BAB II KAJIAN TEORITIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIK"

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pembelajaran Treffinger Model pembelajaran Treffinger adalah model pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kreatif. Model pembelajaran ini merupakan salah satu model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan, yang melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap levelnya. Dengan melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, Treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduannya untuk mendorong belajar kreatif (Munandar, 1999). Menurut Darminto (2010) model pembelajaran Treffinger merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat developmental dan lebih mengutamakan aspek proses.treffinger mengusulkan sebuah model praktis untuk menggambarkan tiga level yang berbeda dari belajar kreatif, dengan mempertimbangkan dimensi dari kognitif dan afektif di setiap level. Menggambarkan susunan tiga tingkat yang dimulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk (Nisa, 2011). Dengan kreativitas yang dimiliki siswa, berarti siswa mampu menggali potensi dalam menemukan ide-ide serta 7

2 8 menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi dengan melibatkan proses berpikir. Selain siswa akan terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada tahap pertama dan kedua untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tahap ketiga. Pembelajaran dengan mengimplementasikan model Treffinger dapat menumbuhkan kreativitas siswa dalam menyelesaikan masalah, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) lancar dalam menyelesaikan masalah; b) mempunyai lebih dari satu ide jawaban; c) berani mempunyai jawaban "baru"; (d) menerapkan ide yang dibuatnya melalui diskusi dan bermain peran; e) membuat cerita dan menuliskan ide penyelesaian masalah; f) mengajukan pertanyaan atau argumen sesuai dengan konteks yang dibahas; g) menyesuaikan diri terhadap masalah dengan mengidentifikasi masalah; h) percaya diri, dengan bersedia menjawab pertanyaan; h) mempunyai rasa ingin tahu dengan bertanya; i) memberikan masukan dan terbuka terhadap pengalaman dengan bercerita; j) kesadaran dan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah; k) santai dalam menyelesaikan masalah; l) aman dalam menuangkan pikiran; m) mengimplementasikan soal cerita dalam kehidupannya, dan mencari sendiri sumber untuk menyelesaikan masalah (Haryono dalam Nisa, 2011). Darminto (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran Treffinger memiliki tiga tahap kegiatan operasional yaitu: a) orientasi, pemahaman diri dan kelompok; b) pengembangan kreativitas dan

3 9 berpikir, serta c) pengembangan kemampuan memecahkan masalah. Dalam setiap tahapnya memiliki tujuan konkret untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif yang diharapkan. Berikut langkah-langkah pembelajaran Treffinger menurut Munandar (2009) adalah sebagai berikut : a. Tingkat I ( Basic Tools) Dalam tahap basic tool atau teknik kreatifitas meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Tingkat I merupakan dasar dimana belajar kreatif berkembang. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain. Kemampuan kognitif yang diharapkan pada tingkat I adalah kelancaran, kelenturan, keaslian, kognisi dan ingatan. Sedangkan kemampuan afektif yang diharapkan adalah rasa ingin tahu, kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan menerima kesamaan atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap masalah dan tantangan, percaya diri, kesadaran, dan keberanian mengambil resiko. Teknik-teknik yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Memberikan Pemanasan (Warning Up) Dalam teknik pemanasan kegiatan yang dilakukan yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang menimbulkan minat dan

4 10 rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah. 2) Sumbang Saran (Brainstorming) Sumbang saran dilakukan dalam kelompok kecil ataupun dilakukan secara individu. Jika dilakukan dalam kelompok kecil, cara yang dilakukan adalah salah seorang siswa mencatat dan menghitung jumlah jawaban yang diberikan. Setiap anggota kelompok harus mentaati aturan sumbang saran. Aturan yang harus diperhatikan dalam sumbang saran menurut Osborn (Munandar, 2009) adalah : a) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan b) Kebebasan dalam memberikan gagasan c) Gagasan sebanyak mungkin d) Kombinasi dan peningkatan gagasan Untuk memudahkan proses kegiatan yang dilakukan, guru dapat memberikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan masalah untuk meningkatkan kelenturan pemikiran yang merupakan salah satu aspek dari berpikir kreatif. 3) Pertanyaan yang Memacu Gagasan (Idea Spurring Question) Guru memberikan suatu masalah terbuka dengan jawaban lebih dari satu penyelesaian. Penggunaan teknik ini menyarankan macam-macam kemungkinan dan meningkatkan kelenturan pemikiran siswa.

