitian, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis baik sebanyak 1 orang atau 3%, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis cukup sebanyak 19 orang atau 51%, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis kurang sebanyak 11 orang atau 30%, dan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis sangat kurang sebanyak 3 orang atau 8%. Selanjutnya akan dideskripsikan pola jawaban ke-37 siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan berpikir kreatif matematis per indikator berdasarkan tingkat disposisi matematis masing-masing siswa. Untuk indikator berpikir lancar (fluency), 68% dari total populasi siswa memberikan jawaban benar dengan menggunakan metode uji titik pojok dan metode garis selidik, 14% siswa memberikan jawaban benar hanya pada metode garis selidik, 5% siswa memberikan jawaban benar hanya pada metode uji titik pojok, dan 13% siswa tidak memberikan jawaban sama sekali. Dari fakta diatas dapat disimpulkan bahwa siswa lebih lancar dalam memberikan jawaban dengan menggunakan metode garis selidik daripada metode uji titik pojok. Untuk indikator berpikir luwes (flexibility), terdapat 87% siswa yang memberikan jawaban dan 13% siswa tidak memberikan jawaban sama sekali. Dari 87% siswa yang memberikan jawaban, 28% siswa memberikan jawaban benar dengan menggunakan metode uji titik potong, 6% siswa memberikan jawaban benar dengan menggunakan metode garis selidik, dan sisanya memberikan jawaban yang salah. Fakta ini memperlihatkan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan PL, siswa lebih luwes menggunakan metode uji titik pojok daripada metode garis selidik. Meskipun pada indikator berpikir lancar persentase siswa yang menjawab dengan metode garis selidik lebih banyak ketimbang metode uji titik pojok. Untuk indikator berpikir orisinil (originality), terdapat 89% siswa yang memberikan jawaban dan 11% siswa tidak memberikan jawaban sama sekali. Dari 89% siswa yang memberikan jawaban, siswa yang bisa memberikan jawaban benar sebanyak 10%, sedangkan 59% siswa lainnya memberikan jawaban yang salah. Dari 89% siswa yang memberikan jawaban, peneliti menemukan suatu fakta bahwa seluruh siswa tersebut memberikan jawaban menggunakan penalaran induktif melalui cara coba-coba. Mereka mencoba berbagai kemungkinan yang terjadi untuk pembelian 15 ekor binatang. Dari seluruh kemungkinan yang terjadi, selanjutnya akan dihitung mana keuntungan yang terbesar dari kemungkinankemungkinan tersebut. Untuk indikator memperinci (elaboration), dari 89% siswa yang memberikan jawaban, yang menjadi perbedaan antara satu siswa dan siswa lainnya adalah kemampuan siswa dalam menguraikan seluruh kemungkinan yang terjadi untuk pembelian 15 ekor binatang. Ada siswa yang merincikan seluruh kemungkinankemungkinan tersebut, namun ada pula siswa yang hanya bisa merincikan satu kemungkinan saja. Selanjutnya dari ke-37 siswa, dipilih 6 siswa yang berasal dari masingmasing kategori disposisi matematis, dengan 2 orang pada tiap kategori untuk 7

dilakukan wawancara mendalam. Pada disposisi matematis tinggi, 2 siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah FA dan SL. FA dipilih karena disposisi matematis dan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki FA merupakan yang terbaik di antara seluruh siswa. Pada indikator memperinci (elaboration), FA juga memberikan jawaban yang unik daripada siswa lainnya. FA memberikan jawaban dari 2 sudut pandang, yaitu sudut pandang ilmu matematika dan sudut pandang logika bisnis dirinya. Hal inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk menjadikan FA sebagai subjek wawancara. Sedangkan SL dipilih karena pada kategori disposisi matematis tinggi, kemampuan berpikir kreatif SL merupakan yang terendah bersama RRR pada kelompoknya. Pada kategori disposisi matematis sedang, 2 siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah RI dan SYF. RI dipilih karena kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki RI merupakan yang terendah sedangkan SYF dipilih karena kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki SYF merupakan yang tertinggi pada kelompoknya. Pada kategori disposisi matematis rendah, 2 siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah AM dan MJK. AM dipilih karena kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki AM merupakan yang tertinggi sedangkan MJK dipilih karena kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki MJK merupakan yang terendah. Pembahasan Berdasarkan tujuan penelitian, pada bagian ini akan dibahas mengenai kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang dikaji dari tingkat disposisi matematis siswa. Adapun kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan dibahas satu per satu sesuai indikatornya masing-masing. 1. Berpikir lancar (fluency) Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada indikator berpikir lancar (fluency) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 3 berikut: 2 1,5 1,2 1,6 1,4 1 0,5 Grafik 4.3 Rata-Rata Skor Berpikir Lancar (fluency) Siswa Kelas XII MAN 1 Pontianak 2015/2016 0 Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Lancar Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Rendah Disposisi Matematis Sedang Grafik 3 Rata-Rata Skor Berpikir Lancar (fluency) Siswa 8

Dari Grafik 3 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir lancar (fluency), siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 1,2; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 1,6; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 1,4. Dari fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor yang lebih baik daripada disposisi matematis tinggi dan rendah. Dilihat dari deskripsi jawaban yang diberikan oleh siswa, diketahui bahwa 4 dari 5 orang siswa pada kategori siswa dengan disposisi matematis tinggi, keliru dalam menyebutkan metode penyelesaian pertama. Keempatnya hanya benar dalam menyebutkan metode penyelesaian kedua yaitu metode garis selidik. Hal inilah yang menjadi penyebab rata-rata skor berpikir lancar (fluency) kategori siswa disposisi matematis tinggi lebih rendah daripada siswa disposisi sedang. 2. Berpikir luwes (flexibility) Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada indikator berpikir luwes (flexibility) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 4 berikut: 4 3 2 2,2 1 0,9 0,3 0 Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Luwes Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Rendah Disposisi Matematis Sedang Grafik 4 Rata-Rata Skor Berpikir Luwes (flexibility) Siswa Dari Grafik 4 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir luwes (flexibility), siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 2,2; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 0,9; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 0,3. Dari fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah. Jika dibandingkan dengan Grafik 3, terdapat perbedaan yang fluktuatif pada grafik tiap kategori disposisi matematis. Dilihat dari deskripsi jawaban yang diberikan oleh siswa, diketahui bahwa siswa pada kategori disposisi matematis sedang dan rendah banyak yang tidak bisa menyelesaikan dengan benar bagaimana penyelesaian dengan menggunakan metode uji titik pojok dan metode garis 9

selidik. Sedangkan siswa pada kategori disposisi matematis tinggi justru banyak yang bisa memberikan jawaban benar meskipun pada indikator berpikir lancar (fluency) 4 dari 5 siswa memberikan jawaban yang salah. Dari analisa jawaban siswa pada kategori disposisi matematis tinggi, peneliti menemukan indikasi adanya kesalahan penggunaan istilah dalam menyebutkan metode uji titik pojok. Hal ini yang akan menjadi bahan bagi peneliti untuk menggali siswa lebih dalam pada saat wawancara. 3. Berpikir orisinil (originality) Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada indikator berpikir orisinil (originality) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 5 berikut: 4 4 3 2 2 1 0,67 0 Rata-Rata Skor Indikator Berpikir Orisinil Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Rendah Disposisi Matematis Sedang Grafik 5 Rata-Rata Skor Berpikir Orisinil (Originality) Siswa Dari Grafik 5 dapat dilihat bahwa untuk indikator berpikir orisinil (originality), siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 4; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 4; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 0,67. Dari fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah. 4. Memperinci (elaboration) Perolehan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada indikator memperinci (elaboration) sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 6 berikut: 10

4 3 2 2,2 1,9 1 1 0 Rata-Rata Skor Indikator Memperinci Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang Disposisi Matematis Rendah Grafik 6 Rata-Rata Skor Memperinci (Elaboration) Siswa Dari Grafik 6 dapat dilihat bahwa untuk indikator memperinci (elaboration), siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 2,2; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 1,9; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 1. Dari fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor yang lebih baik daripada disposisi matematis sedang dan rendah. Jika dibandingkan dengan Grafik 5, terdapat perbedaan yang fluktuatif antara rata-rata skor memperinci siswa dengan rata-rata skor berpikir orisinil. Dilihat dari deskripsi jawaban yang diberikan oleh siswa, diketahui bahwa penyebab terjadinya perbedaan tersebut adalah kemampuan memperinci siswa dalam menguraikan gagasan-gagasan baru masih rendah. Banyak siswa yang memberikan jawaban dengan menggunakan cara yang baru, namun tidak dapat menjelaskannya dengan rinci. Hal ini yang menyebabkan untuk indikator berpikir orisinil siswa tersebut sudah baik, namun dari indikator memperinci justru sebaliknya. Adapun rata-rata skor keseluruhan indikator berpikir kreatif siswa sesuai tingkat disposisi matematisnya, dapat dilihat pada Grafik 7 berikut: 14 12 10 8 6 4 2 0 9,6 6,4 3,4 Rata-Rata Skor Seluruh Indikator Disposisi Matematis Tinggi Disposisi Matematis Sedang Disposisi Matematis Rendah Grafik 7 11

