BAB I PENDAHULUAN. Serikat untuk membuat penilai infrastruktur di Australia. sekalipun pemerintah SBY sudah membentuk MP3EI untuk pengembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Amerika Serikat (1998), ASCE telah mempublikasikan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Amerika Serikat, sejak tahun 1998, ASCE telah mempublikasikan tiga

BAB 1 PENDAHULUAN. masa yang akan datang. Laporan infrastruktur tersebut telah disitasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. mampu mpu memberikan erikan kesejahteraan penduduk dengan pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan dan penambahan yang sangat pesat terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, kependudukan, sarana dan prasarana serta transportasi. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Presiden ke-7 Indonesia, Ir.

PERSEPSI INSINYUR TEKNIK SIPIL MENGENAI KELAYAKAN INFRASTRUKTUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: ERVANDES BENY SANJAYA NPM.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengembang, Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI BALI BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang diteliti di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI BENGKULU BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI MALUKU BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan perolehan rating sebesar 59,31%. Dari hasil analisis pada setiap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagai kontraktor, konsultan,pemerintahan DPU, Non PU serta Perguruan Tinggi

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KONDISI INFRASTRUKTUR DENGAN MENGGUNAKAN SKALA PENILAIAN ASCE DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

ANALISIS KONDISI INFRASTRUKTUR DENGAN MENGGUNAKAN SKALA PENILAIAN ASCE DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. infrastruktur di Propinsi Kalimantan Barat adalah E dengan perolehan rating

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

Tujuan Penyediaan Prasarana

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum BPLH Kota Bandung

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

PROFESI INSINYUR TEKNIK SIPIL ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa jalan dan jembatan yang merupakan bagian dari pembangunan

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

DAFTAR ISI PENGANTAR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

NOMOR 16 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 24 TAHUN TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013).

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negeri Indonesia beberapa tahun kebelakang yang menyebabkan

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Era kompetisi yang kian ketat ini, setiap perusahaan dituntut untuk

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern ini semakin banyak pembangunan yang terus-menerus

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Amerika Serikat, sejak tahun 1998, ASCE telah mempublikasikan tiga laporan struktur dan sejumlah laporan status yang dimutakhirkan datanya sehingga berpotensi untuk memberi solusi dan peningkatan infrastruktur pada masa mendatang. Laporan infrastruktur tersebut telah disitasi oleh berbagai tulisan dan studi akademik, dan para pejabat pemerintah dan politisi pun memanfaatkan laporan tersebut untuk pengambilan kebijaksanaan. Demikian juga sudah terjadi di Australia sejak tahun 2001 mereka mulai menggunakan model Amerika Serikat untuk membuat penilai infrastruktur di Australia. Di Indonesia, studi semacam ini belum pernah dilakukan. Sekalipun sekalipun pemerintah SBY sudah membentuk MP3EI untuk pengembangan daerah tertinggal, kebutuhan infrastruktur tidak diketahui secara pasti bagaimana prakiraan kebutuhan dan pembiayaannya. Maka timbul masalah, misalnya di Papua sudah dibuatkan jalan, namun jarang sekali jalan itu digunakan karena masih sepi dan sumber daya tidak digunakan secara baik ditempat itu. Report Card di Amerika Serikat telah disitasi dari berbagai artikel dan laporan studi akademik. Pemimpin politik nasional maupun lokal telah memanfaatkan untuk membuat kebijakan dalam pengadaan infrastruktur di negara atau negara bagiannya. Untuk mengambangkan infrastruktur di negaranya, ASCE 1

2 membentuk panel pakar yang terdiri dari berbagai bidang konstentrasi infrastruktur yang memiliki reputasi nasional untuk menentukan lingkup dan penilaian, juga anggaran yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan infrastruktur pada masa mendatang. Konsep untuk membuat laporan instruktur bermula dari tahun 1988 dengan membuat komisi nasional untuk pengembangan pekerjaan umum. Saat itu berjudul Fragile Foundation: A Report on America s Publics Works, komisi tersebut melaporkan isu yang merekomendasi bagaimana negara meningkatkan kemampuan infrastrukturnya dalam melayani kegiatan masyarakat. Komisi tersebut kemudian melakukan studi yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan infrastruktur. Untuk memandu studi tersebut, para penulis laporan tersebut telah menyusun baseline untuk mengevaluasi infrastruktur. Laporan awal tersebut terdiri dari delapan kategori infrastruktur dan memuat tingkatan penilaian berdasarkan kinerja dan kapasitas infrastruktur yang ada. Ketika laporan terebut dikeluarkan pada tahun 1988, rata-rata nilai infrastruktur masih pada tingkatan C, menunjukan pencapaian berada pada tingkat cukup. Pada saat itu, masalah yang banyak ditemukan pada infrastruktur adalah kemacetan lalu lintas dan kemampuan dalam pemeliharaan untuk menghadapi umur infrastruktur yang semakin tua. Oleh karena itu para anggota komisi mengusulkan infestasi fiscal yang dapat menunjang biaya operasi dan kebutuhan masa mendatang.

3 Sejak dikeluarkannya laporan infrastruktur pada tahun 1988, studi ASCE selanjutnya menunjukkan bahwa pada dekade berikutnya nilai infrastruktur di Amerika semakin parah dan tingkat nilai berkurang rata-ratanya. Berkurangnya tingkatan nilai rata-rata disebabkan oleh menurunnya nilai infrastruktur sekolah, penyedia air bersih, jalan, dan dam. Nilai tersebut mengejutkan anggota komisi, banyak praktisi dan pengamat dari anggota masyarakat yang peduli pada infrastruktur. Laporan pada tahun 2001 menunjukkan peningkatan ke nilai D+, namun pada tahun 2005 kembali turun ke D. Dari laporan tersebut dapat diketahui bahwa ada hal yang serupa pada laporan awal di tahun 1988 yaitu masalah pemeliharaan dan ketidakmampuan penyedian dana untuk pengembangan infrastruktur. Oleh karena itu ASCE mengusulkan triliunan dollar untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur serta pemeliharaannya agar selalu berfungsi dengan baik. Bila hal ini terjadi di negara adidaya seperti Amerika Serikat, demikian juga dapat terjadi di Indonesia. Di negara kita tidak pernah ada studi mengenai infrastruktur, meskipun disadari kecukupan infrastruktur akan membantu aktifitas usaha pembangunan ekonomi masyarakat. Seperti kegiatan Infrastructure Summit yang diselenggarakan sejak tahun 2004. Demikian pula kegiatan Indonesia International Infrastructure and Exhibition 2012 (IIICE2012) kembali diselenggarakan pada tanggal 28-30 Agustus 2012 di Jakarta Convention Center bersamaan dengan Asia Pacific Minister and Regional Governor Converence on Sustainable and Inclusive Infrastructure Development 2012 (APM-RGC 12).

4 Para pemimpin pemerintahan berkumpul dalam acara tersebut selaku pengambil keputusan yang bertanggung jawab untuk masa depan pembangunan infrastruktur. IIICE2012 memberikan pandangan yang kritikal untuk industry infrastruktur seperti: Energi Pembangkit Daya dan Distribusi; Teknologi Informasi dan komunikasi; Transportasi jalan, udara, laut dan air; dan manajemen air dan limbah. Penilai kelayakan infrastruktur adalah suatu program ASCE untuk memberi data dan mendukung kebijakan pemerintah dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di negaranya. ASCE sudah membuat Infrastructure Report Card sejak 1988 di USA dan para insinyur di Australia telah mengikuti program yang sama sejak 2001. Dalam merumuskan perencanaan, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perencanaan pembangunan infrastruktur permukiman yang menjadi prasyarat mutlak untuk dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur permukiman sesuai kebutuhan masyarakat baik yang mampu disediakan maupun tidak oleh pemerintah. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Pendanaan Dana tersebut mutlak tersedia sehingga keberadaannya menjadi prioritas utama. Dengan keterbatasan dana inilah maka muncul urutan prioritas dari apa yang akan dibangun, sehingga perencanaan yang matang menjadi acuan untuk menghindari kegagalan pelaksanaan pembangunan. 2. Kelembagaan Keberadaan lembaga pengelola yang menangani masalah perencanaan infrastruktur harus ditunjang oleh kemampuan manajemen pengelolaan. Mulai

