BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk

PENGELOLAAN KUMBANG TOMCAT SEBAGAI PREDATOR HAMA TANAMAN DAN PENULAR PENYAKIT DERMATITIS

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita.

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dari leher rahim seorang wanita (Kemenkes, 2010). Setiap tahun terdeteksi lebih

BAB I PENDAHULUAN. Mutagen (mutagene) adalah bahan yang dapat menginduksi. deoxyribonucleic acid (DNA) menjadi mutasi. Adapun yang dimaksud dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

kanker). Tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun bermetastasis. Perubahan pola makan di negara-negara berkembang seperti Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

Ada ORI dan helikase yang membuka pilinan terus sampai terbentuk replication bubble.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA

Uji Proliverasi dan Uji Apotoksis Ganoderma lucidum (Curtis) P. Karst sebagai Antikanker Serviks

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena telah digantikan oleh sel muda yang akan menjalankan fungsi organ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB V HASIL PENELITIAN

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak normal/terus-menerus dan tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MOLEKULER ONKOGENESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

I. PENDAHULUAN. Kanker serviks yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV)

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada tahun 2004 (WHO, 2009). Berdasarkan data dari Globocan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks (Leher Rahim) Kanker serviks merupakan salah satu ancaman malignansi terbesar bagi wanita. Di negara berkembang, kanker serviks menduduki urutan teratas bagi kanker ginekologi wanita dan mencakup 20 sampai 30% dari keseluruhan kanker yang menginfeksi wanita (Edianto, 2006; Rosai, 2004). Di Indonesia, setiap tahunnya diperkirakan 20.928 kasus kanker serviks baru terjadi. Pada tahun 2012, dilaporkan bahwa angka kematian penderita kanker serviks mencapai 9.498 jiwa setiap tahun. Dengan angka kejadian ini, kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara pada wanita usia subur 15-44 tahun (ICO HPV Information Centre, 2015). Berdasarkan data dari KemenKes RI (2014), sampai dengan tahun 2013 sebanyak 644.951 orang atau sekitar 1,75% dari target wanita usia 30-50 tahun, telah melakukan skrining inspeksi visual asam asetat (IVA) terdapat 28.850 orang (4,47%) dengan hasil IVA positif, dari data tersebut dicurigai kanker serviks 840 (1,3 per 1000). Sel HeLa adalah sel yang berasal dari sel-sel kanker serviks yang diambil dari seorang penderita kanker serviks bernama Henrietta Lacks. Sel ini bersifat immortal dan produktif sehingga banyak digunakan dalam penelitian ilmiah (Rahbari et al., 2009; Capes et al., 2010; Watts dan Denise, 2010). Sel HeLa melakukan proliferasi dengan sangat cepat dibandingkan dengan sel kanker lainnya. Rebecca Skloot s dalam The Immortal Life of Henrietta Lacks menjelaskan bahwa sel HeLa mempunyai telomerase aktif selama pembelahan sel, sehingga mencegah pemendekan telomere yang menyangkut penuaan dan kematian sel (Sharrer, 2006). Transfer gen horizontal dari human papillomavirus 18 (HPV18) ke sel serviks manusia menghasilkan genom HeLa yang berbeda dari genom induk dengan berbagai cara termasuk jumlah kromosomnya (Macville et al., 1999). 4

Kanker serviks terjadi akibat infeksi Human Papillomavirus (HPV 18) sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan sel serviks normal. Sel kanker serviks yang diinfeksi HPV diketahui mengekspresikan 2 onkogen, yaitu E6 dan E7. Protein E6 dan E7 terbukti dapat menyebabkan sifat imortal pada kultur primer keratinosit manusia, namun sel yang imortal ini tidak bersifat tumorigenik hingga suatu proses genetik terjadi. Jadi, viral onkogen tersebut tidak secara langsung menginduksi pembentukan tumor, tetapi menginduksi serangkaian proses yang pada akhirnya dapat menyebabkan sifat kanker (Goodwin dan DiMaio, 2000). Sifat immortal tersebut disebabkan karena kedua viral onkogen dapat menghambat ekspresi gen p53 (Prayitno et al., 2005). Gen p53 adalah gen yang mengendalikan apoptosis (Kumar et al., 2003). Mekanisme proliferasi sel kanker terjadi beberapa tahap, yaitu: (a) Fase Inisiasi; DNA dirusak akibat radiasi atau zat karsinogen (radikal bebas). Zat-zat inisiator mengakibatkan mutasi DNA dengan kelainan pada kromosomnya. Hal ini terjadi karena zat tersebut mengganggu jalannya proses reparasi sel. Sehingga kerusakan DNA akan diturunkan kepada sel anak seterusnya. (b) Fase Promosi; Zat karsinogen tambahan (co-carcinogens) diperlukan sebagai promotor untuk mencetuskan proliferasi sel. Dengan demikian sel-sel rusak menjadi ganas. (c) Fase Progresi; Gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA menyebabkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Tumor menjadi manifestasi (Tjay dan Rahardja, 2007). Siklus sel terdiri dari beberapa fase yaitu fase Gap 1 (G1), S (Sintesa), Gap 2 (G2), dan M (Mitosis) (Rang et al., 2003). Lamanya siklus tersebut berbeda-beda pada berbagai macam organisme. Pada sel normal manusia sekitar 20-24 jam. Fase G1 membutuhkan waktu 8-10 jam, fase S 6-8 jam, fase G2 5 jam dan fase M 1 jam. Waktu generasi untuk kultur sel pada umumnya sama dengan sel normal (Freshney, 2000). Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu siklus sel, kadar berbagai siklin meningkat 5

setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan (sehingga akan mengaktivasi) protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase bergantung siklin (CDK, cyclin-dependent kinase). Kombinasi yang berbeda dari siklin dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein tertentu (Kumar et al., 2003). B. Kumbang Tomcat (Paederus fuscipes) 1. Klasifikasi Kumbang Tomcat Secara garis besar klasifikasi taksonomi dari kumbang tomcat (Paederus fuscipes Curtis.) sebagai berikut (Kalshoven, 1981): Kindom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Famili : Staphylinidae Genus : Paederus Species : Paederus fuscipes (terdapat di Indonesia) Kumbang tomcat (Gambar 1) dikenal sebagai semut kanai atau semut kayap diberi nama tomcat karena bentuknya seperti pesawat tempur Tomcat F-14. Kumbang tomcat aktif pada siang hari dan tertarik pada cahaya terang pada malam hari. Sifat inilah yang diduga sebagai memicu masuknya kumbang kepermukiman, selain karena berubahnya habitat tomcat. Berukuran panjang 7 sampai 10 mm dan lebar 0,5 mm. tubuhnya ramping dengan ujung bagian perut (abdomen) meruncing, dada (thorax) dan perut bagian atas berwarna merah muda hingga tua, serta kepala, dan sayap (eleytra), dan ujung perut (dua ruas terakhir) berwarna hitam. Sayap depannya pendek, berwarna biru atau hijau 6

metalik bila dilihat dengan kaca pembesar. Sayap depan yang keras menutupi sayap belakang dan tiga ruas perut pertama (Arifin, 2012). (a) (b) (c) Gamba r 1. Paederus fuscipes (Sumber Ekstrak). Morfologi kumbang tomcat dari atas (a), dari bawah (b) (U.S. Army Public Health Comand, 2010) dan pengumpulan kumbang tomcat (c) (Foto pengumpulan kumbang tomcat, 2015) Dinamakan paederus karena cairan hemolimpfa yang ada dalam rongga tubuhnya mengandung senyawa toksin yang disebut pederin. Kadar pederin pada satu individu kumbang tomcat sekitar 0,025 % dari bobot serangga P. fuscipes (Singh dan Ali, 2006). Ghoneim (2013) melaporkan bahwa, dalam satu ekor kumbang tomcat dewasa jantan berkisar antara 0,1 sampai 1,5 µg. Sedangkan, pada betina kadarnya berkisar antara 0,2 sampai 20 µg. Racun ini dapat menyebabkan dermatitis paederus bila menyentuh kulit. Senyawa pederin yang terdapat dalam kumbang tomcat termasuk dalam golongan senyawa amida dengan dua cincin tetrahydrophyran, rumus kimia pederin adalah C 25 H 45 O 9 N (Gambar 2). Produksi pederin bergantung pada aktivitas endosimbion (bakteri Pseudomonas sp.) yang hidup didalam tubuh kumbang (Piel, 2002). 7

Gambar 2. Struktur kimia Pederin (Aplikasi ChemDraw, 2014) IUPAC:(2S)-N-[(S)- [(2S,4R,6R)-6-[(2S)-2,3- dimethoxypropyl]-4- hydroxy-5,5-dimetil-2- tetrahydropyranyl]- methoxymethyl]-2-hydroxy- 2-[(2R,5R,6R)-2-methoxy- 5,6-dimetil-4-methylene-2- tetrahydropyranyl]acetamide Berdasarkan pemeriksaan histopatologi menyatakan bahwa iritasi dermatitis akut yang disebabkan pederin atau racun dari kumbang tomcat terjadi pada bagian atas epidermis kulit. Pederin mampu menghambat proses mitosis pada sel normal dengan mekanisme menghambat sintesis protein dan DNA pada dosis 1 ng / ml. Hal tersebut mencegah pembelahan sel yang tentu dapat menyebabkan kematian sel. Berdasarkan aktivitas tersebut Ghoneim (2013) melaporkan bahwa, pederin diduga mempunyai aktivitas sebagai antikanker dengan mekanisme menghambat sintesis protein dan DNA dalam proses mitosis sel kanker. 8