Rata-Rata Skor Keseluruhan Indikator Berpikir Kreatif Siswa Dari Grafik 7 dapat dilihat bahwa untuk keseluruhan indikator, siswa dengan disposisi matematis tinggi memperoleh rata-rata skor 9,6; siswa dengan disposisi matematis sedang memperoleh rata-rata skor 6,4; dan siswa dengan disposisi matematis rendah memperoleh rata-rata skor 3,4. Dari fakta tersebut ternyata siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif yang lebih tinggi daripada siswa dengan disposisi matematis sedang dan rendah. Jika dikaitkan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin baik disposisi matematis seseorang maka akan menopang kemampuan matematisnya untuk lebih baik pula, terdapat beberapa kasus pada penelitian ini yang kurang sejalan dengan teori tersebut. Kasus tersebut peneliti temukan terjadi pada siswa SL, SYF dan RI. Untuk mencari penyebab dari kurang sejalannya antara teori dan kasus ketiga siswa tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan wawancara kepada mereka untuk menggali lebih dalam disposisi matematisnya. Hal ini berlandaskan dari NCTM (2000:17) yang menyatakan bahwa disposisi matematis selain diukur dengan menggunakan angket, juga harus ditopang dengan wawancara. Berdasarkan hasil wawancara seperti yang terdapat pada Lampiran C-3, peneliti menemukan bahwa adanya perbedaan dari lembar angket yang diisi oleh SL dan hasil wawancara. Pada lembar angket disposisi matematis (Lampiran A- 6), ditemukan bahwa butir pernyataan nomor 5, 6, 10, 15, 16, 21, 28, dan 29 yang dijawab SL pada angket berbeda hasilnya dengan saat wawancara. Ketika mengisi lembar angket, SL merasa yakin bahwa dirinya bisa menyelesaikan soal-soal Program Linear yang diberikan, dan SL menyatakan bahwa dirinya akan mencoba alternatif cara lain dalam menyelesaiakan soal. Namun ketika peneliti melakukan wawancara setelah sebelumnya SL diminta untuk mengerjakan kembali soal kemampuan berpikir kreatif, peneliti menemukan bahwa SL tidak cukup yakin bahwa dirinya bisa menyelesaikan soal. Dan ketika peneliti meminta SL untuk mencoba mengerjakan dengan alternatif cara yang lain, SL juga tidak bisa memberikannya. Setelah peneliti melakukan wawancara, peneliti menemukan bahwa satu di antara penyebab mengapa SL pada awalnya yakin bisa menyelesaikan soal, namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya adalah bahwa soal yang diberikan peneliti merupakan soal yang baru diluar yang guru berikan pada kehidupan sehari-hari. Ketidakbiasaan dalam mengerjakan soal diluar pola soal yang diberikan oleh guru yang membuat SL kesulitan dalam menjawab soal peneliti. Peneliti juga menemukan hal yang sama dengan siswa SYF. Pada lembar angket disposisi matematis SYF (Lampiran A-6), ditemukan bahwa butir pernyataan nomor 5, 10, dan 29 yang dijawab SYF pada angket berbeda hasilnya dengan saat wawancara. Setelah peneliti melakukan wawancara (Lampiran C-3), peneliti menemukan bahwa salah satu penyebab timbulnya perbedaan tersebut berasal dari faktor internal SYF. SYF merupakan orang yang tertutup dan tidak ingin terlalu menonjolkan diri. Namun ketika diberikan soal-soal matematika SYF bisa menyelesaikannya. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa SYF merupakan juara pertama di kelasnya. 12