5 11 b. Tingkat II (Practice with Process) Practice with Process yaitu teknik-teknik kreativitas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat I dalam situasi praktis, berupa penggunaan gagasan kreatif dalam situasi kompleks yang melibatkan proses pemikiran, perasaan, ketegangan dan konflik. Kemampuan kognitif yang diharapkan pada tingkat II meliputi penerapan, analisis, sintesis, penilaian (evaluasi), transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metafor). Sedangkan kemampuan afektif yang diharapkan meliputi keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian pada masalah, penggunaan khayalan dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan keselamatan psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Salah satu teknik yang digunaka pada tahap ini adalah syntetic. Pada teknik ini siswa dilatih untuk berpikir berdasarkan analogi dalam pemecahan masalah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan masalah yang ada pada suatu permasalahan yang ada agar semua terlihat jelas. Kegiatan selanjutnya berlangsung dengan seluruh kelas yang dipimpin oleh guru atau dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh siswa.

6 12 c. Tingkat III (Working with Real Problem) Working with Real Problem yaitu teknik-teknik kreatif tingkat III yang menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga mengkontruksi pengetahuan atau informasi kedalam dunia nyata. Pada tingkat ini merupakan tahap pada penggunaan proses perasaan dan pemikiran kreatif untuk memecahkan masalah secara mandiri. Kemampuan kognitif yang diharapkan pada tingkat III meliputi Belajar mandiri dan penemuan, pengarahan diri, pengelolaan sumber, dan pengembangan produk. Sedangkan kemampuan afektif yang diharapkan meliputi pembribadian nilainilai, sikap dan komitmen terhadap kehidupan produktif, mengarah pada aktualisasi/perwujudan diri. Dalam ranah pengenalan, hal ini berarti keterlibatan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mandiri dan diarahkan sendiri. Langkah-langkah pembelajaran Treffinger yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pendahuluan 1) Guru menyampaikan dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2) Guru menjelaskan secara garis besar materi yang akan dipelajari.

7 13 3) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa. b. Kegiatan Inti 1) Basic Tools a) Guru membagikan lembar kerja kelompok (LKK), melalui LKK tersebut siswa diberikan masalah terbuka. b) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya dan menuliskan ide atau gagasannya terkait masalah terbuka yang diberikan. c) Selama kegiatan diskusi guru memantau dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKK. d) Salah satu perwakilan kelompok membacakan hasil yang telah diperoleh. 2) Practice with Process a) Guru memberikan masalah yang lebih kompleks kepada masing- masing kelompok untuk didiskusikan melalui lembar kerja kelompok (LKK). b) Setiap siswa bersama kelompoknya berdiskusi. Selama kegiatan diskusi guru memantau dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKK. c) Salah satu perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok yang lain memberi tanggapan. d) Guru mengecek hasil yang telah diperoleh siswa untuk meluruskan konsep materi yang sedang diajarkan.

8 14 e) Guru memberikan reward pada masing-masing kelompok. 3) Working with Real Problem a) Guru memberikan soal mandiri. b) Guru membimbing siswa penyelesaian secara mandiri. c) Siswa bersama dengan guru menyimpulkan jawaban yang benar dan tepat. 4) Penutup a) Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan materi yang telah dipelajari. b) Guru memberi pekerjaan rumah (PR). Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Treffinger menurut Huda (2013) adalah sebagai berikut : Kelebihan : a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. b. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran. c. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah penyelesaiannya sendiri. d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.

