BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan sebuah proses yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari tantangan kehidupan dimulai dari proses kelahiran hingga melewati setiap masa perkembangan untuk hidup lebih lama mencapai umur yang panjang. Hal ini dapat dikatakan sebuah keberhasilan, akan tetapi di sisi lain hal ini mengarah ke sebuah prediksi dari peningkatan populasi lanjut usia (lansia) di dunia. Dalam empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih dalam populasi dunia diperkirakan meningkat dari 800 juta penduduk menjadi 2 milyar penduduk lansia atau mengalami lonjakan dari 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012). Menurut WHO dalam Health in South East-Asia, proporsi penduduk tua dalam populasi mengalami perkembangan yang sangat cepat terlebih pada negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, memiliki riwayat peningkatan jumlah lansia yang signifikan seiring dengan peningkatan kualitas kesehatan yang berdampak pada peningkatan angka harapan hidup yakni sebesar 14 juta jiwa lansia sejak tahun 1971 hingga tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010). Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009, jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 19,32 juta orang (8,37% dari total seluruh penduduk Indonesia). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 1
2 terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia dimana pada tahun 2005 jumlah penduduk lansia sebesar 16,80 juta orang. Angka ini naik menjadi 18,96 juta orang pada tahun 2007, dan menjadi 19,32 juta orang pada tahun 2009. Propinsi yang menjadi peringkat pertama dengan proporsi penduduk lansia tertinggi ditempati oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (14,02%) kemudian diikuti oleh propinsi lainnya. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai jumlah lansia yang besar. Kabupaten Bantul memiliki penduduk lansia sebesar 178.025 laki laki dan 188.749 wanita (BPS Kabupaten Bantul, 2011). Angka harapan hidup masyarakat di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 mencapai 70 tahun untuk perempuan dan 69 tahun untuk lakilaki (BPS Kabupaten Bantul, 2008). Peningkatan proporsi penduduk lansia dan angka harapan hidup yang tinggi tersebut akibat dari pelaksanaan pembangunan kesehatan yang komprehensif dan berkesinambungan selama beberapa dasawarsa terakhir yang menuntut adanya pelayanan kesehatan yang lebih bermutu untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup lansia (Depkes, 2012). Lansia akan mengalami sejumlah penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain akibat pertambahan umur. Kemunduran atau menurunnya fungsi fisik, psikologis dan sosial pada umumnya ditandai dengan menurunnya beberapa fungsi organ tubuh, seiring dengan menurunnya fungsi organ fisik juga berpengaruh terhadap adanya penurunan fungsi organ non-fisik, yang ditandai dengan munculnya masalah sosial maupun masalah psikologis (Padmiati, 2011).
3 Masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah kesepian (Probosuseno, 2007). Kesepian merupakan salah satu indikator kesejahteraan lansia yang penting (Holmen & Furukawa, 2002). Kesepian dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak menyenangkan yang dimiliki oleh seseorang yang ditandai dengan emosi-emosi negatif dan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dan ketersediaan hubungan yang dimiliki. Johnson et al. (1993) dalam National Council on Ageing and Older People (2004), melaporkan bahwa prevalensi lansia di Amerika yang mengalami kesepian menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni sebanyak 62 % lansia. Penelitian oleh Wardiyah (2007) mengenai kesepian yang dilakukan di komunitas di Desa Sendowo menunjukkan hasil bahwa sebagian besar lansia berada pada keadaan kesepian sedang yakni sebesar 66,67% diikuti kesepian ringan sebesar 23,33% dan sisanya sebesar 10 % masuk dalam kategori kesepian tinggi. Kespian yang dialai oleh lansia dapat disebabkan oleh kondisi seperti merasa tidak memiliki ikatan emosi yang erat seperti tidak punya sahabat untuk berbagi keluh kesah, ketiadaan pasangan, jarak emosional dengan pasangan yang semakin jauh, anggapan berbeda dari yang lain, hidup sendiri, dan terisolasi (Sawitri & Sadarjoen dalam Wardiyah, 2007). Marasmis (1998) menyebutkan bahwa kurangnya kontak dengan keluarga dan teman, tidak memiliki pekerjaan, ketidakmampuan menjalin hubungan dengan lingkunganmaupun keluarga, mundurnya dari berbagai kegiatan, jarang bertemu orang banyak dapat menimbulkan perasaan kesepian pada lansia.
4 Kesepian yang dialami oleh lansia mempunyai dampak yang cenderung menyebabkan berbagai masalah seperti depresi, keinginan bunuh diri, sistem kekebalan menurun, dan gangguan tidur. Kurina et al. (2011) menyatakan bahwa perasaan kesepian yang dialami seseorang menjadi hal yang erat kaitannya dengan tidur karena anggapan seseorang yang membutuhkan rasa aman agar dapat tidur dengan nyenyak. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar yang penting bagi setiap orang untuk menjaga kebugaran dan kesehatan badannya. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 % dengan gangguan tidur yang paling sering ditemui yakni insomnia (Amir, 2007). National of centre for sleep disorder research menyatakan bahwa insomnia adalah suatu pengalaman dari kualitas tidur yang buruk atau kurang memadai yang ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut : kesulitan untuk jatuh tertidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur, bangun terlalu dini di pagi hari dan tidur yang tidak menyegarkan. Faktor psikologis menjadi salah satu penyebab kecenderungan munculnya insomnia. Hal ini disebabkan oleh ketegangan pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) sehingga kondisi fisik senantiasa siaga (Rafknowledge, 2004). Prevalensi lansia yang mengalami insomnia dalam sebuah studi yang luas di komunitas ditemukan sebesar 36% untuk lansia laki-laki dan 54% lansia perempuan mengeluhkan insomnia. Hanya 26% lansia laki-laki dan 21% lansia
5 perempuan yang melaporkan tidak mengalami kesulitan untuk tidur (Setiati & Laksmi, 2005). Dampak dari insomnia menurut Bakr et al. (2011) cukup serius yakni berupa terganggunya fungsi individu, penurunan kualitas hidup yang terlihat dari rendahnya nilai pada komponen mental dan fisik, dan meningkatkan resiko jatuh serta kecelakaan. Peningkatan resiko jatuh pada lansia diduga kuat menjadi salah satu hal yang menyebabkan penempatan lansia di Panti Jompo. Dibandingkan dengan yang tidak mengalami insomnia, lansia dengan insomnia menunjukkan waktu reaksi yang lambat dan mempunyai resiko yang lebih besar mengalami disfungsi kognitif terkait dengan memorinya (Gehrman & Ancoli-Israel, 2010). Insomnia bahkan disebutkan dapat menyebabkan kematian (Pollak et al., 1990; Rumble and Morgan, 1992;Manabe et al., 2000 cit Voyer et al., 2006). Studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap 3 orang lansia yang tinggal di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta menunjukkan bahwa lansia tersebut mengeluhkan mengalami masalah dengan tidurnya berupa sulit untuk memasuki tidur dan sering terjaga ditengahtengah tidurnya serta butuh waktu yang lama untuk kembali tidur. Berdasarkan uraian latar di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat kesepian dengan tingkat insomnia pada lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta.
6 B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang seperti tersebut di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui Adakah hubungan antara tingkat kesepian dengan tingkat insomnia pada lanjut usia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat kesepian dengan tingkat insomnia pada lanjut usia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui tingkat kesepian lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta. b. Mengetahui tingkat insomnia pada lansia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan gerontik terkait dengan kesepian dan insomnia yang terjadi pada kalangan lanjut usia.
7 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah pijakan awal untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya dan memberikan pengalaman yang menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan masalah yang terjadi pada lansia khususnya masalah kesepian dan insomnia. b. Bagi Lansia Memberikan pengetahuan kepada lansia mengenai kesepian hubungannya dengan insomnia yang sering dialami oleh lansia c. Bagi Tenaga Kesehatan Memberikan pemahaman mengenai kesepian dan insomnia yang sering dialami oleh kalangan lansia sehingga penting untuk memperhatikan masalah psikologis dari lansia terkait dengan kesepian yang salah satunya mempunyai dampak terjadinya insomnia pada lansia. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Kurina et al. (2011) mengenai Loneliness Is Associated with Sleep Fragmentation in a Communal Society. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan sleep fragmentation dan durasi tidur. Peneliti menggunakan rancangan cross-sectional dengan subjek sebanyak 95 orang rata-rata usia 39,8 tahun. Hasil penelitian
8 didapatkan bahwa kesepian dan durasi tidur tidak menunjukkan suatu hubungan tetapi ditemukan hubungan antara kesepian dengan sleep fragmentation. Penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel terikat yakni mengenai kejadian insomnia dan subjek penelitian yang digunakan adalah populasi lansia. 2. Penelitian oleh Yokoyama et al. (2010) dengan judul association between depression and insomnia subtypes: a longitudinal study on the elderly in Japan. Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara depresi dengan 3 subtipe insomnia yakni kesulitan memulai tidur (difficulty initiating sleep/dis), bangun terlalu pagi (early morning awakening/ema), dan kesulitan memelihara tidur (difficulty maintaining sleep/dms). Peneliti menggunakan rancangan cross sectional dan longitudinal pada lansia berumur 65 tahun atau ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada studi cross sectional depresi mempunyai hubungan yang signifikan dengan DIS dan EMA. Pada studi longitudinal menunjukkan bahwa depresi mempunyai hubungan dengan DIS namun tidak dengan EMA dan DMS. Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel bebasnya yakni mengenai kesepian. 3. Penelitian oleh Wardiyah (2007) mengenai hubungan antara kesepian dengan depresi pada lansia di dusun Sendowo kelurahan Sinduadi kecamatan Mlati kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan kesepian dengan depresi menggunakan rancangan cross sectional. Sample penelitian sebanyak 60 lansia yang
9 diambil dengan teknik random sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 66,67% lansia mengalami kesepian tingkat sedang dan 81,67% lansia tergolong dalam depresi rendah. Berdasar hasil analisis korelasi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kesepian dengan depresi lansia. Penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel bebasnya yaitu mengenai kesepian pada lansia sedangkan persamaannya adalah pada variabel terikat dan jenis penelitian cross sectional yang digunakan. 4. Penelitian oleh Safitri (2011) dengan judul hubungan antara kesepian dengan kualitas hidup dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta unit Abiyoso. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan kualitas hidup dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Abiyoso yang dilakukan dengan rancangan cross sectional menggunakan 42 responden lansia sebagai sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesepian dengan kualitas hidup lansia dan tidak terdapat hubungan antara kesepian dengan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Abiyoso. Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel terikatnya yaitu mengenai insomnia pada lansia. 5. Penelitian oleh Naim (2007) dengan judul correlation between psychososial stressor and insomnia in Lokapala Hospital Geriatric Association. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
10 stressor psikososial dengan insomnia yang dilakukan dengan rancangan cross sectional dan metode deskriptif analitik. Peneliti menggunakan 27 lansia sebagai sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang stressor psikososial dengan insomnia pada lansia. Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel bebasnya yaitu mengenai kesepian pada lansia dan penelitian yang akan dilakukan dengan metode deskriptif korelatif sedangkan persamaannya adalah pada variabel terikat dan jenis penelitian cross sectional yang digunakan. 6. Penelitian oleh Gopalakrishnan (2007) dengan judul correlation between sosial support and insomnia in Lokapala Hospital Geriatric Association. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan insomnia yang dilakukan dengan metode cross sectional dan deskriptif analitik. Peneliti menggunakan 27 lansia sebagai sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang diterima dengan prevalensi insomnia pada lansia. Penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki perbedaan pada variabel bebasnya yaitu mengenai kesepian pada lansia dan penelitian yang akan dilakukan dengan metode deskriptif korelatif sedangkan persamaannya adalah pada variabel terikat dan jenis penelitian cross sectional yang digunakan.