Ketidaksesuaian antara lembar angket yang diisi dan hasil wawancara juga peneliti temukan terhadap siswa RI. Pada lembar angket disposisi matematis RI (Lampiran A-6), ditemukan bahwa butir pernyataan nomor 4, 9, 21, dan 28 yang dijawab RI pada angket berbeda hasilnya dengan saat wawancara. RI mengakui bahwa dirinya memang bersemangat dalam belajar matematika, namun RI juga mengakui bahwa kemampuan matematisnya sangat kurang. RI bersemangat ketika belajar di dalam kelas saja. Ketika diluar kelas atau dirumah, RI sangat jarang belajar matematika dikarenakan ada hal lain yang lebih asyik bagi dirinya ketimbang belajar matematika. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa RI memiliki daya ingat yang tidak begitu baik. Sehingga semangat yang muncul ketika belajar di dalam kelas akan meluap setelah pelajaran selesai. Adanya ketidaksesuaian antara hasil angket yang diisi oleh siswa dan hasil wawancara membenarkan pernyataan NCTM (2000:17) yang menyatakan bahwa disposisi matematis selain diukur dengan menggunakan angket, juga harus ditopang dengan wawancara. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Wiriandi, 2015) dimana untuk mengukur disposisi matematis siswa tidak cukup jika hanya menggunakan lembar angket disposisi, namun juga diperlukan wawancara yang mendalam terhadap siswa untuk melihat kebenarannya. Secara keseluruhan, berdasarkan data ke-37 subjek penelitian, terindikasi bahwa terdapatnya hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan disposisi matematis siswa. Siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif sebesar 9,6 dengan kategori baik. Siswa yang memiliki disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif sebesar 6,4 dengan kategori cukup. Dan siswa yang memiliki disposisi matematis rendah memiliki rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif sebesar 3,4 dengan kategori kurang. Hal tersebut sejalan dengan NCTM (2000:8) yang menyatakan bahwa sikap dan keyakinan (disposisi matematis) siswa dalam menghadapi matematika dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam menyelesaikan masalah matematis. Dalam dokumen Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics (NCTM, 2000), disposisi tidak sekedar merujuk pada sikap tetapi juga kecenderungan berpikir dan bertindak secara positif. Disposisi matematis siswa dapat dilihat dalam cara siswa mendekati suatu masalah, apakah dengan percaya diri, mempunyai kemauan kuat untuk menyelesaikannya, tekun, dan tertarik, serta cenderung untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipikirkannya. Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Belajar matematika tidak hanya mengembangkan ranah kognitif. Ketika siswa berusaha menyelesaikan masalah matematis, antara lain diperlukan rasa ingin tahu, ulet, percaya diri, serta melakukan refleksi atas cara berpikir. Dalam matematika hal tersebut dinamakan disposisi matematis (Karlimah, 2010:10). 13

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, wawancara dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Siswa dengan disposisi matematis tinggi memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 9,6 dengan kategori baik; (2) Siswa dengan disposisi matematis sedang memiliki rata-rata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 6,4 dengan kategori cukup; (3) Siswa dengan disposisi matematis rendah memiliki ratarata skor berpikir kreatif secara keseluruhan sebesar 3,4 dengan kategori kurang; (4) Terindikasi terdapatnya hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan disposisi matematis. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki disposisi matematis tinggi memiliki kemampuan berpikir kreatif baik pula. Saran Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan temuan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Dalam mengukur disposisi matematis siswa, sebaiknya data hasil lembar angket disposisi matematis wajib ditopang dengan melakukan wawancara disposisi matematis agar disposisi matematis siswa yang diperoleh tidak keliru; (2) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian kualitatif, sebaiknya mempersiapkan diri dengan banyak latihan dalam menggali informasi agar pada saat melakukan wawancara bisa memperoleh data yang mendalam; (3) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai kemampuan berpikir kreatif, instrumen soal sebaiknya memberikan kebebasan bagi sisa dalam menjawab; (4) Menggunakan model wawancara klinis dalam melakukan wawancara terhadap siswa; (5) Bagi guru yang mengajar di sekolah, sebaiknya siswa dibiasakan untuk diberikan soal-soal yang menunjang berpikir kreatif siswa. DAFTAR RUJUKAN Asrori, Ali. 2015. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas. 2006. Standar isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Karlimah. 2010. Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Katz, L. 1993. Dispositions as educational goals. Urbana, IL: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education. Mahmudi, Ali. 2010. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Manado: Universitas Negeri Yogyakarta. Munandar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. 14

NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers Mathematics, Inc. Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Sugilar, 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Disposisi Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Melalui Pembelajaran Generatif. Bandung: STKIP Siliwangi. Widiani, Tresia. 2016. Penerapan Pendekatan Saintifik Dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Berpikir Kreatif Siswa. Pontianak: Universitas Tanjungpura. 15