9 15 e. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru. Kekurangan : a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi masalah. b. Ketidaksiapan siswa untuk menghadapi masalah baru yang dijumpai di lapangan. c. Model ini mungkin tidak terlalu cocok diterapkan untuk siswa taman kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar. d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan siswa melakukan tahap-tahap di atas. 2. Kemampuan Berpikir Divergen Kemampuan berpikir divergen merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kreativitas dan penting dikuasai siswa terutama dalam pembelajaran matematika. Menurut Munandar (Haryanto, 2006) berpikir divergen adalah berpikir kreatif, berpikir untuk memberikan bermacam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada kuantitas, keragaman, dan orijinalitas jawaban. Berpikir divergen terjadi ketika adanya stimulus yang mendorong pencarian jawaban lebih dari satu, memungkinkan banyaknya ide atau solusi suatu permasalahan (Widowati, 2008). Haryanto (2006) menyatakan bahwa cara berpikir divergen secara umum memiliki karakteristik; a) lateral, artinya memandang suatu

10 16 persoalan dari beberapa sisi; b) divergen menyebar ke berbagai arah untuk menentukan banyak jawaban; c) holistik dan sistemik, bersifat menyeluruh (global); d) intuitif-imajinatif; e) independen; f) tidak teramalkan (unpredictable). Selain itu menurut Munandar (Widowati, 2008) berpikir divergen diasosiasikan dalam empat karakteristik, yaitu: fluency (kemampuan secara cepat menghasilkan banyak ide atau solusi suatu persoalan), flexibility (kapasitas untuk tanggap pada berbagai pendekatan terhadap permasalahan yang berkelanjutan), originality (kecenderungan untuk menghasilkan ide yang berbeda dari orang lain pada umumnya), dan elaboration (kemampuan untuk berpikir melalui kedetailan ide dan mewujudkannya). Menurut Isaksen, Dorval & Treffinger (Sudiarta, 2005) mendefinisikan bahwa berpikir divergen sebagai kemampuan untuk mengkonstruksi atau menghasilkan berbagai respon yang mungkin, ideide, opsi-opsi atau alternatif-alternatif untuk suatu permasalahan atau tantangan. Kemampuan berpikir divergen penting dalam memecahkan permasalahan matematika dengan mengkontruksi berbagai kemungkinan jawaban yang masuk akal dengan multi solusi. Menurut Guilford ( Kwon, dkk 2006) berpikir divergen merupakan suatu tindakan yang beragam dalam memecahkan suatu masalah bukan dengan satu jawaban tetapi berpikir dengan perspektif yang berbeda. Berpikir divergen paling tidak menekankan: a) adanya proses interpretasi dan evaluasi terhadap berbagai ide-ide; b) proses motivasi

11 17 untuk memikirkan berbagai kemungkinan ide yang masuk akal, dan c) pencarian terhadap kemungkinan-kemungkinan yang tak biasanya (non rutin) dalam mengkonstruksi ide-ide unik (Sudiarta, 2005). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir divergen adalah kemampuan dalam mengkontruksi atau menghasilkan lebih dari satu ide atau alternatif jawaban yang masuk akal dan tak biasa (non rutin) sebagai suatu solusi dalam pemecahan masalah. Untuk mengukur kemampuan berpikir divergen siswa pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa indikator sebagai berikut : a. Memberikan lebih dari satu alternatif jawaban yang masuk akal berdasarkan informasi yang diberikan. b. Memberikan jawaban secara detail / rinci. c. Memberikan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang tak biasa (non rutin) dalam mengkonstruksi ide-ide unik. 3. Disposisi Matematis Salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar matematika siswa adalah disposisi matematis. Menurut Katz (1993) disposisi merupakan kecenderungan untuk berperilaku secara sadar (consciusly), teratur (frecuently), dan sukarela (voluntary) untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Sumarmo (2012) disposisi matematis (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan

12 18 berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Disposisi matematik siswa dapat dilihat ketika siswa menghadapi soal-soal atau tugas apakah mereka mempunyai minat, dan rasa percaya diri untuk mencoba menyelesaikan dengan berbagai alternatif dan merefleksikan pemikiran mereka sendiri. Disposisi diperlukan siswa saat menghadapi permasalahan atau soal matematika yang menantang. Agar siswa tidak mudah menyerah dan berusaha untuk menyelesaikan masalah matematis diperlukan disposisi matematis yang tinggi. Beberapa sikap yang dapat menumbuhkan disposisi matematis adalah antusias dalam belajar matematika, tidak mudah menyerah dalam menghadapi soal, percaya diri, rasa ingin tahu, dan berusaha mencari alternatif dalam memecahkan masalah. Sikap dan kebiasaan berpikir yang baik pada hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematis (mathematical disposition)(sugilar, 2013). Polking (Sumarmo, 2012) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan : a) rasa percaya diri dalam menggunakan matematik, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan; b) fleksibilitas dalam meyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah; c) tekun mengerjakan tugas matematik; d) minat, rasa ingin tahu dan daya temu dalam melakukan tugas matematik; e) cenderung memonitor, merefleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; f)

13 19 menilai aplikasi matematika kesituasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; g) apresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Pendapat lain menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell (Syaban, 2013) yang menamakan disposisi matematis sebagai productive disposition (disposisi produktif), yakni pandangan terhadap matematika sebagai sesuatu yang logis, dan menghasilkan sesuatu yang berguna dengan menunjukkan gairah dalam belajar matematika, menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar, menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan, menunjukkan rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah, menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan untuk berbagi dengan orang lain. Selain itu menurut Standar 10 NCTM (2000) (Sumarmo, 2012) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan : rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaiakan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa disposisi matematik merupakan kecenderungan berpikir dan bertindak secara matematik dengan cara yang positif seperti ketertarikan, apresiasi, dan dedikasi yang kuat terhadap matematika. Untuk mengukur disposisi matematis siswa pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa indikator sebagai berikut :

14 20 a. Rasa percaya diri dalam menyelesaikan masalah matematika, mengkomunikasika ide-ide matematis dan memberikan argumentasi. b. Menerapkan metode alternatif dalam menyelesaikan masalah. c. Gigih, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas matematika. d. Mempunyai minat, dan rasa ingin tahu dalam belajar matematika. e. Mengevaluasi dan merefleksi proses berpikir dan kinerja. f. Menilai/mengaplikasikan kegunaan matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari. g. Berbagi pendapat dengan orang lain. B. Hasil Penelitian Relevan Hasil penelitian dari Isnaini, dkk (2016) menunjukkan bahwa model pembelajaran Treffinger sangat potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil penelitian dari Sari (2015) menunjukkan bahwa model pembelajaran Treffinger berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan model pembelajaran Treffinger berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif mahasiswa. Persamaan penelitian ini dengan peneltian Isnaeni,dkk (2016) dan Sari (2015) tersebut adalah variabel bebasnya, yaitu menggunakan pembelajaran Treffinger. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan adalah penelitian menggunakan pembelajaran Treffinger terhadap variabel terikatnya yaitu disposisi matematis siswa.

15 21 Hasil penelitian dari Sugilar (2013) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional dan disposisi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sugilar (2013) adalah variabel terikatnya, yaitu disposisi matematis siswa. Sedangkan perbedaannya adalah pada variabel bebasnya, yaitu pembelajaran Treffinger. C. Kerangka Pikir Hasil belajar matematika dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu kognitif dan afektif. Salah satu aspek kognitif adalah kemampuan berpikir divergen. Kemampuan berpikir divergen merupakan kemampuan dalam mengkontruksi atau menghasilkan lebih dari satu ide atau alternatif jawaban yang masuk akal dan tak biasa (non rutin) sebagai suatu solusi dalam pemecahan masalah. Sedangkan aspek lainnya yaitu aspek afektif. Salah satu aspek afektif adalah disposisi matematis. Disposisi matematis adalah kecenderungan berpikir dan bertindak secara matematik dengan cara yang positif seperti ketertarikan, apresiasi, dan dedikasi yang kuat terhadap matematika. Model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya kemampuan berpikir divergen dan disposisi matematis dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran Treffinger. Model pembelajaran ini merupakan salah satu model yang menangani masalah kreativitas secara

