BAB IV PENUTUP. Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt.

dokumen-dokumen yang mirip
BENTUK DAN FUNGSI VOKAL DALAM PERTUNJUKAN JEMBLUNG

JURNAL BENTUK DAN FUNGSI VOKAL DALAM PERTUNJUKAN JEMBLUNG

GARAP REBAB GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN LADRANG LANGEN SUKA LARAS SLENDRO PATET SANGA

GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN LADRANG LANGEN SUKA LARAS SLENDRO PATHET SANGA

BAB IV KESIMPULAN. mengakibatkan perubahan teknik tabuhan pada beberapa instrument bonang

BAB IV PENUTUP. pelestarian dan keberlangsungan seni karawitan. Pada gending tengahan dan

BAB IV PENUTUP. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa latar belakang proses

BAB IV PENUTUP. patalon. Unsur yang menjadi ciri khas dari penyajian gending patalon adalah

BAB IV PENUTUP. Yogyakarta khususnya gending-gending soran, agar terus dikaji dan digali, baik oleh

BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya.

BAB IV PENUTUP. sesuai untuk penggalian gending-gending tradisi Gaya Yogyakarta. Bagi

BAB IV KESIMPULAN. memiliki cengkok sindhenan yang unik terdapat pada cengkok sindhenan

BAB IV PENUTUP. Komposisi karawitan yang berjudul lakuku merupakan sebuah karya yang. dalam mewujudkan karya komposisi karawitan dengan judul Lakuku.

PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO.

BAB IV PENUTUP. disimpulkan bahwa gending-gending bentuk lancaran karya Ki Tjokrowasito

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA (MANDIRI)

JURNAL KARAWITAN TARI SARASWATI ISI YOGYAKARTA KARYA SUNYATA

BAB IV PENUTUP. Sejak diciptakan pada tahun 2008, keberadaan. Saraswati dalam Sidang Senat Terbuka ISI Yogyakarta. Hal ini memberikan

SUWUK GROPAK DALAM KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA

BAB IV KESIMPULAN. didapat beberapa kesimpulan mengenai pancer. Tabuhan pancer yang selama ini

PADA KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA: SUATU KAJIAN MUSIKAL

GENDING PLARA-LARA KALAJENGAKEN

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan data yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa slentho

Kendangan Matut. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. Adapun rangkaian struktur komposisi yang disajikan yaitu Lagon Wetah laras

GENDHING KARAWITAN: KAJIAN FUNGSI DAN GARAP KARAWITAN GAYA SURAKARTA

ARTIKEL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENINGKATAN KETERAMPILANMEMAINKAN MUSIK KARAWITAN BAGI ANAK-ANAK PADA SANGGAR NOGO KAYUNGYUN

BAB IV KESIMPULAN. menyajikan salah satu tafsir garap rebab Gending Peksi Bayak laras slendro

Deskripsi Karawitan Tari Iringan Tari Blantek, Golek Ayun-Ayun, dan Padang Ulan Pada Oratorium Kala Kali Produksi ISI Dps

BAB IV PENUTUP. tentang penyimpangan terhadap pola musikal karawitan konvensional.

GARAP GENDING LONTHANG, JATIKUSUMA, RENYEP DAN LUNG GADHUNG

GARAP GENDING NGLENTHUNG, GLOMPONG, LAYUNG SETA DAN AYAK-AYAK BAGELEN

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya

BAB IV PENUTUP. Kesenian Incling Krumpyung Laras Wisma di Kecamatan Kokap

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, tentang gending Gaya Yogyakarta yang diangkat sebagai materi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

KRUMPYUNG LARAS WISMA DI KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO: KELANGSUNGAN DAN PERUBAHANNYA. Skripsi

JURNAL KRUMPYUNG LARAS WISMA DI KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO: KELANGSUNGAN DAN PERUBAHANNYA

BAB III PENUTUP. diciptakannya. Pencapaian sebuah kesuksesan dalam proses berkarya

GARAP KENDHANGAN GENDING PATALON LAMBANGSARI LARAS SLENDRO PATET MANYURA VERSI KARAWITAN NGRIPTO LARAS. Skripsi

Gamelan, Orkestra a la Jawa

TABUHAN PANCER PADA KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA: SEBUAH KAJIAN MUSIKAL

IRINGAN KESENIAN THÈTHÈLAN DENGAN CERITA SEDUMUK BATHUK SENYARI BUMI DI TAMAN BUDAYA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: KAJIAN GARAP KARAWITAN.