5 dari siapa yang merencanakan, melaksanakan, sampai pada yang memelihara hasilnya nanti. 3. Kondisi Sosial Kondisi sosial masyarakatnya juga dapat menentukan perencanaan infrastruktur permukiman untuk wilayahnya. Masyarakat berpenghasilan tinggi akan membutuhkan infrastruktur yang berbeda dengan masyarakat berpenghasilan rendah, baik dalam kualitas maupun jenisnya. 4. Kemampuan Teknis Kemampuan teknis yang tinggi dari perencanaan pembangunan infrastruktur permukiman, tidak saja akan menghasilkan kualitas pekerjaan yang baik, namun dapat pula menekan biaya pembangunan. Kemampuan teknis ini diperlukan dalam suatu perencanaan pembangunan infrastruktur mengingat dana yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur selalu tidak sebanding dengan kebutuhan pembangunan. 5. Kondisi Fisik Lingkungan Fisik lingkungan akan mempengaruhi sistim perencanaan, topografi yang datarakan lebih mudah direncanakan dari pada yang terlalu curam. Selain topografi, kondisi fisik lingkungan yang mempengaruhi perencanaan infrastruktur permukiman adalah hidrologi, curah hujan, geologi tata lingkungan dan struktur tanah. 6. Bencana Alam Faktor bencana alam sangat diperlukan sebagai pertimbangan dalam merancang dan membangun infrastruktur. Untuk mengurangi kerusakan akibat

6 bencana makaharus memperhatikan konfigurasinya (bentuk, ukuran, ketinggian, dan orientasinya), intensitas dan frekuensi ancaman bencana di suatu wilayah, standarstandar rancangan struktural dan non struktural, pilihan bahan/material inti dan pendukung serta kualitas konstruksinya. 7. Peran serta Masyarakat Pengembangan infrastruktur suatu kota/wilayah tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan, walaupun penentu kebijakan masih merupakan kewenangan pemerintah. Partisipasi masyarakat diartikan keikutsertaan, keterlibatan, dan kesamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, pelaksanaan program dan evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan dan material yang diperlukan. Sebagai provinsi yang sedang berkembang, penilaian infrastruktur yang ada di Provinsi NTT sangatlah penting. Dengan infrastruktur yang masih terbatas jangkauan pelayanannya, laporan ini akan sangat membantu pemerintah Provinsi maupun Daerah untuk memantau sejauh mana kemampuan dan potensi infrastrukturnya dalam menghadapi perkembangan provinsi dan daerahnya.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengetahui kelayakan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan sosial di Provinsi NTT. 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penelitan ini adalah untuk menilai sampai sejauh mana kelayakan infrastruktur menurut para insinyur teknik sipil dapat mendukung kegiatan social dan ekonomi di provinsi NTT. 1.4 Ruang Lingkup Infrastruktur yang akan dimasukkan dalam laporan ini meliputi : pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal, jembatan dan jalan ( nasional, provinsi dan kabupaten), dam dan irigasi, air minum, buangan air kotor, buangan sampah, energi, obyek wisata, dan telekomunikasi. 1.5 Keaslian Tugas Akhir Berdasarkan data tugas akhir di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tugas akhir dengan judul Analisis Kelayakan Infrastruktur Di Provinsi NTT

8 Berdasarkan Penilaian Praktisi dan Akademisi Teknik Sipil belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.6 Manfaat Manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Sebagai sarana yang dapat digunakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk mengontrol dan mengembangkan infrastrukturnya. 2. Sebagai sarana yang dapat digunakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk mengetahui kelayakan infrastruktur yang ada di daerah. 3. Sebagai tolak ukur yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk menyusun APBD.