BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial, keamanan ekonomi dan keselamatan personal dan harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dampak Askeskin Terhadap Status Kesehatan Individu Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks di semua negara yang muncul seiring

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB I PENDAHULUAN. Populasi orang berusia lanjut di dunia saat ini mengalami pertumbuhan yang

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

MODUL PELATIHAN TUTORIAL METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. termasuk dalam segi fungsi fisik, interaksi sosial, dan keadaan mental (Jonsen, 2006). Penilaian

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

Indonesia - Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan 2014;

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN. penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. persalinan (WHO, 2008) merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru lahir

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

menilai kondisi kehidupannya saat ini dengan melihat jarak antara posisi kehidupannya saat ini dengan kehidupan yang diinginkan. Dalam hal ini bisa di

BAB I PENDAHULUAN. total penduduk di hampir setiap negara di dunia (World Bank, 2012). Namun, kontribusi

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN STUDI

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 Pendahuluan. dan Sawada 2003), penyedia investasi modal manusia (Raut dan Tran 2005) serta layanan

Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan, 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. fungsional antara variabel-variabel yang dinyatakan dalam suatu bentuk persamaan

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

Indeks Kebahagiaan Jawa Tengah 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I. Pendahuluan. menjadi fokus utama di abad ke-21 ini. Saat kota-kota di dunia tumbuh, penduduk

Indeks Kebahagiaan Jawa Timur Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai kesempatan Pemerintah Indonesia menyampaikan. komitmennya untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

Indeks Kebahagiaan Kalimantan Tengah Tahun 2014

Faktor-faktor Resiko yang Berhubungan dengan Obesitas pada Laki-laki dan Perempuan di Indonesia: Studi Kasus dari Indonesia Family Life Survey (IFLS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

Indeks Kebahagiaan Bengkulu Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Sejalan dengan semakin meningkatnya usia seseorang, maka akan terjadi

Indeks Kebahagiaan Papua Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat serius (Setyopranoto, 2010). Stroke merupakan penyebab kematian ketiga

Indeks Kebahagiaan Kalimantan Barat Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

Indeks Kebahagiaan Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. berisi masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Tujuan penelitian berisi tentang

Well-being: Kajian Interdispliner dalam Ilmu Sosial

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis.

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan warga lansia terbesar di seluruh dunia pada tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada tahun 2000, dua di antara tiga orang lanjut usia (lansia) di seluruh dunia

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ruang terbuka hijau (RTH) oleh Pemerintah Kota merupakan salah satu bagian

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi. sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Dalam ruang lingkup mikro, kesehatan berpengaruh terhadap produktivitas kegiatan ekonomi individu. Kondisi kesehatan menentukan penawaran tenaga kerja individu. Penurunan tingkat kesehatan menyebabkan seseorang mengurangi atau kehilangan kesempatan bekerja yang pada akhirnya berdampak terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian Gertler et al. (2002) dengan menggunakan data survei yang menggambarkan populasi Indonesia menemukan bahwa penurunan tingkat kesehatan berdampak terhadap penurunan pendapatan dan tingkat konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, status kesehatan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan individu. Kesehatan tidak hanya memiliki pengertian sempit yaitu terbebas dari penyakit namun memiliki pengertian yang lebih luas. World Health Organization (WHO) dalam pembukaan konstitusinya mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sejahtera (well-being) yang utuh baik fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit (WHO, 2016). Dalam perkembangannya, pengertian kesehatan ditempatkan dalam konteks perubahan lingkungan yang semakin dinamis seperti yang diusulkan oleh Bircher (2005) yaitu kesehatan sebagai keadaan dinamis dari kesejehateraan yang ditunjukkan oleh karakter potensi fisik, mental, dan sosial seorang individu. Perkembangan pengertian kesehatan yang lebih luas tersebut menyebabkan ukuran-ukuran status kesehatan dikembangkan dalam 1

kaitannya dengan kualitas hidup atau yang sering disebut dengan Health Related Quality of Life (HRQOL). Ukuran kesejahteraan dapat didekati secara objektif maupun subjektif. Kesejahteraan subjektif atau subjective well-being dewasa ini menjadi salah satu ukuran yang digunakan untuk melengkapi indikator kesejahteraan objektif individu seperti tingkat pendapatan atau tingkat konsumsi. Kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan emosional seseorang atas hidupnya (Diener et al., 1999). Evaluasi tersebut meliputi reaksi emosional terhadap suatu kejadian dan juga penilaian kognitif atas kepuasan kehidupan individu tersebut. Dalam berbagai kesempatan, istilah kesejahteraan subjektif sering digunakan secara bergantian dengan istilah kebahagiaan dan kepuasan hidup (life satisfaction). Demikian halnya dalam penelitian ini, istilah kesejahteraan subjektif, kebahagiaan dan kepuasan hidup digunakan secara bergantian. Metode yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif adalah dengan survei yang mengharuskan responden memberikan jawaban pada tingkat berapa dalam suatu rentang skala responden tersebut merasa bahagia (Easterlin, 1974; Frey et al., 2002). Sebagai contoh, General Social Survey Amerika Serikat (NORC, 2015) menggunakan pertanyaan : Meskipun ukuran tersebut bersifat subjektif, dalam konteks kehidupan berdemokrasi, opini masyarakat atas evaluasi kehidupannya harus dihargai dan diperhatikan sebagai bagian penilaian kesuksesan kehidupan masyarakat oleh 2

pembuat kebijakan publik (Diener, 2000). Selain itu, tidak semua determinan kesejahteraan individu tercermin dalam harga pasar, sehingga ekonom perlu mengapresiasi kesejahteraan subjektif sebagai pilihan untuk analisa kesejahteraan individu (Ott, 2010). Tingkat pendapatan atau kondisi ekonomi individu menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Diener et al. (2001) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan positif antara pendapatan dengan kebahagiaan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengaruh pendapatan terhadap kebahagiaan sangat kuat terutama pada kelompok negara miskin. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Tella et al. (2003) yang menyebutkan kebahagiaan dipengaruhi oleh siklus makroekonomi suatu negara. Resesi ekonomi tidak hanya menyebabkan individu dihadapkan pada jatuhnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara tetapi juga tekanan psikis bagi warganya atas ancaman kehilangan pekerjaan. Easterlin (2003) berpendapat tidak selamanya tingkat pendapatan akan sejalan dengan kesejahteraan subjektif. Penelitian dengan membandingkan data antar individu atau negara secara cross section memberikan hasil peningkatan pendapatan yang diikuti peningkatan kesejahteraan subjektif. Dengan melihat data time series, Easterlin mengungkapkan adanya tendensi bahwa seiring berjalannya siklus hidup seseorang, peningkatan pendapatan tidak diikuti oleh perubahan kebahagiaan seseorang. Peningkatan konsumsi tidak serta-merta meningkatkan utilitas seseorang. Pengalaman pencapaian di masa lampau serta perbandingan dengan kondisi lingkungan sosial mempengaruhi kepuasan saat ini. Utilitas yang 3

diperoleh dengan penambahan konsumsi tidak memberikan hasil yang diharapkan karena seseorang telah beradaptasi dan pada saat bersamaan kondisi lingkungan sebagai pembanding juga mengalami peningkatan lebih dahulu. Berbeda dengan tingkat pendapatan, konsep tentang kehidupan keluarga serta status kesehatan cenderung tidak berubah sepanjang siklus hidup seseorang (Easterlin, 2003). Karena tingkat keinginan yang cenderung tetap tersebut, individu yang mengalami penurunan kesehatan atau kehidupan berkeluarga akan mengalami penurunan kesejahteraan subjektif yang berdampak lebih permanen. Individu yang mengalami disabilitas, meskipun mampu beradaptasi tidak sepenuhnya kembali pada level kesejahteraan subjektif seperti pada saat sebelum mengalami disabilitas (Oswald et al., 2006). Sebagai salah satu faktor penting pembentuk kesejahteraan subjektif, beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh status kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif. Beberapa penelitian yang dilakukan di negara barat menunjukkan adanya hubungan negatif antara kondisi sakit dengan tingkat kesejahteraan subjektif (Oswald et al., 2006; Bockerman et al., 2011; Mukuria et al., 2012). Sementara itu, penelitian dengan topik serupa di negara-negara Asia masih terbatas. Tercatat Wang et al. (2015) dengan data survei penduduk pedesaan di China menemukan adanya pengaruh positif dan kuat antara kondisi kesehatan mental dengan kesejahteraan subjektif. Dari semua ukuran kesehatan dalam penelitian tersebut, rasa depresi berpengaruh paling kuat terhadap penurunan kesejahteraan subjektif. 4

Ukuran kesehatan tidak hanya terbatas pengkuran mortalitas, kejadian dan prevalensi suatu jenis penyakit tertentu namun juga dikembangkan ukuran kesehatan dalam konteks kualitas hidup atau yang sering disebut sebagai healthrelated quality of life (Siegel, 2012). Penelitian tentang pengaruh kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif di Indonesia masih terbatas dengan menggunakan ukuran tinggian badan, Body Mass Index (BMI), gejala depresi, dan kekuatan genggaman tangan (Sohn, 2014) serta penilaian mandiri status kesehatan secara general (Rahayu et al., 2016). Sepengetahuan penulis, penelitian dengan menggunakan ukuran health related quality of life belum dilakukan untuk studi kassus di Indonesia. Untuk mengisi gap tersebut, dalam penelitian ini digunakan ukuran kemampuan fisik (physical function) sebagai proxy status kesehatan. Kajian tentang kemampuan fungsi fisik relevan dalam konteks studi kasus di Indonesia. Seiring peningkatan usia harapan hidup dan, Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) memproyeksikan adanya peningkatan komposisi penduduk usia tua pada tahun 2035 (Adioetomo et al., 2014). Terdapat peningkatan aging index yaitu jumlah lansia berusia di atas 60 tahun setiap 100 anak berusia di bawah 14 tahun. Jika pada tahun 1971 terdapat 10 orang lansia setiap 100 anak di Indonesia, pada tahun 2035 diproyeksikan terdapat 73 orang lansia setiap 100 anak. Di sisi lain, angka potential support ratio cenderung mengalami penurunan. Angka potential support ratio menunjukan jumlah orang berusia kerja (15-64) tahun per satu orang lansi. Jika pada tahun 1971 angka potential support ratio mencapai 21, pada tahun 2035 diproyeksikan turun hingga 6,4. Seperti yang diketahui, salah satu 5

isu utama pada penuaan populasi (aging population) adalah penurunan kemampuan fisik individu yang berdampak besar terhadap kualitas individu di masa tuanya. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif dengan menggunakan data yang menggambarkan populasi Indonesia telah dilakukan Sohn (2014) dan Rahayu et al. (2016). Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut adalah penggunaan indeks kemampuan fungsi fisik (physical function) sebagai variabel status kesehatan. Sohn (2014) menaruh minat pada hubungan antara tinggi badan dengan kebahagiaan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut digunakan juga beberapa variabel terkait status kesehatan berupa Body Mass Index (BMI), kapasitas paru, kadar Hb, status hipertensi dan penilaian mandiri (self reported) status kesehatan. Sementara itu Rahayu et al. (2016) menggunakan variabel persepsi status kesehatan secara general dan kesehatan mental sebagai proxy dari kondisi kesehatan. Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa individu dengan kondisi sehat memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi. Kemampuan fungsi fisik merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur status kesehatan dalam konteks kualitas hidup (health related quality of life). Penelitian lain menggunakan ukuran status kesehatan yang diperoleh dari instrumen survei multidimensi seperti Short Form 36 (SF-36) atau EuroQol-5D (EQ-5D) seperti yang dilakukan oleh Bockerman et al. (2011), Mukuria et al. (2013) dan Wang et al. (2015). Sama seperti instrumen SF-36 atau EQ-5D, physical function juga merupakan ukuran HRQOL namun hanya mencakup 6

aspek disabilitas. Sepengetahuan penulis, penelitian yang menggunakan ukuran kemampuan fungsi fisik (physical function) sebagai variabel penjelas fungsi kesejahteraan belum dilakukan sebelumnya untuk studi kasus di Indonesia. Tabel 1.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian Metode Variabel Dependent Variabel Independent terkait Status Kesehatan Wang et al. (2015) Mukuria et al. (2013) Böckerma n et al. (2011) Oswald et al. (2006) Rahayu et al. (2016) Sohn (2014) OLS Ordered Logit OLS 4 skala selfreported kebahagiaan 5 skala selfreported kebahagiaan 10 skala self reporterd SWB OLS 7 skala self reported kepuasan hidup Ordered Probit Ordered Probit 3 skala self reported kesejahteraan subjektif 3 skala self reporterd kesejahteraan subjektif Temuan EQ-5D Terdapat hubungan antara pennurunan tingkat kesehatan dengan penurunan Kesejahteraan Subjektif. Dari semua ukuran kesehatan, rasa depresi berpengaruh paling kuat terhadap penurunan kesejahteraan subjektif. EQ-5D SF-6D dan Kondisi kronis, EQ-5D dan 15D Kondisi disabilitas indeks kesehatan mental, self reported status kesehatan general Tinggi badan, BMI, self reported status kesehatan general Penurunan status kesehatan berdampak pada penurunan kesejahteraan subjektif. Kesehatan mental berdampak besar terhadap kesejahteraan subjektif, rasa sakit berdampak kecil dan kesehatan fisik tidak berasosiasi dengan kesejahteraan subjektif. Kondisi kronis menyebabkan penurunan kesejahteraan subjektif. Dengan menggunakan EQ-5D dan 15 D sebagai variabel kontrol, ditemukan bahwa hanya gangguan psikiatris yang secara signifikan mengalami penurunan kesejahteraan subjektif. Terdapat kemampuan adaptasi penyandang disabilitas untuk meningkatkan level life satisfaction namun tidak sepenuhnya kembali pada tingkat sebelum menyandang disabilitas. Status kesehatan bepengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif Status kesehatan bepengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif 7