16 22 langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan, yang melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap levelnya. Pembelajaran Treffinger merupakan model yang sangat mendukung kemampuan berpikir divergen dan disposisi matematis siswa untuk berkembang. Langkah dari proses pembelajaran Treffinger mampu mendukung indikator kemampuan berpikir divergen dan berkaitan dengan indikator disposisi matematis siswa. Salah satu proses pembelajaran Treffinger yaitu ketika menuliskan ide atau gagasan terkait dengan masalah terbuka, siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan berpikir divergen dan ketika itu pula disposisi matematis siswa akan berkembang seperti menerapkan metode alternatif dalam menyelesaikan masalah dimana hal tersebut merupakan salah satu indikator disposisi matematis. Jadi keterkaitan kemampuan berpikir divergen dan disposisi matematis siswa terletak dari masing-masing indikatornya, dimana kemampuan berpikir divergen mampu mengembangkan siswa dalam mengkontruksi atau menghasilkan lebih dari satu ide atau alternatif jawaban yang masuk akal dan tak biasa (non rutin) sebagai suatu solusi dalam pemecahan masalah. Sedangkan disposisi matematis mampu mengembangkan siswa dalam menghadapi soal-soal atau tugas apakah mereka mempunyai minat, dan rasa percaya diri untuk mencoba menyelesaikan dengan berbagai alternatif dan merefleksikan pemikiran mereka sendiri. Selain itu, pembelajaran Treffinger juga sangat mendukung

17 23 perkembangan kemampuan berpikir divergen dan disposisi matematis siswa, dimana pembelajaran Treffinger dapat mengembangkan kreativitas yang dimiliki siswa, sehingga siswa mampu menggali potensi dalam menemukan ide-ide,menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi dengan melibatkan proses berpikir, dan dapat menilai/mengaplikasikan kegunaan matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran Treffinger berpengaruh terhadap kemampuan berpikir divergen siswa. 2. Pembelajaran Treffinger berpengaruh terhadap disposisi matematis siswa.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pemecahan Masalah Matematis Setiap individu selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan sehari harinya. Mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Treffinger Model treffinger merupakan salah satu model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Open-ended Problem Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem that are formulated to have multiple correct answer incomplete

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan. 7 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II ini, penulis akan membahas tentang apa itu kemampuan koneksi matematik dan disposisi matematik; KI, KD, dan Indikator pencapaian kompetensi dari materi pelajaran; penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985) II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Sebelum kita mengetahui pengertian kemampuan pemecahan masalah, terlebih dahulu kita harus mengetahui

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Pembelajaran, hal. 293-297 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai keterampilan

Lebih terperinci

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP Fransiskus Gatot Iman Santoso Universitas Katolik Widya Mandala Madiun ABSTRAK.Tujuan matematika diajarkan

Lebih terperinci

PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA Tintin Desiyanti 1, Isrok atun 2, Ani Nur Aeni 3 1,2,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, kurikulum sangat berperan penting untuk pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein, yang berarti mempelajari. Kebanyakan orang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal menengah sekarang ini yang sedang banyak diminati masyarakat adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam peranannya SMK tidak hanya menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan global maka peningkatan mutu pendidikan matematika di semua jenis

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang penelitian mengenai kemampuan koneksi dan disposisi matematis, rumusan masalah yang ingin diteliti, tujuan penelitian serta manfaat penelitian. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Koneksi NCTM (2000) menyatakan bahwa matematika bukan suatu kumpulan topik dan juga bukan suatu kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi saat ini telah banyak aspek kehidupan manusia. Salah satunya yang mendasari hal tersebut adalah pendidikan. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Means Ends-Analysis, Model Pembelajaran Konvensional,Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematik 1. Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) Model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja yang akan dapat mengikuti dan bertahan (survive) di persaingan global,

