BAB I PENDAHULUAN. objek pajak melalui peningkatan jumlah PMA. Namun, dalam meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang, saham

BAB I PENDAHULUAN. investor asing berkenaan dengan permasalahan utama bagi setiap investor untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar, terbukti. (

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara Tahun (Dalam Miliar Rupiah) Sumber Penerimaan 2013 % 2014 % 2015 %

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Menurut Prof. Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu aspek yang memberikan kontribusi yang besar bagi

I. BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perpajakan adalah untuk meningkatkan pendapatan yang akan digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pendapatan terbesar negara yang dikelola pemerintah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berlimpah dan terletak pada kondisi geografis yang strategis, tidak mengherankan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Negara yang digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ketidakpatuhan wajib pajak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dibagi akan dua yaitu fungsi budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi

BAB I PENDAHULUAN. Laba perusahaan dalam perpajakan digunakan sebagai dasar. perhitungan pajak. Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan sebagai alat dalam mengatur pelaksanaan kebijakan di bidang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. Pajak memiliki peranan penting dalam proses pembangunan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan suatu penduduk dapat tercapai apabila di dalam suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan tersebesar kas negara. Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi atas hasil yang diperoleh dari seluruh aktivitas perusahaan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. menghubungkan antara karakteristik perusahaan khususnya capital intensity dan

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih. Perbedaan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. penghindaran pajak oleh perusahaan adalah penggunaan utang. Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. ketat. Namun pemisahan ini mengakibatkan keleluasaan manajemen perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. anggarannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengandalkan

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembayaran pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. APBN melalui sektor perpajakan (Candra, 2012). Pentingnya peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,

BAB V PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. dapat tercapai apabila didukung melalui pembiayaan dari dalam negeri.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan tujuan perusahaan. Kegiatan pendanaan berhubungan penting

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional serta menjadi unsur utama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. batas negara yang telah membawa dampak pada kemajuan yang pesat di segala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dan dunia bisnis yang sangat melesat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak sebagai salah satu lingkungan bisnis perusahaan mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN. meneliti mekanisme corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendapatan negara maupun pembiayaan.ibarat sebuah bahtera, berlayar hingga akhirnya mampu berlabuh. APBN menjadi motor

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. buku satu periode. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus mengikuti perkembangan usahanya. Begitu juga dengan setiap

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, perencanaan diperlukan agar laba dapat dicapai dalam perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik demi kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. melalui Foreign Direct Investment (FDI). Investor menganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Gambar 1.1 Sumber Pendapatan Negara. Berdasarkan Gambar 1.1 menujukkan bahwa di Negara Indonesia, sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama didirikannya perusahaan berorientasi laba adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat banyak perusahaan akhirnya memakai berbagai cara untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pendapatan Negara negara yang diaturkan pada undang-undang dengan tidak mendapatkan timbal

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh good corporate. tarif pajak terhadap dividend payout ratio (DPR) perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan internal, yaitu dari laba perusahaan saja, tidak akan cukup untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan negara dan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik.

Bab 2 Telaah Pustaka dan Pengembangan Model

BAB I PENDAHULUAN. Perpajakan pasal 1 ayat 1, definisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Pengaruh Leverage dan Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Otomotif dan Komponen di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak hingga saat ini masih menjadi primadona dalam penerimaan negara dan

BAB I PENDAHULUAN. toleransi dari pihak fiskus, dikarenakan fiskus menginginkan perolehan pajak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, namun bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bagi negara-negara yang ada di dunia ini pajak merupakan unsur penting dan

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. keuntungan yang dihasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau

Perpajakan internasional

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan negara diatur dengan undang undang. Hal ini. tarif pajak yang tertuang pada Undang-Undang No.36 tahun 2008 pasal 17

