Penulis menguraikan banyak pengalaman yang menunjukkan seorang Komisaris di suatu perusahaan juga menjabat Komisaris di perusahaanperusahaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang good

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum mempunyai maksud

BAB I PENDAHULUAN. memiliki unit audit internal atau biasa disebut GAI (Grup Audit Internal) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global sangat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat

BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

SEJARAH BANK INDONESIA : KELEMBAGAAN Periode

Dasar Hukum Corporate Governance. Institut Manajemen Telkom

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan penerapan Good Corporate Governance (Daniri, 2005). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dari keberadaan isu Corporate Governance (Swasembada, edisi: 09/XXI/28 april-

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. dan diawasi, misalnya melalui penetapan tujuan perusahaan dan monitoring terhadap

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

PT LIPPO KARAWACI Tbk. Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi

BAB I PENDAHULUAN. dan Inggris pada tahun 1980-an yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No.

Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) sesungguhnya telah lama dikenal di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari sebuah perusahaan adalah peningkatan nilai perusahaan dengan

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan bahwa peranan Komisaris Independen dalam rangka

PEDOMAN DAN KODE ETIK DEWAN KOMISARIS PT TRIKOMSEL OKE Tbk.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai wakil dari pemilik juga memiliki kepentingan pribadi sehingga perilaku

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.05/ TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI LEMBAGA PENJAMIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya praktek good corporate governance pada korporasi atau perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kinerja perusahaan. Pada awalnya corporate governance lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baik. Penerapan corporate governance dalam dunia usaha merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PIAGAM KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN PASAL 1 DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang baik akan berpengaruh pula pada kualitas laba. Pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggal 19 Oktober Pada saat itu pengaruh financial perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. keputusan ekonomi. SPAP seksi 341 menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. yang baik Good Corporate Governance (GCG), sedangakan di luar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bekerja untuk mencapai tujuan. Tujuan utama perusahaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer dan ditempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan para pemegang saham (shareholder) saja dan juga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB 1 PENDAHULUAN. disalurkan kembali kemasyarakat untuk menjalankan proses perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempengaruhi perekonomian menjadi tidak stabil. Banyak

2 Perusahaan Publik. Atas pemenuhan pelaksanaan kewajiban, tugas, dan tanggung jawab tersebut melahirkan hak bagi anggota Direksi atau anggota Dewan K

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, untuk penilaian (judgement) dan pengambilan keputusan oleh pemakai

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance merupakan sebuah konsep dimana. pemegang saham memiliki hak untuk mendapatkan informasi suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. perusahaan (Sijabat, 2007). Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dunia, maka seharusnya dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance mulai meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang melaksanakan Corporate Governance (CG) dengan baik akan

BAB 1 PENDAHULUAN. prinsipal. Namun, ditemui ada konflik kepentingan antara agen dan prinsipal

BAB 1 PENDAHULUAN. kesimpulan bahwa sistem corporate governance yang buruk dalam. menimpa negara-negara ASEAN. Praktik-praktik corporate governance

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan di bumi. Seperti yang kita ketahui bahwa perusahaan dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini meneliti pengaruh ukuran dewan direksi, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance.isu mengenai corporate governance menjadi hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai good corporate governance mulai populer khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) di berbagai sektor saat ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan meningkat dalam hampir dua dekade belakangan ini, terlebih setelah

Analisis Pengungkapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perusahaan Indeks Pefindo25 (SME Index) Tahun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting bagi setiap negara. Semakin kuat perekonomian suatu negara maka

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. diumumkan di bursa. Peraturan ini tertera dalam Peraturan Bursa No. I-E tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham

BAB I PENDAHULUAN. badan-badan yang dibentuk di beberapa negara, serta komite-komite yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

Self Assessment GCG. Hasil Penilaian Sendiri Pelaksanaan GCG

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pertama dan tertua di Indonesia. Goodyear Indonesia menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Corporate Governance mulai menjadi isu yang hangat dibicarakan sejak terbukanya

Transkripsi:

RESENSI BUKU Judul : Komisaris Independen Penggerak Praktik GCG di Perusahaan Penulis : Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini Penerbit : PT. INDEKS kelompok GRAMEDIA, 2004 Oleh : Mochamad Hoshi Utomo, S.H., M.H. Tercetusnya semangat reformasi di Indonesia memberikan suatu dorongan yang cukup besar bagi perbaikan tatanan usaha dan pengelolaan perusahaan yang lebih profesional, sehat, dan bertanggung jawab. Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang melanda Indonesia, tuntutan persaingan global, dan kebutuhan akan modal turut pula memberikan andil yang cukup besar bagi perkembangan reformasi GCG di Indonesia. Reformasi GCG yang telah di mulai sejak tahun 2000 di Indonesia ini bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah, mengingat hal ini merupakan suatu proses panjang dan membutuhkan komitmen, kerjasama, serta dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Secara prinsip, corporate governance dalam arti sempit meliputi dua aspek, yaitu aspek governance structure atau board structure dan aspek governance process atau governance mechanism. Governance structure membicarakan struktur hubungan pertanggungjawaban dan pembagian peran di antara berbagai organ utama perusahaan yaitu Pemilik/Pemegang Saham, Pengawas/Komisaris, dan Pengelola/Direksi/Manajemen, sedangkan governance process membicarakan mekanisme kerja dan interaksi aktual di antara organorgan tersebut. Struktur corporate governance sebuah korporasi akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama teori korporasi yang dianut, budaya, dan sistem hukum yang berlaku (halaman 2). Corporate governance, khususnya aspek governance structure atau board structure, tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kedudukan Direksi (executive board) dan Komisaris (supervisory board) dalam suatu perusahaan. Di Indonesia, ketentuan yang mengatur mengenai kedudukan Direksi dan Komisaris diatur di dalam UU No. 1 BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 50 Volume 4, Nomor 3, Desember 2006

Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam UU PT jelas terlihat bahwa kedudukan Direksi dan Komisaris secara tegas dipisahkan, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang dianut dalam UU PT adalah two-tier board system. Sebagai seorang praktisi dan akademisi, penulis buku ini selain menyajikan teori-teori yang terkait dengan korporasi, juga menyangkut permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi, khususnya permasalahan yang menyangkut mengenai peran dan fungsi Komisaris dalam suatu perusahaan. Yang bersangkutan juga menguraikan bahwa permasalahan mendasar yang sering terjadi, antara lain: a. Tidak adanya pemisahan yang tegas antara kedudukan Direksi (executive board) dan Komisaris (supervisory board) Sebagai negara yang menganut two-tier board system, seharusnya terdapat pemisahan yang tegas mengenai kedudukan Direksi (executive board) dan Komisaris (supervisory board) dalam perusahaan. Namun dalam praktiknya, seringkali pemisahan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga terkesan bahwa perusahan-perusahaan di Indonesia menganut one-tier board system, dimana Direksi dan Komisaris mengendalikan perusahaan dengan sangat kuat, dan menjadikan salah satunya hanya sebagai pelengkap penderita, pajangan artistik untuk memenuhi kriteria Undang-Undang, atau sebagai pembuka jalan bagi praktikpraktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (halaman 39). b. Komposisi keanggotaan Isu yang dimunculkan dari permasalahan ini adalah menyangkut tentang upaya memastikan agar komposisi keanggotaan Komisaris dan Direksi memungkinkan untuk dapat dicapainya pengambilan keputusan secara cepat, tepat, efektif, dan berimbang. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalam proses penunjukan anggota Komisaris dan Direksi perlu dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, sehingga nantinya diharapkan agar anggota Komisaris dan Direksi yang terpilih dapat memberikan andil yang cukup besar dalam rangka meningkatkan performa dari perusahaan. c. Proses nominasi yang tidak transparan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 51 Volume 4, Nomor 3, Desember 2006

Selain harus memenuhi kriteriakriteria tertentu tersebut, dalam proses penunjukan anggota Komisaris dan Direksi, perlu dilakukan melalui mekanisme yang formal dan transparan, sehingga anggota Komisaris dan Direksi yang terpilih adalah merupakan kandidat yang memang benar-benar pantas dan memenuhi aspek serta kriteria yang diharapkan perusahaan, bukan karena berdasarkan like or dislike semata. d. Rendahnya independensi Rendahnya independensi dapat mengakibatkan menjadi kurang obyektifnya putusan yang diambil. Hal ini dapat memicu terjadinya praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme diantara kalangan Komisaris dan Direksi. e. Komite-komite yang belum terbentuk dan belum efektif Pembentukan board committee memang belum lazim diterapkan di Indonesia. Akan tetapi, di beberapa negara lain board committee telah banyak diterapkan, misalnya di Australia, Belgia, Perancis, Jepang, Belanda, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. f. Komitmen Komitmen terkait dengan masalah pengalokasian waktu. Penulis menguraikan banyak pengalaman yang menunjukkan seorang Komisaris di suatu perusahaan juga menjabat Komisaris di perusahaanperusahaan lain atau aktif dalam kegiatan-kegiatan bisnis lain selain kegiatan bisnis perusahaan. g. Tantangan budaya Tantangan budaya dimaksudkan kepada kurang harmonisnya hubungan antar sesama anggota Komisaris, maupun dengan anggota Direksi. Hal ini tercermin dari masih rendahnya interaksi antar anggota Komisaris dan dengan Direksi, serta tidak adanya ruang untuk kritik yang membangun. Secara keseluruhan, buku setebal 184 halaman yang di terbitkan oleh PT. INDEKS kelompok GRAMEDIA, 2004, dan diberi judul "Komisaris independen penggerak praktik GCG di perusahaan" ini cukup menarik untuk dibaca. Selain mencoba mengulas mengenai permasalahan di dalam negeri, penulis juga mencoba untuk memberikan gambaran mengenai praktik-praktik yang dilakukan di beberapa negara lain, sehingga pembaca dapat lebih memperoleh gambaran serta perbandingan dari berbagai perspektif di beberapa negara. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 52 Volume 4, Nomor 3, Desember 2006

Disamping itu, topik-topik yang diangkat dalam setiap babnya pun dapat mewakili ide-ide dan pesanpesan yang hendak disampaikan oleh penulis. Selain itu, pengelompokan materi dalam setiap bagiannya dapat lebih memfokuskan para pembaca dalam memahami materi yang disampaikan oleh penulis. Pada bagian pertama, yang terdiri dari 3 (tiga) bab, penulis mencoba membahas mengenai governance structure atau board structure dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, terutama teoriteori korporasi dan sistem hukum yang diadopsi di suatu negara dan juga aspek budaya. Pada bab 2 dan bab 3, dibahas mengenai perkembangan GCG di Indonesia dan di dunia Internasional. Pada bagian kedua, yang terdiri dari 4 (empat) bab, dibahas mengenai berbagai aspek yang terkait dengan Komisaris Independen, baik dilihat dari segi fungsi, peran, status, maupun dari segi tanggung jawab hukum. Sementara itu, pada bagian ketiga yang merupakan bagian penutup, penulis mencoba mengulas mengenai efektivitas Komisaris Independen. Bagian ini juga membahas mengenai framework untuk membangun Dewan Komisaris yang efektif, dan berbagai aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi dan perannya. Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa setiap organ dalam suatu perusahaan harus memberikan nilai tambah. Hal ini berlaku pula bagi Dewan Komisaris, terlebih lagi mereka berada di bagian atas piramida struktur perusahaan bersama-sama dengan Direksi. Mereka dituntut untuk berperan efektif dalam arti mendorong terwujudnya pencapaian tujuan dan sasaran-sasaran bisnis organisasi sejalan dengan visi, misi, nilai-nilai dan strategi perusahaan. Seperti halnya dunia bisnis dan industri lainnya, pada industri perbankan yang merupakan bisnis kepercayaan, dalam operasionalnya tidak dapat lepas dari unsur kepercayaan masyarakat, sehingga bank mau tidak mau harus menerapkan prinsip GCG dalam menjalankan kegiatan usahanya. Peranan dan keberadaan Komisaris Independen dan Dewan Komisaris selaku supervisory board pada struktur organisasi bank menjadi sangat vital dalam memilah dan mengawasi setiap kebijakan yang akan diambil oleh Direksi selaku executive board. Pada akhirnya, pemenuhan prinsipprinsip dan regulasi dibidang perbankan, adanya sistem pengawasan yang independen dan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 53 Volume 4, Nomor 3, Desember 2006

efektif yang dilakukan baik oleh bank itu sendiri maupun yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku otoritas perbankan, serta adanya Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang memadai diharapkan dapat mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang baik. Kestabilan sistem keuangan dan kestabilan moneter sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sebagaimana sebuah proses, tidak ada satu hal pun yang sempurna. Proses menciptakan efektivitas Komisaris Independen dan Dewan Komisaris adalah merupakan suatu perjalanan yang masih panjang yang harus dimulai dari sekarang dan didukung oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 54 Volume 4, Nomor 3, Desember 2006