VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENENTUAN FUNGSI RISIKO PADA PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK MENDUKUNG KALENDER TANAM DINAMIK

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

DATA JUMLAH POHON, POHON PANEN, PRODUKSI,PROVITAS DAN HARGA TANAMAN BUAH-BUAHAN TAHUNAN DI PACITAN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyusunan fungsi produksi menurut umur

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Himpunan Tegas (Crisp)

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo)

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ( X Print) 1

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK

PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONSEP FUZZY LOGIC DAN PENERAPAN PADA SISTEM KONTROL. asing. Dalam pengalaman keseharian kita, permasalahan yang berkaitan dengan fuzzy

Penentuan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Di Kabupaten Sleman Dengan Fuzzy Logic

DENIA FADILA RUSMAN

PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI

BAB I PENDAHULUAN. melakukan tindakan menabung. Pada era modern, tindakan menabung telah

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN BEASISWA BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS: INSTANSI XYZ)

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) REPRESENTASI EMOSI MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA PERMAINAN BONNY S TOOTH BOOTH

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA PADA MUSIM KEMARAU Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

Sistem Pendukung Keputusan untuk Penentuan Kelolosan Beasiswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menggunakan Metode Fuzzy

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

METODOLOGI PENELITIAN

MODUL 8 APLIKASI NEURAL NETWORK DAN FUZZY LOGIC PADA PERKIRAAN CUACA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penerapan Fuzzy Inference System pada Prediksi Curah Hujan di Surabaya Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

ANALISA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KOSENTRASI JURUSAN TEKNIK MESIN UNP PADANG

Analisis Pengaruh Pemilihan Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL

FUZZY LINIER PROGRAMMING UNTUK PEMILIHAN JENIS KENDARAAN DALAM MENGANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

PERENCANAAN JUMLAH PRODUKSI MEJA ALUMUNIUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PRODUKSI DENGAN METODE FUZZY MAMDANI Di UD. Meubel Alumunium, Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menjelaskan tahapan yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini. Adapun kerangka kerja yang dilakukan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. berpikir untuk melakukan dan mengatasi segala permasalahan yang dihadapi dengan bantuan

Penilaian Hasil Belajar Matematika pada Kurikulum 2013 dengan Menggunakan Logika Fuzzy Metode Mamdani

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pendapatan Masyarakat Disekitar Kampus dengan Adanya Mahasiswa Menggunakan Fuzzy

Prediksi Beban Listrik jangka Panjang di Kabupaten Batu Bara tahun dengan Menggunakan Metode Fuzzy Clustering

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan melihat peringkat

I. INFORMASI METEOROLOGI

DAFTAR ISI. ABSTRAK...ii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR TABEL...xi. DAFTAR GAMBAR...xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang...

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

2.4. Association Rule BAB III METODELOGI PENELITIAN Studi Literatur Pengumpulan Data Retrieve Data...

REVIEW PENERAPAN FUZZY LOGIC SUGENO DAN MAMDANI PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA DI INDONESIA

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN

Regresi Linier Berganda untuk Penentuan Nilai Konstanta pada Fungsi Konsekuen di Logika Fuzzy Takagi-Sugeno

Penerapan Fuzzy Inference System pada Prediksi Curah Hujan di Surabaya Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. masukan (input) yang digunakan dalam mengembangkan Fuzzy Inference System seperti yang disajikan pada Gambar 10 berikut :

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengertian Kerangka Validasi Teknik-Teknik Validasi

IV. PERANCANGAN 4.1 Kerangka Sistem Yang Dirancang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB 2 LANDASAN TEORI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

113 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.1. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah menentukan solusi terbaik yang optimal dari suatu tujuan yang dimodelkan melalui suatu fungsi objektif. Dalam hal ini, konsep dan prinsip ekonomis memegang peranan penting sebagai parameter/indikator keberhasilan. Solusi optimal yang dimaksud adalah solusi yang layak untuk diambil sebagai suatu keputusan dan dapat mengatasi semua kendala yang muncul dalam pencapaian fungsi tujuan tersebut. Dalam berbagai bidang, tingkat keuntungan yang maksimal atau tingkat kerugian yang minimal menjadi fungsi tujuan yang ingin dicapai. Sehingga secara alamiah, proses optimisasi sangatlah familiar dengan kehidupan manusia secara umum (Sudradjat et al. 29). Lebih lanjut Sudradjat et al. (29) menyatakan bahwa kondisi optimal akan menjadi suatu tantangan untuk dicapai apabila muncul berbagai kendala yang membatasi pencapaian kondisi optimal tersebut. Sebagai contoh pada pemodelan optimisasi pola tanam pada lahan kering, terdapat variabel keputusan yang tidak diketahui besarannya sebelum kondisi terbaik yang optimal tercapai dengan mengatasi seluruh kendala yang ada. Optimisasi decision network dimaksudkan dengan mencari nilai fungsi utilitas yang paling optimal sebagai masukan untuk kalender tanam dinamik. Optimisasi diformulasi dengan menggunakan fuzzy inference system (). Pengujian keabsahan model merupakan tahapan yang penting dalam pemodelan, karena harus selalu disadari bahwa tidak ada model simulasi yang berlaku untuk segala keadaan. Model selalu dikembangkan berdasarkan sejumlah asumsi yang membatasi keabsahan model. Pertimbangan akhir dari model yang teruji adalah model yang memenuhi kriteria : (1) model konseptual yang memberikan representasi baik bagi proses sesungguhnya; dan (2) lulus pengujian yang dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi model dengan hasil pengamatan eksperimental dan pengukuran lapang (Pawitan 22). Pengujian tersebut merupakan validasi model. Menurut Handoko (22) validasi model identik dengan pengujian hipotesis yang dalam hal ini, model itu sendiri merupakan hipotesisnya. Validasi model dapat dilakukan melalui beberapa cara

114 mulai dari yang bersifat deskriptif misalnya melalui perbandingan secara grafis, yaitu membandingkan antara hasil keluaran model dengan hasil pengukuran lapang pada grafik. Cara ini lebih mudah dilihat dan dibayangkan proses yang dimodelkan serta bagaimana kesamaan atau perbedaannya dengan hasil pengamatan lapang. Dalam bab ini, selain pemaparan mengenai fungsi risiko, juga dipaparkan perihal verifikasi (validasi) fungsi risiko. 6.2. Metodologi 6.2.1. Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model Fungsi risiko yang memetakan kombinasi keputusan dengan kejadian iklim ke nilai kerugian diformulasi dengan model Fuzzy Inference System (). Hal ini dengan pertimbangan bahwa data yang tersedia sangat sedikit, sehingga tidak mampu memprediksi parameter model dengan baik. Dengan model, tranformasi dari kombinasi pola tanam dengan kejadian iklim ke nilai risiko dilakukan berdasarkan kepakaran. Pengetahuan berdasar pakar tersebut selanjutnya diformalkan dengan aturan atau rule yang berbentuk (Jika... Maka...) dan dinyatakan dalam logika fuzzy. Dengan demikian, faktor ketidakpastian terakomodasi dan keterbatasan data dapat diatasi. Diagram model secara umum adalah sesuai gambar berikut : VI. VII. Gambar 6.1 Model untuk pendugaan nilai risiko Pada Gambar 6.1, x sebagai peubah input dalam penelitian ini terdiri dari 3 peubah, yaitu indeks SST Nino 4, Panjang Musim Hujan (PMH), dan Curah Hujan

115 Musim Kemarau (CHMK). Selanjutnya ketiga input tersebut akan memasuki rule 1 hingga rule ke r, untuk menghasilkan himpunan fuzzy output yang merupakan nilai risiko kekeringan. Nilai prediksi risiko ini, yaitu y, dihitung dengan formula defuzzykasi terhadap himpunan fuzzy aggregate dari hasil semua rule. Proses Fuzzy Inference System () dilakukan di Mathlab ver.7. Pada optimisasi dengan menggunakan digunakan data observasi dan digunakan untuk menghitung fungsi risiko Kabupaten Pacitan. 6.2.2. Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model Verifikasi terhadap fungsi risiko dilakukan dengan membandingkan kekeringan yang diperoleh dari data observasi lapang dan dibandingkan dengan kekeringan yang diperoleh dari model. 6.3. Hasil dan Pembahasan 6.3.1. Analisis Optimasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model Fungsi risiko bencana kekeringan digunakan untuk mengetahui seberapa besar bencana kekeringan dapat dihitung berdasarkan data-data kekeringan dan luas tambah tanam historis. Optimasi dilakukan untuk mengetahui berapa kerugian yang paling minimal yang mungkin diperoleh berdasarkan pilihan teknologi yang digunakan, atau seberapa besar kerugian dapat ditekan pada penanaman berikutnya apabila diketahui informasi prediksi komponen fungsi risiko. Ada beberapa tahapan dalam proses fuzzy inference system (). Tahapan tersebut meliputi; perumusan masalah, penyusunan fuzzy membership, penyusunan rule, serta proses lain di mathlab. Perumusan masalah merupakan penentuan input dan output sebagai peubah penentu. Terdapat tiga peubah penentu, yaitu; anomali SST Nino 4 bulan Agustus ( o C), panjang musim hujan (PMH) dalam dasarian, dan akumulasi curah hujan musim kemarau (bulan Mei hingga Agustus). Digunakan SST Nino 4 bulan Agustus sebagai acuan untuk prediksi curah hujan, karena pada bulan Agustus hampir >6% anomali curah hujan di wilayah Indonesia mencapai nilai negatif (Aldrian 23). Sedangkan output adalah bencana kekeringan. Data yang digunakan merupakan data tahunan.

116 Langkah selanjutnya adalah penyusunan fuzzy membership (penetapan fungsi keanggotan), yaitu penentuan range nilai sehingga dapat diketahui pada posisi mana nilai tersebut berada. Range nilai tersebut adalah sebagai berikut; peubah SST Nino 4 meliputi range nilai antara -2 hingga 2 dengan acuan penetapan dari data jangka panjang (Tabel 6.1), panjang musim hujan berada dalam kisaran 1 hingga 36 dasarian, curah hujan musim kemarau berada pada kisaran <85% hingga >115% dari rata-rata tahunan untuk empat bulan musim kemarau (Mei hingga Agustus). Sedangkan bencana kekeringan diklasifikasikan menjadi tidak terkena, terkena ringan, terkena sedang, berat dan puso. Dimana tidak terkena berarti tidak mengalami kejadian, atau kejadian tersebut sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Terkena ringan mempunyai rentang dari nol hingga <Q1 (quartile 1) dari luas kekeringan, terkena sedang (Q1<luas kekeringan<q2), terkena berat (Q2<luas kekeringan<q3), dan puso (>Q3). Rentang fuzzifikasi ini dapat berbeda-beda pada setiap kecamatan, karena baik input terutama curah hujan musim kemarau dan panjang musim hujan berbeda, juga outputnya, mengalami luas kekeringan yang berbeda, sehingga rentangnya menjadi tidak sama antar kecamatan. Tabel 6.1 Contoh himpunan fuzzy untuk input (Anomali SST Nino 4, PMH dan CHMK) Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Anomali La-Nina 1 trapesium < -2., -1.5, -1. -.5> SST Nino4 Normal 2 trapesium < -1., -.5,.5 1. > El-Nino 3 trapesium <.5 1., 1.5, 2. > PMH Rendah 1 trapesium < 1, 1, 8, 12 > Sedang 2 trapesium < 8, 12, 18, 22 > Tinggi 3 trapesium < 18, 22, 36, 36 > CHMK BN 1 trapesium <,, 115, 165> N 2 segitiga <115, 165, 215 > AN 3 trapesium < 165, 215, 6, 6>

117 Tabel 6.2 Contoh himpunan fuzzy untuk output (Kekeringan) Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Kekeringan Tidak ada 1 atau nilai dapat diabaikan Ringan 2 < 25 % luas kekeringan Sedang 3 25-5% luas kekeringan Berat 4 5 75% luas kekeringan Puso 5 >75% luas kekeringan Tabel 6.3 Contoh himpunan fuzzy untuk kekeringan Kecamatan Tulakan Himpunan Klasifikasi Representasi Rentang Fuzzifikasi Fuzzy Interval Kekeringan Tidak ada 1 atau nilai dapat diabaikan Ringan 2 Luas kekeringan < 1,86 ha Sedang 3 1.86 < luas Kekeringan< 7.4 ha Berat 4 7.4 < luas Kekeringan < 43.2 ha Puso 5 Luas kekeringan >43.2 ha Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. sebagai contoh jika SST Nino 4 bernilai +2, panjang musim hujan <1 dasarian, curah hujan musim kemarau <85% dari nilai rata-rata tahunan (bawah normal/bn), dan luas tambah tanam berada pada kisaran >115% (atas normal atau AN) maka bencana kekeringan yang terjadi akan berada pada kisaran yang cukup luas. Misal, jika SST Nino4 =1.12, PMH =13, CHMK =54, maka kekeringan yang mungkin terjadi adalah seluas 25 ha. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh.

118 Gambar 6.2 Fungsi keanggotaan untuk Anomali SST Nino4 Gambar 6.3 Fungsi keanggotaan untuk CHMK

119 Gambar 6.4 Fungsi keanggotaan untuk PMH Gambar 6.5 Fungsi keanggotaan untuk kekeringan

12 Gambar 6.6 Contoh pilihan skenario di fuzzy rule Gambar 6.7 Contoh output di fuzzy rule

121 6.3.2. Verifikasi fungsi risiko yang diformulasi dengan model Verifikasi terhadap fungsi risiko disajikan pada Gambar 6.8. Dari aspek output nilai risiko kekeringan, terlihat bahwa prediksi nilai kekeringan dengan model memberikan nilai prediksi yang mengikuti pola observasi sebenarnya. Namun demikian, secara umum ada trend bahwa prediksi dengan berbias ke atas. Hampir semua prediksi berada di atas nilai observasi (kecuali pada tahun terakhir dan kecuali untuk Kecamatan Tulakan). Hal ini terjadi karena ada beberapa hal yang ditempuh. Pertama, karena sudah diperkirakan lebih dahulu, air tidak akan mencukupi, maka petani tidak melakukan penanaman. Kedua, dilakukannya strategi antisipasi/adaptasi, sehingga dilakukan langkah-langkah penanaman yang memperhitungkan kondisi ketersediaan air, sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin. Dengan demikian, maka pada kondisi observasi/riil di lapang, kekeringan sering mendekati nilai lebih rendah daripada yang dihitung dengan model, hal itu terjadi karena petani tidak melakukan penanaman. Oleh karena itu perlu satu faktor koreksi dari model tersebut agar hasil prediksi menjadi lebih tepat. Kepakaran dalam menentukan selang fuzzy (fuzzy membership) juga memberikan kontribusi terhadap ketepatan hasil prediksi. Hasil sangat jelas terlihat terutama pada tahun-tahun ketika terjadi El- Nino, dan terjadi kekeringan seperti pada tahun,, dan 27 pada sebagian besar kecamatan (Gambar 6.8). Dengan hasil tersebut, dapat digunakan untuk memprediksi kejadian kekeringan dalam bentuk luasan yang mungkin terjadi. Informasi SST Nino 4 yang dituangkan kemudian dalam prediksi curah hujan, sehingga berikutnya dapat menghitung CHMK dan PMH, diharapkan dapat memberikan informasi prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi. Hasil regresi linier antara nilai Kekeringan observasi dengan nilai kekeringan hasil diperoleh koefisien determinasi pada selang yang cukup lebar yaitu dari.37 (Kecamatan Arjosari) hingga.88 (Kecamatan Ngadirojo/ Gambar 6.9). Namun demikian, koefisien determinasi stasiun terbanyak berada pada nilai.7. Hal ini memperlihatkan bahwa hingga sekitar 7% dari persamaan diakomodir oleh model/persamaan, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan oleh model. Prediksi pada tahun 23 memperlihatkan kemungkinan terjadi kekeringan yang cukup luas, namun diperkirakan antisipasi petani sebelumnya dapat menekan kemungkinan terjadi kerugian pada wilayah yang luas.

122 1 2 4 5 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 luas terkena kekeringan (ha) Arjosari 5 1 15 2 25 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Donorojo 1 2 4 5 6 7 8 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 luas terkena kekeringan (ha) Kebonagung 5 1 15 2 25 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Nawangan 5 1 15 2 25 35 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 luas terkena kekeringan (ha) Ngadirojo 5 1 15 2 25 35 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Pacitan 5 1 15 2 25 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 luas terkena kekeringan (ha) Punung 5 1 15 2 25 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Pringkuku 1 2 4 5 6 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 luas terkena kekeringan (ha) Tegalombo Observasi 6 9 12 15 199 2 21 22 23 24 25 26 27 28 29 21 Tulakan Observasi Gambar 6.8 Hasil verifikasi dengan observasi

123 4 Arjosari 4 Donorojo 2 2 1 y =.629x + 68.32 R² =.3763 1 y = 1.7979x + 15.532 R² =.7597 1 2 4 5 5 1 15 2 25 5 Kebonagung 4 Nawangan 4 2 1 y =.5483x + 41.86 R² =.752 2 1 y = 2.232x + 14.356 R² =.7631 2 4 6 8 5 1 15 2 35 25 2 15 1 5 Ngadirojo y = 1.8843x + 9.4229 R² =.8821 5 1 15 2 5 4 2 1 Pacitan y = 1.4875x + 38.197 R² =.718 5 1 15 2 25 4 Punung 4 Pringkuku 2 1 y = 1.9578x + 14.425 R² =.7599 2 1 y = 1.3984x + 17.942 R² =.7628 5 1 15 2 5 1 15 2 25 5 Tegalombo 6 Tulakan 4 2 1 y =.773x + 3.289 R² =.7344 5 4 2 1 y =.3424x + 67.828 R² =.6339 1 2 4 5 6 2 4 6 8 1 12 14 Luas terkena kekeringan observasi (ha) Luas terkena kekeringan observasi (ha) Gambar 6.9 Perbandingan nilai kekeringan observasi dengan hasil keluaran

124 6.4. Simpulan Fungsi risiko bencana kekeringan digunakan untuk mengetahui seberapa besar bencana kekeringan dapat dihitung berdasarkan data-data kekeringan dan luas tambah tanam historis. Optimasi dilakukan untuk mengetahui berapa kerugian yang paling minimal yang mungkin diperoleh berdasarkan pilihan teknologi yang digunakan, atau seberapa besar kerugian dapat ditekan pada penanaman berikutnya apabila diketahui informasi prediksi komponen fungsi risiko. Sistem inferensi fuzzy dapat digunakan sebagai tool untuk prediksi luas kekeringan yang mungkin terjadi, dengan memasukkan nilai input yang digunakan. Berdasarkan fungsi keanggotaan dan penetapan rule, akan diperoleh gambaran/prediksi kekeringan yang mungkin terjadi. Namun demikian penetapan rule perlu menggunakan logika yang baik, sehingga dapat diperoleh kepekaan dalam penentuan/prediksi kekeringan yang diperoleh. Hasil regresi linier antara nilai kekeringan observasi dengan nilai kekeringan hasil diperoleh koefisien determinasi pada selang yang cukup lebar yaitu dari.37 (Kecamatan Arjosari) hingga.88 (Kecamatan Ngadirojo). Dalam penetapan rule untuk fuzzy inference system, diperlukan kepekaan yang cukup tinggi untuk menghasilkan prediksi yang mendekati ketepatan, oleh karena itu diperlukan suatu tool lain seperti algoritma genetika sebagai alat bantu dalam meningkatkan tingkat ketepatan. Sistem inferensi fuzzy merupakan suatu alat ukur dalam penyusunan fungsi risiko, sebagai bagian dari decision network untuk mendukung kalender tanam dinamik. Oleh karena itu, bahasan pada bab selanjutnya memaparkan mengenai pengembangan kalender tanam dinamik.