BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil dari peserta senam Kelompok Persatuan Diabetes Indonesia

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. menjadi 4 tipe (American Diabetes Association, 2014):

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus timbul akibat perubahan gaya hidup sedenter yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimental dengan pendekatan one

Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi seluruh manusia. Glukosa

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

I. PENDAHULUAN. Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlokasi di jalan

SKRIPSI. Oleh. Indah Kusuma Wardani

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi saat ini, pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN KOLESTEROL TOTAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MELAKUKAN SENAM DIABETES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fisik, life style, dan lain-lain (Waspadji, 2009). masalah kesehatan/penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perhitungan pengukuran langsung dari 30 responden saat pre-test.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i. DAFTAR ISI.iii. DAFTAR GAMBAR...vii. DAFTAR SKEMA..viii. DAFTAR TABEL.ix. DAFTAR GRAFIK...x. DAFTAR LAMPIRAN.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nurlika Sholihatun Azizah

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta. Sampel penelitian ini diambil dari peserta senam kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta dari bulan April-Oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1 Laki-laki 6 35% 2 Perempuan 11 65% Jumlah 17 100% Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan gangguan metabolik akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia dengan angka 90-95% dari seluruh kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014). Pada Tabel 3 terlihat bahwa subjek penderita DM tipe 2 pada penelitian dengan jenis kelamin perempuan merupakan 47

48 proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 65% dari seluruh sampel penelitian. Adapun proporsi sampel dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 35%. Data tersebut sesuai dengan penelitian Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa diabetes melitus pada usia 40 70 tahun lebih banyak terjadi pada perempuan, Sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal saat sindroma siklus bulanan (pre-menstrual syndrome) dan pasca-menopause pada perempuan yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak lebih tinggi yakni berkisar 20-25% dari berat badan total dan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang umumnya memiliki jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total (Karinda, 2013; Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi ini mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (Indriyani, 2007; Fatimah, 2005). Akibatnya perempuan memiliki faktor risiko terjadinya DM 3-7 kali lebih tinggi (Karinda, 2013). 2. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Usia Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang. Menurut WHO (2002) sebagian besar negara maju mendefinisikan lansia sebagai seseorang dengan usia 65 tahun (WHO, 2002). 48

49 Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia No Usia Jumlah Persentase 1 Lansia ( 65 tahun) 4 24% 2 Tidak Lansia (45-64 tahun) 13 76% Jumlah 17 100% Pada Tabel 4 terlihat bahwa subjek pada penelitian yang termasuk tidak lansia merupakan proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 76% dari seluruh sampel penelitian. Data tersebut sesuai dengan laporan oleh IDF di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM tipe 2 (IDF, 2015). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (2013) turut menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia namun mulai usia 65 tahun cenderung menurun (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Menurut Irawan (2010) semakin tua usia seseorang maka makin tinggi risiko untuk menderita DM tipe 2. Seseorang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan semakin lama usia suatu organ tubuh bekerja maka semakin menumpuk pula sisa-sisa metabolit yang tidak diperlukan tubuh, dalam hal ini lemak yang menyertai aktivitas organ tersebut sehingga kadar lemak dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Karinda, 2013). Pada seseorang yang berusia setelah 40 tahun mulai terjadi proses aging yang bermakna dengan penurunan kondisi fisiologis yang 49

50 menurun dengan cepat sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi insulin (Karinda, 2013; Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013). 3. Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Tabel 5. Perbandingan hasil kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam ADUHAI Kode Kadar Glukosa Darah Responden Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl) 1 248 136-112 2 203 195-8 3 125 129 4 4 125 156 31 5 149 107-42 6 151 145-6 7 163 144-19 8 178 184 6 9 297 114-183 10 229 227-2 11 87 119 32 12 194 209 15 13 110 137 27 14 105 138 33 15 90 99 9 16 142 217 75 17 238 120-118 50

51 Tabel 6. Deskripsi perbandingan hasil kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI Indikator Sebelum (mg/dl) Sesudah (mg/dl) Mean 166.71 151.53 15.18 Maksimum 297 227 70 Minimum 87 99-12 Pada tabel 5 menunjukkan kadar glukosa darah setiap responden saat sebelum melakukan senam ADUHAI, sesudah melakukan senam ADUHAI, dan selisih dari keduanya. Sedangkan pada tabel 6 terlihat bahwa kadar glukosa darah terendah sebelum senam ADUHAI adalah 87 mg/dl, adapun setelah senam ADUHAI adalah 99 mg/dl. Sedangkan kadar glukosa darah tertinggi sebelum senam ADUHAI adalah 297 mg/dl dan setelah senam ADUHAI adalah sebesar 227 mg/dl. Sehingga berdasarkan total seluruh sampel yakni 17 orang diperoleh rata-rata penurunan sebesar 15,18 mg/dl dengan penurunan maksimal sebesar 70 mg/dl dan peningkatan maksimal sebesar 12 mg/dl. Tabel 7. Hasil uji normalitas kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI Kolmogorov-Smirnov Saphiro-Wilk Kadar glukosa darah p=0,20 p=0,46 pre- Kadar glukosa darah p=0,04 p=0,08 post- Uji normalitas data untuk masing-masing variabel sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan dengan menggunakan Saphiro- Wilk karena sampel berjumlah 17 orang (<50 sampel). Suatu data dapat dikatakan normal apabila p 0,05. Dari hasil uji normalitas diperoleh hasil p=0,46 (distribusi data norrnal) untuk variabel kadar glukosa 51

52 darah sebelum senam ADUHAI dan p=0,08 (distribusi data normal) untuk variabel kadar glukosa darah sesudah senam ADUHAI, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal. Tabel 8. Hasil uji Paired-sample T test kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI Variabel Mean SD 95% Confidence of p Interval value Kadar Minimum Maximum glukosa Sesudah darah 1,52 65,22 Sebelum -18,36 48,71 0,35 Dikarenakan distribusi data yang normal, data yang diperoleh dapat diuji dengan uji Paired-sample T Test, hasil dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05. Berdasarkan uji Paired-sample T Test diperoleh angka signifikansi p=0,35 (tidak signifikan), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah mengikuti senam ADUHAI. Latihan fisik atau olahraga merupakan bagian dari empat pilar penatalaksanaan DM dan strategi nonfarmakologis yang fundamental untuk tata laksana dan kontrol DM tipe 2 terhadap risiko penyakit kardiovaskular (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011; Mendes, 2015). Menurut Santoso (2008) dalam Suryanto (2009) olahraga yang dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis salah satunya adalah senam yang bersifat aerobik (Santoso, 2008 dalam Suryanto, 2009). 52

53 Senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) yang merupakan senam yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup 3 tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI dilakukan dengan posisi duduk tegak tanpa bersandar, hal ini bertujuan untuk mempermudah latihan jasmani. Senam ADUHAI memiliki 18 gerakan dengan durasi selama 7 menit 54 detik. Senam ADUHAI dilaksanakan oleh 17 responden selama 4 minggu. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Fahmi (2013) yang berjudul Pengaruh Senam Ergonomis pada Penderita DM Tipe 2 terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa 2 Jam Postprandial yang dilakukan pada 30 responden menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial pada kelompok intervensi dan kontrol dengan p=0,638 dan p=0,877 (Fahmi, 2013). Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Utomo, et al (2012) yang berjudul Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes pada 84 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kelompok intervensi dan tanpa intervensi. Pada kelompok intervensi dilakukan senam sebanyak 3 kali dalam seminggu. Penelitian tersebut menunjukkan 53

54 bahwa terdapat perbedaaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok dengan intervensi dengan penurunan glukosa darah 2,3 kali dibanding kelompok tanpa intervensi (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) dengan nilai p= 0,0001. Tidak terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada penelitian ini dapat disebabkan oleh faktor durasi, pola makan, aktivitas seharihari, tingkat kepatuhan dan hormon. Secara teoritis, pada saat seseorang melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada permulaan latihan jasmani. Setelah melakukan latihan jasmani selama 10 menit, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan glukosa sel 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, maka akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Guelfi (2007) menjelaskan bahwa pada latihan jasmani intensitas sedang selama 30 menit dapat menurunkan tingkat glukosa darah lebih besar daripada latihan dengan intensitas tinggi (Guelfi, 2007). Jadi, durasi senam yang hanya 7 menit 54 detik belum dapat menurunkan kadar glukosa darah karena peningkatan kebutuhan glukosa sel akan meningkat setelah menit ke 10. 54

55 Pola makan juga berpengaruh kepada penurunan glukosa darah penderita DM tipe 2. Karbohidrat dapat dibagi menjadi 2 yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat kompleks dapat berupa roti, kentang, nasi. Sedangkan karbohidrat sederhana berupa selai, jelly, sirup, limun, es krim. Menurut Gondosari (2009), mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat sederhana dapat menyebabkan gula darah meningkat tajam. Hal lain yang berpengaruh yaitu prinsip diet diabetes berupa 3J yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis (Gondosari, 2009). Namun, pada penilitian ini pola makan penderita DM tipe 2 tidak diamati oleh peneliti. Selain durasi dan pola makan, aktivitas sehari- hari juga dapat mempengaruhi glukosa darah. Menurut Rachmawati (2011) seseorang yang melakukan aktivitas sehari- hari berupa membersihkan, mencuci dan memasak mempunnyai kadar glukosa darah yang lebih terkontrol dibandingkan seseorang yang kurang bergerak (menonton, berbaring) (Rachmawati, 2011) Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan dua hari sekali atau seminggu 3 kali (Rachmawati, 2010). Senam ADUHAI dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, selama 4 minggu. Namun masih terdapat banyak subjek yang 55

56 melakukan senam 1 hingga 2 kali dalam seminggu. Tidak patuhnya pelaksanaan senam ADUHAI ini berakibat tidak tercapainya efek senam yaitu penurunan glukosa darah puasa. Kadar glukosa darah juga dipengaruhi epineprin, kortisol dan growth hormone yang sekresinya dikontrol oleh hipotalamus. Epineprin dan kortisol meningkat selama stress dan akan bertahan selama 24-72 jam, setelah itu kedua hormon ini akan kembali ke tingkat normal (Sherwood, 2011). Epineprin meningkatkan kadar glukosa darah dengan merangsang sekresi glukagon yang berfungsi pada proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, menghambat sekresi insulin dan meningkatkan kadar asam lemak dengan mendorong lipolisis. Kortisol mempunnyai efek metabolik meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan merangsang glukoneogenesis hati, menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan (kecuali otak), merangsang penguraian protein menjadi asam amino untuk glukoneogenesis, serta meningkatkan lipolisis (Ranabir & Reetu, 2011). Hormon yang berikutnya adalah growth hormone, hormon ini akan meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa sehingga kadar asam lemak dalam darah meningkat dan penyerapan glukosa berkurang (Sherwood, 2011). Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat para penderita sehingga faktor-faktor 56

57 tersebut dapat mempengaruhi kadar glukosa darah responden. Selain faktor-faktor diatas, jumlah sampel yang tidak mencapai sampel minimal dan jenis penelitian yang masih pra eksperimental sangat mungkin mempengaruhi hasil penelitian, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut. B. Hambatan Penelitian 1. Masih terdapat variabel pengganggu seperti gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat yang dapat mempengaruhi hasil dari penelitian. 2. Jumlah sampel tidak memenuhi jumlah sampel minimal. 3. Pertemuan dengan peserta yang hanya dapat dilakukan seminggu satu kali membuat follow up menjadi kurang baik. 4. Tingkat kepatuhan peserta dalam melakukan senam masih kurang. 57