BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

PEREKONOMIAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar berasal dari sektor agraris. Utomo (2010) menjelaskan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

47. Kriteria Kelayakan Investasi Kompos & Listrik Akibat Penurunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%) (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012). Dominasi sektor industri dan sektor transportasi mengakibatkan pemerintah harus merumuskan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan sektor-sektor tersebut mengingat keduanya memegang peranan penting bagi perekonomian bangsa tanpa mengabaikan sektor rumah tangga. Beberapa tipe energi, seperti salah satunya yaitu bahan bakar minyak (BBM), banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor transportasi. Namun demikian, energi yang dipakai pada sektor transportasi hanya mencakup dua jenis, yaitu BBM dan gas. Hingga saat ini, kebutuhan energi dari BBM memiliki porsi yang sangat besar di Indonesia di mana proses produksinya masih sangat bergantung dengan ketersediaan bahan baku fosil (95,2%) dengan tingkat pertumbuhan sekitar 7% (Kementrian Riset dan Teknologi, 2013). Tidak seimbangnya jumlah pasokan dan permintaan BBM di Indonesia berimbas pada kebijakan untuk mengimpor minyak bumi yang dimulai pada tahun 2004. Ironisnya, kebijakan impor tersebut masih berlangsung hingga saat ini, mengingat kapasitas produksi BBM di Indonesia diperkirakan dibawah 1.000.000 barrel/hari sedangkan laju konsumsi sekitar 1.400.000 barel/hari (Kementrian Riset dan Teknologi, 2013). Guna menjamin stabilitas energi nasional, pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) harus dirintis dan dimaksimalkan, baik untuk memenuhi kebutuhan di sektor industri, transportasi, ataupun rumah tangga, di mana hal ini sesuai dengan target yang diarahkan oleh UU No. 30 tahun 2007 tentang energi dan Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. 1

2 Gambar 1.1 Government s Target for National Energy Mix 2025 (ESDM, 2007) Rencana peningkatan akan penggunaan berbagai energi alternatif oleh Pemerintah Indonesia dipaparkan secara jelas pada Gambar 1.1. Adapun hal yang harus dicermati pada rencana tersebut adalah peningkatan penggunaan EBT (Energi Baru Terbarukan) secara signifikan mampu memangkas penggunaan BBM 12.7%. Oleh sebab itu, penggunaan nuklir (1,993%) dan biofuel (1,335%) sedang dicanangkan Pemerintah Indonesia. Namun demikian, program biofuel (biodiesel dan bioetanol) lebih didahulukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan energi yang ada di Indonesia mengingat penggunaan nuklir sebagai sumber energi masih menuai pro dan kontra (ESDM, 2007). Bioetanol, sebagai salah satu tipe biofuel, merupakan program unggulan pemerintah yang ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akan BBM. Dampak positif program pemerintah ini direfleksikan oleh peningkatan permintaan bioetanol di Indonesia seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.1. Adanya tren kenaikan permintaan bioetahol setiap tahunnya menjadi tantangan tersendiri bagi produsen bioetanol di Indonesia untuk memenuhi permintaan bioetanol di Indonesia. Realita mengenai industri bioetanol yang ada di Indonesia diberikan oleh Tabel 1.2. Besarnya pasar bioetanol di Indonesia ditunjukkan oleh peningkatan nilai produksi, ekspor, dan impor bioetanol pada Tabel 1.2.

