BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LATAR BELAKANG MASALAH

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuann hukum, maka hilanglah sifat

Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

commit to user BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP. Faktanya permohonan praperadilan pihak tersangka tetap diperiksa di persidangan, bahkan ada yang dikabulkan sebagian, hal ini merupakan putusan yang dibuat di luar kewenangan hakim dalam sidang praperadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP 1. Keberadaan lembaga praperadilan sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia atau harkat dan martabat manusia terutama manusia pencari keadilan dan sekaligus bertujuan dan berfungsi sebaga sarana pengawas horizontal terhadap aparat penegak hukum agar tidak menggunakan wewenangnya secara sewenang-wenang. Namun sebagian besar masyarakat pencari keadilan merasakan dan menilai bahwa keberadaan praperadilan belum berfungsi sebagaimana yang dicita-citakan KUHAP yaitu untuk memberikan kontrol terhadap tindakan aparat penegak hukum. 2 Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian KUHAP terhadap UUD 1945, menyatakan bahwa : Praperadilan lebih jauh bertujuan menegakkan dan memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Mekanisme ini 1 (http://www.news.detik.com, Catat!Ini 2 Vonis Kontroversial PN Jaksel Di Kasus Praperadilan, (01 Februari 2015), 3 September 2015) 2 Kuffal, 2004, Penerapan KUHAP Dalam Praktek Hukum, Malang, Universitas Muhammadiyah Malang Press. Hal. 290 1

2 dipandang sebagai bentuk pengawasan secara horizontal terhadap hakhak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan. 3 Dunia hukum di Indonesia sempat guncang dengan keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi yang mengabulkan tuntutan praperadilan terkait ditetapkannya status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan status tersangka kepada Budi Gunawan menurut Hakim Sarpin tidak sah dan tidak memiliki status hukum mengikat, dengan beberapa pertimbangan di antaranya menyatakan bahwa tersangka bukan penyelenggara negara saat menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polisi, namun tersangka adalah pejabat administrasi (Pasal 11 huruf a UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK), dan hakim berpendapat bahwa tidak ada keresahan oleh publik saat tersangka menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Polisi (Pasal 11 huruf b UU KPK) serta tidak mengakibatkan kerugian terhadap Negara paling sedikit Rp. 1 milyar (Pasal 11 huruf c UU KPK). Adanya putusan pengadilan dalam sidang praperadilan yang mengabulkan terkait sah tidaknya status tersangka seseorang tidak bisa dijadikan sebagai sumber acuan hukum atau yurisprudensi karena baru satu putusan pengadilan. Putusan Praperadilan yang dikeluarkan berimplikasi luas pada sistem penegakan hukum pidana khususnya tugas penyidik. Putusan praperadilan tersebut, ke depan setiap penetapan tersangka berpotensi akan di praperadilankan. Pengadilan negeri dapat dibanjiri permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. 3 Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011 dalam pengujian KUHAP terhadap UUD 1945, hal. 28

3 Pasal 3 Ayat (2) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 bahwa hakim memiliki kemerdekaan atau kebebasan dalam melakukan fungsi yudikatif, termasuk dalam menjatuhkan putusan dalam sebuah persidangan. Pasal 10 Ayat (1) hakim dilarang untuk menolak mengadili sebuah perkara dengan alasan tidak ada hukum yang mengaturnya. Dikaitkan dengan kewajiban hakim yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1), maka putusan praperadilan terhadap permohonan yang pokok gugatannya di luar ketentuan Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP, dapat dikatakan tidak mengakomodasinya. Masalah lain yang timbul dari adanya putusan ini adalah bahwa terhadap putusan praperdilan tidak dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini tercantum dalam Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) (ayat (2) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU/-IX/2011) serta Surat Edaran Mahkamah Agung R.I Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perkara yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Hakim praperadilan seharusnya mempertimbangkan dengan bijaksana atas putusan yang telah dibuatnya. Hakim dalam membuat suatu putusan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan hakim praperadilan lebih memperhatikan dengan seksama apakah putusannya tersebut telah memenuhi unsur keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Atas dasar paparan di atas peneliti ingin mengangkatnya dalam penelitian skripsi dengan judul ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA

4 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Keberadaan praperadilan sebagai representasi dari upaya perlindungan Hak Asasi Manusia dalam hukum terkait khususnya terkait dengan penetapan status tersangka yang pada hakikatnya adalah pembatasan hak-hak asasi manusia. Kondisi ini menjadikan pengadilan harus memiliki dasar hukum yang jelas dalam memberikan putusan tidak sahnya status hukum, di mana hal tersebut akan memberikan efek terhadap putusan yang dihasilkan. 2. Rumusan Masalah 1) Apakah dasar hukum bagi pengadilan dalam memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan? 2) Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan? 3) Bagaimana dampak putusan praperadilan dari Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Obyektif a. Mengetahui dasar hukum bagi pengadilan dalam memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan.