BAB IV KESIMPULAN. tahun 2012 lomba karawitan se-kabupaten klaten.

PENGARUH RESONATOR TERHADAP BUNYI NADA 3 SLENTHEM BERDASARKAN SOUND ENVELOPE. Agung Ardiansyah

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta MRAYUNG. Skripsi

GARAP KENDHANGAN GENDING PATALON LAMBANGSARI LARAS SLENDRO PATET MANYURA VERSI KARAWITAN NGRIPTO LARAS

DASAR-DASAR PENGETAHUAN BELAJAR KARAWITAN UNTUK ANAK SD

PANGKUR JENGGLENG AYOM-AYEM DI TVRI YOGYAKARTA: SUATU TINJAUAN PENYAJIAN KARAWITAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SMK NEGERI 1 JAPARA TAHUN 2017

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

BAB IV PENUTUP. kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger.

1. Kendang. Kendang. 2. Rebab

BAB IV PENUTUP. dengan penyajian karawitan mandiri atau uyon-uyon. Tidak hanya penyajian

Seni Musik Tradisional Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat

KOMPOSISI IRINGAN TARI SUMUNARING ABHAYAGIRI (SENDRATARI BOKO)

GARAP LADRANG ELING-ELING PIKUKUH KARYA KI NARTOSABDO

UKDW LATAR BELAKANG. Sebagai tempat wisata dan edukasi tentang alat musik tradisional jawa. Museum Alat Musik Tradisional Jawa di Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. depan yang lebih baik untuk memperbaiki budaya saat ini. Seperti yang dikatakan

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Surakarta. PDSPK, Kemendikbud

LOMBA TARI KLASIK DAN KARAWITAN GAYA YOGYAKARTA Pemudaku Beraksi, Budayaku Lestari TINGKAT SMA/SMK DAN SEDERAJAT SE-DIY 2016

KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT JUM AT KLIWONAN DI PENDAPA KABUPATEN GROBOGAN

DESKRIPSI PENTAS TARI Sebagai Pengrawit (Pendukung Karawitan)

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

Analisis Tekstual Gending Kethuk 2 Kerep Minggah 4 Laras Slendro Pathet Sanga, Bagian II Kiriman I Nyoman Kariasa, Dosen PS Seni MKarawitan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta MRAYUNG. Oleh: Wahyu Widodo

Catharsis: Journal of Arts Education

Analisis Pola Tangga Nada Gendhing Lancaran Menggunakan Algoritma Apriori

PAGELARAAN KARAWITAN DI KERATON YOGYAKARTA

FUNGSI SENI KARAWITAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JAWA. Oleh : Drs. KARTIMAN, M. Sn. WIDYAISWARA PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA.

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

UCAPAN TERIMA KASIH...

MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK

PERKEMBANGAN BENTUK MUSIK IRINGAN KESENIAN TRADISIONAL WAYANG GOLEK CONDHONG LARAS DESA WONOKROMO COMAL PEMALANG

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

Pagelaran Wayang Ringkas

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

ANALISIS GARAP GENDING DOLANAN EMPLÈK-EMPLÈK KETEPU LARAS SLENDRO PATET MANYURA ARANSEMEN TRUSTHO. Skripsi

PERKEMBANGAN GARAP GENDING JANGKUNG KUNING

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

PROSES BELAJAR SENI KARAWITAN SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR NEGERI KASIHAN BANTUL: SEBUAH STUDI KASUS

BAB IV PENUTUP. Peran karawitan dan acara pernikahan di Keraton Yogyakarta menjadi

GARAP BONANG BARUNG GENDING BEDHAYA LARAS PELOG PATHET BARANG KENDHANGAN MAWUR

Identifikasi Pola Pasangan Notasi Gending Lancaran Berbasis Kemiripan Atribut

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB IV KESIMPULAN. Mengikuti uraian pada bab-bab dalam penelitian, maka dapat disimpulkan

DESKRIPSI PENTAS TARI Sebagai Pengrawit (Pendukung Karawitan)

GENDHING. IMBAL: SEBUAH IDE PENCIPTAAN KOMPOSISI MUSIK DALAM PERANGKAT CALUNG Hadi Boediono. ANEKA GARAP LADRANG PANGKUR Sugimin