Dari sisi metodologi, penelitian ini menggunakan pendekatan model ordered logit dengan instrumental variable (IV). Penggunan model IV dikarenakan adanya dugaan endogenitas dalam model. Dugaan tersebut didasarkan pada penelitian Sabatini (2014) yang menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan merupakan predictor yang baik terhadap status kesehatan individu. Selain itu, berdasarkan model disabilitas Verbrugge dan Jette (1994), disabilitas dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti gangguan patologi dan impairment yang besar kemungkinan bersifat unobserved. Penggunaan IV dilakukan untuk menguji adanya arah kausalitas serta pengaruh unobserved variable tersebut. Dalam penelitian ini variabel endogen indeks physical function diinstrumenkan dengan menggunakan variabel yang menggambarkan impairment yaitu riwayat kecelakaan yang pernah dialami. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa status kesehatan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Sementara itu, berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik, Indonesia dihadapkan pada peningkatan aging population pada tahun 2035. Kelompok ini sangat rentan terhadap gangguan atas keterbatasan kemampuan fisik tubuh. Penurunan kemampuan fisik diduga memiliki pengaruh terhadap penurunan kesejahteraan subjektif. Namun demikian, penelitian sebelumnya belum menggunakan ukuran terkait keterbatasan kemampuan fisik dalam menganalisis pengaruh status kesehatan terhadap kesejahteraan subjektif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis sejauh mana kemampuan fisik berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif di Indonesia. 8

1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah status kesehatan individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif individu dan berapakah besarnya pengaruh tersebut? 2. Apakah karakter-karakter sosial-ekonomi dan demografi individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif individu dan berapakah besarnya pengaruh karakter sosial-ekonomi dan demografi individu tersebut? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis hubungan antara status kesehatan dan kesejahteraan subjektif individu beserta besarnya pengaruh status kesehatan individu terhadap kesejahteraan subjektif individu. 2. Menganalisis hubungan karakter sosial-ekonomi dan demografi individu dengan kesejahteraan subjektif individu. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memperkaya kajian di bidang ekonomika pembangunan dan ekonomika kesehatan secara umum dan kesejahteraan subjektif secara khusus terkait dengan hubungan antara faktor status kesehatan, sosial-ekonomi, dan demografi individu terhadap kesejahteraan subjektif individu di Indonesia. 9

2. Pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan individu yang berkaitan dengan tingkat kesehatan masyarakat, di mana peningkatan kesejahteraan tidak hanya difokuskan kepada peningkatan indikator pendapatan atau material saja tetapi juga pentingnya faktor status kesehatan terhadap kesejahteraan masyarakat. 3. Penelitian-penelitian selanjutnya untuk mengembangkan hasil penelitian ini lebih lanjut untuk kepentingan pendidikan, pembangunan dan pengambilan keputusan. 1.7 Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan memanfaatkan data survei Indonesian Family Life Survey (IFLS) periode tahun2014. Data IFLS 2014 adalah data IFLS yang terbaru. Data IFLS adalah data yang sangat kaya dan lengkap yang merupakan representasi lebih dari 80 persen populasi Indonesia. Survei IFLS mencakup informasi mengenai karakteristik demografi individu, kondisi sosial dan ekonomi individu dan rumah tangga, kondisi kesehatan individu dan modal sosial. 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab 1 Pendahuluan berisikan latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan ruang lingkup penelitian. Bab 2 Tinjauan Pustaka berisikan kajian teoritis terkait dengan status kesehatan, disabilitas dan kesejahteraan subjektif. Bagian ini dilanjutkan dengan pembahasan penelitian dengan tema sama 10

yang pernah dilakukan sebelumnya. Bab 3 Metode Penelitian berisikan tahapan penelitian, model ekonometri serta definisi operasional variabel yang digunakan. Bab 4 Analisis dan Pembahasan berisikan analisis statistik deskriptif, analisis hasil regresi dan diskusi pembacaan hasil olah data tersebut. Bab 5 Simpulan dan Saran menjelaskan simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. Bagian Simpulan dan Saran berisikan rumusan jawaban atas pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. 11