BAB I PENDAHULUAN. saja yang akan dapat mengikuti dan bertahan (survive) di persaingan global, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan berpikir kritis di era globalisasi seperti sekarang ini menjadi suatu keharusan, khususnya bagi para peserta didik sebagai generasi penerus bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika seharusnya berpusat pada siswa, bukan pada guru. Belajar matematika merupakan proses mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai 182 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Yang berkaitan dengan membaca bukti a. Secara keseluruhan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN SETTING MODEL TREFFINGER UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN SETTING MODEL TREFFINGER UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA PEDAGOGIA Vol. 1, No. 1, Desember 2011: 35-50 PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN SETTING MODEL TREFFINGER UNTUK MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA Titin Faridatun Nisa Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan

Lebih terperinci

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang begitu besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Salah satu dampak tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kilpatrick et al. (2001), strategic

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kilpatrick et al. (2001), strategic BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategic Competence Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kilpatrick et al. (2001), strategic competence merupakan salah satu kecakapan dari lima jenis kecakapan yang perlu dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan (Mathematics is the queen of the sciences), maksudnya ialah bahwa matematika itu tidak bergantung kepada bidang studi lain;...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan mata pelajaran pokok mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, baik di sekolah yang berbasis agama maupun berbasis umum. Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembelajaran matematika ialah agar siswa mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembelajaran matematika ialah agar siswa mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran matematika ialah agar siswa mampu menghadapi perkembangan kehidupan yang selalu berubah-ubah. Menurut Depdiknas (2006:388) mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kreativitas diperlukan setiap individu untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang ketat pada era globalisasi sekarang ini. Individu ditantang untuk mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi saat sekarang ini berkembang sangat pesat. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan 1.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan 1. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Kreatif Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan 1. Terdapat bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat menggali potensi yang ada dalam diri manusia. Selain itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dalam mendorong belajar kreatif. dikembangkan dari model belajar kretif yang bersifat develop mental

BAB II KAJIAN TEORI. dalam mendorong belajar kreatif. dikembangkan dari model belajar kretif yang bersifat develop mental 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Treffinger a. Pengertian Model Treffinger Model treffinger merupakan model belajar kreatif yang dapat membantu siswa dalam memahami materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua siswa mulai dari SD, SMP sampai SMA dan bahkan hingga di Perguruan Tinggi pun matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1) Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat hubungan yang baru dan lebih berguna dari informasi yang telah kita ketahui sebelumnya. Sehingga

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha dan sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Group to Group Exchange (GGE), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Pembelajaran Discovery Learning, Disposisi Matematis 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menyebutkan

Lebih terperinci

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING Adi Asmara Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMB Email: asmaraadi@gmail.com Abstrak Pembelajaran matematika dengan pemahaman memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana untuk mendidik seseorang agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan kini mengalami banyak perkembangan yang

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Melalui pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Melalui pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang berkualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang berkualitas dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. Dampak dari perkembangan ini menuntut adanya individu-individu yang berkualitas, yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A-10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Pembelajaran Matematika Dalam proses pembelajaran, seorang guru akan memilih strategi tertentu agar pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pula

Lebih terperinci

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta) PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL TREFFINGER (PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkan ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Hadi, (2005:3) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkan ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Hadi, (2005:3) bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan dasar dari segala ilmu pengetahuan yang ada dalam pendidikan formal maupun informal yang tidak dapat dipisahkan dari semua ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011). 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir adalah kecakapan menggunakan akal menjalankan proses pemikiran/kemahiran berfikir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi siswa. Kegiatan pendidikan diarahkan kepada pencapaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21. Perhatian yang terjadi bukan karena mutu pendidikan yang semakin hebat, melainkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman, ketua pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar dikelas merupakan sesuatu yang perlu menjadi perhatian guru. Proses ini perlu untuk dievaluasi dan diberikan tindakan untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tantangan era globalisasi yang semakin berat, yaitu diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Mathematical Habits of Mind Djaali (2008) mengemukakan bahwa melakukan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci