BAB II KONSEPSI PENYALURAN BANTUAN MODAL USAHA. adanya modal. Modal merupakan faktor produksi terpenting. Bagi perusahaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI PEAKSANAAN PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

RIBA DAN BUNGA BANK Oleh _Leyla Fajri Hal. 1

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

PENDAHULUAN. orang-orang yang melanggar perintahnya, maka amal perbuatan mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Bank pembiayaan rakyat syari ah atau yang lebih dikenal dengan

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V PEMBAHASAN. syari ah yaitu pembiayaan piutang yang mana merupakan bentuk pinjaman

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB II DAN RIBĀ DALAM FIQIH MUAMALAH. yang berarti dia memutuskannya. Qarḍ. masdar yang berarti memutuskan. Qarḍ

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB IV. A. Persamaan dan Perbedaan Aplikasi Produk Talangan Haji di PT Tabung Haji Umrah Hanan NUsantara Surabaya dan BMT Sidogiri Sepanjang Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

BAB IV ANALISIS TENTANG ARISAN TEMBAK DI DESA SENAYANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

A. Analisis Mekanisme Angsuran Usaha Kecil dengan Infaq Sukarela pada Bantuan Kelompok Usaha Mandiri di Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak itu hingga sekarang perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB I PENDAHULUAN. dan saling tolong menolong anatara individu satu dengan individu. lainnya, sebagai makhluk sosial, manusia menerima dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD KAFA<LAH BI AL-UJRAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN KAFA<LAH HAJI DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN TAKE OVER PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS TAKE OVER KPR DARI BMI KE BRI SYARIAH

BAB II LANDASAN TEORI

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan manusia dengan Tuhannya. Ibadah juga merupakan sarana untuk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan suatu sistem perbankan yang

BAB II QARDHUL HASAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM. bagi alam semesta) menganjurkan pemeluknya di samping melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sebab sering dijumpai ada anggota masyarakat yang melakukan jual

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

Transkripsi:

BAB II KONSEPSI PENYALURAN BANTUAN MODAL USAHA A. Modal Usaha 1. Definisi Modal Istilah modal sangat identik dengan dunia ekonomi dan bisnis. Inti dasar dari suatu perusahaan dapat menjalankan kegiatan usahanya adalah dengan adanya modal. Modal merupakan faktor produksi terpenting. Bagi perusahaan yang baru berdiri modal digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha, sedangkan bagi perusahaan yang sudah berdiri lama modal digunakan untuk mengembangkan usaha dan memperluas pangsa pasar. Besar kecilnya modal memang dipengaruhi oleh besar kecilnya usaha yang akan dibuat. Modal memiliki banyak pendapat dalam artian dan pengertiannya. Salah satu pengertian modal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah barang yang digunakan sebagai dasar atau bekal untul bekerja. 1 Sedangkan menurut Bambang Riyanto pengertian modal yang klasik ialah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut dimana setelah berkembang, pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barangbarang modal. 2 Adapun pengertian modal jika dikaitkan dengan usaha dapat 1 Dendy Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) 2 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, 1984), h: 8 28

29 dimengerti sebagai sesuatu yang digunakan untuk mendirikan atau menjalankan suatu usaha. Modal usaha diperlukan sebagai bekal untuk menjalankan sebuah rencana bisnis/usaha demi terpenuhinya kebutuhan dasar oleh seseorang sehingga terhindar dari kekurangan bahkan kemiskinan. Modal ini bisa berupa uang dan tenaga (keahlian). Modal uang biasa digunakan untuk membiayai berbagai keperluan usaha, seperti biaya prainvestasi, pengurusan izin, biaya investasi untuk membeli aset, hingga modal kerja, sedangkan modal keahlian adalah kepiawaian seseorang dalam menjalankan suatu usaha. 2. Sumber Modal Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua, yakni; 3 a. Modal yang Berasal dari Sumber Intern Modal yang berasal dari sumber intern adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan. Metode pembelanjaan dengan menggunakan dana atau modal yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, yang berarti suatu pembelanjaan dengan kekuatan sendiri disebut pembelanjaan dari dalam perusahaan atau internal financing dalam artian yang luas. 3 Ardiprawiro, Dasar Manajemen Keuangan, (Universitas Gunadarma, 2015/2016), 88

30 b. Modal yang Berasal dari Sumber Ekstern Sumber ekstern adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan, dan metode pembelanjaan di mana usaha pemenuhan kebutuhan modalnya diambilkan dari sumber-sumber modal yang berada di luar perusahaan dinamakan pembelanjaan dari luar perusahaan (external financing). Dana yang berasal dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Modal yang berasal dari para kreditur merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan dan modal yang berasal dari para kreditur tersebut ialah apa yang disebut modal asing. Metode pembelanjaan dengan menggunakan modal asing disebut pembelanjaan asing atau pembelanjaan dengan utang (debt financing). 3. Penyaluran Bantuan Modal Penyaluran bantuan modal usaha merupakan salah satu solusi yang tepat dalam masalah pengurangan kemiskinan, karena modal adalah salah satu faktor yang sangat dibutuhkan dalam mengembangkan sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), dimana sektor UMKM diyakini dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan dikarenakan UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik tradisional maupun modern. 4 4 Tulus T. H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), h: 149

31 Pemerintah juga memperhatikan masalah penyaluran modal usaha, untuk mengembangkan usaha-usaha kecil dan mikro dalam rangka mengurangi kemiskinan, dengan mempermudah penyaluran modal dan menyediakan pembiayaan yang terjangkau. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 Pasal 21-22 berikut ini; Pasal 21 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil. (2) Badan Usaha Milik Negara dapat meneyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah dn pembiayaan lainnya. (4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil. (5) Pemerintah dan Pemerintah daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 22 Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya: a. Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank; b. Pengembangan lembaga modal ventura; c. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang; d. Peningkatan kerjasam antar Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan

32 e. Pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5 Selain itu UMKM mampu menjadi katup pengaman sosial ekonomi masyarakat untuk membantu mewujudkan perekonomian yang seimbang dan berkeadilan. Agar produktivitas UMKM semakin berkembang, pemerintah memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk pinjaman lunak yang dalam hukum Islam dikenal dengan Qard} Al-H}asan. B. Qard> } Al-H}asan 1. Definisi Qard} Dalam hukum Islam, pinjaman lunak dikenal dengan istilah Qard}. Secara etimologis Al-qard} adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar. Sedangkan secara terminologis qard} adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di kemudian hari. 6 Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, qard} adalah penyediaan dana atau tagihan antarlembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 7 Berdasarkan fatwa DSN MUI tentang Qard} Nomor: 19/DSN- MUI/IV/2001 di bawah ini; 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 6 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), 333 7 Pasal 20 ayat (36) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

33 a. Bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal; b. Bahwa salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui prinsip al-qardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah..., 8 Arti Qard} disini adalah meminjamkan modal, sesuai dengan ayat Al- Qur an yang menjelaskan tentang pinjam-meminjam, salah satunya adalah al- Hadid:11 meminjamkan modal atau lainnya yang berada di jalan Allah bagi siapa saja yang meminjamkan pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman tersebut. Artinya setiap kita melakukan kebaikan akan dibalas pula kebaikan oleh Allah seperti meminjamkan modal untuk suatu kebaikan atau digunakan kepada hal-hal yang baik, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula tentunya dengan berlipat ganda. Qard} dikategorikan sebagai aqd tat}awwu, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, lembaga keuangan Islam dapat memberikan fasilitas yang disebut qard} al-h}asan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Dapat pula digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk 8 Ibid.,338

34 membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infak dan sedekah. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah memperbolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi lembaga keuangan Islam sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun. Sebagaimana yang dijelaskan pada Al-qur an surah al-baqarah ayat 245; Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-nyalah kamu dikembalikan. 9 Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menyerupakan amal saleh dan memberi infak fi@ sabi@lilla@h dengan harta yang dipinjamkan dan menyerupakan pembalasannya yang berlipat ganda kepada pembayaran utang. Amal kebaikan disebut pinjaman/(utang) karena orang yang berbuat baik melakukannya untuk mendapatkan gantinya sehingga menyerupai orang yang mengutangkan sesuatu agar mendapat gantinya. 10 Dalam hadis riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Abu Rafi r.a., juga dijelaskan gambaran transaksi Qard},sebagai berikut: 9 Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Mubin Al-Qur an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Al-Mubin, 2013), 10 Mardani, Fiqh Ekonomi Syrariah..., 334

