BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan. Salah satu pekerjaan dan permasalahan lingkungan yang membelit perkotaan adalah masalah persampahan yang belum dapat teratasi dengan baik. Permasalahan pengelolaan persampahan menjadi sangat serius di perkotaan akibat kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga pengelolaan persampahan sering diprioritaskan penanganannya di daerah perkotaan (Moersyid, 2004). 1 Sampah bisa diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga tidak dapat dipungkiri sampah selalu ada selama aktivitas kehidupan masih terus berjalan. Seiring dengan peningkatan kebutuhan manusia, produksi sampah hasil aktivitas manusia juga terus meningkat dan dalam kondisi perkotaan yang padat penduduk dan sempit lahan, volume sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun menimbulkan permasalahan kebutuhan lahan pembuangan sampah, serta semakin tingginya biaya pengolahan sampah. Permasalahan tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap lingkungan seperti pencemaran terhadap tanah, air, dan udara. Menurut Nuryani (2003:56), pengelolaan sampah di kota-kota di Indonesia sampai saat ini belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kendala masih dihadapi dalam melaksanakan pengelolaan sampah tersebut baik ekonomi, sosial budaya maupun penerapan 1 Maliki Moersyid M. 2004. Konsep National Plan Pengelolaan Sampah dalam Rangka Millenium Development Goals. Makalah Kajian Pengelolaan Sampah Secara Terintegrasi. Semarang: Program Studi Teknik Lingkungan Undip.
teknologi. Pengolahan sampah dengan sistem konvensional mungkin masih bisa diterapkan beberapa tahun lalu, ketika pertumbuhan penduduk belum sepadat sekarang ini dan kegiatan industri masih relatif rendah. 2 Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama 25 tahun terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun 1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami perubahan positif yang drastis maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asurnsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun. 3 Selama tiga dekade terakhir, sampah umumnya dikelola dengan metode open dumping yakni sampah ditampung kemudian diangkut dan dibuang di tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Namun dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, metode ini tidak dapat digunakan lagi. Jika sistem pengelolaan sampah yang ada masih bersifat konvensional yakni melalui pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir di TPA maka luas lahan TPA tersebut semakin lama makin berkurang sehingga perlu dicarikan lahan baru demikian seterusnya dan pemulihannya bisa membutuhkan puluhan tahun. Sementara itu ada beberapa pilihan metode pengolahan sampah lain seperti 4 : 1. Metode Sanitary Landfill. Metode ini mengelola sampah dengan melakukan pelapisan geotekstil yang tahan karat pada permukaan tanah sebelum ditimbuni sampah. Geotekstil berfungsi mengalirkan air lindi ke bak penampungan agar tidak mencemari air tanah. Air lindi selanjutnya diolah menjadi pupuk organik cair (POC). Setelah sampah ditimbun, kemudian dilapisi lagi dengan geotekstil di bagian atasnya dan ditutup dengan tanah. Metode ini lebih bagus 2 Nuryani S, dkk (2003). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Yogyakarta: UGM. 3 Pusat Informasi Lingkungan Hidup, State of The Environment Report Indonesia 2001, Bapedal 2001, hal. 11-3 4 http://green.kompasiana.com/limbah/2010/06/30/metode-pengelolaan-sampah-kota-181735.html
daripada sekedar open dumping namun memerlukan lahan yang luas, biaya perawatan yang mahal serta resiko besar atas kebocoran zat atau gas beracun. 2. Metode Rooftiling, Floortiling, Walling. Metode ini mengkonversi sampah menjadi material untuk atap (genteng), lantai (keramik), dan atau bahan-bahan untuk tembok. Dengan sistem reuse dan recycle ini, permasalahannya adalah pada biaya investasi yang besar dan output yang masih terlalu mahal dan kalah kualitas dibandingkan dengan produk regular dari material non sampah pada umumnya. 3. Metode Insenerator. Metode ini dilakukan dengan memasukkan sampah ke dalam unit pembakaran dalam suhu 800 C - 1.200 C. Metode ini bisa mereduksi sampah 80% - 100%. Panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk pembangkit listrik. Lahan yang diperlukan untuk sistem ini relatif lebih kecil daripada metode sanitary landfill tetapi membutuhkan biaya mahal. Metode ini sudah tidak akan diizinkan karena kontribusinya yang sangat besar pada efek gas rumah kaca. Namun metode pengolahan sampah tersebut tidak dapat digunakan karena selain tidak ramah lingkungan, juga membutuhkan biaya yang besar. Untuk itu sudah saatnya sampah diolah dengan suatu metode yang berwawasan lingkungan yakni dengan metode komposting. Metode ini menggunakan sistem dasar pendegradasian bahan-bahan organik secara terkontrol menjadi pupuk dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Secara umum, metode ini bagus karena menghasilkan pupuk organik yang ekologis dan tidak merusak lingkungan serta sangat memungkinkan untuk melibatkan masyarakat secara langsung sebagai pengelola (berbasis komunal). Terlebih berdasarkan data dari BLH, dari sekian banyak sampah yang dihasilkan, penyumbang sampah terbesar berasal dari rumah tangga, oleh karena itu peran
serta masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk memecahkan permasalahan sampah. Tabel 1. Estimasi Total Timbulan Sampah di Provinsi Yogyakarta Berdasarkan Jenisnya Tahun 2008 Jenis Sampah Jumlah(juta ton/tahun) Persentase (%) Sampah Dapur 22,4 58% Sampah Plastik 5,4 14% Sampah Kertas 3,6 9% Sampah Lainnya 2,3 6% Sampah Kayu 1,4 4% Sampah Kaca 0,7 2% Sampah Karet/Kulit 0,7 2% Sampah Kain 0,7 2% Sampah Metal 0,7 2%
Sampah Pasir 0,5 1% TOTAL 38,5 100% Sumber: Kantor Negara Lingkungan Hidup, 2008 Berdasarkan data tersebut, sumber sampah yang dominan berasal dari sampah rumah tangga (permukiman), yaitu mencapai 58% dari total jumlah sampah. Oleh karena itu maka kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam program kebersihan lingkungan perlu ditumbuhkan dan digerakkan karena suatu lingkungan pemukiman yang bersih tidak akan berhasil apabila masyarakat tidak berpartisipasi dalam mencapai tujuannya dan ikut mengelola sampah secara profesional, dan ditangani secara komersial sebagai suatu usaha yang menghasilkan keuntungan. Upaya pengelolaan sampah mandiri berbasis pemberdayaan masyarakat lokal (community development) menjadi langkah yang cukup bijak untuk membantu mengatasi permasalahan pengelolaan sampah. Saat ini telah banyak kelompok atau komunitas yang membantu memecahkan persoalan sampah dan mampu mengolah sampah dengan menggunakan prinsip 4R tersebut, mereka mengurangi jumlah timbulan sampah dengan mengolah kembali sampah menjadi salah satu barang bernilai ekonomis yang berguna. Pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sampah di Dusun Serut adalah salah satu contohnya. Sistem pengolahan sampah dan limbah di Serut terbagi menjadi pengolahan sampah organik dan anorganik dengan memanfaatkan sampah dari masyarakat Serut sendiri. Awal mula masyarakat Dusun Serut tergerak untuk melakukan pengelolaan sampah karena gempa bumi yang terjadi Mei 2006. Kondisi Dusun serut yang porak poranda serta banyaknya tumpukan sampah dari bantuan relawan yang menumpuk menuntut masyarakat Serut mencari solusi untuk mengurangi jumlah timbulan sampah. Pada mulanya sampah tersebut dihilangkan oleh warga dengan cara dibakar maupun sekedar ditimbun di tanah.
Namun banyaknya sampah yang dibakar menyebabkan asap yang mengganggu warga. Untuk mengurangi jumlah timbulan sampah dengan cara yang tidak berbahaya, warga kemudian timbul ide dan tertarik untuk mengurangi sampah dengan cara mengolah kembali sampah tersebut menjadi sebuah bentuk hasil kerajinan sampah Sementara itu penerapan pengolahan sampah organik sudah dimulai sejak tahun 2003 silam namun baru mulai digencarkan pada tahun 2006 setelah gempa bumi melanda Bantul. Paska gempa melanda Bantul pada bulan Mei 2006 Dusun Serut mampu melaksanakan panen raya padi dengan memakai pupuk hasil pengolahan sampah organik hanya berselang dua bulan setelah gempa. Tanaman padi organik yang terbengkalai selama lebih dari sebulan akibat gempa dapat tetap hidup dan siap dipanen meski dilanda kekeringan. Tanggal 27 Juli 2006 dusun Serut berhasil panen raya 7 ton padi organik dan melakukan penanaman bibit pepaya 3.000 batang, cabe rawit 3.000 batang, terong 3.000 batang yang dihadiri Wakil Bupati Bantul dan Maporina (Masyarakat Pertanian Organik Indonesia) Pusat, Dinas Instansi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan fakta tersebut, Dusun Serut menjadi diliput oleh berbagai media dan pedukuhan Serut mulai terkenal dengan pengolahan sampah dan pertanian organiknya. Dusun Serut dengan konsep Kampung Hijau berfokus pada kebersihan lingkungan yaitu aktif mengelola sampah organik maupun anorganik dengan tetap memperhatikan tiga aspek utama, yaitu: ekologi, sosial, dan ekonomi untuk menciptakan lingkungan hijau yang sehat sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat Dukuh Serut. 1.2 Rumusan Masalah Setiap orang dalam berbagai kegiatannya, menghasilkan sampah yang jumlahnya kian bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan manusia. Pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga tanggung jawab
seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu seharusnya masyarakat mempunyai peran dalam mengelola sampah terlebih sampah rumah tangga mengingat jumlahnya semakin hari semakin bertambah seiring dengan pertambahan manusia, dan jika dikelola dengan baik maka sampah mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat. Sehingga rumusan masalah bagi penelitian ini yaitu Bagaimana partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah di Dukuh Serut, Bantul? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah rumah tangga, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan, serta faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan sampah di Dukuh Serut, Bantul. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, manfaat yang didapat ialah sebagai proses pembelajaran untuk menambah wawasan mengenai pengelolaan sampah. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan suatu informasi tentang bentuk pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat agar bisa diterapkan oleh masyarakat yang lain. 3. Untuk pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap program-program yang diciptakan khususnya dalam program pengelolaan sampah. 4. Bagi akademisi, agar penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis