BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Millennium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. Tujuan MDGs di bidang kesehatan merupakan tujuan MDGs yang paling banyak yaitu menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya. Untuk mewujudkan ketiga tujuan MDGs tersebut, pemerintah sudah melakukan beberapa usaha diantaranya adalah adanya kebijakan kebijakan dan didirikannya beberapa pelayanan kesehatan. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 945. Untuk mewujudkan itu perlu adanya pelayanan kesehatan yang salah satu bentuknya adalah rumah sakit. Menurut Undang Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 009 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Menurut Levey dan Loomba (973) dalam Azwar (996) yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan (Muninjaya, 004). Untuk mengantisipasi hal hal yang bisa merugikan konsumen dalam rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan, diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal Ayat yang menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pelayanan publik termasuk pelayanan kesehatan harus berkualitas sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas perlu diawali dengan oleh kebijakan kebijakan dan aturan perundang undangan yang mengikat semua pihak. Terkait hal tersebut pihak legislatif menetapkan Undang Undang No Tahun 004 Tentang Perbendaharaan Negara, yang salah satu aturan pelaksanaannya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dikeluarkannya PP tersebut dengan maksud supaya memberikan kewenangan fleksibilitas pengelolaan rumah sakit menuju pelayanan yang berkualitas salah satu syarat rumah sakit pemerintah menjadi BLUD.
3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyebutkan bahwa Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Pedoman teknis pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah yang terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 007. RSUD Kabupaten Buleleng merupakan suatu rumah sakit tipe B Non Pendidikan. Adapun jenis ketenagaannya adalah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Pembagian jenis tenaga kesehatan di RSUD Kabupaten Buleleng oleh penulis berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 996 Tentang Tenaga Kesehatan dan jenis tenaga non kesehatan berdasarkan unit kerjanya, distribusi karyawan RSUD Kabupaten Buleleng dapat dilihat seperti berikut :
4 Tabel. Distribusi Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di RSUD Kabupaten Buleleng No Unit Kerja Jenis Ketenagaan Jumlah Instalasi Gawat Darurat Tenaga Medis 7 3 Instalasi Rawat Jalan Tenaga Medis 9 3 Instalasi Rawat Inap Tenaga Medis 7 30 4 Instalasi Bedah Sentral Tenaga Medis 6 3 5 Instalasi Persalinan dan Tenaga Medis Perintologi 6 Instalasi Intensif Tenaga Medis Tenaga Perawat 7 Instalasi Radiologi Tenaga Medis Tenaga Radiographer 8 Instalasi Laboratorium Patologi Tenaga Medis Klinik Tenaga Analis Kesehatan 9 Instalasi Rehabilitasi Medik Tenaga Medis Tenaga Fisioterapi 0 Instalasi Farmasi Tenaga Kefarmasian 4 Instalasi Gizi Tenaga Gizi 46 Unit Transfusi/ Donor Darah Tenaga Medis 3 Tim Pelayanan GAKIN Tenaga Administrasi Manajemen 4 Bagian Administrasi Manajemen Tenaga Akuntansi Tenaga Keuangan Tenaga Administrasi Manajemen Tenaga Kesehatan Masyarakat 5 Instalasi Rekam Medik Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga Administrasi Rekam Medik 6 Instalasi Pengolahan Limbah Tenaga Elektromedis Tenaga Pemelihara Sarana Prasarana 7 Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Tenaga Elektromedis Medis Tenaga Pemelihara Sarana Prasarana 8 Unit Ambulans dan Kereta Tenaga Sopir 30 Jenazah 9 Pemulasaraan Jenazah Tenaga Pemulasaraan Jenazah 4 0 Instalasi Binatu/ Laundry Tenaga Laundry 7 Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga Laundry Total 658 Sumber Data : Data Diolah 4 30 4 8 3 0 7 43 3 7 7 4 6
5 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng merupakan rumah sakit dimana sistem keuangannnya sudah mulai BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) dimana harus menerapkan Standar Pelayanan Minimal yang diberlakukan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan (Majalah Swara PRISMA, 009). Penerapan SPM di RSUD Kabupaten Buleleng berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 9/ Menkes/SK/II/008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dan mengacu pada Peraturan Bupati Buleleng Nomor: 3 Tahun 0 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng. Standar pelayanan minimal (SPM) adalah salah satu upaya untuk memperlihatkan pelayanan atau kegiatan minimal yang harus dilakukan oleh jajaran kesehatan di daerah baik oleh dinas kesehatan, rumah sakit, Puskesmas, laboratorium daerah serta upaya kesehatan yang dikelola oleh pihak swasta. Dengan standar pelayanan minimal badan pelayanan RSUD Kabupaten Buleleng, kita dapat melihat kegiatan apa yang dilakukan, apa indikator kinerjanya dan standarnya, sehingga gambaran ini memudahkan untuk melihat sejauh mana pelayanan prima atau pelayanan minimal yang telah dilakukan serta memudahkan menilai kinerja RSUD Kabupaten Buleleng. Keadaan ini juga mempermudah Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk mengalokasikan seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan pelayanan minimal di RSUD Kabupaten Buleleng, dengan menunjuk kepada hasil capaian masing masing indikator yang dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia khususnya. Menurut Kepala Bagian Pelayanan Medik, SPM ini sudah diberlakukan mulai Bulan Maret Tahun 0 namun dalam studi pendahuluan yang dilakukan melalui teknik wawancara, penulis
6 mendapatkan hal hal yang tidak sesuai terkait dengan belum dipahami dan diimplementasikan SPM. Berikut hasil wawancara penulis dengan beberapa karyawan RSUD Kabupaten Buleleng: Komentar Staf Instalasi Radiologi( YT): Saya baru tahu ada SPM, dan baru tahu indikator indikator yang ada di SPM, dan beberapa indikator tersebut ada yang tidak sesuai dengan sistem pendataan disini, sehingga datanya tidak ada untuk indikator indikator yang di SPM itu dan saya tidak pernah mendapat sosialisasi masalah SPM, untuk indikator pelaksana ekspertisi saya tidak mengerti apa yang dimaksud. ( November 0) Komentar Staf Ambulance (Wyn): Saya tidak pernah diberi tahu dan disosialisasikan masalah SPM oleh pihak pihak terkait, dan baru mendengar ketika adik menjelaskan masalah SPM. ( November 0) Komentar Staf di IPSRS (Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit)(WJ): Terkait analisis data, saya tidak pernah melakukan tiap 3 bulan sekali, namun kalau diperlukan baru saya analisis datanya. ( November 0) Komentar Kepala Instalasi Laboratorium Patologi Klinik (DA): Saya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan pelaksana ekspertisi pada indikator SPM, di samping itu pula kami di patologi klinik belum pernah mengadakan survey kepuasan pelanggan, dan itupun hanya dilakukan survey kepuasan pelanggan secara keseluruhan yang dilakukan oleh PPI ( November 0) Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti Tingkat Pengetahuan Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng Tentang Standar Pelayanan Minimal.. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas menunjukkan bahwa masih ada karyawan RSUD Kabupaten Buleleng yang belum memahami dan mengimplementasikan indikator Standar Pelayanan Minimal.
7.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas pertanyaan penelitiannya adalah Bagaimana Tingkat Pengetahuan Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng Tentang Standar Pelayanan Minimal?.4 Tujuan.4. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan RSUD Kabupaten Buleleng tentang Standar Pelayanan Minimal..4. Tujuan Khusus. Untuk mengetahui karakteristik responden.. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden. 3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang dasar/ landasan hukum SPM. 4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang maksud dan tujuan SPM. 5. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang manfaat SPM. 6. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang jenis indikator tiap unit kerja. 7. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang dimensi mutu 8. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang tujuan
8 9. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang definisi operasional 0. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang frekuensi pengumpulan data. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang periode analisis. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang pembilang (numerator) 3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang penyebut (denominator) 4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang sumber data 5. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang standar 6. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan tentang penanggung jawab pengumpul data.5 Manfaat Penelitian lain : Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari berbagai pihak antara.5. Bagi Mahasiswa Penelitian ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam menambah wawasan khasanah ilmu pengetahuannya khususnya di bidang manajemen Mutu Pelayanan
9 Rumah Sakit tentang penerapan Standar Pelayanan Minimal di RSUD Kabupaten Buleleng..5. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng Penelitian ini sebagai masukan bagi RSUD Kabupaten Buleleng dalam hal untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat pengetahuan karyawan RSUD Kabupaten Buleleng terkait pemahamannya tentang Standar Pelayanan Minimal..6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Manajemen Mutu Pelayanan Rumah Sakit khususnya mengenai Tingkat Pengetahuan Karyawan RSUD Kabupaten Buleleng Tentang Standar Pelayanan Minimal.