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dari tahun Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Begitu juga di negara Indonesia. Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Ilmiani dan Sutrisno, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sekarang maupun di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis yang terjadi di Indonesia dapat dijadikan suatu kesempatan untuk menarik investor dari luar negeri agar menanamkan modalnya di Indonesia. Semakin banyak penanaman modal asing (PMA) di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pendapatan Negara, terutama dari sektor perpajakan. Peranan pajak sebagai salah satu penerimaan negara yang terbesar membuat pemerintah menaruh perhatian khusus pada sektor pajak. Pemerintah Indonesia melakukan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi dalam upaya untuk mengoptimalkan penerimaan di sektor perpajakan. Usaha ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah adalah dengan cara menambah jumlah objek pajak melalui peningkatan jumlah PMA. Namun, dalam meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak pemerintah selalu mengalami berbagai kendala. Kendala pemerintah dalam upaya pengoptimalan sektor pajak ini adalah masalah penghindaran pajak (Tax Avoidance). Menurut Annuar et al. (2013: 151), Penghindaran pajak telah menjadi masalah krusial sejak ketentuan perpajakan disusun dan masalah ini selalu ada dalam setiap jenis masyarakat. Proporsi beban pajak terhadap pendapatan sebelum pajak semakin lama semakin besar, sehingga nilai keuntungan yang di distribusikan kepada investor terus berkurang. Walaupun peraturan mengenai tax avoidance dan tax planning telah diterapkan di setiap negara, tetapi fakta yang terjadi adalah setiap perusahaan terus berupaya untuk mempekerjakan akuntan 1

2 yang paling handal, dalam rangka menyusun strategi perpajakan yang dapat membuat mereka membayar pajak dengan nilai yang lebih rendah (Daily Mail, 2010). Penghindaran pajak korporat merupakan salah satu isu yang paling sulit untuk dibenahi di setiap yurisdiksi perpajakan, karena aktivitas ini terus menimbulkan kerugian penerimaan pajak bagi pemerintah di negara berkembang (Hundal, 2011). Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu besar adalah melalui pendanaan perusahaan. Perusahaan lebih memilih mendanai kegiatan operasionalnya dengan menggunakan hutang dari pada modal sendiri. Kondisi dimana sebuah perusahaan lebih banyak menggunakan utang dibanding modal sebagai sumber pendanaannya disebut sebagai praktik thin capitalization (OECD, 2012). Thin Capitalization adalah kecenderungan wajib pajak untuk menggunakan instrument hutang dari pada modal dalam menambah investasi atau pembiayaan bagi perusahaannya sebagai bagian dari perencanaan pajak (tax planning). Biaya bunga atas hutang (interest expense) dapat dikurangkan terhadap penghasilan kena pajak, sementara itu bunga atas modal (dividend) tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak (non deductible expense) (Makagiansar, 2010). Beberapa Negara termasuk Indonesia secara tegas telah membatasi praktik thin capitalization dalam peraturan dan sistem perpajakannya. Ketentuan anti praktik thin capitalization diatur dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983. Pasal 18 ayat (1) tersebut memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk mengatur

3 mengenai besarnya perbandingan antara hutang dengan modal (Debt Equity Ratio/DER). Pada tahun 1984 Menteri Keuangan Republik Indonesia telah melaksanakan kewenangan tersebut dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang mengatur bahwa besarnya perbandingan antara hutang dengan modal adalah sebesar 3:1. Dengan aturan tersebut berarti bahwa dalam hal perbandingan antara hutang dengan modal suatu perusahaan melebihi batasan 3:1, maka besarnya biaya bunga yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah sebesar bunga atas hutang yang perbandingannya terhadap modal sesuai dengan perbandingan yang diatur tersebut. Selanjutnya atas selisihnya tidak dianggap sebagai hutang melainkan sebagai modal, sehingga bunga yang dibayarkan akan dianggap sebagai dividen tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang. Akan tetapi, ketentuan mengenai besarnya perbandingan antara hutang dengan modal (Debt Equity Ratio) sebagaimana diatur oleh Menteri Keuangan tersebut hanya berlaku dalam waktu yang singkat, karena pada bulan Maret tahun 1985 ketentuan tersebut ditunda dengan alasan akan mengambat perkembangan dunia usaha. Akibat penundaan tersebut maka Indonesia tidak memiliki aturan tentang Debt Equity Ratio/DER. Hingga akhirnya setelah ditangguhkan selama lebih dari 30 tahun, KMK No.1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Utang dan Modal Sendiri untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan kembali diberlakukan melalui PMK No.169/PMK.010/2015. Aturan PMK 169 dipicu oleh adanya perbedaan perlakuan pajak antara return dari pembiayaan melalui utang dan modal. Biaya bunga yang harus ditanggung

