BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Luka yang sulit sembuh merupakan salah satu komplikasi pada penderita Diabetes Melitus (DM). Sebanyak 15 % dari seluruh populasi penderita DM memiliki komplikasi berupa luka diabetes (Fard et al., 2007). Pada tahun 2000, di Indonesia terdapat penderita DM sebanyak 8,4 juta orang. Pada tahun 2030 diprediksi meningkat menjadi 21, 3 juta orang. Indonesia menempati peringkat keempat jumlah penderita DM terbanyak di dunia (Wild et al., 2004). Komplikasi luka pada penderita diabetes memunculkan risiko amputasi dan dampak pembiayaan yang tinggi. Risiko amputasi pada penderita luka DM lebih tinggi 15-46 kali dibandingkan dengan luka pada non diabetes (Lavery et al., 1996). Di Amerika biaya perawatan luka DM sebesar $ 1,5 juta/tahun (NIH, 2007). Penyembuhan luka terjadi melewati 3 tahapan. Tahap pertama inflamasi, tahap kedua proliferasi dan tahap ketiga remodelling. Pada tahap inflamasi didominasi oleh makrofag M1. Jumlah puncak makrofag M1 pada luka hari ke-3. Pada tahap proliferasi jumlah makrofag M1 berangsur turun dan digantikan oleh makrofag M2. Makrofag M2 menghasilkan sitokin yang berguna untuk proliferasi. Pada tahap remodelling sebagian besar sel imun dan miofibroblas mengalami apoptosis dan migrasi keluar dari jaringan luka (Mosser and Edwards, 2008; Moon et al., 2011). Hiperglikemia menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan reaksi non enzimatik antara protein dan lipid dengan gugus gula (glycation). Reaksi tersebut 1
menghasilkan advance glycation end product (AGE). Hal ini berakibat pada gangguan fungsi beberapa sel tubuh seperti makrofag dan endotel (Khanna et al., 2010). Makrofag pada penderita DM mengalami keterlambaatan aktivasi. Keterlambatan aktivasi tersebut menyebabkan jumlah makrofag M1 tidak optimal dalam proses inflamasi (Maruyama et al., 2007). Jumlah makrofag M1 yang tidak optimal menyebabkan produksi inducible nitric oxide (inos) sebagai prekursor nitric oxide (NO) sedikit. Nitric oxide sangat dibutuhkan dalam proliferasi miofibroblas dan keratinosit. AGE juga dapat berdampak langsung terhadap migrasi keratinosit (Zhu et al., 2010). Kolagen tipe 1 yang terglikasi menghambat migrasi keratinosit (Morita et al., 2005). Keterlambatan aktivasi makrofag M1 pada luka DM menyebabkan gangguan proses degradasi matrik ekstra sel. Penghancuran matrik tersebut bermanfaat dalam migrasi sel imun dan beberapa proses signalling (Li et al., 2010). Hal ini menyebabkan tahapan penyembuhan luka berlangsung dengan tidak baik. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl.) merupakan tanaman asli Indonesia tepatnya berasal dari Papua. Mahkota Dewa telah banyak digunakan oleh masyarakat untuk berbagai tujuan antara lain sebagai herbal anti kanker. Mahkota Dewa memiliki kandungan flavonoid, polifenol, saponin, minyak atsiri dan alkaloida. Phalerin merupakan zat aktif yang spesifik terdapat pada daun Mahkota Dewa (Hartati et al., 2005). Isolat phalerin dan ekstrak etanol daun mahkota dewa juga ternyata mampu mengaktivasi dan meningkatkan 2
aktivitas fagositosis makrofag (Wijanarko et al., 2005; Ghufron et al., 2011). Ekstrak kulit buah Mahkota Dewa mempunyai sifat antioksidan dan anti inflamasi (Hendra, et al., 2011a). Makrofag pada penderita DM mengalami keterlambatan aktifasi. Keterlambatan ini menyebabkan proloferasi sel dan migrasi keratinosit terganggu. Hal ini menjadi alasan luka DM sulit sembuh. Kemampuan ekstrak etanol daun mahkota dewa (EEDMD) dalam mengaktivasi dan meningkatkan aktifitas fagositosis makrofag, berpotensi mempercepat penyembuhan luka DM. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian 1. Apakah salep EEDMD dapat mempercepat penyempitan luas luka kulit tikus model DM. 2. Apakah salep EEDMD dapat meningkatkan derajat epitelialisasi dan kepadatan kolagen hari ke-14 pada luka kulit tikus model DM. 3. Apakah salep EEDMD dapat meningkatkan rerata jumlah makrofag M1 dan M2 hari ke-3 pada luka kulit tikus model DM. 4. Apakah salep EEDMD dapat menurunkan rerata jumlah makrofag M1 dan M2 hari ke-14 pada kulit tikus model DM. 3
I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut 1. Tujuan umum untuk mengetahui kemampuan salep EEDMD dalam penyembuhan luka kulit tikus DM 2. Tujuan khusus untuk mengetahui pengaruh salep EEDMD terhadap a. Luas luka kulit tikus model DM b. Derajat epitelialisasi dan derajat kepadatan kolagen pada luka kulit tikus model DM hari ke-14. c. Rerata jumlah makrofag M1 dan M2 pada luka kulit tikus model DM pada hari ke-3. d. Rerata jumlah Makrofag M1 dan M2 pada luka kulit tikus model DM hari ke-14. I.4. Keaslian penelitian Penelitian tentang efek pemberian salep EEDMD terhadap penyembuhan luka DM belum pernah dilakukan. Penelitian tentang Mahkota Dewa yang sudah pernah dilakukan (Tabel 1). 4
Tabel 1 : Daftar Penelitian dengan Menggunakan Ekstrak Mahkota Dewa Judul/peneliti Persamaan Perbedaan Wound-healing Penggunaan Meneliti tantang penyembuhan luka potential of the ekstrak tanaman dengan parameter TGFβ dan TNFα fruit extract mahkota dewa sedangkan peneliti dalam penelitian of Phaleria macro yang ini menggunakan parameter luas carpa diaplikasikan luka, derajat epitelialisasi, derajat secara topikal kepadatan kolagen, rerata makrofag /Abood et al. dan Fokus M1 dan M2. (2015) kajian dalam Hewan coba yang dipakai tikus penyembuhan normal sedangkan dalam penelitian luka, menilai kami adalah tikus model DM. kolagen Sediaan topikal dengan pelarut gum acacia sedangkan dalam penelitian kami menggunakan petrolatum gel. Kata kunci : Phaleria macrocarpa and wound, www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat dirasakan masyarakat Indonesia dari hasil penelitian ini adalah memberikan pembuktian ilmiah dan menambah khasanah keilmuan tentang penggunaan salep EEDMD dalam penyembuhan luka DM. 5