35 Sesungguhnya Rasulullah SAW berutang seekor unta muda kepada seorang laki-laki. Kemudian diberikan kepada beliau dan berkata, saya tidak menemukan di antara unta-unta tersebut kecuali unta yang usianya menginjak tujuh tahun. Beliau menjawab, berikannlah unta itu kepadanya karena sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. (HR. Muslim). 11 Ibnu Majah meriwayatkan hadis yang bersumber dari Ibnu Mas ud r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti sedekah satu kali. (HR. Ibnu Majah) 12 Meminjamkan modal haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Allah. Untuk meminjamkan modal kepada orang lain maka kita haruslah mengetahui jenis usaha apa yang akan dilakukan oleh peminjam modal. Mendirikan usaha yang sudah jelas dilarang oleh Allah sangat tidak dibenarkan. Sesuai dengan janji Allah, akan membalas pinjaman yang diberikan kepada orang lain yang tentu berada di jalan yang telah ditentukannya (kebaikan). Selain itu jika melihat sumber Ijma, para ulama juga telah menyepakati bahwa Qard} boleh dilakukan berdasarkan tabiat manusia yang tidak bisa 11 Ibid. 12 Ibid.,335.

36 hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjammeminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap umatnya. 13 2. Rukun dan Syarat Transaksi Qard} Rukun qard} ada tiga, yaitu: 14 a. S}ighat Maksud dari S}ighat adalah ijab kabul. Tidak ada perbedaan di antara fukaha bahwa ijab kabul itu sah dengan lafaz utang dan dengan semua lafaz yang menunjukkan maknanya, seperti kata, Aku memberimu utang, atau Aku mengutangimu Demikian pula kabul sah dengan semua lafaz yang menunjukkan kerelaan, seperti Aku berutang atau Aku menerima, atau Aku ridha dan lain sebagainya. b. Aqidayn Maksud dari Aqidayn (dua pihak yang melakukan transaksi) adalah pemberi utang dan pengutang. Adapun syarat-syarat bagi pengutang adalah merdeka, baligh, berakal sehat, dan pandai (rasyi@d, dapat membedakan baik dan buruk). 13 M. Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Pr, 2001) 14 Mardani, Fiqh Ekonomi Syrariah..., 335.

37 c. Harta yang Diutangkan Rukun harta yang diutangkan adalah sebagai berikut: 1) Harta berupa harta yang ada padanya, maksudnya harta yang satu sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang-barang yang dapat ditukar, ditimbang, ditanam, dan dihitung. 2) Harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan manfaat (jasa). 3) Harta yang diutangkan diketahui, yaitu diketahui kadarnya dan diketahui sifatnya. 3. Aplikasi Qard} Akad Qard} biasanya diterapkan sebagi berikut: 15 a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya tersimpan dalam bentuk deposito. Atau pinjaman qard} biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami over draft. Fasilitas ini merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi. 15 Ibid.,336.

38 c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qard} al-h}asan. C. Pembiayaan Qard} 1. Sumber Pembiayaan Qard} Sifat al-qard} tidak memberi keuntungan finansial. Karena itu, pendanaan qard} dapat diambil menurut kategori berikut; a. Al-qard} yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Talangan dan di atas dapat diambilkan dari modal. b. Al-qard} yang diperlukan untuk membentuk usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Di samping sumber dana umat, para praktisi perbankan syariah, demikian juga ulama, melihat adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk al-qard} al-h}asan, yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di bank koresponden yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya. 16 16 Mardani, Fiqh Ekonomi Syrariah..., 336.

39 Berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang Qard}, dana al-qard} dapat bersumber dari: 17 a. Bagian modal LKS; b. Keuntungan LKS yang disisihkan; dan c. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada LKS. Dari beberapa penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa al-qard} diperlukan untuk membentuk dan mengembangkan usaha serta keperluan sosial seperti pengentasan kemiskinan, maka sumber yang tepat ialah berasal dari zakat, infak ataupun sedekah. Baik dari individu langsung pada penerima maupun melalui perantara Lembaga Keuangan Syariah. 2. Model Pembiayaan Qard} Ketentuan Umum al-qard}; 18 a. Al-Qard} adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid) yang memerlukan. b. Nasabah al-qard} wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. c. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. d. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana perlu. 17 Ibid., 341 18 Ibid., 340

40 e. Nasabah al-qard} dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad. f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat: 1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian; atau 2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. 19 D. Kriteria Penerima Bantuan Modal Usaha 1. Penerima Bantuan Modal Secara Umum Soemardjan, mendeskripsikan berbagai cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda, dengan tetap memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan, sebagai berikut; Pertama, kemiskinan absolut, yang berarti suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pedidikan; Kedua, kemiskinan relatif, yakni penghitungan kemisikinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif kerena berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial. 20 19 Mardani, Fiqh Ekonomi Syrariah..., 340. 20 Gunawan Sumodiningrat, Ekonometrika Pengantar, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2007), h: 81

41 Moeljarto mengemukakan tentang Poverty Profile sebagaimana berikut; Masalah kemiskinan bukan saja masalah welfare akan tetapi mengandung enam buah alasan antara lain: (a) Masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan. (b) Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan produksi dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk berpartisipasi dalam proses produksi. (c) Masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi, emosional dan sosial dalam menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, sehingga membuatnya tidak berdaya. (d) Kemiskinan juga berarti menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk konsumsi pangan dalam kualitas dan kuantitas terbatas. (e) Tingginya rasio ketergantungan, karena jumlah keluarga yang besar. (f) Adanya kemiskinan yang diwariskan secara terus menerus. 21 Selanjutnya Supriatna mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin, antara lain: 1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri; 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri; 3. Tingkat pendidikan pada umunya rendah; 4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas; 5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 22 21 Moeljarto Tjokrowinoto, Politik Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995), h: 98 22 Tjahya Supriatna, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h: 125

42 Pemahaman terhadap karakteristik kemiskinan dimaksudkan agar dapat pula mengetahui strategi program yang bagaimana yang relevan dengan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut. 23 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dijelaskan bahwa salah satu sektor yang berperan dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan ialah sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi lebih tepat jika mengarah atau mengambil sasaran sektor UMKM. Adapun kriteria usaha yang termasuk dalam jenis UMKM ialah sebagai berikut; 24 a. Kriteria Usaha Mikro; 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tnah dan bangunan tempt usaha; atau 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 b. Kriteria Usaha Kecil; 1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 23 Yulianto Kadj, Kemiskinan Dan Konsep Teoritisnya, (Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNG) 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

43 2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 c. Kriteria Usaha Menengah; 1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00. 25 2. Kriteria Penerima Pembiayaan Qardh Penerima qard} merupakan salah satu yang menjadi rukun qard}. Dimana setiap rukun dalam akad qard} memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat bagi penghutang atau penerima pembiayaan qard} menurut Syafi iyah yakni penghutang termasuk kategori orang yang mempunyai ahliyah al-mu amalah (kelayakan melakukan transaksi) bukan ahliyah at-tabarru (kelayakan memberi derma). Adapun kalangan as}naf mensyaratkan penghutang mempunyai ahliyah at-tas}arrufat (kelayakan memberikan harta) secara lisan, yakni merdeka, baligh, dan berakal sehat. Dalam Islam, hukum qard} mengikuti hukum taklifi; Terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib, dan terkadang haram. Semua itu sesuai dengan cara mempraktekkannya karena hukum wasilah itu mengikuti hukum tujuan. 25 Ibid.

44 Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan sangat mendesak, sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka orang yang kaya itu wajib memberinya hutang. Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang akan menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan yang makruh, maka hukum memberi hutang kepadanya adalah mubah. Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar, seperti jika ia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada dalam diri penghutang, maka ia tidak boleh berhutang. 26 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dimengerti bahwa hendaknya memperhatikan penerima pembiayaan qard} dengan kriteria antara lain; a. Penerima dana telah memiliki penghasilan namun dirasa belum mencukupi seluruh kebutuhannya. Namun sekiranya penghasilan tersebut dapat digunakan untuk membayar setidaknya secara mengangsur. b. Penerima dana telah menyatakan tujuannya dalam mengajukan pembiayaan qard} dan telah dibuktikan oleh pihak pemberi dana bahwa dan qard} nantinya tidak dipergunakan untuk hal-hal kemaksiyatan. 26 Abdullah Bin Muhammad ath-thayar, Ensiklopedi Fiqh Muamalah, 154

45 E. Konsep Pengentasan Kemiskinan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengentasan adalah proses, cara, atau perbuatan mengentas. 27 Hal ini berarti harus ada rencana strategis, beberapa tahap untuk mencapai tujuan (tidak instan), serta tindakan yang relevan. Apabila dikaitkan dengan kemiskinan, maka pengertian yang diperoleh ialah tindakan yang disertai dengan rencana strategis untuk mengentas seseorang dalam situasi kemiskinan dengan melewati beberapa tahap. Konsep kemiskinan mengalami perkembangan, dimana kemiskinan tidak hanya diartikan sebagai masalah ekonomi keuangan namun juga mencakup aspek sosial. Kemiskinan didefinisikan tidak hanya sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, namun juga ketidakmampuan mengakses layanan dasar hidupnya secara memadai. Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Secara historis, upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Upaya pengentasan kemiskinan pun diharapkan merupakan upaya lintas sektoral dan tidak melulu terfokus pada hal yang sifatnya ekonomi semata. Secara umum, pada periode 10 tahun terakhir, program penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan pendapatan 27 Dendy Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)

46 mereka dan pada saat yang sama mengurangi beban pengeluaran mereka terutama dalam memperoleh pelayanan dasar. Pendapatan dapat ditingkatkan melalui pemberian bantuan sosial atau meningkatkan keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi. Sedangkan beban pengeluaran seperti pendidikan, kesehatan, air bersih serta sanitasi, dapat dikurangi melalui peningkatan akses terhadap pelayanan dasar. Kurang berhasilnya pemerintah dalam mencapai target pengurangan angka kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kesalahan cara pandang pemerintah atas upaya pengentasan kemiskinan. Selama ini pengentasan kemiskinan lebih dipahami sebagai program pengentasan kemiskinan, bukan strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan. Semua program pengentasan kemiskinan diguyurkan kepada orang miskin secara bersamaan tanpa adanya pentahapan sehingga sulit untuk menilai efektifitas program pengentasan kemiskinan dari tiap klaster. Selain itu program kemiskinan juga tidak melihat siapa si orang miskin, akibatnya program pengentasan kemiskinan melalui guyuran dana bantuan juga diberikan pada penduduk miskin yang berada dalam usia produktif yang sebenarnya lebih membutuhkan lapangan pekerjaan daripada program yang lebih bersifat charity. Kedua, kegagalan dalam melakukan pengentasan kemiskinan terjadi karena selama ini pengentasan kemiskinan tidak terintegrasi dengan strategi pembangunan nasional. Seolah strategi pembangunan ekonomi ada pada satu

47 sisi, terpisah dari strategi pengentasan kemiskinan yang ada pada sisi yang lain. Padahal keduanya seharusnya terintegrasi sehingga perencanaan strategi pembangunan ekonomi haruslah merupakan strategi yang sekaligus menghilangkan kemiskinan dan tidak menciptakan kemiskinan baru. Akibat keterpisahan ini, sangat mungkin ekonomi tetap mengalami pertumbuhan relatif tinggi tetapi kemiskinan tetap tidak terselesaikan. Ketiga, kegagalan dalam pengentasan kemiskinan terjadi karena orientasi pengentasan kemiskinan yang dilakukan sekadar upaya mengentaskan orang miskin dari kubangan di bawah garis kemiskinan. Bukan memberikan penguatan dan dukungan agar terjadi lompatan dan menjadi warga kelas menengah baru. Keempat, penyebab kegagalan dalam pengentasan kemiskinan karena belum melakukan pembangunan secara komprehensif dan belum menempatkan variabel karakteristik orang miskin serta karakteristik Indonesia sebagai variabel penting dalam mengentaskan kemiskinan dan memajukan ekonomi. Dalam hal ini orang miskin belum disertakan dalam upaya pembangunan dan hanya dijadikan obyek dari pembangunan itu sendiri. 28 Selain keempat hal tersebut diatas, kebijakan pengentasan kemiskinan yang telah disinggung sebelumnya yakni sektor UMKM, juga diyakini pula dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan dikarenakan UMKM dapat 28 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN

48 menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik tradisional maupun modern. 29 Selain itu UMKM mampu menjadi katup pengaman sosial ekonomi masyarakat untuk membantu mewujudkan perekonomian yang seimbang dan berkeadilan. Maka agar produktivitas UMKM semakin berkembang, solusi yang tepat ialah memberikan bantuan modal usaha dalam bentuk pinjaman lunak yang dalam hukum Islam dikenal dengan Qard} Al-H}asan. Dalam pembiayaan qard} al-h}asan, lembaga keuangan Islam memberikan pinjaman yang nantinya akan dikembalikan oleh peminjam secara tunai atau angsuran, dan lembaga tidak diperbolehkan meminta imbalan apapun dari peminjam. Sehingga peminjam hanya berkewajiban membayar pinjaman pokok saja. Dengan demikian nasabah dapat menerima keuntungan dari usahanya 100% dan diharapkan dapat digunakan untuk perkembangan usahanya sehingga tidak lagi dikategorikan masyarakat miskin. Di bawah ini skema dari pembiayaan qard} al-h}asan. 29 Tulus T. H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996)

49 Gambar 1.2 Skema Pembiayaan Qard} Al-H}asan Perjanjian Qard} Muqtarid} Muqrid} Tenaga Kerja Proyek/Usaha Modal 100% Kembali Modal Keuntungan Sumber: Materi Pelatihan Bank Syariah dalam http://mapelbasya.blogspot.co.id