BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu

dokumen-dokumen yang mirip
1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0.

Implementasi JVA & PSA Modul SAP Pendukung Proses Bisnis Hulu

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 33 ayat (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

% Alokasi Biaya tidak langsung Kantor Pusat. Alokasi Biaya tidak langsung Kantor Pusat. Total Pengeluaran. Tahun

Pe d o m a n Ta ta Ke r j a N o Revisi/2011 P l a c e d I nto S e r v i c e (PIS) Fa s i l i ta s Te k n o l o g i Info r m a s i

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Perumusan key..., Dino Andrian, FE UI, 2009

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 dan

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain yang

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 037 TAHUN 2006 TENTANG

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-039/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

2 kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi dalam rangka pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di darat dan laut di Wilayah Aceh dapat dilakukan jika keseluruhan

Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan ikiim usaha yang lebih

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang sampai saat ini masih terus dijalankan dan

OPTIMALISASSI PENERIMAAN PPh MIGAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia usaha akan terus berkembang diikuti dengan semakin berkembangnya

Bab I PENDAHULUAN. investor untuk menempatkan investasinya. Migas merupakan komoditas energi utama

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional Eksplorasi dan

2017, No Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa k

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan konstruksi adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.02/2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan tidak langsung yang

LAPOARAN KUNJUNGAN SPESIFIK KOMISI VII DPR RI DALAM RANGKA PROGRAM LEGISLASI PENYUSUNAN RUU MIGAS

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi mengandung makna kerjasama. Definisi koperasi Indonesia

BAB I PENGANTAR. menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia saat ini. Namun dengan kondisi sumur minyak dan gas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Jasa Migas merupakan kegiatan usaha jasa layanan di bidang

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TATA KERJA ORGANISASI

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. Proses manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management. (SCM) telah menjadi komponen utama dari strategi persaingan untuk

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari

1. Contoh penghitungan besaran alokasi biaya tidak langsung Kantor Pusat dalam masa Eksplorasi:

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan kepada pembeli dengan ketentuan jumlah, jenis, kualitas, tempat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa faktor..., Esther Noershanti, FT UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

BAB II DASAR TEORI. produk/jasa yang dihasilkannya. Untuk menyampaikan produk yang ada ke tangan

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

Shofia Maharani. Sonya Oktaviana. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia yang

2017, No perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil minyak dan gas bumi antara satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

Penyajian Laporan Keuangan Koperasi RRKR Berdasarkan SAK ETAP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Field Tambun PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi Region Jawa

KETENTUAN HUKUM INDONESIA TERKAIT KOMPUTASI AWAN (CLOUD COMPUTING) ICCA CLOUD COMPUTING WHITE PAPER FOCUS GROUP DISCUSSION JAKARTA, 8 DESEMBER 2016

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Pre

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No.2 2 pedoman akuntansi dan pelaporan aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama; d. bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewen

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan sangat berperan penting dalam menarik investor.

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.05/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Material sebagai salah satu sumber daya yang dibutuhkan merupakan

BAB IV PEMBAHASAN. revisi (1994) dengan PSAK 34 sesudah revisi (2010). Kedua, pembahasan dilanjutkan

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) telah memainkan peran utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan swasta lainnya. Pergantian undang-undang tersebut telah mengubah

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. aspek yang mempengaruhi kelangsungan aktivitas perusahaan.

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite *

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003 menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. strategis untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan untuk merealisasikan

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.05/2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan komoditas strategis yang mutlak dimiliki oleh suatu negara. Saat ini, energi yang dominan di dunia berasal dari fosil. Bentuk energi yang tidak dapat diperbarui ini dikenal sebagai minyak bumi, gas, dan batu bara. Turunan produknya berguna bagi kegiatan rumah tangga maupun industri. Kebutuhan energi dunia terus meningkat sebagai dampak dari adanya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk (Dewan Energi Nasional, 2016). Minyak adalah energi primer yang suplainya mendominasi di Indonesia, tetapi persentasenya terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000, porsinya mencapai 59,6%, kemudian turun menjadi 46,08% pada tahun 2013. Dalam kurun waktu yang sama, batu bara mengalami kenaikan sebesar 17,99%; sedangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan gas mengalami penurunan sebesar 0,03% dan 4,4% (Dewan Energi Nasional, 2014). Pemenuhan kebutuhan akan energi tersebut menjadi masalah karena terbatasnya kesediaan jumlah sumber daya energi, teknologi yang digunakan, dan tingginya risiko (kesehatan, keamanan, dan lingkungan). Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, termasuk minyak dan gasnya. Dalam publikasi buku Ketahanan Energi Indonesia (2014), Dewan Energi Nasional menyatakan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia mencapai 7.549,81 million stocks tank barrels (MSTB) pada tahun 2013, yang terdiri dari cadangan terbukti 48,9% dan cadangan potensial 51,1%. Sementara 1

itu, cadangan gas bumi mencapai 150,39 trilion standard cubic feet (TSCF), yang terdiri dari cadangan terbukti 67,5% dan cadangan potensial 32,5%. Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 menyatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat 3 pasal tersebut menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sejalan dengan kedua ayat tersebut, wewenang atas operator sekaligus perwakilan Indonesia sebagai pemilik wilayah kerja pertambangan (WKP) hulu migas pada awalnya adalah PT Pertamina Persero. Begitu keluar UU no. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, wewenang tersebut dibagi. BP Migas dibentuk (saat ini dikenal dengan SKK Migas) sebagai perwakilan negara dalam pengelolaan minyak dan gas. Satuan kerja ini bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Lembaga ini dibentuk agar pengambilan sumber daya migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (SKK Migas, 2016). Pelaku usaha (operator) migas di bawah SKK Migas dikenal sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dewan Energi Nasional (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2013 tercatat ada 244 perusahaan yang melakukan kegiatan eksplorasi dan 58 perusahaan yang melakukan kegiatan produksi. KKKS terbagi menjadi 4, yaitu KKKS nasional-dalam negeri yang merupakan anak usaha BUMN, yaitu Pertamina (contoh: Pertamina EP) dan KKKS swasta-dalam negeri (contoh: Medco Energi). Selain itu juga terdapat 2

KKKS nasional-luar negeri (contoh: Petronas, Petrobras) dan KKKS swastaluar negeri (contoh: Chevron, Exxon Mobil, Total E&P Indonesie). PT Pertamina EP (PEP) merupakan anak perusahaan PT Pertamina Persero yang didirikan pada 13 September 2005. Sebagai KKKS, proses bisnis PEP menitikberatkan pada bagi hasil lifting migas dan cost recovery (antara SKK Migas dan PEP). Lifting atau penjualan adalah proses pengiriman migas dan produk turunannya dari PEP ke sales point. Cost recovery merupakan penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh KKKS apabila berhasil memroduksi migas secara komersial dengan ketentuan berlaku (PEP, 2014). Sebagai bentuk pelaporan KKKS ke SKK Migas, PEP meringkas informasi keuangan untuk periode berjalan berupa hak dan kewajiban antara PEP dengan SKK Migas. Hal ini berupa penjabaran mekanisme pembagian produksi dan pendapatan, disusun secara sistematis dalam format laporan Entitlement Calculation Statement (ECS). ECS bertujuan untuk mengetahui seberapa besar bagian PEP atas lifting yang telah dilakukan. PEP menggambarkan biaya yang telah dikeluarkan secara triwulanan ke SKK Migas dalam mata uang USD dan format laporan Financial Quarterly Report (FQR). FQR ini memuat seluruh biaya yang telah diakui PEP dengan membedakan jenis biaya menjadi cost recoverable dan non-cost recoverable. FQR bertujuan utama untuk mengetahui seberapa besar cost recovery yang dapat diganti oleh SKK Migas. Sebagai anak perusahaan, PEP mengikuti aturan Persero untuk membagi jenis biaya yang dikeluarkan menjadi biaya operasi (operational expenditure/opex) dan biaya investasi (capital expenditure/capex). PEP menganggarkan biaya operasi dalam pos Anggaran Biaya Operasi (ABO) dan 3

biaya investasi dalam pos Anggaran Biaya Investasi (ABI). PEP mendapatkan suntikan dananya dari Persero saja, ia tidak diperkenankan melakukan aksi financing seperti menerbitkan saham atau mengeluarkan obligasi. Mekanisme budgeting ini terangkum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Dengan demikian, berapapun rencana biaya yang akan dikeluarkan, PEP hanya didanai oleh Persero melalui RKAP yang disetujui. Sebagai regulator, SKK Migas merencanakan seberapa besar cost recovery yang dapat dikeluarkan dalam suatu periode dalam Work Program and Budget (WPNB). Tiap KKKS diwajibkan menyusun WPNB yang memuat rencana CAPEX maupun OPEX. CAPEX yang memenuhi prasyarat tertentu diharuskan dimuat dalam suatu rencana proyek investasi dengan format Authorization for Expenditure (AFE). PEP wajib menyelaraskan strategi budgeting perusahaan sebagai anak perusahaan dalam RKAP dan sebagai KKKS dalam persetujuan WPNB dan AFE. Dari sisi akuntansi manajemen, meskipun PEP optimis dengan tiap AFE yang disetujui dalam WPNB, dana yang tersedia belum tentu turun dari Persero begitu saja. Dalam rangka memperbesar lifting dan memaksimalkan cost recovery, PEP sebagai entitas bisnis bermitra dengan rekanan, kontraktor, atau vendor pihak III (selanjutnya disebut vendor). PEP mengikat kemitraan dengan vendor dalam sebuah kontrak yang didasari kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Kontrak pengadaan barang dan jasa dibutuhkan untuk memfasilitasi kegiatan operasi maupun investasi PEP. Dalam realisasinya, masalah dari sisi vendor tidak dapat dielakkan. Hal ini menimbulkan realisasi pekerjaan terkendala, baik dari sisi keterlambatan pengiriman barang ataupun penyelesaian jasa pekerjaan. Tiap potensi permasalahan diatur bersama antara 4

PEP dan vendor dalam suatu kontrak. Dengan adanya kontrak, tiap masalah yang timbul diatur pengenaan dendanya. Denda ini berfungsi sebagai deduksi atas total tagihan vendor ke PEP atas pekerjaan yang telah dilakukan. PEP memiliki Pedoman Akuntansi yang memberikan arahan umum atas kebijakan akuntansi. Pedoman tersebut tertuang dalam Pedoman A- 001/EP8000/2012-S0/Rev 02 (selanjutnya disebut Pedoman A-001). Sesuai kebijakan Persero, PSAK yang konvergen dengan IFRS diterapkan PEP sejak 1 Januari 2011. Penerapan ini meliputi proses identifikasi transaksi, pengakuan (recognition), pengukuran (measurement), penilaian (valuation), penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure). Pedoman Akuntansi ini disusun selaras dengan SAK yang sudah konvergen dengan IFRS, sehingga laporan keuangan PEP dapat digunakan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Sebagai regulator, SKK Migas mengeluarkan pedoman akuntansi, yaitu Pedoman Tata Kerja Nomor PTK 059/SKKO0000/2015/S0 tentang Kebijakan Akuntansi Kontrak Kerja Sama untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut PTK-059). Untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pengendalian kegiatan migas, SKK Migas melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas dokumen WPNB serta laporan finansial kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang disusun oleh KKKS. Rencana kerja dan anggaran serta laporan finansial yang disusun dan dilaporkan oleh KKKS kepada SKK Migas yang dimaksud merupakan output dari suatu sistem pencatatan dan pembukuan yang dilakukan oleh KKKS secara manual maupun elektronik. 5

PEP memiliki kebijakan khusus atas perlakuan akuntansi terhadap pencatatan denda yang tertuang dalam Memo No 815/EP4100/2014-S4 perihal Perlakuan Akuntansi atas Pencatatan Denda & Koreksi Non Cost Recovery (selanjutnya disebut Memo 815). Penekanan pada pencatatan denda belum diatur secara rinci pada Pedoman A-001, sehingga Memo 815 merupakan kebijakan yang mengatur secara khusus. Jika Memo 815 dibandingkan dengan PTK-059 akan muncul perbedaan pada bagian akuntansi aset tetap. Memo 815 mencatat denda dengan cara kredit biaya investasi untuk biaya perolehan atas kegiatan investasi (baik tangible maupun intangible item). Sementara itu, PTK-059 menekankan bahwa biaya perolehan tangible asset tidak boleh termasuk pendapatan denda atas keterlambatan pengiriman oleh vendor, penerimaan klaim dari perusahaan asuransi, dan lainnya. PTK-059 tidak memperkenankan metode pencatatan denda dengan cara kredit biaya pada tangible asset. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENCATATAN DENDA ATAS INVOICE PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT PERTAMINA EP ASSET 3. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang disajikan, penulis terdorong untuk merumuskan masalah yang kemudian akan diteliti dan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Rumusan masalah yang akan penulis sajikan adalah bagaimana analisis pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 sebelum dan setelah keluarnya Memo 815? 6

1.3 Batasan Masalah Penelitian ini hanya terbatas pada analisis perlakuan akuntansi terhadap pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 sebelum dan setelah keluarnya Memo 815. Penelitian ini akan mengkaji dampak metode pencatatan denda di PEP Asset 3 dari perspektif anggaran, pertanggungjawaban AFE, PSC accounting, dan GAAP. Data yang digunakan bersumber dari hasil wawancara, pedoman akuntansi, baik PEP maupun PTK- 059, serta kertas kerja rekapitulasi invoice pengadaan barang dan jasa periode 2014-2015. 1.4 Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai analisis pencatatan denda atas invoice pengadaan barang dan jasa di PEP Asset 3 serta dampaknya. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan akademisi dan peneliti selanjutnya untuk memberikan gambaran terhadap mekanisme pencatatan denda di PEP Asset 3. 2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pada penulis mengenai dampak pencatatan akuntansi di PEP Asset 3, baik dari perspektif anggaran, pertanggungjawaban AFE, PSC accounting, dan GAAP. 7

1.6 Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Bagian ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: KAJIAN LITERATUR Bagian ini menguraikan definisi industri migas, core business industri migas, metode akuntansi di industri migas, profil PEP Asset 3, kontrak pengadaan barang dan jasa, proses invoice di PEP Asset 3, dan metode pencatatan denda. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Bagian ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi wawancara dan dokumentasi. BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bagian ini menguraikan tentang hasil-hasil penerapan metodologi penelitian. BAB V: PENUTUP Bagian ini menguraikan tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran penulis untuk penelitian lebih lanjut. 8