3 Tabel 1.1 Permintaan Bioetanol Sebagai Bahan Campuran BBM di Indonesia (Rosyida, 2011) Tahun Jumlah Bioetanol (Juta/Kliter) 2006 1,71 2007 1,75 2008 1,78 2009 1,82 2010 2,8 Tahun Tabel 1.2 Data Bioetanol di Indonesia (Rosyida, 2011) Jumlah Ekspor Produksi Bioetanol Jumlah Impor Bioetanol Bioetanol (Liter/tahun) x 10 3 % (Liter/tahun) % (Liter/tahun) % 2003 158.388 19,06 506.717.560 16,23 506.276.550,1 19,53 2004 160.686 19,33 581.539.694,5 18,62 511.397.955,6 19,73 2005 167.984 20,21 671.448.405,5 21,5 521.522.008,9 20,12 2006 169.752 20,42 680.088.933 21,78 523.547.530 20,2 2007 174.328 20,97 682.819.776 21,87 529.565.340 20,42 Ratarata 166.227.600 518.461.876,9 624.522.873,8 Perkembangan industri bioetanol di Indonesia saat ini dihadapkan pada ketersediaan bahan baku dan posisinya didalam rantai makanan (Indahsari et al, 2012). Hal ini dikarenakan industri bioetanol di Indonesia masih menggunakan bahan baku bioetanol generasi pertama, yaitu singkong dan molasses (sirup gula). Untuk menghindari konflik pangan yang sangat mungkin terjadi di masa depan, bahan baku produksi bioetanol mulai dialihkan ke bahan baku generasi kedua, seperti yang dilakukan oleh Sudiyani et al., (2013) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Luas areal kelapa sawit 4 Indonesia (LIPI, 2012) yang memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Pemilihan TKKS sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dilatarbelakangi oleh ketersediaannya yang melimpah dan sifatnya yang terlepas dari rantai makanan, sehingga dipastikan bahan baku ini tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan di Indonesia. Besarnya prospek industri bioetanol berbahan baku TKKS di Indonesia sangat didukung oleh posisi Indonesia sebagai penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia yang kemudian disusul oleh Malaysia di peringkat kedua. Produksi CPO Indonesia menguasai 48% pangsa pasar CPO dunia sedangkan Malaysia sebesar 37% (Khair, 2013). Perkembangan luas areal kelapa sawit tahun 2000 sampai tahun 2011 berdasarkan angka sementara (ASEM), (2011) dari Direktorat Jendral Perkebunan diberikan pada Gambar 1.2. Luas areal kelapa sawit didominasi oleh Perkebunan besar swasta (PBS), yang diikuti oleh perkebunan rakyat (PR) dan perkebunan besar negara (PBN). Pada tahun 2011, luas areal kelapa sawit Indonesia telah mencapai 9,91 juta hektar, dengan rincian luas areal PBS sebesar 4,65 juta hektar (52,22%), luas areal PR sebesar 3,62 juta hektar (40,64%), dan luas areal PBN sebesar 0,64 juta hektar (7,15%). Tahun Gambar 1.2 Perkembangan luas areal kelapa sawit 2000-2011 (Deptan, 2013) Perluasan lahan kelapa sawit berakibat pada peningkatan produksi minyak sawit sepanjang tahun 2000-2011 seperti yang diinformasikan pada Gambar 1.3.

Produksi minyak kelapa sawit 5 Pada tahun 2000, produksi minyak sawit Indonesia hanya berkisar 7.000.000 ton, sedangkan pada tahun 2011 nilainya telah meningkat menjadi 22.510.000 ton. Peningkatan produksi minyak sawit terutama terjadi pada PBS dan PR, sedangkan jumlah minyak sawit yang diproduksi oleh PBN relatif konstan dan bahkan cenderung menurun. Sebagai informasi, pada tahun 2011 produksi minyak sawit dari PBS mencapai 11.940.000 ton (53,06%), sedangkan PR dan PBS masingmasing menghasilkan minyak sawit sebesar 8.630.000 ton (38,33%) dan 1.940.000 ton (8,61%). Tahun Gambar 1.3 Perkembangan produksi minyak sawit 2000-2011 (Deptan, 2013) Dengan meninjau informasi mengenai perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, jumlah TKKS yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak sawit tentunya akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, TKKS berpotensi besar untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol yang berkesinambungan. Pemanfaatan TKKS masih dilakukan secara terbatas, yang antara lain hanya digunakan sebagai pupuk dan media bagi pertumbuhan jamur serta tanaman. TKKS sebagai limbah industri kelapa sawit memiliki jumlah yang melimpah, dimana setiap pengolahan 1 ton tandan buah segar (TBS) akan dihasilkan 23% atau sekitar 8230 kg TKKS. Apabila diilustrasikan, sebuah pabrik berkapasitas 12,7 juta ton minyak sawit/jam dan waktu operasi selama 1 jam akan menghasilkan 2,3 juta ton

6 TKKS. Adapun jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.200.000 ton (Rosyida, 2011). Produksi bioetanol dalam skala besar pada dasarnya dapat menghindarkan Indonesia dari terjadinya krisis energi. Produksi bioetanol berbahan baku TKKS dapat dijadikan salah satu peluang untuk mengembangkan industri bioetanol yang berkesinambungan mengingat ketersediaan TKKS yang melimpah dan berada diluar rantai makanan. Kendati prospek industri bioetanol berbahan baku TKKS cukup menjanjikan, salah satu kendala yang masih dijumpai adalah biaya operasional yang tinggi dan belum adanya rancangan distribusi yang optimal. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk meminimalkan biaya investasi, operasional dan distribusi bioetanol dengan mendesain konfigurasi dari rantai pasok bioetanol dengan bahan baku TKKS dari hulu ke hilir sehingga didapatkan rancangan rantai pasok bioetanol yang efektif dan efisien dalam hal biaya investasi, biaya operasional dan biaya transportasi. Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi dibidang transportasi, yakni untuk mengurangi pemakaian bahan bakar bersubsidi (premium) di Indonesia. Penelitian perancangan sistem rantai pasok bioetanol dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit di Indonesia belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan konfigurasi sistem rantai pasok bioetanol dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit yang optimal dari segi biaya investasi, operasional dan transportasi, serta dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Indonesia dan stakeholder terkait didalam memenuhi permintaan energi khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sektor transportasi di Indonesia. Didalam penelitian ini akan dibangun sebuah model matematis baru dari sistem rantai pasok bioetanol dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah menentukan lokasi dan kapasitas pabrik bioetanol yang dapat meminimalkan biaya investasi, biaya operasional dan biaya transportasi dari sebuah

7 sistem rantai pasok bioetanol di Indonesia. Serta membangun sebuah model matematis sistem rantai pasok bioetanol dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit di Indonesia. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada: 1. Rantai pasok yang diamati terdiri dari pemasok (pabrik pengolahan kelapa sawit), Produsen bioetanol (pabrik bioetanol) dan konsumen yang merupakan unit pengolahan PT Pertamina. 2. Bioetanol yang dimaksud pada penelitian ini adalah bioetanol yang digunakan sebagai campuran bahan bakar pada sektor transportasi (full grade ethanol). 3. Parameter yang digunakan untuk membangun model memiliki karakter deterministik, sehingga ketidakpastian pasokan bahan baku, produksi bioetanol, dan permintaan terhadap bioetanol setiap harinya belum dapat dimodelkan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu konfigurasi rantai pasok bioetanol berbahan baku TKKS yang dimulai dari pabrik pengolahan kelapa sawit, pabrik bioetanol, sampai kepada konsumen yaitu unit pengolahan PT Pertamina untuk dicampur dengan premium sehingga berguna sebagai bahan masukan untuk pemerintah Indonesia dan stakeholder terkait khususnya produsen bioetanol mengenai kelayakan bahan baku generasi kedua yang berupa TKKS. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendesain konfigurasi rantai pasok dari pembuatan bioetanol yang menggunakan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan baku. Adapun tujuan khusus adalah untuk mendapatkan: 1. Memetakan lokasi dan kapasitas bahan baku tandan kosong kelapa sawit dan konsumen bioetanol.

8 2. Membangun model matematis penentuan titik lokasi pabrik bioetanol. 3. Melakukan analisis sensitivitas terhadap parameter demand dan kapasitas pabrik bioetanol.