5 b. Mengetahui upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan pengadilan yang memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan. c. Mengetahui dampak putusan praperadilan dari Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka terhadap praktik penegakkan hukum di Indonesia. 2) Tujuan Subyektif a. Menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam bidang Hukum Pidana, khususnya menyangkut masalah putusan pengadilan dalam memutuskan sah tidaknya status tersangka dalam sidang praperadilan dan upaya hukum yang dilakukan terkait putusan pengadilan dalam sidang praperadilan yang memutus sah tidaknya status tersangka. b. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan (S1) di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Secara Teoritis Mengembangkan pengetahuan di bidang hukum dan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam, khususnya mengenai putusan pengadilan dalam memutuskan sah tidaknya status tersangka dalam sidang praperadilan dan upaya hukum yang dilakukan terkait putusan pengadilan dalam sidang praperadilan yang memutus sah tidaknya status tersangka

6 2) Manfaat Secara Praktis Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai implementasi praperadilan tentang pemutusan sah tidaknya status tersangka. D. Kerangka Pemikiran Hak warga negara dilindungi oleh negara, baik warga negara dalam status tersangka ataupun sebagai warga negara yang bebas, dan tidak membedakan jenis kelamin, umur, suku agama dan lain-lain. Hak Konstitusional warganegara dalam bidang hukum antara lain meliputi, hak kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), dan hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hak warga negara merupakan hak asasi manusia yang dijamin didalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. Selain di dalam Undang- Undang Dasar 1945, perlindungan terhadap hak warga negara dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta beberapa undang-undang lain yang relevan. Perlindungan hukum bagi sah tidaknya status tersangka dalam sistem hukum pidana nasional diatur dalam Bab VI KUHAP, salah satu hak tersebut, yaitu hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan atau didakwakan. Dalam praktiknya

7 sering terjadi pelanggaran hak tersangka, ketentuan di dalam KUHAP seringkali diabaikan dan kurang dipahami oleh aparat kepolisian sebagai penegak hukum, terbukti kasus-kasus salah tangkap dan perlakuan kasar pada saat penyidikan sering terungkap di media informasi. Hal membuktikan bahwa ketentuan KUHAP belum dipahami secara benar dan dilaksanakan dengan baik oleh aparat kepolisian. Walaupun telah ada bukti awal yang menguatkan tuduhan sebagai pelaku kejahatan, tersangka tetap berkedudukan sebagai manusia dengan hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Terlebih apabila atas perbuatannya itu belum ada putusan hakim yang menyatakan tersangka bersalah. Tujuan diberikannya perlindungan hukum tersangka adalah untuk menghormati hak asasi tersangka, adanya kepastian hukum serta menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar bagi tersangka. Praperadilan yang diminta oleh pelapor adalah praperadilan berhubungan dengan tidak sahnya penetapan status tersangka, karena jelas merugikan pihak yang disangka atau pihak yang dirugikan hak-haknya. Dalam pelaksanaannya Praperadilan dilakukan dengan acara yang berbeda dari acara persidangan pokok perkara sesuai Pasal 78 berisi : (1)Yang melaksananakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan, (2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Kekuatan putusan praperadilan ini sangatlah kuat dan mengikat yaitu untuk putusan praperadilan mengenai tidak sahnya status tersangka maka putusan prapradilan tidak dapat dimintakan banding sesuai yang ditentukan

8 oleh Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 KUHAP. Putusan praperadilan tidak sahnya status tersangka hanya dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Bukan dimintakan banding seperti yang banyak diistilahkan oleh banyak ahli hukum selama ini mengenai putusan praperadilan, melainkan putusan tersebut dapat dimintakan Putusan Akhir Praperadilan Pengadilan Tinggi di masing-masing wilayah hukum itu berlaku. Menurut hipotesis peneliti bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan gugatan tidak sah penetapan tersangka akan berdampak pada meningkatnya banyak gugatan prapradilan di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang objek praperadilan, hal ini akan menjadi penghambat proses penyelidikan (penegakan hukum). E. Metode Penelitian Menurut H.J. van Eikema Hommers sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri. Apa yang dikemukakan mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang. 4 1. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 5 Penelitian hukum ini merupakan 4 Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group,. Jakarta, hal. 11 5 Ibid., hal. 35

9 penelitian dengan pendekatan yuridis empiris, yaitu mendekati permasalahan dari aspek yuridis (peraturan perundang-undangan) dan penerapannya dalam praktik penegakkan hukum di masyarakat (empiris). 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. 6 3. Lokasi Penelitian Perolehan data primer penulis laksanakan di di Polrestabes Surabaya, yang beralamat di Jl. Sikatan No. 1, Jl. Jembatan Merah, Jawa Timur 60175. 4. Jenis dan Sumber Penelitian Hukum Data primer adalah data yang diperoleh dari praktik hukum di lapangan, yaitu di Polrestabes Surabaya, di Jl. Sikatan No. 1, Jl. Jembatan Merah, Jawa Timur 60175, khususnya terkait dengan dampak putusan praperadilan yang mengabulkan gugatan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Putusan Nomor : 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel Terhadap kinerja penegakan hukum, khususnya pada tahap penyidikan. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan, yang berdasarkan kekuatan mengikatnya dibedah menjadi : 1) Bahan hukum primer a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. 6 Ibid., hal. 22

10 b. Undang-Undang No.14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman c. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) d. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia e. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. f. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Putusan Nomor : 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum yang memberikan petunjuk serta penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari buku literatur, makalah, artikel, hasil penelitian dan karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini. 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari kamus umum bahasa Indonesia, kamus hukum, kamus inggris Indonesia, dan ensiklopedia. 5. Teknik Pengumpulan Data 1) Wawancara Yaitu mengadakan tanya jawab maupun diskusi secara langsung terhadap nara sumber untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini. Wawancara dilakukan dengan penyidik terkait terhambatnya proses penyelidikan (penegakan hukum) dengan banyaknya gugatan prapradilan akibat putusan

11 praperadilan dari Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan tidak sahnya penetapan status tersangka. 2) Studi Kepustakaan Yaitu melakukan penelitian dengan data-data yang terkait kaitannya dengan objek penelitian guna mendapatkan informasi dalam bentuk ketentuan formal dan melalui naskah resmi, yakni Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 40/PUU-IX/2011 tentang telah dicabutnya ketentuan Pasal 83 ayat (2) KUHAP. 6. Teknik Analisis Teknis analisis menggunakan analisis kualitatif yang dilaksanakan melalui tahap pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori-teori dan masalah yang ada, kemudian menarik kesimpulan guna menentukan hasilnya. Model analisa yang digunakan adalah Interactive Model of Analysis, di mana data yang terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, kemudian menarik kesimpulan. Dilakukan pula suatu siklus antara tahap-tahap tersebut, sehingga data-data yang terkumpul berhubungan satu dengan yang lain secara otomatis. 7 Kegiatan tersebut dilakukan secara terus-menerus, diulang-ulang sehingga membentuk siklus yang memungkinkan membentuk suatu kesimpulan akhir yang mewadahi. 8 7 H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press, hal. 37 8 Ibid., hal. 8

12 Tahapannya adalah sebagai berikut : 1) Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari data fieldnote. Proses ini berlangsung terus sampai laporan akhir penelitian selesai. 2) Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan research dapat dilakukan. Sajian data dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar / skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel. 3) Penarikan Kesimpulan atau verifikasi, dari awal pengumpulan data peneliti sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ditemui mulai melakukan pencatatan, peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan. Merupakan kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam data reduksi dan data display. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh. Setelah data terkumpul maka ketiga komponen tersebut akan berinteraksi dan apabila dirasa kesimpulan kurang kuat, maka perlu verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan. Untuk lebih jelasnya, interactive model of analysis dapat digambarkan sebagai berikut : 9 9 Ibid., hal. 37

13 Pengumpulan Data Reduksi Data Penyajian Data Penarikan Kesimpulan F. Sistematika Skripsi Penelitian disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan yang didalamnya membahas tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan pustaka, yang terdiri tinjauan umum tentang praperadilan, tinjauan umum tentang tersangka, tinjauan umum tentang proses pemeriksaan perkara pidana dan tinjauan umum tentang putusan. Bab III, berisi tentang hasil penelitian yang mana di dalamnya dijabarkan tentang dasar hukum bagi pengadilan dalam memutuskan tidak sahnya status tersangka dalam sidang praperadilan, upaya hukum yang dilakukan terkait putusan pengadilan dalam memutuskan sah tidaknya status tersangka dalam sidang praperadilan dan seberapa luas efek putusan praperadilan dari Hakim Sarpin. Bab IV, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan penyampaian beberapa saran.