4 perusahaan akan menjadi pengurang dari penghasilan kena pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak. Perbedaan ini salah satu penyebab yang dapat mendistorsi keputusan pembiayaan perusahaan yang mendorong perusahaan untuk melakukan pembiayaan lebih banyak melalui utang atau dengan skema thin capitalization. Tidak adanya aturan yang tegas selama kurun waktu 30 tahun mengenai besarnya perbandingan antara hutang dengan modal (Debt Equity Ratio) dapat memotivasi perusahaan untuk melakukan tax planning dengan cara memindahkan laba ke negara lain akibat timbulnya hubungan induk perusahaan dengan anak perusahaan untuk meminimalisasi kewajiban perpajakannya. Praktik ini diduga terjadi di Indonesia.Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Theo F. Toemion mengungkapkan bahwa ada sekitar 70% perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) tidak membayar pajak karena laporan keuangannya menunjukkan rugi. Lebih satu tahun kemudian Jusuf Anwar (mantan Menteri Keuangan RI) mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa ada 750 (tujuh ratus lima puluh) perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) melaporkan rugi dan tidak membayar pajak (PPh Badan) berturut-turut selama 5 tahun terakhir dan bahkan banyak juga yang lebih dari 5 tahun (republika online, 2016). Dari hal ini terbukti bahwa wajib pajak akan cenderung memilih mendanai kegiatannya dengan utang karena relatif akan lebih sedikit membayar pajak penghasilan badan di negara yang membebankan bunga. Pemerintah sebenarnya sudah mencoba untuk membatasi praktik Thin Capitalization dengan menetapkan aturan Penanaman Modal Asing (PMA) yang

5 meminta syarat penyetoran modal awal sebesar US$ 1 juta ketika mengajukan izin PMA. Tetapi pada kenyataan yang terjadi begitu izin keluar, dana tersebut ditarik lagi oleh pemegang saham di luar negeri. Prianto selaku pengurus Ikatan Akuntan Indonesia menyarankan agar ketentuan mengenai aturan DER dibatasi untuk pinjaman antar perusahaan terafiliasi, atau dimasukkan dalam ketentuan khusus tentang transfer pricing (Pemeriksaan Pajak, 2015). Praktik thin capitalization dapat dijadikan sebagai salah satu strategi penghindaran pajak oleh perusahaan yang memiliki level foreign exposure (eksposur luar negeri) yang besar. Saat perusahaan mengungkapkan ketidakpastian dalam menghitung beban pajak aktual, perusahaan tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar telah melakukan aktivitas penghindaran pajak (Dyreng, et al. 2014). Perusahaan yang beroperasi di pasar asing memiliki kesempatan yang tidak dimiliki oleh perusahaan yang hanya beroperasi di pasar domestik, untuk melakukan penghindaran pajak. Kegiatan yang banyak dilakukan oleh suatu perusahaan di luar negeri adalah penjualan ekspor. Penghindaran pajak melalui pendanaan kegiatan operasional perusahaan diduga juga dilakukan oleh perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional dalam memanfaatkan utang dijadikan suatu celah dalam melakukan perencanaan pajak, untuk menekan beban pajak perusahaan menjadikan pengakuan biaya bunga sebagai biaya fiskal. Utang dianggap sebagai sebuah setoran modal dan bunga yang dibayar oleh anak perusahaan kepada induk perusahaan tidak dapat dilaporkan sebagai dividen. Rego (2003) menemukan bahwa perusahaan multinasional asal Amerika Serikat lebih sukses dalam melakukan praktik penghindaran pajak

6 dibandingkan dengan perusahaan yang murni beroperasi di Amerika Serikat. Foreign control subsidiaries Amerika Serikat terbukti melakukan praktik ketidakpatuhan pajak dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang dikontrol oleh domestik (Hanlon, dkk, 2005). Selain foreign exposure dan multinationality, praktik thin capitalization juga dipengaruhi oleh besarnya potongan pajak (withholding taxes) untuk dividen yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, atas beberapa jenis objek PPh Pasal 23 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% yaitu bunga, dividen dan royalti. Dalam kategori pemotongan pajak ini menentukan apakah pengembalian yang dibayar oleh perusahaan pada pembiayaan bunga yang telah dikeluarkan dapat dikurangkan yaitu diperlakukan sebagai utang bunga atau diperlakukan sebagai dividen. Jika pengembaliannya dianggap sebagai utang bunga, maka dikenakan pemotongan pajak bunga. Namun, jika pengembaliannya dianggap sebagai kepemilikan saham, maka dikenakan pemotongan pajak dividen. Dengan demikian, dapat menentukan apakah pemotongan pajak bunga atau pemotongan pajak dividen dibayarkan atau dianggap sebagai utang modal untuk tujuan thin capitalization. Untuk dapat meminimalisasi praktik thin capitalization diperlukan adanya pengawasan dari pihak institusional. Anggono dan Handoko (2009) menyatakan, Pihak institusional merupakan institusi pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri serta institusi lainnya yang memiliki saham suatu perusahaan pada akhir tahun. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi

7 akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh manajer. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang tinggi dapat melakukan pengawasan dan monitor terhadap kinerja manajer. Dengan adanya pengawasan yang efektif oleh pihak institusional dapat menurunkan penggunaan utang perusahaan. Tindakan pengawasan perusahaan yang dilakukan oleh pihak investor institusional, dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhada kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku mementingkan diri sendiri (opportunistic). Penelitian mengenai Thin Capitalization telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan menemukan hasil yang berbeda. Taylor dan Richardson (2013) yang meneliti Pengaruh Multinationality, Tax Haven Utilization, Withholding Taxes, dan Tax Uncertainly terhadap Thin Capitalization menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara thin capitalization terhadap multinationality, tax haven utilization, withholding taxes, dan tax uncertainly. Sementara itu, Annisa (2011) yang meneliti Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penghindaran Pajak (tax avoidance) menyatakan bahwa komite audit dan kualitas audit memiliki pengaruh signifikan terhadap tax avoidance, sedangkan hasil kepemilikan institusional, persentase dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris tidak signifikan terhadap terhadap tax avoidance. Penelitian Christiana (2014) yang berjudul Determinan Praktik Thin Capitalization Listed Companies di Indonesia 2010-2013 menunjukkan hasil bahwa perusahaan berkarakter multinationality, memanfaatkan tax haven serta

8 dikenakan tarif pajak efektif yang tinggi memiliki posisi thin capitalization yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki karakteristik tersebut. Sebaliknya, perusahaan yang mengungkapkan ketidakpastian pajak serta memiliki foreign exposure yang tinggi memiliki leverage yang lebih rendah. Nuraini (2014) meneliti pengaruh multinationality, pemanfaatan tax haven, pemotongan pajak (withholding taxes), dan kepemilikan institusional terhadap praktik thin capitalization, tetapi tidak mengikutsertakan variabel tax uncertainly. Hasil peneltian menunjukkan bahwa multinationality, pemanfaatan tax haven, pemotongan pajak (withholding taxes), dan kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap thin capitalization. Selanjutnya, Hasil Penelitian Oktofian (2015) tentang Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance menunjukkan hasil bahwa secara parsial kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Hanya variabel komite audit yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan secara simultan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Nuraini (2014) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Thin Capotalization pada Perusahaan Multinasional di Indonesia.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu adanya penambahan variabel independen, yaitu Foreign Exposure. Peneliti juga memperbaharui periode penelitian dengan tujuan untuk melihat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas,

9 maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul yaitu Pengaruh Foreign Exposure, Multinationality, Withholding Tax, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Praktik Thin Capitalization pada Perusahaan yang terdaftar di BEI Tahun 2013-2015. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tingkat foreign exposure yang tinggi mempengaruhi terjadinya praktik thin capitalization di Indonesia? 2. Apakah perusahaaan multinasional memanfaatkan thin capitalization untuk meminimalkan pembayaran pajak perusahaan? 3. Apakah pemotongan pajak (withholding tax) memiliki pengaruh terhadap praktik thin capitalization di Indonesia? 4. Apakah kepemilikan institusional dapat meminimalkan terjadinya praktik thin capitalization? 5. Apakah dengan perbedaan periode penelitian yang diambil akan mendapatkan hasil yang berbeda dengan peneliti sebelumnya? 6. Apakah manajemen pajak sudah dengan baik mengelola pajak perusahaan? 1.3 Batasan Masalah Batasan agar ruang lingkup permasalahan yang diteliti terarah dan tidak meluas,maka peneliti membatasi penelitiannya pada masalah pengaruh foreign exposure, multinationality, withholding taxes, dan kepemilikan

10 institusional terhadap praktik thin capitalization pada perusahaan multinasional yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015 yang perusahaannya melaporkan laporan keuangan secara lengkap dan telah di audit. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Apakah Foreign Exposure mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah Multinationality mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah Witholding Taxes mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 4. Apakah Kepemilikan Institusional mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 5. Apakah secara simultan Foreign Exposure, Multinationality, Withholding Taxes, dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

11 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis apakah Foreign Exposure mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk menganalisis apakah Multinationality mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk menganalisis apakah Witholding Taxes mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Untuk menganalisis apakah Corporate Governance mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Untuk menganalisis pengaruh Foreign Exposure, Multinationality, Withholding, Tax Haven Utilization, dan Kepemilikan Institusional terhadap praktik Thin Capitalization pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, maka kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

12 1. Peneliti Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman bagi peneliti mengenai pengaruh multinationality, withholding taxes, dan kepemilikan institusional terhadap praktik thin capitalization pada perusahaan multinasional yang terdaftar di BEI. 2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan literatur di bidang perpajakan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan analisis mengenai pengaruh variabel yang mempengaruhi thin capitalization. 3. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi pemerintah mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi thin capitalization yang dimiliki perusahaan Indonesia, sehingga pemerintah dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya praktik penghindaran pajak dengan menyusun peraturan mengenai anti penghindaran pajak yang mudah dimengerti dan tidak memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pembayar pajak untuk meminimalkan pembayaran pajak. 4. Perusahaan Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menyadari bahwa praktik thin capitalization yang berlebihan dapat dianggap sebagai aksi penghindaran pajak, sehingga dapat membuat para manajer lebih berhati-hati dalam

13 mengambil keputusan dalam melakukan pembiayaan kegiatan operasional perusahaan agar perusahaan terbebas dari risiko penggelapan pajak (tax evasion) akibat tidak patuh pada ketentuan perpajakan di Indonesia. 5. Investor Dengan adanya penelitian ini, diharapkan investor dapat memahami faktorfaktor yang mempengaruhi praktik thin capitalization yang dilakukan perusahaan. Pemahaman ini akan membantu investor dalam memahami insentif perusahaan dalam melakukan praktik ini, apakah demi efisiensi operasi melalui tax planning, atau demi penghindaran pajak. Dengan hal ini, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih handal di masa yang akan datang.