PERMAINAN RICIKAN KENONG DALAM KARAWITAN JAWA GAYA SURAKARTA

KONSEP KENDANGAN PEMATUT KARAWITAN JAWA GAYA SURAKARTA

PEMBINAAN KARAWITAN KELOMPOK KARAWITAN NGESTI LARAS, PAGUYUBAN NGEKSI GONDO DIBAWAH NAUNGAN YAYASAN ADI BUDAYA DENPASAR TAHUN 2009

PANCER DALAM KARAWITAN GAYA SURAKARTA

Petunjuk Teknis Pelaksanaan AKSARA 2017

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

IDENTIFIKASI FITUR MELODI DALAM MUSIK GAMELAN BERDASARKAN HUBUNGAN ASOSIASI ANTAR-NOTASI

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP Jemblung Banyumas merupakan salah satu bentuk kesenian tradisi rakyat Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt. Muyèn merupakan kesenian macapatan yang berkembang menjadi Menthièt yang menceritakan tokoh dengan iringan macapat saja. Jemblung adalah kesenian yang menyajikan kisah wayang purwa, Mahabarata, Ramayana, Babad, serta sejarah dan cerita Murwakala untuk ruwatan. Istilah jemblung mulai digunakan karena terdapat pada tokoh cerita Menak, yaitu jemblung Umar Madi, penyebutan tokoh ini dilakukan berulangulang oleh dalang sehingga penonton menyebut dengan kesenian jemblung. Jemblung juga berarti jem-jemé wong gemblung yaitu walaupun dalam pertunjukannya berlaku seperti orang gila tetapi dalam ceritanya mengajarkan pesan-pesan yang baik kepada masyarakat. Penyajian jemblung Banyumas menggunakan iringan suara manusia untuk melantunkan tembang dan mengimitasi suara gamelan seperti kendang, balungan, kenong, kempul dan gong. Kesenian jemblung juga memiliki penyebutan yang berbeda-beda seperti wayang jemblung, dalang jemblung dan jemblung. Penyebutan tersebut memiliki dasar-dasar yang patut dipertimbangkan seperti wayang karena istilah tersebut ada sekitar tahun 1930-an dan jemblung yang dimaksud menggunakan gamelan ada kemungkinan pula jemblung menggunakan wayang, dalang jemblung merupakan 82

83 kesenian yang lahir di tengah masyarakat penganut agama Islam sehingga dalang yang dimaksud adalah penyebar ajaran Islam dan jemblung yang hingga kini dikenal oleh masyarakat Banyumas dengan kesenian tutur tanpa menggunakan ricikan gamelan dan iringannya banyak menggunakan macapat. Tembang yang terdapat pada jemblung yaitu Dhandhanggula laras sléndro pathet nem, Sinom Grandhèl laras sléndro pathet nem, Suluk laras sléndro pathet nem, Dhandhanggula Eling-Eling laras pélog pathet nem dan Pangkur Dhendha laras sléndro pathet sanga tidak disajikan pada babad Purbalingga Sokaraja namun merupakan tembang yang disajikan apabila terdapat adegan yang emosi dan marah), sedangkan vokal imitasi bunyi gamelan terdapat pada Andhegan Sinom Grandel laras sléndro pathet nem dan Ladrang Lunggadhung laras sléndro pathet nem. Meski pada penyajian suluk terdapat imitasi bunyi gamelan namun hal tersebut tidak baku, dan tidak sesuai dengan sulukan yang dilantunkan oleh dalang. Tembang Dhandhanggula dan Pangkur memiliki bentuk sama dengan tembang macapat baku namun pada tembang Sinom dan Dhandhanggula ElingEling jemblung memiliki sedikit perbedaan pada guru wilangan (jumlah suku kata tiap baris) dan guru lagu (huruf hidup pada akhir baris). Cakepan tembang tidak memiliki hubungan makna langsung dengan cerita yang disajikan karena tembang lebih difungsikan sebagai unsur pembentuk suasana musikal. Imitasi bunyi gamelan terdapat pada Andhegan Sinom dan Ladrang Lunggadhung. Andhegan diidentifikasi merupakan suwuk karena penyajiannya tidak dilanjutkan lagi melainkan merupakan akhir dari penyajian Sinom.

84 Perbedaan bentuk tembang tersebut disebabkan oleh faktor pewarisan dengan cara tutur atau lisan dari kesenian jemblung sehingga terdapat beberapa bagian yang kurang atau lebih bila dibandingkan dengan bentuk tembang Jawa pada umumnya. Perkembangan jemblung ini merupakan bagian pertunjukan jemblung yang sudah kekinian tidak lagi sama dengan jemblung terdahulu seperti jemblung pada tahun 1930-an yang pertunjukannya menggunakan gamelan bambu. Fungsi vokal tembang dalam pertunjukan jemblung Banyumas bukan hanya sebagai iringan saja, namun juga sebagai pendukung suasana adegan, mempertegas suasana hati tokoh cerita dan memberi ajaran dengan tujuan yang baik. Meski cakepan dan alur cerita tidak berhubungan namun cakepan tembang memiliki tujuan untuk memberikan ajaran-ajaran baik.

SUMBER ACUAN A. Sumber Tertulis Aji Santoso Nugroho, Karawitan Wayang Golek Menak Yogyakarta Versi Ki Sukarno, Yogyakarta: Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat S-1 Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia, 2012. Amir Mertosedono. Sejarah Wayang Asal Usul, Jenis dan Cirinya. Semarang: Dahara Prize Semarang, 1993. Atmono. Kesenian Rakyat Dhalang Jemblung. Makalah untuk Workshop Jemblung di Tiara Hotel Purwokerto, 2015. Bambang Murtiyoso, dkk. Pertumbuhan & Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang. Surakarta: Citra Etnika Surakarta, 2004. Budiono Herusatoto, Banyumas Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2008. F.X Suhardjo Parto. Wayang Jemblung dari Banyumas Suatu Studi Kasus Etnomusikologi. Laporan Penelitian dibiayai oleh Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 1985. Kasidi Hadiprayitno. Filsafat Keindahan Suluk Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, 2009. Kunts, J. Music In Java: Its History, Its Theory, and Its Technique, Volume I. Edisi ketiga yang diperluas oleh E.L. Heins. The Haque: Martinus Nijhoff, 1973. Maharsi. Kamus Jawa Kawi Indonesia. Yogyakarta: Pura Pustaka Yogyakarta, 2009. Pramana Padmodarmaya. Tata Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. R.M. Soedarsono. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka, 1992.. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: MSPI, 2001. Rahayu Supanggah. Bothekan I. Surakarta: ISI Press Surakarta, 2009. 85

86. Bothekan II Garap. Surakarta: Program Pasca Sarjana bekerja sama dengan ISI Press Surakarta, 2009. Sarwanto. Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Dalam Ritual Bersih Desa. Surakarta: Pascasarjana ISI Surakarta bekerja sama dengan ISI Press Surakarta, 2008. Soeroso. Pengetahuan Karawitan. Yogyakarta: Proyek Peningkatan Pengembangan Institut Seni Indonesia Yogyakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soetarno, Sunardi, Sudarsono. Estetika Pedalangan. Surakarta: Institut Seni Indonesia Surakarta, 2007. Sudarmanto. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Semarang: CV Widya Karya Semarang, 2008. Supriyono. Fungsi Gending Dalam Pakeliran Jawa Timuran. Surabaya: Taman Budaya Jl. Gentengkeli No. 85 Surabaya, 2007. T. Slamet Suparno. Seni Pedalangan Gagrak Surakarta, Surakarta: ISI Press Solo, 2007 Tri Wardono. Jemblung dan Riwayatnya. Makalah untuk Workshop Jemblung di Tiara Hotel Purwokerto, 2015. B. Narasumber Suparjo, 66 tahun, profesi dalang jemblung Banyumas di Tambak Banyumas. Suwardi, 55 tahun, seniman jemblung Banyumas di Tambak Banyumas. Sudirah, 32 tahun, sindhèn jemblung Banyumas di Tambak Banyumas. Sukarjo, 67 tahun, seniman jemblung Banyumas di Tambak Banyumas. Tri Wardono, 55 tahun pamong budaya Banyumas serta pegawai Dinas Pendidikan, Olahraga, Budaya dan Pariwisata. C. Sumber Diskografi Rekaman Video Koleksi Pribadi, Jemblung Banyumas Babad Purbalingga Sokaraja, di Hotel Tiara 21 Oktober 2015.

DAFTAR ISTILAH Ada-ada : salah satu jenis suluk (nyanyian dalang) dari tiga jenis suluk yang diiringi instrumen gender barung, gong, kempul, kenong, keprak, dhodhogan, untuk menimbulkan suasana sereng (marah), tegang, dan cenderung tergesagesa. Ageng : besar. Alit : kecil. Balungan : kerangka gendhing dalam karawitan Jawa. Buka : lagu pembuka atau bagian dari suatu komposisi atau kerangka gendhing yang berfungsi untuk mengawali suatu sajian gendhing yang dapat dilakukan oleh instrumen rebab, gender barung, kendhang, bonang barung, saron barung, atau vokal. Cakepan : syair atau lirik vokal misalnya dalam tembang macapat, gèrongan, sindhènan, palaran, sulukan, sendhon, adaada. Ciblon : instrumen kendang dengan ukuran sedang. Cempala : alat pemukul kotak wayang yang terbuat dari bahan kayu berbentuk gilig dengan salah atu ujung yang meruncing. Cengkok : rumusan melodi yang mengarah pada nada seleh. Conalan : adegan penghibur, lawakan, candaan dalam suatu adegan tertentu. Dhagelan : pelawak, lawakan, humor. Dhodhogan : bunyi yang ditimbulkan pukulan cempala pada bibir atau sisi kotak wayang untuk menghasilkan suasana tertentu. Gamelan : suatu perangkat musik Jawa terbuat dari perunggu atau besi untuk menampilkan kerangka gendhing atau lagu. Garap : kemampuan medium. (kreatifitas) seniman menginterpretasi 87

88 Gatra : melodi terkecil yang terdiri dari empat ketukan nada. Gaya : cara dan pola baik secara individu maupun kelompok dalam melakukan sesuatu. Gendhing : komposisi musikal dalam gamelan Jawa. Gèrong : garap vokal bersama yang biasa dilakukan oleh pria dalam karawitan Jawa. Gongan : satu kalimat lagu dalam gendhing. Irama : pelebaran dan penyempitan gatra dalam gendhing, lagu, dan kecepatan ketukan instrumen pembawaannya. Jejer : adegan dimana lakon atau wayang bertemu di suatu tempat. Kendhangan : warna suara yang dihasilkan dari permainan kendhang. Kenong : satu set instrumen jenis gong berposisi horisontal, ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu. Kempul : gong gantung yang berukuran kecil. Kethuk : salah satu jenis instrumen kolotomik. Komaran : sesajian yang disuguhkan untuk pemain jemblung berisi wedang, nasi beserta lauk-pauk, jajanan pasar, dan buahbuahan. Ladrang : salah satu struktur gendhing terdiri atas 32 pukulan dalam satu gongan. Laras : sistem/urutan nada dalam satu wilayah gembyang dengan pola jarak nada tertentu. Laras sléndro : tangga nada sléndro dalam karawitan Jawa dengan pola jarak yang hampir sama atau rata. Laras pélog : tangga nada pélog dalam karawitan Jawa dengan pola jarak yang tidak sama yaitu 3-5 nada dengan jarak dekat dan 2 nada dengan jarak jauh.

89 Macapat : suatu jenis nyanyian puisi Jawa yang memiliki jumlah suku kata tertentu dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, dan kepastian huruf hidup pada setiap akhir gatra. Ngajeng : depan. Niyaga : pemain gamelan. Pakeliran : istilah bagi pertunjukan wayang kulit atau wayang golek. Pakem : seperangkat aturan tersurat maupun tersirat, lisan maupun tertulis, mengenai satu atau beberapa unsur seni pertunjukan dari wilayah gaya tertentu yang membuatnya berbeda dengan seni pertunjukan dari wilayah lain. Pathet : (1) klasifikasi gendhing berdasarkan sistem yang ditentukan oleh fungsi nada-nada dan unsur-unsur musikal lainnya. Ada tiga pathet dalam setiap laras; (2) bagian atau babak dalam pakeliran (pathet nem: babak pertama, pathet sanga: babak kedua, pathet manyura: babak ketiga). Ricikan : istilah yang digunakan untuk menyebut instrumen atau jenis dalam karawitan. Ruwatan : salah satu bentuk upacara untuk penyucian ritual guna mencegah adanya gangguan kejahatan atau penyakit tertentu. Sèlèh : ketukan nada pada tekanan berat. Sléndro : salah satu jenis laras pada gamelan Jawa yang memiliki lima nada dengan jarak nada yang hampir sama atau rata. Suluk : lagu/tembang yang dilantunkan oleh dalang. Suwuk : berhentinya suatu sajian gending. Tabuhan : permainan pada instrumen gamelan. Wayang : (1) boneka atau bayangan; (2) pertunjukan yang dimainkan dengan boneka